PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN OPERASIONAL SEKOLAH SWASTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

GRANTING OF PERMITS PRIVATE SCHOOLS IN BANDAR LAMPUNG

By

Meitupa Adhipurna

Education is a way to educate the nation that is set in the opening Act of 1945 4th paragraph and want to achieve national education goals. The establishment of a private school education all the operational needs of the school and as a foundation borne reciprocal foundation of education to require students to pay a pre-determined donation. The issue of educational funding for private schools stakeholders large and well-established category would no longer be a problem. How research problem is the implementation of granting permission to establish private schools in the city of Bandar Lampung and whether factors that become an obstacle in the implementation of granting permission to establish private schools in the city of Bandar Lampung.

Analysis of data used in the study is descriptive qualitative analysis. The definition is descriptive qualitative research procedures which produce descriptive data that is what is stated by the respondent in writing or verbal and real behavior. Based on the results we concluded that to provide educational services for young children of the unit through a private school education, education providers (private schools) have to fulfill some conditions apply. One of them has an operating permit operation of private schools. On the establishment of private schools all operational needs of school education was borne as a foundation and a foundation of reciprocity requires that students pay a predetermined educational donations.

Factors that become an obstacle in the implementation of the provision permits a private school in Bandar Lampung is the length of the documents, permissions must be taken care by the foundation in establishment requirements in the process of establishment of private schools.

Suggestions in this study 1). It is better to give Education Department Standard Operating Procedure (SOP) to the foundation seeking to establish private schools 2). You should set up a good coordination between the foundation and the licensing department and related agencies to conduct surveillance and comprising teams to locations that have been determined in particular on the establishment of private schools.


(2)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN OPERASIONAL SEKOLAH SWASTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Meitupa Adhipurna

0912011007

Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang di atur dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendirian sekolah swasta segala kebutuhan operasional pendidikan sekolah itu ditanggung yayasan dan sebagai timbal balik yayasan mewajibkan siswa membayar donasi pendidikan yang telah ditentukan. Persoalan dana pendidikan bagi stakeholder sekolah swasta berkategori besar dan mapan tentu tidak lagi menjadi masalah.

Permasalahan penelitian adalah Bagaimana pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung dan apakah faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung.

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis secara deskriptif kualitatif. Pengertian deskriptif kualitatif adalah tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku yang nyata.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi anak usia dini melalui satuan pendidikan sekolah swasta, penyelenggara pendidikan (sekolah swasta) harus memenuhi beberapa ketentuan yang berlaku. Salah satunya dengan mempunyai izin operasional penyelenggaraan sekolah swasta. Pada pendirian sekolah swasta segala kebutuhan operasional pendidikan sekolah itu ditanggung yayasan dan sebagai timbal balik yayasan mewajibkan siswa membayar donasi pendidikan yang telah ditentukan. Faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung adalah lamanya pengurusan surat-surat izin yang harus diurus oleh pihak yayasan dalam memenui persyaratan dalam proses pendirian sekolah swasta.

Saran dalam penelitian ini 1) Ada baiknya Dinas Pendidikan memberikan Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada yayasan yang ingin mendirikan sekolah swasta . 2) Sebaiknya dibentuk koordinasi yang baik antara pihak yayasan dan dinas perizinan dan Instansi yang terkait untuk melakukan pengawasan yang


(3)

terdiri dan tim-tim ke lokasi-lokasi yang telah ditentukan khususnya tentang tentang pendirian sekolah swasta.


(4)

PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN OPERASIONAL SEKOLAH SWASTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

MEITUPA ADHIPURNA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 4 Mei 1991, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Sujanto,S.H dan Ibu Nuraini, S.Pd.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Al- Kautsar Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1997. Sekolah Dasar (SD) Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2003. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2006. Pernah menuntut ilmu Di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa timur .

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 13 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2010.Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Ujian Mandiri (UM). Pada tanggal 16 Januaari – 26 Februari 2010, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bandung Baru Barat Kec. Adiluwih Kab. Pringsewu


(7)

MOTO

Pendidikan adalah tiket masa depan, hari esok dimiliki oleh orang orang yang mempersiapkan dirinya sejak hari ini

(Malcolm X)

Hiduplah seakan engkau akan mati besok, belajarlah seakan engkau akan hidup selamanya

(Mahatma Gandi)

Agar dapat membahagiakan seseorang, isilah tangannya dengan kerja, hatinya dengan kasih sayang, pikirannya dengan tujuan, ingatannya dengan ilmu yang bermanfaat, masa depannya dengan harapan, dan perutnya dengan makanan.


(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur atas khadirat ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat rahmat

dan hidayah nya untuk menyelesaikan akhir perkuliahan dan menyelesaikan

karya tulis ilmiah ini

Skripsi ini penulis persembahkan untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta yang

dengan ketulusan hati telah mencurahkan waktu, tenaga, dan pikirannya,

keikhlasan doa untuk mendidik, kesabaran dalam membimbing, serta telah

mengajarkan banyak hal tentang hidup hingga mengantarkan penulis pada

tahap ini. , kakak, dan keluarga yang selalu memberikan motivasi juga doa

yang selalu menyertai. Terimakasih.

Zelvia mona tercinta yang selalu meghadirkan senyum yang paling

bermakna, membimbing dengan segenap keikhlasan, menyalakan semangat,

dan menghadirkan kasih sayang di setiap waktu, Terimakasih.

Kepada para sahabat yang saling berbagi suka dan duka dalam menjalani

kehidupan ini . Terima kasih


(9)

SANWACANA

Assalamu’alaikum, Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan ridho-nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN SEKOLAH SWASTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Terselesaikannya skripsi ini merupakan ikhtiar penulis yang tak luput dari bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak DR. Heriandi , S.H., M.S., Plh. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H, selaku Ketua Jurusan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Elman Eddy S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah memberikan saran, bimbingan, dan membantu penulis sehingga terselesaikanya skipsi ini. 4. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H. selaku Pembimbing II dan yang telah

memberi kan saran, bimbingan, nasehat serta dorongan motivasi yang tinggi kepada penulis sehingga dapat terselesaikanya skipsi ini.

5. Bapak Syamsir Samsu, S.H., M.H., selaku pembahas I yang telah banyak memberikan saran dan kritiknya.

6. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H., selaku pembahas II yang telah banyak memberikan saran dan kritiknya.


(10)

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

8. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, Pak Marlan, Bu Hera, Mba Yani, dan yang lainnya yang telah banyak membantu.

