PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

Nama Mahasiswa : Azmy Rahman Arif No. Pokok Mahasiswa : 0712011130

Bagian : Hukum Administrasi Negara

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Yuswanto, S.H., M.H., Syamsir Syamsu, S.H., M.H.

NIP 196205141987031003 NIP 196108051989031005

2. Bagian Hukum Administrasi Negara

Nurmayani, S.H., M.H. NIP 1961121191988032002


(2)

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Yuswanto, S.H., M.H. ...

Sekretaris Anggota : Syamsir Syamsu, S.H., M.H ...

Penguji Utama : Elman Eddy Patra, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003


(3)

PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

AZMY RAHMAN ARIF

Pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Bandar Lampung yang sangat cepat mengakibatkan kebutuhan akan air pun semakin meningkat hal ini menimbulkan banyak terjadi pengeksploitasian air yang berdampak pada kerusakan alam. Karena merupakan sumber daya yang memiliki potensi dan dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya maka air perlu adanya kepedulian semua masyarakat akan hal ini, terlebih lagi pemerintah sebagai aparatur negara dalam menjalankan amanah UUD 1945, yakni air sebagai aset negara dikelola dan diperuntukkan untuk masyarakat. Dengan begitu perlu adanya peraturan dalam masalah izin pengambilan air bawah tanah baik ditingkat pusat sampai kabupaten/kota, termasuk di dalamnya Kota Bandar Lampung, sesuai dengan Pasal 16 UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Permasalahan dalam penelitian ini tentang bagaimanakah pelaksanaan pemberian izin pengambilan air bawah tanah di Kota Bandar Lampung serta apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin pengambilan air bawah tanah di Kota Bandar Lampung. Untuk membahas permasalahan tersebut dilakukan pendekatan secara empiris. Data yang diperlukan adalah data primer, sekunder dan tersier, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dari Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Kota Bandar Lampung, jumlah lembaga atau instansi perusahaan yang memperoleh izin pengambilan air bawah tanah di Kota Bandar Lampung selama tahun 2010 - 2011 berjumlah 83 (delapan puluh tiga). Prosedur pemberian izin pengambilan air bawah tanah melalui tahapan seperti permohonan yang dilengkapi dengan syarat, pemeriksaan kelengkapan persyaratan/penelitian dan penerbitan (pengabulan). Kemudian akan dilakukan pengendalian dan pengawasan oleh BPPLH. Faktor penghambat dalam pengaturan dan pelaksanaan perizinan pengambilan air bawah tanah di Kota Bandar Lampung adalah terbatasnya petugas BPPLH, selain itu juga tingkat pengetahuan pegawai BPPLH yang tidak merata, kurangnya penyuluhan kepada masyarakat, dan masalah dana operasional yang tidak sesuai dengan jumlah personel dan tingkat pekerjaan.


(4)

OF UNDERGROUND WATER TAKING IN BANDAR LAMPUNG

By

AZMY RAHMAN ARIF

The growth of population in Bandar Lampung runs so quickly that it makes the need for water increase. Therefore, it causes a lot of water exploitation which affects to the damage of the nature. Since water is the potential resource which gives either advantages or disadvantageous to the life and environment, it needs caring by the societies, especially the government as the state organization in implementing the mandate 1945, stating that water is state’s asset managed and then provided to the societies. Furthermore, the regulation towards the permission in taking the underground water is needed from the central government to the district/city, included Bandar Lampung, in accordance with the article 16 No. 7 Year 2004 about Water Resource.

The research problem in this study is about how the implementation in approval of underground water taking in Bandar Lampung and what factors which retard this implementation in Bandar Lampung. To discuss this problem, the researcher did the approach empirically. Data gained were primary, secondary and tertiary data which were analyzed in qualitative method.

Based on the research result The Environment Control and Management Department (BPPLH) of Bandar Lampung, it is stated that a number of agencies or companies which get approval of underground water taking in Bandar Lampung during 2010-2011 are 83. The procedure in approving this underground water taking is done through some stages, such as checking the completion of requirements, research and establishment, then it is controlled and supervised by BPPLH. The factors which retard the management and the implementation in approval of underground water taking in Bandar Lampung are the limited amount of BPPLH officers and their knowledge level which are not evenly, lack of counseling to the society, and the problem of operational fund which is not appropriate with the number of personnel and the work level.


(5)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya

malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang

berguna bagi manusia,

dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air,

lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya

dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan,

dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;

sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)

bagi kaum yang memikirkan.

(QS. Al Baqarah : 164)

..Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang

lain

(HR. Thabrani dan Daruquthni)

Kesukesan diawali dengan keyakinan yang kuat, doa dan usaha

(Azmy Rahman Arif)


(6)

✁✂✄ ✁☎ ✆✝✞✟ ✞✠✞ ✡ ✆ ☛ ☞✂✟☞✌✍ ✁✎✡ ✁✠ ✡ ☞☛✁✏✁ ✑

✒✄ ✁ ✎✁✠ ✏✁ ✓✂✟✔

Jasrial Arif, S.Ag dan Ibunda Asmalidar tercinta

yang selalu medoakan untuk keberhasilanku

dalam menyelesaikan studi di fakultas Hukum Unila dan segala aktifitas ku

Uni Fivin dan adikku Fadli, serta

Ade Ike Marta Rizkia, istri sholehah pendamping hidupku

semoga keberkahan selalu dilimpahkan kepada kalian.


(7)

Penulis lahirkan di Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, pada tanggal 23 April 1987, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Jasrial Arif dan Ibu Asmalidar. Penulis mengenyam dunia pendidikan formal bermula di Taman Kanak-kanak Islam (TKI) Ibnu Rusyd Kotabumi, diselesaikan pada tahun 1993. Melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu SD di SD Islam Ibnu Rusyd Kotabumi, diselesaikan pada tahun 1999. Kemudian jenjang berikutnya menengah pertama di SMPN 7 Kotabumi, selesai pada tahun 2002. Dan menengah atas di SMAN 2 Bandar Lampung selesai tahun 2005.

Di tahun 2007 penulis melanjutkan jenjang pendidikan perguruan tinggi yang berada di Provinsi Lampung, yakni mendapatkan kesempatan melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur yang namanya saat itu adalah Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama perkulihan penulis mengikuti beberapa organisasi, antara lain UKMF Forum Studi dan Silaturahmi Islam (FOSSI) yang merupakan organisasi intra kampus, selain itu organisasi ekstra kampus yang diikuti penulis yaitu Tim Kerja Dakwah Sekolah (TKS) SMAN 2 Bandar Lampung dan SMPN 25 Bandar Lampung, serta Forum Kerjasama Alumni Rohis (FKAR) Bandar Lampung.

Selain itu penulis juga aktif dalam Kelompok Diskusi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan seminar daerah serta pelatihan pelatihan yang berkaitan dengan hukum dan keorganisasian.


(8)

Alhamdulillahirobbil‘alamin. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,

Sang Kholik yang berkehendak atas segala sesuatu, sehingga dengan kehendak dan kuasa-Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Sesungguhnya Dialah yang patut kita minta pertolongan, Dialah yang menghendaki terjadinya sesuatu. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada suri teladan yang terbaik yaitu Nabi Muhammad SAW, oleh karena perjuangan Beliaulah Penulis dapat merasakan indahnya islam dan ukhuwah islamiyah.

Penulisan karya ilmiah ini merupakan syarat Penulis untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Lampung. Proses penulisan skipsi ini tidak terlepas dari hambatan dan cobaan-cobaan. Baik dari dalam diri sendiri ataupun dari luar. Penulisan karya ilmiah ini tidak bisa dilepaskan dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis tidak dapat melupakan dan mengucapkan terima kasih kepada :

1. Penjabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S.

2. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., dan Ibu Upik Hamidah S.H., M.H., selaku Ketua dan Sekretaris Bagian Hukum Administrasi Negara yang selalu memberikan pengarahan dan nasehat-nasehat kepada penulis.


(9)

kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Dan lantaran bimbingan dan didikannya baik dalam pengerjaan karya ilmiah ini dan ketika mengikuti kuliah-kuliah dari Beliau, sehingga bisa mengerti tentang hakekat kehidupan.

4. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H., selaku dosen pembahas dan penguji.Terima kasih atas bantuan, nasehat, motivasi yang konstruktif, sehingga penulis sadar akan pentingnya sebuah komitmen.

5. Ibu Asmara Dewi, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik Penulis. Yang telah memberikan bimbingan dan semangat kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Bagian Hukum Administrasi Negara pada khususnya dan Fakultas Hukum pada umumnya, terima kasih atas ilmu yang diberikan kepada penulis selama menempuh studi.

7. Kak Agus Triyono yang selalu mengingatkan dan membantu memberikan saran-saran dalam penyusunan serta tempat curhat masalah skripsi penulis. 8. Bapak dan Ibu staf administrasi Bagian HAN FH Unila dan staf Bidang

Akademik Fakultas Hukum Unila.

9. Para pegawai di Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Kota Bandar lampung yang telah membantu memberikan data untuk penyelesaian skipsi ini dan wawancara yang penulis lakukan.

10. Pak Rahman, Bidang Pengusahaan Pertambangan dan Energi BPPLH Kota Bandar Lampung yang telah memberikan data dan penjelasan-penjelasannya.


