10
BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1 Katekisasi Sebagai Bentuk Pendidikan Agama Kristen di Gereja
Pendidikan Agama Kristen memiliki tiga setting pelaksanaan, yaitu keluarga, sekolah dan gereja. Di gereja secara khusus, salah satu pelayanan pendidikan agama
Kristen yang paling tua dan yang ada di hampir seluruh Gereja-Gereja di Indonesia ialah pelayanan katekisasi. Walaupun demikian, gereja-gereja di Indonesia bahkan mungkin di
seluruh dunia belum mempunyai pendapat yang sama tentang apa itu katekisasi. Beberapa gereja menganggap katekisasi sama dengan pengajaran agama yang dilakukan
di sekolah-sekolah, sedangkan beberapa gereja menganggapnya lebih dari itu. Katekisasi dapat dikategorikan sebagai pendidikan agama Kristen sebab tujuannya yang untuk
mengajarkan pengajaran-pengajaran Kristiani kepada para pengikutnya.
2.1.1 Perkembangan Katekisasi
Pengajaran yang dilakukan di gereja-gereja Kristen telah ada sejak lama dan berasal dari Israel. Dalam Perjanjian Lama Ul 6:20-25; Mzm 78:1-7; dan lain-lain
dikatakan bahwa kepada orang tua ditugaskan untuk memberikan pengajaran tentang “perbuatan-perbuatan Allah yang besar.” Pengajaran pada saat itu masih
bersifat lisan, di mana orang tua meneruskan kepada anak-anak mereka apa yang mereka telah dengar. Sekitar permulaan abad pertama mulai diadakan
”sekolah- sekolah” yang didirikan oleh Jemaat-Jemaat Yahudi, di mana anak-anak kecil
mendapat pengajaran dari guru Torah. Maksud pengajaran ini bukan untuk memberikan pengetahuan umum kepada anak-anak, tetapi pengetahuan tentang
Torah.
16
Jadi, pengajaran yang dilakukan di dalam perjanjian lama awalnya tidak seperti pengajaran dalam gereja saat ini. Pada saat itu, anak-anak mendapat
16
J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi: Pedoman Guru Jakarta: Gunung Mulia, 2010, 1-3.
11
pengajaran bukan sebagai syarat untuk diteguhkan menjadi anggota jemaat dewasa tetapi untuk mempertahankan dan meneruskan Torah dari satu generasi ke generasi
yang lain. Banyak istilah yang digunakan untuk pengajaran tersebut. Ada istilah
“Paideuein” yang berararti memberikan bimbingan kepada anak-anak supaya mereka, dalam dunia orang dewasa dapat menempati tempat mereka.
“Manthanein” yang mengindikasikan suatu proses rohani, di mana orang mencapai sesuatu bagi dirinya untuk perkembangan kepribadiannya.
“Ginoskein” dimana dalam dunia pemikiran Yunani istilah ini bersifat intelektualistis dan dapat
berarti “mengetahui” sesuatu: mengetahui berdasarkan pengalaman. “Didaskein” yang sering digunakan untuk pekerjaan menyampaikan pengetahuan dengan
maksud supaya orang yang diajar dapat bertindak dengan terampil. “Katekhein”
yang berarti: memberitakan, memberitahukan, mengajar, memberi pengajaran. Katekhein memiliki rupa-rupa arti: mengatakan, menjelaskan, memberitakan,
memberitahukan, mengajar.
17
Dari berbagai macam arti tersebut, mengajar adalah yang paling sering dipakai dan yang kemudian digunakan dalam gereja-gereja di
Indonesia. Di Yerusalem, pengajaran yang sebenarnya sejak abad keempat dimulai
dengan pengakuan iman di mana pemimpin mengucapkan kata-kata pengakuan iman yang sampai saat itu belum boleh diketahui dan dipelajari oleh para
ketekumen, diikuti oleh suatu penjelasan. Pada waktu yang telah ditentukan para calon baptisan harus dapat menghafal kata-kata dari pengakuan iman yang mereka
wajib ucapkan pada waktu mereka dibaptis. Untuk maksud itu, disediakan daftar tanya jawab. Selain dari pengakuan iman, di beberapa tempat diberitahukan juga
17
Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 5-21.