9. Ibu Megalawati selaku ketua yayasan pendidikan Al-kharusa yang telah membantu memberikan data dan informasi sekolah nya

10.Zelvia mona tercinta yang selalu meghadirkan senyum yang paling bermakna, membimbing dengan segenap keikhlasan, menyalakan semangat, dan menghadirkan kasih sayang di setiap waktu, Terimakasih.

11.Sahabat-sahabat kampus tersayang penulis anggota Under tree Nopan, Alpin, sarwok Sudi, diki danrem Erik, icat, Ridho, Anggi, Aryok, Ijal, Marison, Silva, Faret, Mam, olla, kamal, male, ryankitting, maman, febby, hety, asha, pewe, moh, sueng dan amgkatan 2010 lain nya yang tidak bisa disebutkan semua

12.Keluarga besar Exclusive semua semoga kita makin solit buat ke depan nya keep low and slow

13.Alumni A-ka brother dan para alumni SMA N 13 Bandar Lampung

14.Buat keluarga besar kkn Bandung Baru Barat Bapak carik, ibu yang udah nemenin suka duka selama 40 hari Febby, Asha, Dwi, Dwi H, Deo, Bray, Bang Dian, Lintang, Julian, ismaini

15.Almamater tercinta dan seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(11)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca.

Bandar Lampung, 26 Februari 2014 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1.3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perizinan ... 8

2.2 Izin Pendirian dan Operasional Sekolah Swasta ... 16

2.3 Tata Ruang ... 22

III. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah ... 26

3.2 Sumber dan Jenis Data ... 26

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 28

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data ... 28

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data ... 29

3.4 Analisis Data ... 29

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 30

4.1.1 Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Sekolah Swasta di Kota Bandar Lampung ... 30

4.1.2 Faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung ... 57


(13)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 62 5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang di atur dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan nasional. Dan sudah di atur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional artinya pendidikan bagi kehidupan warga negara indonesia. Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan Negara.1

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak seperti peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas tentunya dibutuhkan tenaga pendidikan yang professional, seperti yang tertera dalam UU RI No.20 Tahun 2003 Bab XI Pasal 39 ayat (2) tentang

1

Sudriamunawar, Haryono. Pengantar Study Administrasi Pembangunan. Mandar Maju. Bandung. 2002, hlm. 55


(15)

2

Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “Pendidik merupakan tenaga professional

yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada

perguruan tinggi”.2

Untuk mendapatkan pendidikan yang layak di zaman sekarang khususnya tidak harus memperoleh pendidikan di negeri karena jumlah sekolah negeri terbatas maka di bangunlah sekolah swasta. Ketika pemerintah terbatas pendanaannya dalam bidang pendidikan, sekolah-sekolah swasta berperan untuk ikut ambil bagian dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Anehnya, saat merasa memiliki dana pendidikan yang semakin besar, pemerintah dengan gencar mempromosikan sekolah gratis, keberadaan sekolah-sekolah swasta justru dipinggirkan.

Sejarah perkembangan sekolah swasta juga selalu tumbuh dari masyarakat. Bahkan, tidak sedikit sekolah swasta yang kini menjelma menjadi besar dan mapan berasal dari wakaf seseorang yang kemudian dikelola dan dikembangkan dengan baik oleh pengurusnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa eksistensi sekolah swasta sesungguhnya lebih banyak ditentukan oleh militansi perjuangan guru, kepala sekolah, serta para pengurusnya. Perkembangan mutakhir menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi bagian dari bidang yang dapat dikelola secara profit. Fenomena itu dapat diamati melalui beberapa sekolah

2Ibid


(16)

3

swasta yang tumbuh dan berkembang dengan dimodali sekelompok orang kaya yang bergabung dalam suatu yayasan pendidikan.

Sekolah swasta, juga disebut sebagai sekolah independen tidak dikelola oleh pemerintah daerah serta nasional. Sekolah swasta memperoleh hak untuk menyeleksi siswa dan didanai seluruhnya atau sebagian dengan membebankan biaya sekolah kepada siswa, daripada bergantung pada dana pemerintah, siswa dapat memeroleh beasiswa masuk sekolah swasta yang menjadikan biaya sekolah lebih mudah tergantung bakat siswa, misalnya beasiswa olahraga, beasiswa seni, beasiswa akademik.

Pada pendirian sekolah swasta segala kebutuhan operasional pendidikan sekolah itu ditanggung yayasan dan sebagai timbal balik yayasan mewajibkan siswa membayar donasi pendidikan yang telah ditentukan. Persoalan donasi pendidikan bagi stakeholder sekolah swasta berkategori besar dan mapan tentu tidak lagi menjadi masalah. Sebagian besar stakeholder sekolah meyakini bahwa lembaga pendidikan yang berkualitas memang seharusnya dijual dengan harga mahal. Dalam hal ini, masih sangat sedikit sekolah swasta yang berkategori besar dan mapan. Kebanyakan sekolah swasta yang ada saat ini berkategori menengah ke bawah. Mayoritas sekolah swasta berkategori kecil dengan fasilitas seadanya yang biasanya donasi pendidikan sekolah tersebut bersumber dari masyarakat dan pemerintah.3

Bagi sekolah swasta, jumlah siswa akan sangat menentukan besaran dana operasional yang dapat dihimpun. Jika jumlah siswa berlebih, dipastikan

3

Prasetijo Rijadi, Pembangunan Hukum Penataan Ruang dalam Konteks Kota Berkelanjutan, Surabaya: Airlangga University Press. 2005, hlm, 75


(17)

4

pemasukan dana akan cukup untuk membiayai operasional pendidikan. Bahkan, sebagian dana bisa dimanfaatkan untuk berinvestasi guna mengembangkan sekolah jika jumlah siswa berkurang, pengurus harus berusaha mencari kekurangan dana.4

Ada dua faktor penyebab dari nasib buruk yang menimpa lembaga-lembaga pendidikan kita, yang pertama adalah faktor external,yang salah satunya adalah begitu agresifnya sekolah-sekolah negeri dalam menambah bangku siswa baru. Penambahan bangku ini bisa melalui pembukaan sekolah baru, penambahan kelas baru, atau dengan jalan membuka shift baru. Bahkan, tak jarang cara-cara kurang terpiji dilakukan. Misalnya dengan menugaskan siswa-siswa kelas dua melakukan prakerin (praktek kerja industri) selama setahun. Faktor kedua adalah berasal dari internal sekolah-sekolah swasta sendiri. Kebanyakan, para pengelola sekolah swasta tidak memiliki kepercayaan diri yang memadai untuk bersaing dengan sekolah-sekolah negeri.