(10)

’07 : Bayu (senasib dan seperjuangan dalam menyelesaikan amanah akademik ini, sukses bro), Satria, Wawan, Andika, Frans, Gael, Titin, Ayu, Ida, dll (terima kasih kebersamaan di HAN yang luar biasa), Bung Eko (sang Presma yang selalu bersemangat). Teman-teman di KDM FH ‘07: Jhon,

Benny, Denny, Ikang, Zul, Yogi, Andha, Arya, Muchtar.

12. Rekan-rekan kerja di BKB Nurul Fikri Bandar Lampung : Pak Gun, Kak Uud, Kak Rahman, Mas Jun, Kak Afrizal, Ridho, Mas Kamto, Maryadi, Indra, Supri, Andi, Mba Ratih, Astrid dan Elly, semangat selalu untuk kalian. 13. Teman-teman di FKAR periode 08-10 : Bidang Humas : Ariyanto, Hadi,

Nalfa, Maya, Tina Reny, serta Bidang lain : Fajrun, Budi, Mpi, Satria, Wahyu, Singgang, Badri, Habiebie, Suhe, Syukron, Priono, Andika, Arifin, Fadly, Ardi, Ardian, Riko, Ade, Teguh, dan semua teman-teman akhwat yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skipsi ini masih terdapat kekurangan. Namun demikian, besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Permasalahan ……… 5

1.2.1 Permasalahan ……… 5

1.2.2 Ruang Lingkup Permasalahan………5

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………5

1.3.1 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.3.2 KegunaanPenelitian ………..6

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan ...……….7

2.2 Kewenangan Pemerintah Daerah ………7

2.2.1 Pengertian Kewenangan ………7

2.2.2 Sifat Kewenangan ……… 9

2.2.3 Sumber Kewenangan ……… 9

2.3 Izin dan Perizinan ……….. 12

2.3.1 Pengertian dan Unsur Izin ……… 12

2.3.2 Tujuan, Fungsi dan Syarat Perizinan ……….. 14

2.3.3 Bentuk dan Isi Perizinan ………... 16

2.3.4 Jenis-jenis Izin ……….. 17

2.4 Pengertian AirBawah Tanah ………. 18

2.4.1 Dasar Hukum Pengambilan Air Bawah Tanah ………..19

2.4.2 Tujuan Pengelolaan Air Bawah Tanah ………. 20

III METODE PENELITIAN 3.1 PendekatanMasalah ……….. 22

3.1.1 PendekatanYuridis Empiris ………..22

3.2 Sumber Data ……….. 23

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ………... 24

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data ………. 24

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data ……… 25


(12)

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 29 4.2 Pengaturan Tentang Air Bawah Tanah di Kota Bandar Lampung .... 31 4.2.1 Tata Cara Memperoleh Izin Pengambilan Air Bawah Tanah...34 4.2.1.1 Permohonan ... 40 4.2.1.2 Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan dan Penelitian 43 4.2.1.3 Penerbitan (Pengabulan) Permohonan Pengambilan

Air Tanah ... 44 4.2.2 Pengendalian dan Pengawasan ... 45 4.3 Faktor Penghambat Pengaturan Tentang Air Bawah Tanah di Kota

Bandar Lampung ... 46

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 47 5.2 Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

TABEL 1...34 TABEL 2...37


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini kebutuhan akan air semakin terasa mendesak dikarenakan setiap tahunnya mengalami peningkatan sesuai dengan angka pertumbuhan jumlah penduduknya. Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat mengakibatkan kebutuhan akan air pun semakin meningkat, hal ini mengakibatkan banyak terjadi pengeksploitasian air yang dapat menimbulkan kerusakan alam. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan itu yakni dengan mengatur pengambilan air dalam jumlah yang banyak sehingga akan ada pengendalian yang tepat agar setiap warga tetap dapat menikmati air dan sekaligus dapat menjaga lingkungan. Dalam hal ini air yang dimaksud adalah air bawah tanah, yakni semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah, sesuai dengan Undang-undang No. 7 tahun 2004 pasal 1 ayat (4) tentang tentang Sumber Daya Air.

Dalam petunjuk teknis Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral No. 1451 tahun 2000, bahwa air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan atanah.

Kegiatan pengeksploitasian air bawah tanah baik berupa untuk pemakaian dan pengusahaannya semestinya harus mengikuti dan prosedur yang berlaku. Sama


(15)

seperti sumberdaya alam yang lainnya, air bawah tanah yang terkandung dalam wilayah hukum Indonesia merupakan kekayaan alam karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara dalam hal ini adalah pemerintah daerah, untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan sekaligus pembangunan daerah secara berkelanjutan. Pasal 3 Kepmen Sumber Daya Energi dan Mineral No. 1451 Tahun 2000 menentukan bahwa air bawah tanah dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya demi kesejahteraan rakyat. Penguasaan air bawah tanah tersebut diselenggarakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah. Hal ini mengatribusikan kewenangan pengelolaan air bawah tanah kepada pemerintah daerah. Pengelolaannya bertujuan untuk menambah Pendapatan Aseli Daerah (PAD) yang berguna bagi masyarakat juga untuk menjaga kestabilan lahan di wilayah tersebut.

Teknis pengelolaan air bawah tanah didasarkan pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah dengan begitu pengelolaannya akan lebih terfokus kepada kewenangan dari pemerintah daerahnya. Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota, sedangkan pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah propinsi atau kabupaten/kota ditetapkan oleh masing-masing Gubernur atau Bupati/Walikota berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan difasilitasi oleh Gubernur. Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, maka tugas-tugas pengelolaan air bawah tanah menjadi Kewenangan Bupati/Walikota


(16)

(http://digilib-ampl.net/detail/detail.php?kode=145&row=0&tp=perundangan&ktg=perda&kd _link= Pengelolaan Air Bawah Tanah, diakses 18 Oktober 2011).

Kemudian dalam teknis pengelolaan air bawah tanah dilakukan dengan tahapan kegiatan inventarisasi, perencanaan pendayagunaan, konservasi, peruntukan pemanfaatan, perizinan, pembinaan dan pengendalian, pengawasan. Kegiatan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kelestarian, kesinambungan ketersediaan serta kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan.

Dengan adanya aturan pengelolaan air tanah diarahkan untuk mewujudkan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah. Pelaksanaan kegiatan tersebut secara teknis perlu disesuaikan dengan perilaku air tanah yang meliputi keterpadatan, penyebaran, potensi mencakup kuantitas dan kualitas air tanah serta lingkungan air tanah. Namun karena keberadaan dalam batuan yang pembentukannya erat kaitannya dengan proses geologi, maka dalam pengelolaan air tanah diperlukan pengaturan yang mendasarkan pada kaidah-kaidah geologi dan hidrologi. Kemudian pengaturan air tanah diarahkan untuk mendukung upaya menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung, dan fungsi air tanah melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian air tanah. Upaya konservasi air tanah dilakukan untuk mencegah kerusakan kondisi dan lingkungan air tanah yang dapat terjadi karena penyusutan ketersediaan air tanah yang diikuti penurunan muka air tanah yang tajam dan apabila terus berlanjut dapat menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran air tanah, dan amblesan tanah.


(17)

Selanjutnya pendayagunaan air tanah diarahkan untuk mendukung upaya mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan air tanah yang terus menerus serta berkelanjutan, terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari-hari, meskipun tidak tertutup kemungkinan juga dapat untuk kebutuhan lainnya seperti pertanian, sanitasi lingkungan, perindustrian, pertambangan dan pariwisata. Pendayagunaan air tanah dilakukan melalui kegiatan penyediaan, penggunaan dan pengusahaan air tanah. Akan tetapi karena terletak di bawah permukaan tanah, pengambilan atau eksploitasi air tanah dalam upaya pemanfaatan atau penggunaannya memerlukan proses sebagaimana dilakukan pada kegiatan pertambangan yang mencakup kegiatan penggalian, atau pengeboran, pemasangan konstruksi sumur, dan sebagainya.

Namun fakta empirisnya, masyarakat tidak paham akan pentingnya pengendalian pemanfaatan air bawah tanah, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya masyarakat yang memanfaatkan air tanah untuk usaha namun belum memiliki izin dari dinas terakit sehingga berdampak kepada rusaknya lapisan tanah dan sedikitnya sumber air.

Rusaknya lapisan tanah dan berkurangnya sumber air dialami masyarakat yang berada di wilayah sekitar tempat pengekploitasian air tanah tersebut. Seperti wawancara kepada mayarakat yakni Bapak Ahmad warga Palapa 6 Kelurahan Labuhan Ratu. Semenjak berdirinya Perusahaan Air Mineral di perumahan masyarakat pada tahun 2010 yang lalu, sumber air di rumah warga semakin berkurang. Meskipun pihak perusahaan membuatkan sumber air bersih bagi masyarakat.


(18)

Oleh karenanya, berdasarkan masalah di atas, dipandang perlu untuk dilakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DI KOTA BANDAR LAMPUNG.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Permasalahan

1.2.1 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan adalah: a. Bagaimana pelaksanaan pemberian izin pengambilan air bawah tanah di

Kota Bandar Lampung ?

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin pengambilan air bawah tanah di Kota Bandar Lampung ?

