7
semakin baik dan berkesinambungan maka dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengakses dana serta mampu meningkatkan pertumbuhan
pendapatan bunga bank Mukarromah, 2014. Athanasoglou et al. 2008 menyatakan bahwa jika pemberian kredit
dikelola dengan baik, maka intensitas kredit tersebut dapat meningkatkan profitabilitas bank. Semakin tinggi pertumbuhan kredit maka akan semakin baik
kualitas dan kuantitas kredit, maka semakin tinggi kesempatan bank untuk menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat atau debitur, sehingga
kesempatan memperoleh laba semakin besar Prawira, 2014.
2.1.4 Risiko kredit
Kegiatan perkreditan merupakan tulang punggung dari kegiatan utama bank, karena kredit bisa menjadi sumber utama pendapatan bank sehingga
berdampak terhadap peningkatan profitabilitas. Kegiatan pemberian kredit oleh bank tidak lepas dari risiko kredit yang juga harus dihadapi. Berdasarkan Surat
Edaran Bank Indonesia No.1324DPNP2011 menyatakan bahwa risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada bank. Risiko kredit yang paling sering dihadapi oleh pihak bank adalah ketidakmampuan nasabah dalam mengembalikan pinjamannya sesuai
jangka waktu yang telah ditentukan. Karena berbagai sebab, debitur mungkin saja menjadi tidak memenuhi kewajibannya kepada bank seperti pembayaran pokok
pinjaman atau pembayaran bunga Kasmir, 2010:75.
8
Non Performing Loan NPL merupakan rasio keuangan yang digunakan sebagai proksi terhadap nilai suatu risiko kredit. Rasio ini digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam menangani risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 330DPNP
tanggal 14 Desember 2001 Lampiran 14, NPL diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan
.
NPL juga merupakan persentase jumlah kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar,
diragukan dan macet terhadap total kredit yang disalurkan bank Siamat, 2005:320.
Dampak dari NPL yang tidak wajar salah satunya adalah hilangnya kesempatan memperoleh income pendapatan dari kredit yang diberikan,
sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank. Rasio NPL yang tinggi juga akan memperbesar biaya, baik biaya
pencadangan aktiva produktif maupun biaya lain sehingga berpeluang menimbulkan kerugian pada bank.Jika tidak ditangani dengan baik maka kredit
bermasalah atau NPL merupakan sumber kerugian yang potensial bagi bank.Karimet al. 2010 juga menyatakan bahwa bank dengan tingkat kredit
bermasalah yang tinggi cenderung akan mengalami peluang kebangkrutan yang besar dan juga menunjukkan efisiensi bank yang rendah dalam mengelola kredit
bermasalah yang dihadapinya. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank
yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar dan oleh karena itu bank harus menanggung kerugian dalam kegiatan operasionalnya sehingga
9
berpengaruh terhadap penurunan laba ROA yang diperoleh bank Poudel, 2012. Selain itu semakin besar tingkat NPL juga menunjukkan bahwa bank tersebut
tidak profesional dalam pengelolaan kreditnya, sekaligus memberikan indikasi bahwa tingkat risiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi searah
dengan tingginya NPL yang dihadapi bank. Peraturan Bank Indonesia menetapkan batas maksimum NPL yaitu 5
agar tidak mempengaruhi tingkat kesehatan bank tersebut. Oleh sebab itu bank dituntut untuk selalu menjaga agar tingkat NPL tidak melebihi batas maksimal
yang disyaratkan Bank Indonesia yaitu 5, jika melebihi 5 maka Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif PPAP yang harus disediakan bank guna menutup
kredit bermasalah akan semakin besar serta mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan, yaitu akan mengurangi nilaiskor yang
diperolehnya Riyadi, 2006:163.
2.1.5 Likuiditas