Akibat dari ketidakpercayaan diri pada sekolah swasta cukup fatal, dimana strategi penerimaan siswa baru sekolah swasta hanya menunggu limpahan siswa-siswa yang tidak diterima di sekolah negeri. Faktor internal lainnya adalah tidak dimilikinya strategi pemasaran yang handal. Tenaga pengajar guru sangatlah penting sekali karena untuk mencapai pendidikan yang berkualitas tentunya dibutuhkan tenaga pendidikan yang profesional, seperti mencari guru guru yang sudah mempunyai professional tinggi guna untuk melancarkan proses pembelajaran di sekolah. Guru yang mempunyai profesional dan pengalaman

4Ibid


(18)

5

tentu juga dapat mengangkat pamor sekolah swasta agar masyarakat lebih meminati bersekolah di swasta yang ditunjang dengan guru-guru yang profesional dan berkualitas.

Selain tenaga pengajar, sekolah swasta harus memperhatikan seperti fasilitas sekolah. Mengingat sekolah swasta di Kota Bandar Lampung kurang memiliki fasilitas yang baik. Banyak juga sekolah swasta yang kurang layak untuk di jadikan sebagai sarana untuk menuntut ilmu yang tidak di perhatikan oleh dinas pendidikan, lalu faktor pihak yayasan yang dikarenakan minimnya dana untuk sekolah swasta tersebut. Berkenaan dengan pemberian izin mendirikan bangunan di atur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom dan Keputusan Dirjen.Dikdasmen Depdikbud No.018/Kep/1983.

Berdasarkan dengan isi ketentuan tersebut di atas, dapat diartikan bahwa pemberian izin mendirikan bangunan gedung harus memenuhi ketentuan ketentuan yang berlaku. Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian, bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.

Sekolah adalah sebagai tempat anak penerus bangsa untuk melakukan kegiatanya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri anak bangsa. Dalam hal ini pemerintah Kota Bandar Lampung berperan untuk pelaksanaan pemberian izin kepada yayasan swasta yang ingin mendirikan sekolah swasta demi kelangsungan pendidikan anak


(19)

6

bangsa karena terbatasnya sekolah negeri yang ada di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dan menulis tentang “PELAKSANAAN PEMBERIAN

IZIN MENDIRIKAN SEKOLAH SWASTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung?

2. Faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung?

1.3Ruang Lingkup Penelitian 1.3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bagaimana sikap professionalism Dinas Pendidikan dalam pemberian izin kepada pihak swasta dalam melaksanakan sekolah swasta untuk pelaksanaan pendidikan

1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah


(20)

7

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian Perizinan

Izin mempunyai pengertian suatu persetujuan dari seseorang atau badan yang bersifat memperbolehkan untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan peraturan yang berlaku dan mempunyai sanksi jika ketentuan yang terdapat dalam izin dilanggar.5 Menurut WF Prins, yang dikutip oleh Soehino dalam bukunya

memberikan pengertian izin sebagai berikut: “Pernyataan yang biasanya dikeluarkan sehubungan dengan suatu perbuatan yang pada hakekatnya harus dilarang tetapi hal yang menjadi obyek dan perbuatan tersebut menurut sifatnya tidak merugikan dan perbuatan itu dapat dilaksanakan asal saja di bawah pengawasan alat-alat perlengkapan Administrasi Negara”.6 Pengertian izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, dalam keadaan tertentu menyimpang dan ketentuan-ketentuan larangan perundangan.7

Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.

5

Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1996, hlm. 24

6

Soehino, Ilmu Negara, Edisi Ketiga, Liberty, Yogyakarta, 1984, hlm. 79

7

Philipus M. Hadjon; Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Air Langga Indonesia. Surabaya, 1992, hlm. 4


(22)

9

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diatur dalam Perda Nomor 7 tahun 1997 tentang Bangunan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung yang tujuannya adalah mewujudkan kota yang tertib dan teratur. Pengertian IMB adalah suatu pernyataan mengabulkan dari walikota yang merupakan alat perlengkapan administrasi negara kepada pemohon perorangan maupun badan hukum swasta untuk dapat melakukan suatu perbuatan yang berhubungan dengan mendirikan bangunan

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa izin merupakan persetujaun yang dikeluarkan dari penguasa yang berfungsi sebagai alat perlengkapan administrasi negara dimana pemberiannya berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah.

Pada umumnya sistem izin terdiri atas larangan, persetujuan yang merupakan dasar perkecualian (izin) dan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin. Aspek hukum dalam pemberian izin dapat dilihat dari beberapa ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah seperti disebutkan dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Lingkungan hidup Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup

untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan”.

Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) masih dinilai longgar dan terlalu boros. Bahkan sistem zonasi tidak jelas dan dampak sosial pun cenderung diabaikan. Izin diberikan terlalu boros, terlalu mudah memberikan izin bahkan


(23)

10

terkesan melawan arus. Persepsi Pemerintah kota selama ini setelah mengeluarkan IMB dan pengembang memiliki izin prinsip maka pembangunan dapat dilakukan, tetapi efek sosial lepas dari pengawasan, termasuk pula pengawasan pada konstruksi bangunan. Dia mengatakan, seharusnya instansi terkait dan pengembangan kawasan komitmen terkait penanganan efek sosial ekonomi. Efek yang dimaksud Kamaruzaman seperti konstruksi yang baik agar aman bagi masyarakat sekitar lokasi pembangunan

Pasal 136 Ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1997 disebutkan “Setiap permohonan yang telah memenuhi persyaratannya, sebelum diberikan IMB terlebih dahulu diberikan Izin Pendahuluan Membangun (IPM), sehingga pemohon dapat melaksanakan pembangunan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku”. Hal ini dimaksudkan apabila dalam pelaksanaan pendirian bangunan

tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku maka Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang asli tidak dapat diberikan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang asli akan diberikan kepada pemohon izin apabila pengerjaan fisik dari bangunan telah mencapai 60% dan diperkuat dengan ditulisnya berita acara pemeriksaan bangunan oleh Dinas Tata Kota yang bersangkutan.