1.2.2 Ruang Lingkup Permasalahan

Ruang lingkup dalam penelitian ini masuk dalam kajian tentang perizinan dan hukum lingkungan pada bagian Hukum Administrasi Negara, objek kajiannya tentang pelaksanaan pemberian izin pengambilan air bawah tanah tahun 2010 sampai dengan 2011 di Kota Bandar Lampung.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah :

a. Untuk menjelaskan tata cara dalam pelaksanaan pemberian izin pengambilan air bawah tanah di Kota Bandar Lampung.


(19)

b. Untuk menjelaskan dampak hukum dari pelaksanaan pemberian izin pengambilan air bawah tanah di Kota Bandar Lampung.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis, penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu hukum administrasi negara khususnya dengan pengaturan tentang air bawah tanah.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama pada pejabat di lingkungan pemerintahan Kota Bandar Lampung dan BPPLH Kota Bandar Lampung, sehingga pelaksanaan tugas dan fungsinya pada masa yang akan datang akan menjadi lebih baik, kemudian bermanfaat bagi masyarakat sebagai pengguna air bawah tanah dan tentunya pengusaha yang memanfaatkan air bawah tanah untuk bisnis.


(20)

DAFTAR PUSTAKA

HR, Ridwan. 2002.Hukum Administrasi Negara. UII Press. Jogjakarta.

Pudyatmoko, Sri Y. 2009.Perizinan : Problem dan Upaya Pembenahan. Kompas Gramedia. Jakarta

Wijoyo, Suparto. 2004. Hukum Lingkungan : Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Daerah. Air Langga University Press. Surabaya

Erwin, Muhammad. 2009. Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup. Refika Aditama. Bandung

Soekanto, Soerjono. 1984.Metode Penelitian Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. Universitas Lampung. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 1451 K/10/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomo 04 Tahun 2008 tentang Lembaga Teknis Daerah Kota Bandar Lampung


(21)

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 02 tahun 2010 tentang Pengelolaan Air Tanah

http://www.sumutprov.go.id/skpd/dinaspertambangan, diakses tanggal 10 Mei 2010 pukul 10.26

http://indonesia.heartnsouls.com/cerita/d/c37o.shtml, diakses tanggal 8 Mei 2010 pukul 08.00


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pelaksanaan

Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti berbuat atas tindakan yang berhubungan dengan atau untuk melakukan suatu kegiatan. Dapat disimpulkan tentang pengertian pelaksanaan adalah suatu perbuatan untuk melakukan kegiatan (Fillipus Septi Hartono, 2002). Pengertian lain tentang pelaksanaan, yakni suatu proses, cara, perbuatan melaksanakan atau rancangan, keputusan dan sebagainya (Salim, Peter dan Yenny Salim, 1991:554)

2.2 Kewenangan Pemerintah Daerah

2.2.1 Pengertian Kewenangan

Menurut H.D Stout, kewenangan adalah pengertian yang berasal dari hukum pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan-perolehan dan penggunaan kewenangan dari pemerintahan oleh subyek hukum publik di dalam hubungan hukum publik (Ridwan HR, 2007). Sedangkan menurut P. Nicholai di dalam bukunya,


(23)

disebutkan bahwa kewenangan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu, yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum tertentu. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakuakan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu (P. Nicholai, 1994:4)

Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas, maka kewenangan dari pemerintah untuk melaksanakan tugasnya dalam pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan yang ada, oleh karena itu pemerintah tidak boleh menganggap bahwa ia memiliki sendiri wewenang pemerintah dan tidak boleh berbuat sesuatu selain yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan tidaklah sama dengan kekuasaan, karena kekuasaan hanyalah menggambarkan hak untuk berbuat dan atau tidak berbuat, sedangkan wewenang mengandung hak dan juga kewajiban. Di dalam kewajiban dari suatu kewenangan, ada kewenagan secara horizontal dan kewenangan secara vertikal, kewenangan secara horizontal berarti kekuasaan tersebut digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya, sedangkan kewenangan secara vertikal berarti kekuasaan tersebut adalah untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan (Ridwan HR, 2002:72)


(24)

2.2.2 Sifat Kewenagan

Dalam kepustakaan terdapat pembagian mengenai sifat wewenang pemerintahan, (Ridwan HR, 2002:78-79), yaitu:

a. Terikat

Wewenang pemerintahan yang bersifat terikat terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus diambil.

b. Fakultatif

Wewenang yang bersifat fakultatif terjadi apabila badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya.

c. Bebas

Wewenang yang bersifat bebas terjadi apabila peraturan dasarnya memberi kebebasan untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkan atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup kebebasan.

2.2.3. Sumber Kewenangan

Kewenangan bersumber dari tiga cara (Ridwan HR, 2002:74), yaitu:

a. Atribusi

Atribusi merupakan pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.

b. Delegasi

Delegasi merupakan pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan yang satu ke organ pemerintahan yang lainnya.

c. Mandat

Mandat merupakan pelimpahan wewenang ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh orang lain atas namanya.

Untuk dapat memperoleh suatu kewenangan akan suatu urusan pemerintahan, pemerintah daerah dapat memperolehnya melalui tiga cara, yaitu melalui atribusi, delegasi dan mandat. Setelah memperoleh kewenangan dari tiga kewenangan


(25)

tersebut, barulah pemerintah dapat menjalankan kewenanganya. Kewenangan tersebut merupakan suatu tindakan hukum dari pemerintah dan hanya dapat dilakukan oleh aparatur negara dengan tanggung jawab dan diemban sendiri. Selain itu, perbuatan dari aparatur pemerintahan yang dilakukan sesuai kewenangannya akan menimbulkan suatu akibat hukum di bidang hukum administrasi demi terciptanya pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. Hal ini sesuai dengan unsur dari tindakan hukum yang dilakukan berdasakan kewenangan aparatur pemerintahan (Muchsan, 1981:18-19), yaitu :

a. perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorganen)dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri

b. perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintah

c. perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi

d. perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat

Tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat. Tindakan hukum publik berarti tindakan hukum yang dilakukan tersebut didasarkan pada hukum publik atau suatu tindakan hukum yang dilakukan berdasarkan hukum publik, sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan.

Tindakan hukum publik yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya, dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik yang bersifat sepihak dan tindakan banyak pihak. Peraturan bersama antar kabupaten atau antara kabupaten dengan provinsi adalah contoh dari tindakan hukum publik beberapa pihak, dan tindakan hukum publik sepihak berbentuk tindakan yang


(26)

dilakukan sendiri oleh organ pemerintahan yang menimbulkan suatu akibat hukum publik, misalnya saja pemberian izin oleh pemerintah kepada subyek hukum atau badan hukum yang memerlukannya.

Untuk dapat melakukan suatu tindakan hukum, pemerintah memerlukan instrumen pemerintahan yang digunakan sebagai sarana-sarana untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Instrumen dari pemerintah terdiri dari bermacam-macam bentuk, yaitu peraturan perundang-undangan, ketetapan tata usaha negara, peraturan kebijaksanaan, perizinan dan lainnya. Semua instrumen ini haruslah digunakan oleh pemerintah dengan sebaik-baiknya agar pemerintah dapat mengatur kegiatan menjadi urusan pemerintahan dan kemasyarakatan dengan baik dan tidak menyimpang dari tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang baik.

Salah satu instrumen yang dimiliki pemerintah untuk dapat menjalankan urusan pemerintahan yang baik adalah Ketetapan Tata Usaha Negara (KTUN). Untuk dapat melakukan urusan pemerintah yang ada, pemerintah memerlukan instrumen ini, karena instrumen ini merupakan salah satu instrumen yang dapat dibilang kewenangan dari pemerintah, karena instrumen ini dikeluarkan pemerintah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus dan hanya dapat dipertimbangkan dan dikeluarkan pemerintah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus dan hanya dapat dipertimbangkan berupa kebutuhan bagi urusan pemerintahan dan masyarakat. Selain itu KTUN merupakan suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemerintahan yang dilakukan oleh


(27)

suatu badan pemerintah berdasarkan wewenang yang luar biasa (WF. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, 1983:42).

Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, ketetapan memiliki sifat kongkret, individual, dan final. Bersifat kongkret maksudnya bahwa obyek yang dikeluarkan tidak bersifat abstrak (berwujud), tertentu atau dapat ditentukan. Bersifat individual adalah bahwa ketetapan tersebut tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun hal yang dituju. Bersifat final adalah bahwa ketetapan tersebut sudah definitif dan karenanya menimbulkan suatu akibat hukum yang berupa hak dan kewajiban (Ridwan, HR, 2002:118).

Ketetapan dari segi lahir atau dihapuskannya suatu hak terdiri dari dua macam, yaitu ketetapan deklaratoir dan ketetapan konstitutif. Ketetapan deklaratoir digunakan untuk mengakui suatu hak yang telah ada, sedangkan ketetapan konstitutif digunakan untuk dapat melahirkan suatu hak baru yang sebelumnya tidak ada, atau dapat pula disebut bahwa ketetapan yang bersifat konstitutif telah mengizinkan sesuatu yang sebelumnya tidak diizinkan.

2.3 Izin dan Perizinan

2.3.1 Pengertian dan Unsur Izin

Izin merupakan suatu persetujuan dari pemerintah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau peraturan pemerintah yang dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan yang menjadi larangan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan dikeluarkannya suatu izin oleh pemerintah,


(28)

berarti pemerintah telah memperbolehkan subyek hukum yang memohon izin tersebut untuk melakukan tindakan-tindakan yang sebenarnya dilarang.