12
kata-kata dari doa Bapa Kami. Pemberitahuan ini kemudian disusul oleh pelayanan baptisan. Tetapi, pengajaran baptisan belum berakhir di situ karena sakramen-
sakramen harus dijelaskan terlebih dahulu dahulu. Hal ini dikarenakan Gereja kuatir jika kesucian sakramen itu akan dinodai. Lamanya pengajaran sesudah
baptisan biasanya satu minggu. Yang diajarkan ialah selain daripada penjelasan tentang sakramen-sakramen, juga ulangan dari kewajiban-kewajiban yang para
calon baptisan terima sebagai anggota-anggota baru dari gereja.
18
Metode pengajaran katekisasi awal mulanya adalah berupa penghafalan dan metode itu adalah metode umum yang digunakan dalam proses pengajaran. Orang-
orang belum terlalu memedulikan apakah anak-anak dapat memahami dan menerima pengajaran tersebut. Keberhasilan dari katekisai dilihat dari apakah
anak-anak mampu menghafal dan mengucapkan kembali apa yang telah mereka hafalkan. Katekisasi pada saat itu masih dilakukan dengan cara yang sangat kaku
sehingga pengajarannya hanya bersifat satu arah. Materi yang diberikan oleh guru- guru pada saat itu bukan sesuatu yang bisa ditawar tetapi sesuatu yang harus
diterima apabila ingin menjadi bagian dari komunitas agama tersebut. Dalam akhir abad-abad pertama, katekisasi gereja semakin mendangkal. Hal
ini terutama disebabkan oleh pembaptisan anak-anak yang telah dipraktekkan di mana-mana pada waktu itu. Oleh praktik ini, pengajaran katekisasi tidak diberikan
lagi kepada anak-anak dari keluarga Kristen. Menurut tradisi yang diikuti pada waktu itu, katekisasi hanya diuntukkan bagi orang-orang yang berpindah dari
agama kafir ke agama Kristen sebagai persiapan untuk menjadi anggota Gereja. Karena itu pengajaran katekisasi harus diberikan sebelum baptisan dan sesudah itu
18
Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 31-33.
13
tidak diperlukan lagi. Jikalau ada pengajaran yang diberikan kepada orang-orang yang telah dibaptis, pengajaran itu tidak dianggap sebagai katekisasi.
19
Dalam abad kedelapan dan kesembilan, ketika Berita Injil disampaikan kepada bangsa-bangsa German, katekisasi Gereja mengalami suatu pembaharuan.
Pada waktu itu dituntut lagi bahwa orang-orang yang mau menerima baptisan, harus dipersiapkan dahulu dengan baik. Pembaharuan ini dipengaruhi oleh Karel
Agung yang tidak henti-hentinya memperingatkan supaya orang-orang German jangan ditobatkan dengan kekerasan. Dengan sangat ia meminta kepada Kaisar
supaya mengutus penginjil-penginjil kepada bangsa-bangsa yang telah ditaklukkan dengan tugas untuk perlahan-lahan mengajar dan mendidik mereka. Ia mengatakan
bahwa baptisan baru boleh dilayani jika orang-orang yang akan dibaptis itu telah mendapat pengajaran katekisasi.
20
Pembaharuan tersebut ternyata tidak berlangsung lama. Sesudah Eropa selesai mengalami Kristenisasi, pengajaran Katekisasi merosot lagi seperti dahulu
dan hanya terdiri dari penghafalan pengakuan iman dan doa Bapa Kami, dan kemudian Ave Maria, pengenalan akan sakramen-sakramen dan upacara-
upacaranya, dan pengetahuan akan daftar-daftar dosa di samping dasa firman dan juga ketujuh mazmur pengakuan dosa. Sejalan dengan itu, kemerosotan katekisasi
gereja juga semakin bertambah besar, sehingga akhirnya dalam abad kelimabelas katekisasi sama sekali tidak berarti lagi. Katekisasi menjadi semacam “kursi
pengadilan” rohani yang dengan keputusan-keputusan dan hukum-hukumnya mencakup seluruh hidup anggota jemaat.
21
Kemerosotan yang terjadi pada abad sebelumnya berubah di masa reformasi. Alkitab kembali menjadi pusat dalam teologia dan dalam praktik gereja. Hal ini
19
Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 33-34.
20
Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 35-36.
21
Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 36-37.