Fungsi hukum dalam masyarakat adalah sebagai alat atau sarana yang mengontrol dan mengendalikan masyarakat da melindungi dari ancaman atau perbuatan-perbuatan yang membahayakan jiwa maupun benda.dalam hal ini hukum mempunyai sifat memaksa. Dari salah satu pihak fungsi hukum merupakan sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial (law as fadilitation of human


(24)

11

interaction) dan juga sebagai pengendalian sosial yang khusus mengatur manusia dalam perbuatannya yang bersifat anti sosial dan untuk mewujudkan tujuan sosial. Di dalam sosiologi hukum, memasuki masalah kepatuhan hukum adalah dengan melakukan penelitian empiris. Untuk tujuan-tujuan tertentu hukum dapat dipandang sebagai suatu gejala yang otonom dalam masyarakat, yang berkembang menurut logikanya sendiri. Akan tetapi secara stimultan, hukum juga merupakan refleksi dari masyarakat dan mempengaruhi masyarakat itu sendiri. Jadi sosiologi dianggap sebagai refleksi dari kesadaran masyarakat secara menyeluruh dan juga dari kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Sehubungan dengan hal itu, maka ada berbagai kepentingan manusia yang harus dipenuhi demi kebaikan masyarakat itu sendiri. Dalam sosiologi hukum memasuki masalah kepatuhan hukum dengan melakukan kajian secara empiris. Sosiologi hukum tidak dapat membiarkan hukum bekarja secara menyeluruh tanpa mengamati sisi-sisi yang terlibat dalam kinerja hukum itu sendiri.

Kajian sosiologi hukum terhadap kepatuhan hukum pada dasarnya melibatkan dua variabel objek yaitu hukum dan manusia, dengan demikian maka kepatuhan hukum tidak hanya dilihat dari fungsi peraturan hukum saja, melainkan fungsi manusia dalam sasaran peraturan. Kepatuhan hukum tidak dijelaskan dari kehadiran hukum saja melainkan dari kesediaan manusia untuk mematuhinya.

Tujuan hukum menurut pemikiran hukum islam adalah guna mendidik kepribadian, menegakan keadilan, serta memelihara kebaikan yang hakiki guna mendapat kebahagiaan dunia dan akherat. Demikian halnya dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam usaha memperlancar kegiatan pemerintahan dan


(25)

12

pembangunan di daerahnya, maka ditetapkan berbagai kebijakan-kebijakan, antara lain izin peruntukan penggunaan tanah dan mendirikan bangunan.

Sebelum mengurai pengertian izin mendirikan bangunan, maka terlebih dahulu akan dijelaskan tentang arti dari izin itu sendiri. Menurut Utrecht dan Sjachran Basah dalam bukunya Ridwan HR dan SF Marbun, yang dikategorikan sebagai izin adalah bila pembuat peraturan tidak untuk melarang suatu perbuatan tertentu, tetapi masih memperkenalkannya, asalkan diadakan secara tidak ditentukan untuk masing-masing hal ini bersifat suatu izin (vergunning).8

Menurut WF Prins dalam Soetomo pengertian izin adalah: Istilah izin adalah tepat kiranya untuk maksud memberikan bebas syarat dari sebuah larangan, dan pemakainya pun adalah dalam pengertian itu juga, akan tetapi izin terbanyak sekarang ini bukanlah perbuatan umum, jadi tidak berlaku sesuatu yang istimewa.9 Sedangkan menurut Ateng Syaefudin bahwa ijin berarti

menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh10.

Berdasarkan kutipan tersebut, mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang, badan/instasi, swasta, yang telah diatur dalam klausa larangan pada pasal peraturan perundang-undangan harus terlebih dahulu dipenuhinya persyaratan tertentu, maka izin akan diterbitkan. Kemudian pengertian izin yang berarti engan hal-hal yang berkaitan denagn alasan penolakan tehadap sesuatu permohonan, dan bebas syarat adalah memuat uraian

8

Ridwan HR dan SF Marbun, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali press 2001, hlm.15

9

WF Prins dalam Soetomo, Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Usaha Nasional, Surabaya, 2007, hlm. 15

10

Ateng Syaefudin, Mediasi dalam Perseptiktif Hukum, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2008, hlm 78.


(26)

13

limitatif tentang hal-hal yang berkaitan dengan permohonan tersebut diberikan bebas syarat, karena persyaratan telah dipenuhi.

Berdasarkan pengertian di atas, secara umum izin adalah keputusan pejabat administrasi yang berwenang yang memperbolehkan untuk melakukan suatu perbuatan yang dilarang peraturan perundang-undangan setelah terpenuhinya syarat-syarat yang telah ditentukan oleh perundang-undangan, sehingga terlihat hubungan hukum.

Apabila fungsi izin dihubungkan dengan fungsi hukum yang diintrodusir oleh Sjachran Basah, maka izin lebih tepat dimasukan dalam fungsi hukum direktif, yakni sebagai pengaruh dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang diinginkan sesuai denagn kehidupan negara.11

Di dalam perspektif Prajudi Atmo Sudirjo, mengenai fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat juga diletakkan pada fungsi menertibkan masyarakat. Ketetapan yang berupa izin diberikan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan bagi para warga. Tentu saja tidak ada gunanya apa yang telah tertuang dalam ketetapan tersebut, apabila tidak dipaksakan izin tersebut.12

Pengertian izin mendirikan bangunan dapat dibagi atas 3 komponen pengertian sebagai berikut:

11

Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 1998, hlm 58

12

Prajudi Atmo Sudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 49.


(27)

14

1. Izin adalah tindakan administrasi pemerintah yang menyatakan keabsahan atas peremohonan seseorang atau badan hukum karena telah terpenuhinya syarat yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku.

2. Mendirikan adalah suatu tidakan yang dilakukan oeh seseorang atau badan hukum dalam melaksanakan pembangunan yang dapat meliputi mendirikan bangunan, mengubah, maupun membongkar terhadap bangunan yang telah ada sebelumnya dengan pekerjaan penganti bangunan lainnya.

3. Bangunan adalah tindakan pengerjaan kontrukasi yang terletak di permukaan tanah atau dalam atas tanah atau di atas permukaan air dengan memperhatikan ruang tata letak bangunan, ruang tata lokasi dan ruang tata kota/daerah yang berfungsi sebagai tempat tingggal atau usaha untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Dalam perizinan menurut perundang undangan yang telah ditetapkan, selalu memuat ketentuan-ketentuan penting yang melarang terhadap warga masyarakat untuk bertindak tanpa izin. Sehubungan dengan ketentuan tersebut sebagai konsekuensinya, maka dalam rangka penegakan hukum yang bersangkutan dilengkapi pula dengan adanya ketentuan sanksi. Sanksi ini merupakan bagian penutup yang terpenting adil dalam hukum termasuk hukum administrasi, karena setiap peraturan perundang-undangan yang memuat perintah atau larangaan, apabila tidak disertai sanksi, maka efektifitas dari peraturan tersebut tidak akan dapat diwujudkan, karena fungsi dari hukum tersebut tidak lagi mempunyai daya paksa.


