Ekstrapolasi Kurva yang Menanjak
Mozaik 15 Ekstrapolasi Kurva yang Menanjak
Tak perlu belajar matematika sampai ke SMA hanya untuk menghitung semua rencana masa depan yang kami gantungkan pada tabungan uang receh,setelah dikurangi membantu keluarga membeli sembako,adalah tak masuk akal.Kami tahu banyak orang yang memiliki sumber daya membuat rencana yang detail dan realistis:pengeluaran untuk kuliah,hidup,mudik,dan entertainment,termasuk pos luar biasa jika sakit misalnya.Rencana itu dibuat rapi untuk lima tahun,ditambah cadangan konservatif selama dua tahun sebagai statistic rata-rata waktu sarjana Indonesia menganggur setelah lulus kuliah.
Namun.dari tempat aku,Jimbron,dan Arai berdiri rencana konvesional itu tidak berlaku.Karena kami adalah para pemimpi.Seandainya tidak dipakai untuk sekolah pun,tabungan itu,yang dikumpulkan selama tiga tahun dari bekerja sejak pukul dua pagi setiap hari memikul ikan,tak’kan cukup untuk membuat kami hidup lebih dari setahun.Dan dari tempat kami hidup lebih dari setahun.Dan dari tempat kami berdiri,di Pulau Belitong yang terpencil dan hanya berdiameter seratus lima puluh kilometer ini,cita-cita kami sekolah ke Prancis,menjelajahi Eropa sampai ke Afrika adalah potongan-potongan mozaik yang tak dapat dihubungkan dengan logika apapun,bahkan dengan pikiran yang paling gila sekalipun.
Namun,sekarang aku memiliki filosofi baru bahwa berbuat yang terbaik pada titik dimana aku berdiri,Itulah sesungguhnya sikap yang realistis.Maka sekarang aku adalah orang yang paling optimis.Jika kuibaratkan semangat manusia sebuah kurva,sebuah grafik,maka sikap optimis akan membawa kurva itu terus menanjak.Sebaliknya aku semakin terpatri dengan cita-cita agung kami:ingin sekolah ke Prancis,menginjakkan kaki di altar suci Almamater Sorbonne,menjelajahi Eropa sampai ke Afrika.Tak pernah sedikit pun terpikir untuk mengompromikan cita-cita itu.
Paling tidak,karena tenaga dari optimisme,pada pembagian rapor terakhir saat tamat SMA Negeri Bukan Main hari ini,aku kembali mendudukkan ayahku di kursi nomor tiga.Arai melejit ke kursi dua.Tidaklah terlalu buruk keadaan kami di antara seratus enam puluh siswa.Adapaun Jimbron sedikit membaik prestasinya,dari kursi 128 menjadi kursi 47.Nurmala karatan di kursi nomor satu sejak kelas satu.Mendapati Arai cengengesan di sampingnya Nurmala memandang kaku lurus ke depan seperti orang tidur salah bantal.Sakit lehernya jika menoleh.
Nurmala akan segera meninggalkan Belitong untuk menjalani rencana lima tahun plus dua tahun konservatifnya,dan menjelang malam perpisahan sekolah Arai telah Nurmala akan segera meninggalkan Belitong untuk menjalani rencana lima tahun plus dua tahun konservatifnya,dan menjelang malam perpisahan sekolah Arai telah
Berhari-hari Arai melatih gayanya di bawah arahan Bang Zaitun. “Kalau bisa,jika menyanyi,wajahmu jangan cengar-cengir seperti unta
begitu.Boi,hi...hi....hi...hi....,”saran Bang Zaitun Bang Zaitun sangat komit pada penampilan Arai kali ini sebab ia merasa bertanggung
jawab pada kegagalan Arai yang pertama.Maka Bang Zaitun meminjamkan setelan panggungnya yang sangat istimewa.Setelan itu adalah setelan jas lengkap satu paket.Kaus kaki,sepatu putih berhak tinggi,pantaloon yang sangat bagus,ikat pinggang,baju kemeja lengan panjang untuk lapisan dalam,dan jas,ditambah sebuah slayer panjang,Semua sandang itu,semuanya,termasuk ikat pinggang dan slayer itu,berwarna putih mengilat.