Menurut para ahli, izin adalah :

a. Sjachran Basah, perizinan atau izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal kongkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan (Ridwan HR, 2002:152)

b. Menurut Mr. N.M Spelt dan Prof. Mr. J.B.J.M. Ten Berge, izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (Philipus M. Hadjon, 1993:2-3). c. Menurut Van der Pot, izin merupakan keputusan yang memperkenankan

dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan (Y. Sri Pudyatmoko, 2009:7)

d. Mr. Prins, Izin adalah pernyataan yang biasanya dikeluarkan sehubungan dengan suatu perbuatan yang pada hakekatnya harus dilarang tetapi hal yang menjadi obyek dari perbuatan tersebut menurut sifatnya tidak merugikan dan perbuatan itu dapat dilaksanakan asal saja di bawah pengawasan alat-alat perlengkapan Administrasi Negara. (Soehino, 1984:79)

Dari uraian di atas, maka izin merupakan kebijakan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dalam keadaan tertentu menyimpang dari peraturan tersebut. Maksudnya, demi kepentingan umum pemerintah mengeluarkan izin berdasarkan kebijaksanaan dengan dasar karena belum adanya peraturan untuk itu dengan tidak melanggar peraturan yang berlaku. Dapat disimpulkan lebih sederhana bahwa izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk keadaan tertentu yang menyimpang dari ketentuan larangan perundangan.

Perizinan atau izin memiliki lima buah unsur (Ridwan HR, 2002:58), yaitu: a. Instrumen Yuridis

Sesuai dengan sifatnya, yaitu individual dan kongkret, ketetapan merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan, atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum. Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan


(29)

jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yaitu ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan tersebut. Dengan demikian, izin merupakan instrumen yuridis yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mengatur peristiwa kongkret

b. Peraturan Perundang-ungangan

Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan harus didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Pada umumnya pemerintah memperoleh wewenang untuk mengeluarkan izin ditentukan secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut c. Organ Pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Beragam organ pemerintahan yang berwenang memberikan izin, tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai. Artinya campur tangan pemerintah dalam bentuk regulasi perizinan dapat menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin karena terlalu banyak mata rantai dalam prosedur perizinan yang banyak membuang waktu dan biaya

d. Peristiwa Kongkret

Peristiwa kongkret terdiri dari beragam jenis, sejalan dengan keberagaman perkembangan masyarakat, maka izinpun memiliki keberagaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang cara prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, maka macam izin dan struktur organisasi yang menerbitkannya

e. Prosedur dan Persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping itu harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan tertentu ditentukan secara sepihak oleh peberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan berbeda-beda tergantung jenis izin dan instansi pemberi izin.

2.3.2 Tujuan, Fungsi dan Syarat Perizinan

Tujuan dari perizinan adalah sebagai berikut (Ten Berge, 1996:11-15), yaitu : a. Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktifitas-aktifitas tertentu b. Mencegah bahaya bagi lingkungan

c. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit


(30)

e. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas tertentu dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu (drank en horecawet)

Izin berfungsi sebagai ujung tombak dari instrumen hukum, sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur dijelmakan. Dalam hal ini izin diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat. Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah. Disamping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah selaku pemberi izin. Prosedur dan syarat-syarat untuk memperoleh izin berbeda-beda, tergantung dari jenis izin dan instansi pemberi izin.

Dalam perizinan, setidaknya harus memperhatikan empat hal penting (Ridwan HR, 2002:158-159), yaitu :

a. Jangan sampai menghilangkan esensi dari system perizinan itu sendiri, terutama dalam fungsinya sebagai pengarah kegiatan tertentu;

b. Peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang dipandang berlebihan (deregulasi) hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis administratif dan finansial

c. Deregulasi dan pengurangan akan campur tangan dari pemerintah atau Negara dalam kegiatan kemasyarakatan tertentu terutama dibidang ekonomi (debirokratisasi) tidak menghilangkan prinsip-prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari suatu perizinan d. Deregulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asas-asas umum

pemerintahan yang layak

Dalam perizinan, syarat-syaratnya bersifat konstitutif dan kondisional (Soehino, 1984:97). Bersifat konstitutif maksudnya bahwa izin tersebut karena ditentukan suatu perbuatan kongkret dan apabila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi. Bersifat kondisional maksudnya bahwa izin tersebut dinilai baru ada dan dapat


(31)

dilihat, serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi. Walaupun penentuan persyaratan perizinan dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, namun pemerintah tidak boleh menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri, akan tetapi haruslah sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan itu sendiri. Sehingga pemerintah tidak boleh menentukan syarat-syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan bersangkutan.

2.3.3 Bentuk dan Isi Perizinan

Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis. Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut (Ten Berge, 1996:4-5), yaitu :

a. Organ yang berwenang

Dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dari kepala surat dan penandatanganan izin akan nyata organ mana yang mengeluarkan izin tersebut

b. Yang dialamatkan

Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu. Oleh karena itu, keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin

c. Diktum

Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum, harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Bagian keputusan ini, dimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan, dinamakan diktum, yang merupakan inti dari keputusan mengenai izin tersebut

d. Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, dan Syarat-syarat

Ketentuan-ketentuan adalah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan yang terdapat dalam praktek hukum administrasi. Apabila ketentuan tidak dipenuhi, maka akan mendapatkan pelanggaran sanksi. Pembatasan-pembatasan dalam izin memberi kemungkinan untuk secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang dibolehkan, biasanya berbentuk batas-batas waktu, tempat atau dengan


(32)

cara lainnya. Dengan menetapkan syarat-syarat, akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada timbulnya peristiwa dikemudian hari yang belum pasti, seperti penghapusan dan syarat penangguhan

e. Pemberian alasan

Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan undang-undang, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta. Penyebutan ketentuan undang-undang memberikan pegangan kepada semua yang bersangkutan dengan izin tersebut

f. Pemberitahuan tambahan

Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin.

2.3.4 Jenis-jenis Izin

Menurut N.M. Spelt dan J.B.M Ten Berge (1987) Kebijakan perizinan sebagai instrument pemerintah banyak digunakan untuk mengendalikan kepentingan masyarakat. Jenis-jenis perizinan yang diterapkan oleh pemerintah antara lain :

a. Izin dalam arti sempit (vergunning). Pada dasarnya diciptakan peraturan tentang izin adalah untuk mengikat tindakan masyarakat dalam suatu tatanan tertentu. Pada dasarnya izin didirikan adalah memperbolehkan keadaan-keadaan tertentu melakukan tindakan-tindakan tertentu dengan cara yang telah ditentukan.

b. Pelepasan dan pembebasan(dispensi). Dispensi adalah suatu pengecualian dari ketentuan umum, dalam hal mana pembuat undang-undang pada prinsipnya tidak berniat untuk mengadakan pengecualian. Tujuan diberikan dispensasi ini adalah agar seseorang dapat melakukan perbuatan hukum dengan menyimpang dari segi syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai contoh dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dalam pasal 7 ayat (1) bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Atas peraturan ini dapat diberikan dispensasi yaitu dapat diberikan pengecualian umur yang telah ditentukan dalam ketentuan pasal tersebut di atas dengan mengajukan suatu permohonan kepada pengadilan setempat oleh orang tua atau walinya. Pada umumnya demi kepastian hukum bahwa pembuat undang-undang telah memasukkan sistem dispensasi dalam undang-undang yang dibuatnya.

c. Konsesi. Dalam menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuursjong) pemerintah menyerahkan pelaksanaannya sebagian kepada pihak swasta dengan syarat-syarat tertentu. Penyerahan tersebut kepada pihak swasta adalah dalam bentuk konsesi. Latar belakang pemberian konsesi adalah karena dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat tersebut pemerintah tidak dapat melaksanakan suatu proyek pembangunan pemerintah. Dalam


(33)

pemberian konsesi tersebut, pemerintah telah menentukan aktivitas yang harus dilakukan pemegang konsesi dengan membebankan kewajiban-kewajiban dan disisi lain harus ditetapkan hak-hak dari pemegang konsesi. Pada umumnya konsesi berkaitan dengan jangka waktu yang lebih panjang sehingga ditetapkan dalam suatu persetujuan antara pemerintah dan pemegang konsesi.

Di samping ketiga kategori perizinan tersebut di atas, juga termasuk kategori perizinan adalah lisensi. Menurut W.F Pris (1988) untuk mendapatkan lisensi ini pemohon akan mendapatkan jaminan dari pemerintah bahwa perusahaan yang dikelola itu diperbolehkan dengan syarat yang “Lisensi adalah suatu izin untuk menjalankan sesuatu perusahaan dengan leluasa”. Dengan penetapan lisensi bahwa hal-hal yang diliputi oleh lisensi diletakkan di bawah pengawasan pemerintah, sehingga dapat dicegah gangguan dari pihak lain terhadap aktivitas perusahaan, misalnya pengambilalihan perusahaan oleh orang tidak termuat dalam lisensi yang dikeluarkan pemerintah. Di samping itu pemberian lisensi akan dapat memberikan pengertian fiskal, artinya dengan diberikannya lisensi adalah sebagai tanda bukti bahwa pajak yang ditentukan pemerintah sudah dibayar oleh pemegang lisensi.