(28)

15

Sehubungan dengan hal tersebut sebagaimana ditegaskan oleh Sjachran Basah, bahwa sanksi merupakan bagian terpenting dalam setiap Undang-undang, adanya perintah dan larangan yang dimuat dalam setiap undang-undang, tidak mempunyai arti apabila tidak mempunyai suatu daya paksa untuk dilaksanakan. Hal ini lebih jelas mengatur itu berifat jenis peraturan perundang-undangan yang dikategorikan memaksa. Apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan harus dikenai sanksi, misalnya; pada izin mendirikan bangunan, bagi pelanggar akan dijatuhi sanksi, dengan harapan mereka akan menaati peraturan yang ada. Dalam hal ini bahwa izin mendirikan bangunan adalah termasuk dalam ruang lingkup hukum administrasi, yang dimana sanksi hukum administrasi merupakan suatu alat kekuasaan yang mempunyai sifat hukum publik yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan norma hukum administrasi.13

Unsur-unsurnya antara lain:

1. Alat kekuasaan (machtsmiddelen)

2. Bersifat hukum publik (publiekrechtlijke). 3. Digunakan oleh penguasa (overhead).

4. Sebagai reaksi terhadapketidak patuhan (recht eop niet naleving).

Sedangkan sanksi pada umumnya yang dikenal dalam lapangan hukum administrasi adalah:

1. Bestuursdwang (tindakan paksa pemerintah).

2. Penarikan kembali Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menguntungkan.

13


(29)

16

3. Pengenaan denda administrasi dan atau pidana kurungan. 4. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).

Bestuursdwang adalah suatu kewenangan dari pemerintah untuk melakukan tindakan nyata agar dapat mengakhiri suatu kaeadaan atau situasi yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi. Didalam setiap undang-undang selalu memuat ketentuan pemberian wewenang untuk melakukan tindakan paksa pemerintah tersebut, akhirnya ditetapkan bahwa setiap pelaksanaan bestuursdwang harus ditetapkan terlebih dahulu secara tegas di dalam undang-undang. Adanya pemberian wewenang yang telah disebutkan secara jelas dalam suatu undang-undang akan menjadi suatu landasan dan keabsahan yang sangat kuat bagi tindakan administrasi dalam melakukan tindakan paksa terhadap pelanggaran izin.

2.2Izin Pendirian dan Operasional Sekolah Swasta

Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1981 Tentang Pemberian Bantuan Kepada Sekolah Swasta Sekolah Swasta adalah sekolah yang didirikan dan diselenggarakan oleh orang-orang atau badan-badan swasta yang bersifat amal. Sekolah swasta, juga disebut sebagai sekolah independen, tidak dikelola oleh pemerintah daerah, negera bagian atau nasional; mereka memeroleh hak untuk menyeleksi siswa dan didanai seluruhnya atau sebagian dengan membebankan biaya sekolah kepada siswa, dadripada bergantung pada dana pemerintah, siswa dapat memeroleh beasiswa masuk sekolah swasta yang menjadikan biaya sekolah lebih mudah tergantung bakat


(30)

17

siswa, misalnya beasiswa olahraga, beasiswa seni, beasiswa akademik, dan lain-lain.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa saat ini Pemerintah Kabupaten/ Kota diseluruh Indonesia melalui Dinas Pendidikan sedang melaksanakan kegiatan pelaksanaan DAK 2012 baik dalam kegiatan pekerjaan kontruksi bangunan maupun pengadaan peralatan peningkatan mutu pendidikan. Pelaksanaan pekerjaan kontruksi yang dilakukan secara swakelola oleh Kepala Satuan Pendidikan SD maupun SMP ternyata pelaksanaannya tidak didahului dengan pengajuan Ijin Mendirikan Bangunan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

Dasar hukum :

1. PP No.25 Tahun 2000.

2. Kep.Dirjen.Dikdasmen Depdikbud No.018/Kep/1983.

Prosedur pengurusan Izin: Mengajukan permohonan tertulis kepada Walikota melalui Dinas Pendidikan dengan melampirkan syarat-syarat yang diperlukan. Persyaratan untuk mendapatkan Izin:

1. Akta Notaris Pendirian Yayasan

2. Proposal yang berisikan data tentang gedung sekolah, guru dan murid. 3. Tanda bukti kepemilikan tanah untuk gedung.

4. Jumlah siswa minimal 20 orang

5. Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB)

Waktu pengurusan Izin : 15 (lima belas) Hari Biaya pengurusan Izin : Retribusi Leges Rp.2.500,-


(31)

18

Jangka waktu berlakunya Izin: 10 (sepuluh) Tahun dan dapat diperpanjang kembali. Ketentuan pelaksanaan/ kewajiban pemegang Izin :

1. Pengelolaan Sekolah dibawah Yayasan yang pem bentukannya ditetapkan dengan Akta Notaris.

2. Izin tidak dapat dipindah tangankan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Walikota.

3. Pengelola wajib mematuhi semua persyaratan dan ketentuan teknis dibidang penyelenggaraan pendidikan.

4. Pengelola wajib mematuhi kurikulum yang berlaku secara nasional maupun muatan lokal yang ditentukan.

5. Pengelola wajib menyediakan ruangan belajar yang mencukupi sesuai jumlah murid dengan ketentuan:

a. TK = 2 ruangan belajar b. SD = 6 ruangan belajar c. SLTP = 3 ruangan belajar d. SMU/SMK = 3 ruangan belajar

Apabila dalam jangka waktu 6 bulan terhitung tanggal ditetapkannya izin tidak melakukan kegiatan maka izin dinyatakan tidak berlaku lagi. Sanksi atas pelangggaran ketentuan Izin:

1. Peringatan tertulis 2. Pembekuan izin 3. Pencabutan izin

Pengadaan bangunan dapat dilaksanakan dengan cara: 1. Membangun bangunan baru


(32)

19

Membangun bangunan baru meliputi:

a. Mendirikan, memperbaharui (rehabilitasi/ renovasi), memperluas, mengubah dengan cara membongkar seluruh atau sebagian bangunan gedung.

b. Pembuatan pagar halaman, jalan, pengerasan halaman, pemasangan pompa/menara air, pengadaan listrik.

c. Kegiatan pekerjaan tanah yang meliputi; pengurugan tanah, perbaikan tanah dan penyelidikan tanah.

d. Membangun baru terdiri dari kegiatan perencanaan, kegiatan pelaksanaan, dan kegiatan pengawasan lapangan.

