selaku karikaturis dalam karikatur clekit sendiri sebenarnya sangat dipengaruhi oleh media dimana sang karikaturis berada.
4.2. Surat Kabar Jawa Pos
Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949. Seorang WNI kelahiran Bagka yang hanyalah pegawai bagian iklan sebuah gedung
bioskop di Surabaya. Karena stiap hari harus memasang iklan bioskop di surat kabar agar pemuatan iklan filmnya lancar, dari sinilah kemudian muncul
pemikiran bahwa surat kabar sangat menguntungkan, maka didirikannya Jawa Pos sebagai surat kabar harian yang terbit pagi hari dengan berita-berita
umum sebagai ciri utama. Harian ini tentu pada awal mulanya sebagai harian melayu-tionghoa pada saat itu karena sebelumnya sudah ada Pewarta
Soerabaia, Trompet Masyarakat dan Perdamaian. Dalam perkembangan selanjutnya The Chung Shen bisa disebut
sebagai raja surat kabar di Surabaya. Dialah yang di tahun 1950-an memiliki tiga perusahaan surat kabar berbahsa Indonesia, berbahasa Tionghoa,
bebahasa Belanda. Yang terkhir ini kemudian diubah menjadi Indonesian Daily News yang berbahasa Inggris. Hal-hal yang berbau Belanda diminta
untuk diubah termasuk The Chung Shen, Vrije Pers. Sedangkan korannya yang berbahasa Tionghoa malah tidak terbit sama sekali, jadi tinggalah Java
Post. Terbitan pertama Java Post sendiri dicetak di percetakan Agil Jl. Kyai Mas Mansyur di Surabaya dengan oplah 1.000 eksemplar sejak 1 April 1954,
Java Post berganti ejaan menjadi Djava Post, kemudian sejak tahun 1956
nama Djava Post disempurnakan menjadi Jawa Pos. Pada saat itu perkembangan Jawa Pos semakin membaik dengan oplah mencapai 20.000
eksemplar tahun 1965-1970. Seperti air laut, bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar mengalami pasan surut. Jawa Pos sempat mengalami
penurunan oplah pada tahun 1971-1981 menjadi 10.000 eksemplar, jalur distribusinya di Surabaya hanya sampai 2.000 eksemplar, sedangkan di
beberapa kota di Jawa Timur pada saat itu Malang hanya beredar 350 eksemplar saja. Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu mati.
Penurunan jumlah oplah ini diakibatkan sistem manajemen yang ditetapkan semakin kacau, selain itu juga semakin tertinggalnya teknologi
cetak yang dimiliki Jawa Pos. Rendahnya oplah ini mengakibatkan kecilnya pendapatan sehingga ketika usianya menginjak 80 tahun The Chung Shen
memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi untuk mengurus perusahaannya, sementara tiga anaknya memilih tinggal di London,
Inggris. Maka di tahun 1982, Eric FH. Samola yang ketika itu menjabat Direktur Utama PT. Grafitti Pers penerbit majalah TEMPO mengambil alih
Jawa Pos. Untuk menjalankan ide-idenya, Eric memilih Dahlan Iskan yang ketika itu merupakan Kepala Biri TEMPO di Surabaya.
Ditangan Dahlan Iskan Hawa Pos yang hampir mati dengan oplah yang tinggal 6000 eksemplar, dalam waktu hanya lima tahun berkembang
menjadi koran dengan oplah lebih dari 30.000 eksemplar, sejak saat itu perkembangan harian Jawa Pos semakin membaik. Lima tahun berikutnya,
terbentuklah Jawa Pos News Network JPNN jaringan surat kabar terluas di
Indonesia. Kini JPNN memiliki lebih dari 80 korab dan majalah serta 40 jaringan percetakan. Lima tahun setelah itu telah berdiri pabrik kertas dan dua
gedung yang menjulang tinggi di Surabaya dan Jakarta. Dan pada tahun 2002, Jawa Pos memasuki bisnis penyiaran televisi : JTV di Surabaya, Batam TV di
Batam dan Riau TV di Pekanbaru. Dahlan Iskan memulai karier sebagai reporter kecil di kota Samarinda Kalimantan Timur pada tahun 1957.
Setahun kemudian, dia menjadi wartawan majalah terkemuka di Indonesia “TEMPO” sebelum ditunjuk untuk memimpin Jawa Pos pada tahun 1982.
4.3. Penyajian Data