2.4 Pengertian Air Bawah Tanah

Pengertian air bawah tanah menurut Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah sejalan dengan itu menurut KeputusanMenteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1451 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah pasal 1 ayat (12) bahwa air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam


(34)

lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah.

2.4.1 Dasar Hukum Pengambilan Air Bawah Tanah

Dasar hukum dari pengeluaran suatu izin adalah melalui ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, dasar hukum dari izin pengambilan air bawah tanah adalah :

a. Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi. Dan bahwa daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya b. Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 3 tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan telah ditetapkan dengan Undang-undang No. 8 tahun 2005 tentang Penetapan Perpu No. 3 tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, maka tugas-tugas pengelolaan air bawah tanah menjadi kewenangan Bupati/Walikota

c. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana disebutkan mengenai arti pemerintahan dan lain sebagainya, termasuk mengenai kewenangan yang menjadi bahasan dalam tulisan ini. Selain itu diatur lebih khusus dalam PP No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dimana dalam UU ini disebutkan apa saja yang menjadi urusan pemerintah baik pusat, provinsi atau kabupaten/kota yang masing-masing telah diatur kewenangannya

d. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1451 tahun 2000 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah, dijelaskan mengenai pengelolaan dan perizinan pengambilan air bawah tanah secara lebih khusus, seperti mengenai kewenangan pengelolaan air bawah tanah, air permukaan, wilayah pengambilan air tanah, pengusahaan air tanah, konsevasi dan lainnya.

e. Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 4 tahun 2002 Tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, dan


(35)

Peraturan Walikota Bandar Lampung No. 02 tahun 2010 Tentang Pengelolaan Air Tanah. Dalam Peraturan Daerah ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi di dalam pemberian suatu izin pengambilan air bawah tanah yang dikeluarkan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kota kepada badan usaha, koperasi ataupun perseorangan

f. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 4 tahun 2008 Tentang Lembaga Teknis Daerah Kota Bandar Lampung Pasal 12. Dalam Peraturan Daerah ini dijelaskan mengenai lembaga yang memberi izin dalam penggunaan air bawah tanah baik itu hak pakai dan hak usaha diserahkan kepada Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Kota Bandar Lampung

g. Peraturan Walikota Bandar Lampung No. 2 tahun 2010 Tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Peraturan Walikota ini sebagai teknis dalam menjalankan pengelolaan air bawah tanah di kota Bandar Lampung

2.4.2 Tujuan Pengelolaan Air Bawah Tanah

Tujuan pengelolaan air bawah tanah adalah untuk mewujudkan pemanfataan sumber daya air yang berkelanjutan dengan berwawasan lingkungan. Pemanfaatan air bawah tanah merupakan alternatif apabila sumber air lainnya tidak memungkinkan untuk diambil.

Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan eksplorasi dan pengeboran termasuk penggalian, dan pengambilan air bawah tanah untuk berbagai keperluan hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari Walikota. Jenis izin pengelolaan air bawah tanah terdiri dari Izin Usaha Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah, Izin Juru Bor, Izin Pengeboran Air Bawah Tanah, Izin Pengambilan Air Bawah Tanah, dan Izin Eksplorasi Air Bawah Tanah.

Walikota melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengambilan air bawah tanah. Dalam melakukan hal tersebut walikota atau pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan dan pengumpulan keterangan yang diperlukan. Setiap


(36)

pemegang izin yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan daerah ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha perusahaan pengeboran air bawah tanah, penyegelan alat dan titik pengambilan air, pencabutan izin pengambilan air bawah tanah, dan penutupan sumur bor atau bangunan penurapan mata air. Dan barangsiapa melanggar salah satu ketentuan yang dimaksud dalam perda ini dapat diancam dengan pidana. Pejabat PNS tertentu di lingkungan pemda diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. (http://www.digilib-ampl.net, PP,Pengelolaan Air Bawah Tanah)


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Setiap penelitian harus selalu didasarkan pada metode penelitian tertentu. Metode penelitian ini diperlukan untuk menjelaskan dengan tepat, pendekatan ilmiah apa yang digunakan dalam suatu penelitian, baik sepanjang kegiatan pengumpulan data sampai dengan penarikan kesimpulan. Menurut Dra. Kartini Kartono (1998:54) yang dimaksud metodologi penelitian adalah ajaran-ajaran mengenai metode-metode yang dipergunakan dalam proses penelitian.

Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan metode dalam penyusunan skripsi adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mendapat, mengolah dan menguji data yang diperoleh secara sistematis dan ilmiah.

Adapun jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah diikuti dengan pendekatan secara yuridis empiris.

3.1.1 Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris ini dilakukan melalui penelitian di lapangan untuk mendapatkan data dan informasi dengan mewawancarai para informan yang


(38)

mengetahui dengan jelas tentang kewenangan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam perizinan pengambilan air bawah tanah serta prosedur dari pemberian izin usaha pengambilan air bawah tanah.

3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh atau bersumber dari kegiatan penelitian secara langsung di lapangan, yang didapat melalui kegiatan wawancara dengan informan.

b. Data Sekunder, yaitu data yang sudah ada dalam bentuk jadi seperti peraturan, dan buku-buku ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pokok bahasan, serta data sekunder lainnya. Data sekunder dapal penelitian ini terdiri dari :

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara lain :

a. Undang-undang No. 7 tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air b. Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah

c. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1451 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah

d. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 4 tahun 2008 tentang Lembaga Teknis Daerah Kota Bandar Lampung

e. Peraturan Walikota Bandar Lampung No. 2 tahun 2010 tentang pengelolaan air tanah


(39)

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dalam hukum primer seperti :

a. Hukum Lingkungan : Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Daerah karangan Supato Wijoyo

b. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangaungan Lingkunagn Hidup, karangan Muhammad Erwin

c. Perizinan : Problem dan Upaya Pembenahan, karangan Y. Sri Pudyatmoko

d. Kamus Besar Bahasa Indonesia maupun Kamus Hukum

c. Data Tersier, yaitu data yang menjadi penunjang, seperti laporan-laporan, situs internet dan sebagainya

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode empiris, maka dalam pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pengumpulan Data Primer :

Pengumpulan data primer dilakukan melalui kegiatan studi lapangan di lokasi-lokasi penelitian dengan menggunakan teknik wawancara secara langsung dengan informan. Tujuan dilakukannya studi lapangan ini adalah untuk mendapatkan data primer yang digunakan sebagai bahan analisis


(40)

data mengenai mekanisme pemberian izin pengambilan air bawah tanah serta prosedur dari pemberian izin usaha pengambilan air bawah tanah, yang menjadi kewenangan Pemerintah kota Bandar Lampung. Adapun informan yang dituju dalam penelitian ini yaitu, :

1) Kepala Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2) Ketua Bidang Pertambangan dan Energi, dan

3) Sub Bidang Pengusahaan Pertambangan dan Energi 4) Masyarakat

b. Pengumpulan Data Sekunder :

Untuk menunjang data primer, maka dilakukanlah pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan, yaitu usaha koleksi data dalam jumlah besar. Usaha koleksi ini merupakan usaha inventarisasi yang menyeluruh atas data yang terdiri dari literatur dan peraturan hukum positif yang berlaku, serta membaca dan mengutip bahan-bahan bacaan hasil koleksi tersebut di atas.

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Dari hasil penelitian, data primer dan data data sekunder yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Pengeditan

Semua data yang telah diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada di dalam penelitian ini.


(41)

b. Seleksi

Semua data yang telah diedit, diteliti kembali (diseleksi) untuk mengetahui apakah data tersebut sudah cukup baik agar dapat segera disiapkan untuk keperluan proses berikutnya. Dengan cara ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kebaikan data yang hendak dianalisis.

c. Klasifikasi

Setelah tahap seleksi selesai, selanjutnya proses yang dilakukan adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban para informan menurut kriteria yang telah ditetapkan sesuai pokok bahasan.

d. Penyesuaian Data

Data yang telah diklasifikasi kemudian disusun dan ditempatkan pada setiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan untuk dianalisis lebih lanjut.

3.4 Analisis Data

Pada umumnya analisis data yang dipergunakan dalam penelitian yang bersifat sosial adalah analisis deskripsi kualitatif. Yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan data kemudian menguraikan data hasil penelitian tersebut secara rinci ke dalam bentuk kalimat sesuai dengan ketentuan dan hukum yang berlaku untuk menjawab permasalahan khususnya tentang Pelaksanaan Pemberian Izin Pengambilan Air Bawah Tanah di Kota Bandar Lampung.


(42)

Studi penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan seperti :

1. Data yang diperoleh diproses dan dilakukan penyusunan data dalam satuan-satuan tertentu

2. Analisa Taksonomis(Taxsonomics Analysis)

Yaitu suatu analisa dimana fokus penelitian ditetapkan terbatas pada dominan tertentu yang sangat berguna dalam upaya mendeskripsikan atau menjelaskan fenomena atau fokus menjadi sasaran semula penelitian. Domain-domain yang dipilih untuk diteliti secara lebih mendalam lagi merupakan fokus studi yang perlu diacak secara lebih rinci dan mendalam struktur internalnya masing-masing domain, penyelesaiannya dengan analisis taksonomis. Pada analisis taksonomis, peneliti tidak hanya terhenti untuk mengetahui sejumlah kategori yang tercakup pada domain, tetapi juga melacak kemungkinan sub-sub yang mungkin tercakup pada masing-masing kategori dalam domain termasuk juga yang tercakup pada suatu sub-sub dan begitu seterusnya semakin terperinci.