2. Membeli bangunan

Pada prinsipnya membeli bangunan yang sudah jadi termasuk tanahnya tidak diperbolehkan. Tetapi dalam hal-hal luar biasa, dapat diusulkan kepada Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas dengan disertai alasan-alasan yang kuat melalui Menteri Pendidikan Nasional.

a. Setelah ada persetujuan dan dananya sudah tersedia, selanjutnya dilakukan penawaran harga dari pemiliknya melalui Panitia Pembebasan Tanah setempat yang dibentuk berdasarkan Kepres 80 tahun 2003.

b. Apabila antara harga penawaran dan harga penaksiran Panitia sudah ada kecocokan, maka dapat langsung diselesaikan akte jual beli di depan Notaris/Pejabat Pembuat akte Tanah dan selanjutnya diselesaikan balik nama sertifikat tanah.


(33)

20

3. Menyewa bangunan

a. Apabila diperlukan untuk keperluan gedung sekolah, gudang dan sebagainya, maka suatu instansi diperkenankan untuk menyewa bangunan, dengan syarat anggaran untuk membayar sewa itu harus sudah tersedia lebih dahulu.

b. Untuk menetapkan besarnya sewa, pemilik bangunan perlu dimintakan pengesahan/penetapan lebih dahulu kepada Panitia Sewa Menyewa atau Kantor Urusan Perumahan setempat.

c. Setelah ditetapkan sewanya, dibuat Surat Perjanjian (kontrak) antara pihak penjual dan pihak yang menyewakan, jika dianggap perlu dilakukan dengan akte notaris.

d. Gedung sekolah milik swasta (bersubsidi) dahulu pernah mendapat subsidi dari Pemerintah Departemen Pendidikan Nasional, apabila dipakai oleh sekolah negeri, berdasarkan peraturan subsidi yang sekarang masih berlaku tidak perlu dibayar sewanya, tetapi pemakai wajib memelihara bangunan tersebut sebagaimana mestinya.

4. Menerima hibah bangunan

a. Departemen Pendidikan Nasional dapat menerima hibah bangunan berikut tanah dari pihak lain (Pemerintah Daerah/ Swasta).

b. Agar ada dasar hukumnya, sebaiknya pelaksanaannya dilakukan dengan Akte Notaris Pejabat Pembuat Akte tanah setempat.

5. Menukar bangunan

a. Penukaran bangunan atau pemindahtanganan barang tidak bergerak milik negara pada umumnya diatur dalam Keputusan Presiden tentang


(34)

21

pelaksanaan APBN, yaitu segala sesuatu harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan terlebih dahulu.

b. Bangunan milik negara yang tidak memenuhi fungsinya lagi, lokasinya terlalu ramai atau tanahnya terlalu sempit untuk diadakan perluasan bangunan, dapat diusulkan untuk ditukarkan dengan bangunan milik pihak lain yang sudah jadi atau masih akan dibangun di lokasi lain. Usul penukaran diajukan kepada Menteri Pendidikan Nasional dengan dilampiri:

1) Alasan-alasan penukaran

2) Penaksiran sementara harga tanah/bangunan lama 3) Penaksiran sementara harga tanah/bangunan baru 4) Surat-surat pemilikan tanah/bangunan lama 5) Gambar situasi/denah dari tanah/bangunan lama 6) Gambar situasi/denah dari tanah/bangunan baru.

Pada prinsipnya usul penukaran itu menguntungkan Negara dalam arti Pemerintah mendapat penggantian tanah/bangunan baru yang lebih luas dan memenuhi persyaratan. Setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan, maka perlu dibentuk Panitia Penaksir yang terdiri atas wakil-wakil dari Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Keuangan, Departeman Kimpraswil, Departemen Dalam Negeri, BPN dan Pemerintah Daerah, untuk menetapkan penaksiran harga tanah/bangunan yang lama dan harga tanah/bangunan baru.

Apabila kedua penaksiran itu sudah disepakati, maka dapat diselesaikan Surat Perjanjian Penukaran di depan Notaris Pejabat Pembuat Akte Tanah. Penyerahan


(35)

22

tanah/bangunan lama, baru boleh dilakukan setelah tanah/bangunan baru selesai dibangun menurut Surat Perjanjian dan diteima baik oleh Departemen Pendidikan Nasional. Selanjutnya diselesaikan balik nama sertifikat tanah/bangunan baru, dan diselasaikan pula penghapusan tanah/bangunan lama dari daftar inventaris dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional.

2.3Tata Ruang

Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).

Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut:

1. Perumahan dan permukiman 2. Perdagangan dan jasa

3. Industri 4. Pendidikan


(36)

23

5. Perkantoran dan jasa 6. Terminal

7. Wisata dan taman rekreasi 8. Pertanian dan perkebunan 9. Tempat pemakaman umum 10.Tempat pembuangan sampah

Dampak dari rencana tata ruang di wilayah perkoaan yang tidak diikuti adalah kesemrawutan kawasan mengakibatkan berkembangnya kawasan kumuh yang berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi, sulitnya mengatasi dampak lingkungan yang berimplifikasi kepada kesehatan, sulitnya mengatasi kebakaran bila terjadi kebakaran.

Pasal 19 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030 menyebutkan bahwa:

(1) Rencana sistem pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi:

a. pusat pelayanan kota (PPK);

b. subpusat Pelayanan kota (SPPK); dan c. pusat lingkungan (PL).

(2) Pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. PPK Tanjung Karang dengan wilayah pelayanan seluruh kota yang

berfungsi sebagai perdagangan dan jasa, kesehatan, simpul transportasi darat; dan

b. PPK Teluk Betung dengan wilayah pelayanan seluruh kota yang berfungsi sebagai pelabuhan utama, transportasi ekspor impor, pergudangan, perdagangan dan jasa, distribusi kolektor barang dan jasa, industri menengah dan kawasan pesisir;

(3) Subpusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. SPPK Kedaton dengan wilayah pelayanan Kecamatan Kedaton dan Rajabasa yang berfungsi sebagai Pusat Pendidikan Tinggi dan Budaya,


(37)