“Harap kau paham Boi,setelan ini hanya kupakai kalau membawakan lagu ‘Fatwa Pujangga’ untuk menyambut gubernur dari Palembang…”
Dan tak lupa,”Hi…hi…hi…hi..” Sebagai suatu tambahan yang memikat,Bang Zaitun juga meminjamkan sebuah topi
sombrero berwarna merah.Sombrero adakah topi orang Meksiko yang sangat lebar.Tidak matching sesungguhnya karena saat seluruh setelan itu dicoba Arai tampak seperti bendera merah putih.Tapi Arai senang sekali.
Usai magrib kembali kami menerobos ladang jagung.Aku memikul tape wireless besar yang kami pinjam dari kantor desa dan Jimbron menenteng aki.Arai melangkah hati-hati karena tak mau mengotori setelan jas putihnya.
Kami mengendap di balik ilalang setinggi lutut yang membatasi kebun jagung dan halaman rumput perkarangan rumah Nurmala.Dari celah-celah sirip jendela kayu tak tampak gerakan apa pun di dalam rumah.Arai mengambil posisi di tengah lapangan rumput,aku dan Jimbron menyambungkan aki pada tape wireless.Arai menjentikkan jemarinya dan aku memencet tombol play.Diawali teriakan seraknya yang khas,mengalirlah ke udara lengkingan syahdu Ray Charles.
I can’t stop loving you... I’ve made up my mind...
Sungguh hebat Ray Charles bernyanyi.Pria buta itu seakan menumpahkan seluruh jeritan jiwanya melalui suaranya yang berat terseret-seret,penuh derita sekaligus harapan karena tak kuasa berhenti mencintai seseorang.Dan belum habis bait pertama kudengar suara Sungguh hebat Ray Charles bernyanyi.Pria buta itu seakan menumpahkan seluruh jeritan jiwanya melalui suaranya yang berat terseret-seret,penuh derita sekaligus harapan karena tak kuasa berhenti mencintai seseorang.Dan belum habis bait pertama kudengar suara
Dan disana,ditengah lapangan rumput,demi melihat Nurmala senang,Arai beraksi semakin menjadi-jadi,meliuk-liuk seperti ikan lele terlempar ke darat.Putih berkilauan bergelombang-gelombang.Topi sombreronya ia lepaskan,ia lambai-lambaikan lalu dikenakannya kembali.Demikian berulang kali.Tidaklah buruk penampilan Arai kalu ini.Bahasa Inggris-nya meman jago sehingga ia memahami arti setiap kata yang dilantunkan Ray Charles.Mulutnya monyong-monyong kesana kemari sesuai pengucapan Ray.Dan gayanya memesona:Ia membungkuk,menepuk-nepuk dada,mengibas-ngibaskan tangannya,berlutut,menengadah ke langit sambil membekap kedua tangannya di dada,dan berlari-lari kecil.Lebih dari itu ia mampu menghayati makna setiap syair “I Can’t Stop Loving You”sebagai ungkapan hatinya pada Nurmala.Aku dan Jimbron tertegun menyaksikan pemandangan indah yang menyentuh hati itu:seoran laki-laki yang sama sekali tak berbakat seni,berdandan seperti ingin tampil di televise,tak mampu membawakan lagu cukuplah dengan membawakan gaya,tapi ia tampil dengan sepenuh jiwa,ia pentas di lapangan rumput hanya untuk pujaan hatinya seorang.Nurmala cekikikan dan tak berhenti tersenyum sampai bait terakhir lagu itu.
The say that time… Heals a broken heart… But time has stood still… When you are apart…
Lagu pun usai.Nurmala mundur dan pelan-pelan menutup jendela.Lalu ia mematika lampu kamarnya.Aku dan Jimbron membereskan tape dan aki.Arai melilitkan Slayer putih di leher panjangnya.Ia tersenyum melihat jendela yang tertutup rapat.Ia berbalik,langkahnya yang canggung tapi anggun seperti belalang sembah meninggalkan lapangan rumput.Kami berlalu dalam damai.