3. Analisis Komponensial(Componential Analysis)

Analisis komponensial ini baru akan dilakukan setelah peneliti memiliki cukup banyak fakta, informasi dari hasil wawancaara dan atau observasi yang melacak kontras-kontras diantara warga satu domain. Kontras-kontras tersebut oleh peneliti dipikirkan atau dicarikan dimensi-dimensi yang bisa mewadahinya. Kontras-kontras yang dimasukkan ke dalam lembaran kerja analisis komponensial tersebut masih perlu dicek kembali guna memastikan apakah terpenuhi secara memadai ataukah belum. Hasil pengecekan tersebut


(43)

barangkali tanpa menimbulkan perubahan apapun, tetapi mungkin juga diperlukan penambahan tertentu.

4. Penafsiran Data

Tahap ini merupakan tahap dimana terori-teori yang akan diterapkan di dalam suatu data sehingga akan terjadi diskusi antara data di satu pihak dan teori di pihak lain yang pada akhirnya akan diharapkan dan ditemukan beberapa asumsi yang dapat dijadikan dasar untuk mendukung teori-teori yang sudah ada.


(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung

Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Kota ini memiliki luas 207,50 km² dengan populasi penduduk sebanyak 912.087 jiwa (2008) ; kepadatan penduduk 4.597 jiwa/km² dan tingkat pertumbuhan penduduk 3,79 % per tahun. Secara geografis, ibu kota Provinsi Lampung ini berada di pintu gerbang utama Pulau Sumatera, tepatnya kurang lebih 165 km sebelah barat laut DKI Jakarta.

(http://www.maswins.com/2010/05/sejarah-kota-bandar-lampung.html, diakses tanggal 19 November 2011, pukul 19.25).

Didukung oleh posisi yang strategis, menyebabkan Kota Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, dampak posisi strategis tersebut, maka lalu lintas di setiap ruas jalan protokol di Bandar Lampung cenderung padat, hal ini berdampak kepada semakin meningkatnya pembangunan sentra industri dan jasa, dan sejalan dengan itu akan ada peningkatan penduduk.

Kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung. Oleh karena itu Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial politik, pendidikan dan kebudayaan, serta merupakan pusat kegiatan perekonomian dari Provinsi Lampung.


(45)

Sebelum tanggal 18 Maret 1964 Provinsi Lampung merupakan keresidenan, dengan ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1964 yang kemudian menjadi Undang-undang No. 14 tahun 1964. Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Provinsi Lampung dengan ibukotanya Tanjung karang-Teluk betung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1983 Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung karang-Teluk betung diganti menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung terhitung sejak tanggal 17 Juni 1983, dan tahun 1999 berubah menjadi Kota Bandar Lampung.

Dengan Undang-undang No. 5 tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1982 tentang perubahan wilayah, maka Kota Bandar Lampung diperluas dengan pemekaran dari 4 kecamatan 30 kelurahan menjadi 9 kecamatan 58 kelurahan. Kemudian berdasarkan SK Gubernur No. G/185.B.111/Hk/1988 tanggal 6 Juli 1988 serta surat persetujuan MENDAGRI No. 140/1799/PUOD tanggal 19 Mei 1987 tentang pemekaran kelurahan di Wilayah Kota Bandar Lampung, maka Kota Bandar Lampung terdiri dari 9 kecamatan dan 84 kelurahan. Pada tahun 2001 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 04, Kota Bandar Lampung menjadi 13 kecamatan dengan 98 kelurahan.

Sejak berdirinya Kota Bandar Lampung, upaya peningkatan potensi-potensi yang ada terus dilakukan dengan upaya meningkatkan pembangunan daerah yang dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang lebih terpadu dan terarah agar sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.


(46)

Perkembangan pembangunan yang digerakkan pemerintah, swasta dan masyarakat, sebagian dilakukan dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi sebagai terobosan terhadap tatanan yang ada untuk mempercepat terapainya pertumbuhan dan pemerataan pembangunan serta persiapan menghadapi era globalisasi.

Mengingat gambaran umum kota Bandar Lampung tersebut, maka Kota Bandar Lampung termasuk sangat fital bagi pusat kegiatan masyarakat sehingga berdampak kepada banyaknya pemanfaatan air bawah tanah yang menjadi kebutuhan bagi masyarakat tersebut, baik digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, bahan baku produksi, memanfaatkan potensi, media usaha atau pun sebagai pembantu proses produksi.

4.2 Pengaturan Tentang Air Bawah Tanah di Kota Bandar Lampung

Sejalan dengan majunya pembangunan di berbagai sektor ditambah dengan banyaknya pemanfaatan air bawah tanah, sehingga harus diikuti dengan peningkatan Pendapatan Aseli Daerah (PAD), yang pada akhirnya akan dapat merasakan hasilnya secara merata diseluruh lapisan masyarakat. Salah satu sumber PAD Kota Bandar Lampung adalah Retribusi Izin Pengambilan Air Bawah Tanah.

Landasan kebijakan pemberian izin pengambilan air bawah tanah di Kota Bandar Lampung yakni Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah, dalam PP tersebut disebutkan bahwa sumber daya air termasuk di dalamnya air tanah dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup


(47)

dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan begitu maka air tanah atau air bawah tanah harus diperhatikan guna menjaga kestabilan tanah dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun penggunaan air tanah yang dimaksud adalah untuk kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat dan bukan untuk pengusahaan air tanah.

Pengelolaan air tanah tersebut didasarkan pada cekungan air tanah yang diselenggarakan berlandaskan pada kebijakan pengelolaan air tanah dan strategi pengelolaan air tanah. Adapun kebijakan pengelolaan air tanah yang dimaksud adalah sebagai arahan dalam penyelenggaraan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, pengendalian daya rusak air tanah, dan sistem informasi air tanah yang disusun dengan memperhatikan kondisi air tanah setempat. Yang disusun dan ditetapkan secara terintegrasi dalam kebijakan pengelolaan sumber daya air. Sedangkan strategi pengelolaan air tanah yang dimaksud adalah merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah pada cekungan air tanah. Yang disusun dan ditetapkan secara terintegrasi dalam pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai.

Dengan arahan teknis dari PP nomor 43 tahun 2008 tersebut maka langkah selanjutnya adalah Menteri menyusun dan menetapkan strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi atau cekungan air tanah lintas negara dengan mengacu pada kebijakan nasional sumber daya air.


(48)

Kemudian Gubernur menyusun dan menetapkan kebijakan teknis pengelolaan air tanah provinsi dengan mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan air tanah nasional serta menyusun dan menetapkan strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota berdasarkan kebijakan teknis pengelolaan air tanah provinsi dan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan. Kemudian untuk tingkat kabupaten/kota Bupati/walikota menyusun dan menetapkan kebijakan teknis pengelolaan air tanah kabupaten/kota dengan mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan air tanah provinsi serta menyusun dan menetapkan strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota dengan berdasarkan kebijakan teknis pengelolaan air tanah kabupaten/kota dan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.

Penyusunan kebijakan teknis pengelolaan air tanah oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota dilakukan sesuai dengan kewenangannya melalui konsultasi publik dengan mengikutsertakan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.

Dengan penjelasan di atas maka Kota Bandar Lampung membuat aturan dalam Peraturan Walikota No. 2 tahun 2010 tentang Pengelolaan Air Tanah. Pengambilan air tanah merupakan kegiatan penggunaan air tanah bagi usaha (pengusahaan air tanah) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Selama tahun 2010-2011, terdapat 101 (seratus satu) perusahaan yang memakai air tanah dengan berbagai macam keperluannya di kota Bandar Lampung sebagai berikut :


(49)

Tabel 1 : Penggunaan Pengambilan Air Tanah di Kota Bandar Lampung

No Penggunaan Jumlah

Perusahaan

1 Media Usaha 41

2 Bahan Pembantu Produksi 25

3 Bahan Baku Produksi 8

4 Pemanfaatan Potensi 5

5 Rumah Tangga/Perkantoran 4 Sumber : BPPLH Kota Bandar Lampung

Dengan membaca tabel tersebut maka dapat disimpulkan selama tahun 2010-2011 kota Bandar Lampung telah banyak perusahaan yang memanfaatkan air tanah untuk keperluan perusahaan, sehingga apabila tidak dipantau dan di kontrol maka Kota Bandar Lampung akan banyak mengalami kerugian karena berkurangnya PAD dengan tidak dikelola proses perizinan air tanah. Selain itu juga akan beresiko kepada kerusakan lingkungan yang tidak terkendali.