24

Simpul Utama Transportasi Darat, perdagangan dan jasa, dan Permukiman Perkotaan;

b. SPPK Kemiling dengan wilayah pelayanan Kecamatan Kemiling dan Tanjung Karang Barat yang berfungsi sebagai kawasan pendidikan khusus (Kepolisian atau Sekolah Polisi Negara), agrowisata dan ekowisata, perdagangan dan jasa, kawasan lindung dan konservasi, permukiman/ perumahan terbatas, pendidikan tinggi dan pusat olah raga;

c. SPPK Sukarame dengan wilayah pelayanan Kecamatan Sukarame dan Tanjung Senang yang berfungsi sebagai pendukung Pusat Pemerintahan Provinsi, pendidikan tinggi, Perdagangan dan Jasa, Permukiman/ Perumahan, Industri Rumah Tangga, dan Konservasi/Hutan Kota;

d. SPPK Sukabumi dengan wilayah pelayanan Kecamat Sukabumi dan Tanjung Karang Timur yang berfungsi sebagai kawasan industri menengah dan pergudangan, perdagangan&jasa, permukiman/perumahan, pendidikan tinggi; dan

e. SPPK Teluk Betung Utara dengan wilayah pelayanan Kecamatan Teluk Betung Utara dan Teluk Betung Barat yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan kota, wisata alam dan bahari, pendidikan tinggi, industri pengolahan hasil perikanan laut dan minapolitan, perdagangan dan jasa, pusat pengolahan akhir sampah terpadu, resapan air dan pelabuhan perikanan;

(4) PL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. PL Rajabasa, Tanjung Senang, Tanjung Karang Barat, Teluk Betung Barat,dan Tanjung Karang Timur; dan

b. PL sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a memiliki fungsi pelayanan tersier maupun pusat pelayanan lingkungan dan akan diatur lebih lanjut berdasarkan RDTR Kota.

(5) Sistem pusat pelayanan didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas yang disesuaikan dengan masing-masing hirarki pelayanan.

Biaya Satuan Pendidikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 adalah:

Pasal 3

(1) Biaya pendidikan meliputi: a. biaya satuan pendidikan;

b. biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; dan c. biaya pribadi peserta didik.

(2) Biaya satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. biaya investasi, yang terdiri atas: 1. biaya investasi lahan pendidikan; dan 2. biaya investasi selain lahan pendidikan. b. biaya operasi, yang terdiri atas:

1. biaya personalia; dan 2. biaya nonpersonalia.


(38)

25

d. beasiswa.

(3) Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. biaya investasi, yang terdiri atas: 1. biaya investasi lahan pendidikan; dan 2. biaya investasi selain lahan pendidikan. b. biaya operasi, yang terdiri atas:

1. biaya personalia; dan 2. biaya nonpersonalia.

(4) Biaya personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 dan ayat (3) huruf b angka 1 meliputi:

a. biaya personalia satuan pendidikan, yang terdiri atas: 1. gaji pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan;

2. tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan pendidikan; 3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan; 4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen;

5. tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan dosen; 6. tunjangan profesi bagi guru dan dosen;

7. tunjangan khusus bagi guru dan dosen; 8. maslahat tambahan bagi guru dan dosen; dan

9. tunjangan kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan profesor atau guru besar.

b. biaya personalia penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, yang terdiri atas:

1. gaji pokok;


(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Empiris. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, yuridis empiris artinya adalah mengidentifikasikan dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang mempola.15 J.

Supranto mengatakan bahwa penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang condong bersifat kuantitatif, berdasarkan data primer.16

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, selain mendasarkan pada penelitian lapangan, penulis juga melakukan penelaahan secara mendalam terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung.

3.2Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber pada data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan responden, yang terdiri dari

15

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 17

16

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Pradnya Paramitha,. Jakarta, 2004, hlm. 79


(40)

27 1. Bahan hukum primer, merupakan bahan yang bersifat mengikat berupa

peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini terdiri dari 1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2005 tentang Sistem Penddikan Nasional

3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang 4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan hidup 5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, 6) Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Kewarganegaraan

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

8) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

2. Bahan hukum sekunder (bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan, dan hanya berfungsi sebagai penjelas dari bahan hokum primer), yang terdiri dari:

1) Buku 2) Literatur

3) Hasil penelitian (karya ilmiah) sarjana 3. Bahan hukum tersier

Merupakan bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misal bibliografi.


(41)

28 3.3Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

3.3.1.1Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini dilakukan dengan jalan membaca teori-teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mencatat, memahami dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur, buku-buku, peraturan baku yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian.

3.3.1.2Studi Lapangan 1) Observasi.

Dilaksanakan dengan jalan mengamati secara langsung bagaimana cara kerja pelaksanaan serta kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung.

2) Wawancara

Wawancara ini dipergunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu dengan cara wawancara terarah atau directive interview. Dalam pelaksanaan wawancara terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada Yayasan Al Kharusa Bandar Lampung dan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.


(42)

29 3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah diperoleh maka penulis melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:

a. Editing yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejalasan dan kebenaran data yang telah diterima serta relevansinya dalam penelitian

b. Klasifikasi data adalah suatu kumpulan data yang diperoleh perlu disusun dalam bentuk logis dan ringkas, kemudian disempurnakan lagi menurut ciri-ciri data dan kebutuhan penelitian yang diklasifikasikan sesuai jenisnya.

c. Sistematika data yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai dengan jenis dan pokok bahasan dengan maksud memudahkan dalam menganalisa data tersebut.

3.4Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu dimana perolehan data penelitian lebih dominan dengan studi kepustakaan/data sekunder (meliputi hukum primer, sekunder dan tersier) metode yang diterapkan lebih tepat analisis kuantitatif, sedangkan data primer hasil pengamatan dan wawancara dikualitatifkan.17

17

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet ke-3. UI Press, Jakarta: 1986, hlm 26


(43)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi anak usia dini yang melalui satuan pendidikan sekolah swasta, penyelenggara pendidikan (sekolah swasta) harus memenuhi beberapa ketentuan yang berlaku. Salah satunya dengan mempunyai izin operasional penyelenggaraan sekolah swasta.

2. Faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung adalah lamanya pengurusan surat-surat izin yang harus diurus oleh pihak yayasan dalam memenui persyaratan dalam proses pendirian sekolah swasta.

5.2 Saran

1. Sebaiknya dibentuk koordinasi yang baik antara pihak yayasan dan dinas pendidikan dan Instansi yang terkait untuk melakukan pengawasan yang terdiri dan tim-tim ke lokasi-lokasi yang telah ditentukan khususnya tentang tentang operasional sekolah swasta.