14
kemudian membawa perubahan besar di bidang katekisasi, tetapi bukan dalam arti bahwa bahan-bahan tradisional seperti pengakuan iman, doa, dasafirman dan
sakramen-sakramen dibuang atau diganti dengan bahan-bahan lain. Bahan-bahan itu terus dipakai tetapi sebagai rangkuman dari ajaran Alkitab. Hal ini bisa dilihat
dalam katekismus-katekismus yang tulis oleh para reformator seperti oleh Luther Katekismus Besar dan Katekismus Kecil, Calvin rangkuman dari Institutio dan
Katekismus dari Geneva, Malanchton Katekismus dalam bahasa Latin dan dalam bahasa Jerman, Zwingli yang menyimpang dari kebiasaan itu dengan tidak
membahas dasa firman dan sakramen-sakramen dalam Katekismusnya, Bullinger Katekismus Besar, dan lain-lain.
22
Perubahan yang dibawa oleh reformasi berlangsung di tiga bidang. Bidang pertama yaitu isi katekisasi, di mana katekismus-katekismus yang ditulis pada
waktu itu jika dibandingkan dengan buku-buku katekisasi dari abad-abad pertengahan jelas terlihat bahwa isi katekismus-katekismus jauh lebih baik. Bidang
yang kedua adalah ruang cakup katekisasi, di mana jika dalam abad-abad pertengahan katekisasi hanya dibatasi pada orang-orang yang berpindah dari agama
kafir ke agama Kristen, pada waktu reformasi katekisasi diperuntukan bagi semua orang. Bidang yang ketiga adalah cara mempelajari bahan katekisasi. Jika pada
abad-abad pertengahan katekisasi umumnya terdiri dari menghafal bahan-bahan katekisasi tanpa mengetahui artinya, pada masa reformasi hal ini berubah. Para
reformator tidak setuju dengan hanya menghafal pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban dalam katekismus.
23
Kebiasaan yang dipakai oleh Gereja-Gereja di Eropa dalam bidang katekisasi kemudian dibawa masuk oleh pendeta-pendeta zending ke Indonesia dan dipakai
22
Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 38-39.
23
Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 39-46.
15
juga dalam Jemaat-Jemaat di sini. Awal katekisasi masuk di Indonesia, ia memiliki hubungan yang erat dengan pengajaran agama di sekolah. Dalam Sidang Raya
Agung yang diselenggarakan pada tanggal 6 agustus – 2 Oktober 1624 di Betawi
ditetapkan bahwa “anak-anak Belanda dan anak-anak yang bukan Belanda harus dididik secara Kristen di sekolah-sekolah dan untuk mengajaran agama selanjutnya
anak- anak harus mengunjungi pengajaran katekisasi Gereja”. Pengajaran lanjutan
yang dilakukan di gereja yang diberikan oleh pendeta-pendeta.
24
Dalam masa sekarang, katekisasi di Gereja-Gereja berbeda dengan katekisasi dalam Gereja-gereja pada waktu zending. Perbedaan ini terdapat di berbagai bidang
penting, di antaranya pada bidang tenaga pengajar dan buku-buku yang digunakan dalam pengajaran katekisasi. Tenaga-tenaga pengajar katekisasi dalam Gereja-
Gereja Indonesia saat ini biasanya merupakan orang-orang yang memperoleh pendidikan di bidang Pendidikan Agama Kristen Sarjana PAK. Buku-buku yang
digunakan pun tidak lagi sama dengan yang digunakan pada waktu zending. Walaupun demikian, masih ada gereja yang tetap menggunakan buku-buku
katekisasi jaman zending seperti katekismus Heidelberg, Katekismus kecil dari Luther, dan lain-lain.
25
Dengan demikian, sejak awal kemunculannya hingga sekarang, ada tiga jenis katekisasi yang dikenal yaitu katekisasi keluarga, katekisasi sekolah dan katekisasi
gereja atau yang saat ini lebih dikenal dengan katekisasi sidi. Katekisasi keluarga adalah bentuk purba dari pelayanan katekisasi, di manan pengajaran itu
berlangsung secara lisan dalam keluarga-keluarga Israel. Yang berikutnya adalah
24
Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 48-50.
25
Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 54-55.
16
katekisasi sekolah, di mana katekisasi ini dimulai sejak jemaat-jemaat Yahudi mulai mendapat pengajaran dari guru-guru Torah. Pada jaman sekarang, orang
sering mengaitkan katekisasi sekolah dengan pendidikan agama di Sekolah. Sedangkan yang terakhir, yang akan menjadi pembahasan penulis adalah katekisasi
gereja atau katekisasi sidi.
2.1.2 Katekisasi Sidi