4.2.1 Tata Cara Memperoleh Izin Pengambilan Air Bawah Tanah

Prosedur pemberian izin pengambilan Air Bawah Tanah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesuai dengan Peraturan Wali Kota Bandar Lampung No. 2 tahun 2010 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah yakni untuk memperoleh izin pemakaian air tanah atau pengusahaan air tanah pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walikota dengan tembusan kepada Menteri dan Gubernur, yang dilampiri informasi tentang :

1. Peruntukan dan kebutuhan air tanah


(50)

3. Upaya pengelolaan lingkungan (UKL) atau upaya pemantauan lingkungan (UPL) atau analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

Untuk memperoleh izin pengambilan air tanah, maka pemohon dikenakan retribusi perizinan dari setiap titik sumur bor atau sumur gali yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pengambilan air tanah di Kota Bandar Lampung tidak semua untuk pemakaian rumah tangga, namun juga untuk bahan baku, atau bahan pembantu produksi. Mengenai pemberian izinnya tidak ada perbedaan, hanya saja dalam izinnya tercantum mengenai obyek izin pengambilan air. Misalnya dalam permohonan izin pengambilan air tanah untuk pemakaian rumah tangga, maka dicantumkan izin pengambilan air tanah untuk kebutuhan rumah tangga.

Wewenang untuk memberikan izin pengambilan air tanah di Kota Bandar Lampung adalah pada Walikota dengan terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi teknis dari Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH). Adapun tugas dan wewnang dari BPPLH adalah :

1. Menerima dan mengecek permohonan pengajuan pengambilan air tanah dari pemohon

2. Melakukan pengecekan ke lokasi tempat pemohon pengambilan air tanah 3. Mengeluarkan rekomendasi teknis yang berisikan persetujuan atau penolakan

pemberian izin berdasarkan zona konsevasi air tanah

4. Menghitung, menetapkan dan memungut pajak ditetapkan dengan keputusan Walikota


(51)

Tujuan dari pemberian izin pengambilan air tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum hak atas perorangan yang diakui oleh undang-undang dan peraturan yang berlaku. Sebagai upaya dan konsekuensi dari kepemilikan atas suatu hak, maka dibutuhkan adanya suatu dokumen yang akan memudahkan dalam pendataan dan penertiban letak lokasi pengambilan air tanah sehingga keberadaan lokasi pengambilan air tanah tersebut tidak mengganggu kondisi air tanah di sekitarnya sehingga merugikan lingkunagn sekitar dan berdampak kepada sengketa dikemudian hari.

Prosedur pemberian izin pengambilan air tanah secara umum dapat dilihat pada skema berikut ini :


(52)

SKEMA PROSES PERMOHONAN / PENERBITAN IZIN PENGAMBILAN AIR TANAH

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Sumber : BPPLH Kota Bandar Lampung

TAHAP KONSULTASI/ PROSENTASI INFORMASI PERSYARATAN PENGAMBILAN BLANKO PERMOHONAN PERMOHONAN MASUK PEMERIKSAAN SYARAT KELENGKAPAN TIDAK LENGKAP LENGKAP PENGECEKAN LOKASI TIDAK MEMENUHI SYARAT ADMINISTRASI & TEKNIS MEMENUHI PERSYARATAN ADMINISTRASI & TEKNIS REGISTRASI PEMBAYARAN IZIN PENGAMBILAN AIR TANAH PENERBITAN DAN PENYERAHAN IZIN PENGAMBILAN AIR TANAH 2 hari 4 hari 12 hari


(53)

Dari bagan alur tersebut proses pemberian izin pengambilan air tanah melalui tahap :

1. Permohonan diajukan kepada Walikota melalui Badan Pengelolaan dan pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) meliputi :

a. Tahap konsultasi b. Informasi Persyaratan

c. Pengambilan blanko permohonan

2. BPPLH melakukan pemeriksaan kelengkapan, dalam memeriksa kelengkapan persyaratan akan terjadi 2 (dua) kemungkinan :

a. Syarat lengkap b. Syarat tidak lengkap

Permohonan yang syaratnya tidak lengkap dikembalikan lagi kepada pemohon untuk dilengkapi.

3. Apabila syarat lengkap selanjutnya team operasional BPPLH melakukan pengecekan lokasi. Yang nantinya akan terjadi 2 (dua) kemungkinan :

a. Memenuhi syarat administrasi dan teknis b. Tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis Syarat administrasi terdiri dari :

1. Rekaman Kartu Tanda Penduduk

2. Rekaman Akte Pendirian Perusahaan/NPWP

3. Rekaman Surat Izin Perusahaan Pengeboran Air Tanah (SIPPAT) 4. Rekaman Surat Izin Juru Bor (SIJB)


(54)

Syarat teknis terdiri dari :

1. Izin peruntukan dan kebutuhan air tanah

2. Rencana pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah, dan

3. Upaya pengelolaan lingkungan (UKL) atau upaya pemantauan lingkungan (UPL) atau analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi, jangka waktu pengembalian kepada pemohon adalah 2 (dua) hari sejak dilakukan pengecekan ke lokasi. 4. Permohonan yang memenuhi syarat administrasi dan teknis diregistrasikan

(didaftarkan dan diberikan bukti tanda terima. Dalam jangka waktu 4 (empat) hari kerja setelah permohonan diterima, kepala BPPLH menetapkan besarnya retribusi yang wajib dibayar. Setelah melunasi retribusi, pemohon dapat melaksanakan pengeboran dan penggalian air tanah.

Setelah melakukan pengeboran dan penggalian air tanah selesai, pemohon wajib menyampaikan laporan secara tertulis dilengkapi dengan :

a. Berita acara pemeriksaan dari pengawas yang telah diakreditasi b. Gambar lokasi pengeboran dan pengagalian air tanah

c. Rekaman bukti pembeyaran retribusi

5. Izin pengambilan air tanah oleh BPPLH atas nama Walikota Bandar lampung dalam jangka 12 hari (dua belas hari) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan dan berita acara pemeriksaan oleh petugas.


(55)

Untuk lebih jelasnya prosedur pemberian izin pengambilan air tanah berdasarkan hasil wawancara pada bulan November dengan Bapak Rahman (Kabid Air Tanah) selaku pihak pelaksanan meliputi beberapa tahap yaitu:

1. Permohonan

2. Pemeriksaan kelengkapan persyaratan dan penelitian

3. Penerbitan (pengabulan) permohonan pengambilan air tanah

4.2.1.1 Permohonan

Sebelum seorang dapat mengajukan permohonan, terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat antara lain :

Syarat teknis :

1. Izin peruntukan dan kebutuhan air tanah

2. Rencana pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah, dan

3. Upaya pengelolaan lingkungan (UKL) atau upaya pemantauan lingkungan (UPL) atau analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Syarat administrasi :

1. Rekaman Kartu Tanda Penduduk

2. Rekaman Akte Pendirian Perusahaan/NPWP

3. Rekaman Surat Izin Perusahaan Pengeboran Air Tanah (SIPPAT) 4. Rekaman Surat Izin Juru Bor (SIJB)

5. Formulir Isian Pelaksanaan UKL dan UPL oleh Pemrakarsa

Setelah semua syarat lengkap selanjutnya pemohonan diajukan secara tertulis di atas kertas segel bermatrai Rp. 6.000,- kepada Walikota melalui Badan


(56)

Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) dengan melampirkan syarat-syarat yang dimaksud dan membuat surat pernyataan yang berisi tentang : 1. Kesanggupan mematuhi ketentuan teknis yang ditetapkan oleh Walikota

Bandar Lampung dalam pelaksanaan lokasi titik pengeboran yang diizinkan 2. Apabila dalam pelaksanaannya tidak memenuhi ketentuan point (1) tersebut

di atas, izin dicabut dan bangunan dibongkar tanpa menuntut ganti rugi

Dari ketentuan persyaratan di atas dapat diuraikan bahwa : izin peruntukan dan kebutuhan air tanah merupakan syarat yang pertama dan paling utama karena sebelum seseorang dapat mengajukan permohonan pengeboran atau pengambilan air tanah terlebih dahulu harus memiliki izin. Izin peruntukan dan kebutuhan air tanah adalah rekomendasi yang diberikan oleh Walikota Bandar Lampung, sehubungan dengan persetujuan lokasi untuk pengeboran atau pengambilan air tanah baik oleh instansi pemerintah maupun badan hukum usaha atau perseorangan (Pasal 37 ayat 2 huruf b), Perwako No. 2 tahun 2010 tentang Pengelolaan Air Tanah. Untuk memperoleh Izin Peruntukan dan Kebutuhan Air Tanah harus menyampaikan permohonan kepada Walikota melaui unit pengelola Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup.

Untuk mengajukan permohonan Izin Peruntukan dan Kebutuhan Air Tanah salah satu syaratnya adalah izin lingkungan masyarakat di sekitar lokasi dengan radius 50 m (minimal 15 orang KK beserta aparat desa setempat), bagi pemohon yang akan melakukan pengambilan air tanah dengan debit penyadapan air tanah di bawah 50 liter/detik. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar lokasi rencana pengeboran atau pengambilan air tanah, untuk meloloskan izin


(57)

lingkungan tersebut biasanya pihak pemohon memberikan sejumlah uang. Mengenai jumlah uang yang diberikan bervariasi antara Rp. 50.000,- sampai dengan Rp. 100.000,- per warga KK. Setelah mendapatkan izin lingkungan selanjutnya pemohon meminta rekomendasi camat setempat. Barulah permohonan Izin Peruntukan dan Kebutuhan Air Tanah dapat diajukan kepada Walikota melalui BPPLH. Jadi berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan sebelum pemohon dapat mengajukan permohonan pengeboran atau pengambilan air tanah haruslah memiliki izin peruntukan dan kebutuhan air tanah.