2. Ada baiknya Dinas Pendidikan memberikan Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada yayasan yang ingin mendirikan sekolah swasta


(44)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

A.P. Parlindungan, 1993, Komentar Atas Undang-Undang Penataan Ruang (UU No. 24 Tahun 1992), Bandung: Mandar Maju

Abdulkadir Muhammad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Admosudirjo, Prajudi. 1988. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Ateng Syaefudin, Mediasi dalam Perseptiktif Hukum, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2008

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Pradnya Paramitha,. Jakarta, 2004

M. Hadjon, Philipus. 1992. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Air Langga Indonesia. Surabaya.

Maleong, Lexy J, 2005, Metode Penelitian Sosial: Edisi Revisi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Manfred Nowak, 2001. Freedom of Thought, Conscience, Religion and Belief, 417-421

Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metode Penelitian Riset Sosial. Rineka Cipta. Jakarta

Philipus M. Hadjon; Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Air Langga Indonesia. Surabaya, 1992

Prajudi Atmo Sudirjo, HukumAdministrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008


(45)

Prasetijo Rijadi, 2005, Pembangunan Hukum Penataan Ruang dalam Konteks Kota Berkelanjutan, Surabaya: Airlangga University Press.

Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1996 Ridwan HR dan SF Marbun, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali press

2001

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004

Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 1998

Soehino, Ilmu Negara, Edisi Ketiga, Liberty, Yogyakarta, 1984

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet ke-3. UI Press, Jakarta: 1986

Spelt, N.M dan Ten Berge, SBJM. 1991. Pengantar Hukum Perizinan. Utrecht. Jakarta.

Sudriamunawar, Haryono. 2002. Pengantar Study Administrasi Pembangunan. Mandar Maju. Bandung.

WF Prins dalam Soetomo, Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Usaha Nasional, Surabaya, 2007

B. Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2005 tentang Sistem Penddikan Nasional Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan hidup Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Kewarganegaraan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030


(1)

27 1. Bahan hukum primer, merupakan bahan yang bersifat mengikat berupa

peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini terdiri dari 1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2005 tentang Sistem Penddikan Nasional

3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang 4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan hidup 5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, 6) Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Kewarganegaraan

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

8) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

2. Bahan hukum sekunder (bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan, dan hanya berfungsi sebagai penjelas dari bahan hokum primer), yang terdiri dari:

1) Buku 2) Literatur

3) Hasil penelitian (karya ilmiah) sarjana 3. Bahan hukum tersier

Merupakan bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misal bibliografi.


(2)

28 3.3Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

3.3.1.1Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini dilakukan dengan jalan membaca teori-teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mencatat, memahami dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur, buku-buku, peraturan baku yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian.

3.3.1.2Studi Lapangan 1) Observasi.

Dilaksanakan dengan jalan mengamati secara langsung bagaimana cara kerja pelaksanaan serta kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung.

2) Wawancara

Wawancara ini dipergunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu dengan cara wawancara terarah atau directive interview. Dalam pelaksanaan wawancara terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada Yayasan Al Kharusa Bandar Lampung dan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.


(3)

29 3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah diperoleh maka penulis melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:

a. Editing yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejalasan dan kebenaran data yang telah diterima serta relevansinya dalam penelitian

b. Klasifikasi data adalah suatu kumpulan data yang diperoleh perlu disusun dalam bentuk logis dan ringkas, kemudian disempurnakan lagi menurut ciri-ciri data dan kebutuhan penelitian yang diklasifikasikan sesuai jenisnya.

c. Sistematika data yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai dengan jenis dan pokok bahasan dengan maksud memudahkan dalam menganalisa data tersebut.

3.4Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu dimana perolehan data penelitian lebih dominan dengan studi kepustakaan/data sekunder (meliputi hukum primer, sekunder dan tersier) metode yang diterapkan lebih tepat analisis kuantitatif, sedangkan data primer hasil pengamatan dan wawancara dikualitatifkan.17

17

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet ke-3. UI Press, Jakarta: 1986, hlm 26


(4)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi anak usia dini yang melalui satuan pendidikan sekolah swasta, penyelenggara pendidikan (sekolah swasta) harus memenuhi beberapa ketentuan yang berlaku. Salah satunya dengan mempunyai izin operasional penyelenggaraan sekolah swasta.

2. Faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung adalah lamanya pengurusan surat-surat izin yang harus diurus oleh pihak yayasan dalam memenui persyaratan dalam proses pendirian sekolah swasta.

5.2 Saran

1. Sebaiknya dibentuk koordinasi yang baik antara pihak yayasan dan dinas pendidikan dan Instansi yang terkait untuk melakukan pengawasan yang terdiri dan tim-tim ke lokasi-lokasi yang telah ditentukan khususnya tentang tentang operasional sekolah swasta.

2. Ada baiknya Dinas Pendidikan memberikan Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada yayasan yang ingin mendirikan sekolah swasta


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A.P. Parlindungan, 1993, Komentar Atas Undang-Undang Penataan Ruang (UU No. 24 Tahun 1992), Bandung: Mandar Maju

Abdulkadir Muhammad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Admosudirjo, Prajudi. 1988. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Ateng Syaefudin, Mediasi dalam Perseptiktif Hukum, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2008

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Pradnya Paramitha,. Jakarta, 2004

M. Hadjon, Philipus. 1992. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Air Langga Indonesia. Surabaya.

Maleong, Lexy J, 2005, Metode Penelitian Sosial: Edisi Revisi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Manfred Nowak, 2001. Freedom of Thought, Conscience, Religion and Belief,

417-421

Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metode Penelitian Riset Sosial. Rineka Cipta. Jakarta

Philipus M. Hadjon; Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Air Langga Indonesia. Surabaya, 1992

Prajudi Atmo Sudirjo, HukumAdministrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008


(6)

Prasetijo Rijadi, 2005, Pembangunan Hukum Penataan Ruang dalam Konteks Kota Berkelanjutan, Surabaya: Airlangga University Press.

Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1996 Ridwan HR dan SF Marbun, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali press

2001

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004

Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 1998

Soehino, Ilmu Negara, Edisi Ketiga, Liberty, Yogyakarta, 1984

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet ke-3. UI Press, Jakarta: 1986

Spelt, N.M dan Ten Berge, SBJM. 1991. Pengantar Hukum Perizinan. Utrecht. Jakarta.

Sudriamunawar, Haryono. 2002. Pengantar Study Administrasi Pembangunan. Mandar Maju. Bandung.

WF Prins dalam Soetomo, Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Usaha Nasional, Surabaya, 2007

B. Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2005 tentang Sistem Penddikan Nasional

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan hidup

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Kewarganegaraan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030