Rencana pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah yaitu uraian tentang gambaran tentang waktu kapan memulai penggalian dan berapa lama penggalian, lokasi titik pengeboran atau penggalian air tanah. Menggunakan tenaga, jasa pengeboran yang sudah diberikan izin oleh BPPLH.

Rekaman kartu tanda penduduk perlu dilampirkan dalam permohonan izin penambilan air bawah tanah dengan tujuan untuk memperjelas alamat pemohon atau identitas pemohon dan berkenaan dengan tanggung jawab terhadap izin tersebut.

Rekaman akte pendirian perusahaan/NPWP diperlukan untuk memperjelas status perusahaan yang bersangkutan atau memperjelas hak kepemilikian atas perusahaan tersebut. NPWP diperlukan sebagai salah satu syarat bahwa perusahaan sudah terdaftar dalam kantor pajak, selain itu juga sebagai prasyarat bahwa pemohon patuh terhadap peraturan atau memenuhi kewajibannya sebagai pemilik perusahaan.


(58)

Rekaman Surat Izin Perusahaan Pengeboran Air Tanah (SIPPAT) adalah surat bagi jasa pengeboran untuk mendapatkan izin menjalankan usaha pengeboran. Jadi pemohon yang ingin melakukan pengeboran air untuk perusahaannya maka ia perlu melampirkan surat dari perusahaan jasa pengeboran tentang izin menjalankan usaha pengeboran. Surat Izin Juru Bor (SIJB) adalah surat tentang izin melakukan pengeboran atau bersertifikat.

UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan izin melakukan usaha dan atau kegiatan dengan menggunakan formulir isian yang berisi : Identitas pemrakarsa, Rencana Usaha dan/atau kegiatan, Dampak Lingkungan yang akan terjadi, Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup, dan terdapat tanda tangan dan cap

Setelah semua persyaratan sebagaimana tersebut diatas lengkap semua, selanjutnya pemohon mengajukan kepada Walikota Bandar Lampung dengan terlebih dahulu meminta rekomendasi kepada Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH).

4.2.1.2 Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan dan Penelitian

Kepala Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) menerima berkas permohonan, memeriksa kelengkapan persyaratan, kemudian mendelegasikan kepada tim operasionalnya yang terdiri dari seksi pertambangan dan perizinan. Seksi pertambangan yang terdiri dari juru bor mengadakan


(59)

peninjauan terhadap kebenaran obyek dan membuat berita acara pemeriksaan dan pengukuran yang memuat

1. Gambar penampang lotilogi dan penampang sumur 2. Hasil analisis fisika dan kimia air tanah

3. Hasil uji pemompaan terhadap akuifer yang disadap 4. Gambar konstruksi sumur berikut bangunan di atasnya

Setelah berita acara pemeriksaan dan pengukuran selesai dibuat, salinannya diberikan kepada pemohon dan yang aseli diserahkan kepada seksi urusan perizinan untuk diperiksa ulang. Apabila pemeriksaan ulang tidak ada kekurangan, maka pihak pemohon diberi tanda terima.

4.2.1.3 Penerbitan (Pengabulan) Permohonan Pengambilan Air Tanah

Setelah melakukan pengecekan atas permohonan pengeboran atau pengambilan air tanah oleh pemohon, maka BPPLH menyerahkan rekomendasi kepada Walikota untuk diberikan Surat Keputusan tentang Pemanfaatan Air Tanah. Surat keputusan yang dikelurkan harus memuat paling sedikit nama dan alamat pemohon, titik lokasi rencana pengeboran atau pengambilan air, debit pemakaian air atau pengusahaan air, dan mencantumkan ketentuan dan hak.

Tahap-tahap pemberian izin pengambilan air bawah tanah sebagaimana tersebut diatas telah seai dengan Peraturan Walikota No. 2 tahun 2010 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah.


(60)

4.2.2 Pengendalian dan Pengawasan

Sesuai dengan kewenangannya Walikota Bandar Lampung melakukan pengendalian penggunaan air tanah, yaitu dengan membatasi pemberian izin pengambilan air tanah dengan memperketat proses seleksi administrasi, misalnya saat musim kemarau, di wilayah yang telah banyak izin pengambilan air tanah, mengindari pemberian izin di sekitaran pantai, selain itu pengendalian yang dilakukan pemerintah kota adalah dengan melakukan pengawasan berupa kontrol rutin kepada perusahaan yang telah mendapat izin dengan cara meminta laporan penggunaan air tanah setiap tiga bulan sekali, bagi yang tidak membuat laporan maka akan dilakukan peringatan hingga sampai mempidanakan pimpinan perusahaan. Selain itu juga memberikan pajak yang tinggi kepada perusahaan yang menggunakan air tanah lebih dari 2500 meter kubik setiap menitnya. Laporan penyelenggaraan pengendalian penggunaan air tanah di Kota Bandar Lampung disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri secara berkala.

Selain melakukan itu juga, pemerintah kota melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan himbauan dan memberikan informasi seputar pentingnya menjaga dan menghemat air, penertiban pelaksanaan pengeboran atau pengendalian air tanah, pemakaian dan pengusahaan, kemudian mengarahkan kegiatan-kegiatan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan air tanah dan pemantauan lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan.


(61)

4.3 Faktor Penghambat Pengaturan Tentang Air Bawah Tanah di Kota Bandar Lampung

Dalam pelaksanaannya, BPPLH banyak mengalami hambatan dalam proses pengeluaran izin dan juga dalam kontrol setelah mendapatkan izin, berikut faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin air bawah tanah di Kota Bandar Lampung :

1. Terbatasnya petugas BPPLH dalam mengendalikan pengambilan air tanah sehingga masih banyak masyarakat yang melakukan pengeboran tanpa izin sehingga sulit untuk di kontrol

2. Selain itu juga tingkat pengetahuan pegawai BPPLH yang tidak merata sehingga dalam menjalankan tugas harus menunggu perintah atasan. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan yang berbeda dari setiap petugas. Ditambah lagi dalam menjalankan tugas memecah permasalahan menjadi lambat

3. Kurangnya penyuluhan kepada masyarakat, hal ini terlihat dari jarangnya dilakukan penyuluhan-penyuluhan terutama masalah izin pengambilan air tanah. Sehingga tingkat pengetahuan masyarakat tentang izin pengambilan air tanah relatif rendah, hal ini terbukti masih banyaknya warga masyarakat yang belum mengetahui fungsi izin pengambilan air bawah tanah dan prosedur perolehannya

4. Masalah dana operasional yang tidak sesuai dengan jumlah personel dan tingkat pekerjaan. Hal ini berdampak kepada pengendalian dan pengawasan yang tidak begitu ketat


(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa prosedur pemberian izin pengambilan air tanah yaitu izin untuk pemakaian air tanah dan izin pengusahaan air tanah. Prosedur yang dilakukan meliputi beberapa tahap :

a. Permohonan diajukan kepada Walikota melalui Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup yang dilengkapi dengan syarat. Syarat yang pertama adan paling utama adalah izin peruntukan dan kebutuhan air tanah. Karena tanpa adanya izin tersebut permohonan pengambilan air tanah tidak dapat diajukan

b. Pemeriksaan kelengkapan persyaratan dan pengecekan lokasi

c. Penerbitan (pengabulan) permohonan, selain pengabulan juga terdapat penolakan

Tujuan pemberian izin pengambilan air tanah pada dasarnya adalah untuk memudahkan dalam pendataan dan penetirban pengambilan air tanah, agar tidak mengganggu sumber air bersih. Dengan dikeluarkannya izin ini maka akan ada 2 (dua) hal yang akan menerimanya, pertama bagi pemerintah


(63)

kota akan dapat mengatur sumber air bersih sehingga dapat memberikan dampak yang baik kepada masyarakat, karena telah membantu memberikan sumber penghidupan. Kedua kepada pemohon, yakni adanya jaminan atau kepastian hak dalam pengelolaan air tanah. Namun demikian, tujuan tersebut belum tercapai dikarenakan peraturan perundang-undangan yang ada belum bisa sejalan dengan pelaksanaannya, sehingga banyak pengambilan air tanah khususnya untuk pengusahaan yang tidak mengantongi izin, karena keterbatasan tenaga teknis yang mengawasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan, khususnya sumber air bersih.

2. Faktor penghambat dalam pelaksanaan perizinan air tanah adalah kurangnya petugas yang dapat mengawasi dalam setiap pengambilan air tanah sehinga terdapat masyarakat yang izinnya untuk pemakaian air tanah, namun dalam pelaksanaannya melakukan kegiatan untuk pengusahaan air tanah. Selain itu adalah kesadaran masyarakat yang rendah akan pentingnya pengendalian pengambilan air tanah, sehingga mereka melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan izin yang telah diberikan, misalnya izin mengambil satu titik bor, namun aslinya lebih dari satu titik bor. Bahkan karena sedikitnya SDM maka masyarakat ada yang tidak repot-repot mengantongi izin. Selain itu, minimnya anggaran menjadikan petugas BPPLH tidak bisa banyak yang dilakukan, karena terbatasya SDM, kemudian kegiatan sosialisasi atau penyuluhan pun terbatas dilakukan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)