Manajemen Laba LANDASAN TEORI

11 usaha dari investor. Perusahaan yang telah go public untuk melanjutkan usaha dan melakukan ekspansi akan melakukan penawaran kedua, ketiga, dan seterusnya. Laba dalam laporan keuangan perusahaan akan digunakan oleh investor untuk pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan oleh investor berkaitan dengan investasi yang akan diberikan pada perusahaan tersebut. e. Motivasi Pergantian Direksi Motivasi pergantian direksi dilakukan untuk mendapatkan bonus yang maksimal pada akhir masa jabatan. Direksi cenderung bertindak kreatif dengan menyajikan laba yang tinggi agar performa kinerjanya terlihat baik ketika akhir masa jabatan. f. Motivasi Politis Manajer cenderung melakukan tindakan kreatif dengan menyajikan laba yang lebih rendah untuk mengurangi visibilitas perusahaan agar tidak menarik perhatian pemerintah, media, atau konsumen. Hal tersebut dilakukan agar tidak menyebabkan meningkatnya biaya politis. 3. Pola dalam Manajemen Laba Menurut Scott 2015: 447, pola yang dilakukan dalam praktik manajemen laba yaitu taking a bath, income minimization, income maximization, dan income smoothing. 12 Pola dalam melakukan manajemen laba dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut. a. Pola Taking a Bath Pola taking a bath dilakukan ketika perusahaan melakukan reorganisasi termasuk saat pergantian CEO. Pola ini membuat manajemen menghapus beberapa aktiva, membebankan perkiraan biaya yang akan datang mempertinggi kemungkinan pelaporan laba periode yang akan datang. b. Pola Income Minimization Pola ini dilakukan dengan menurunkan laba pada periode berjalan menjadi lebih rendah dari yang seharusnya. Pola ini dilakukan untuk motivasi pajak dan politis. Motivasi politis dilakukan agar perusahaan tidak menjadi perhatian utama yang menimbulkan biaya politis yang tinggi. Pola ini dilakukan perusahaan ketika profitabilitas tinggi agar tidak mendapat perhatian politis. Pola ini dilakukan dengan cara penghapusan asset modal, asset tidak berwujud, biaya iklan, dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan. c. Pola Income Maximination Pola ini dilakukan dengan menaikkan laba pada periode berjalan menjadi lebih tinggi dari laba yang sebenarnya. Pola ini biasanya dilakukan manajemen ketika akan melakukan IPO. Pola ini dilakukan manajer untuk tujuan mendapatkan bonus. 13 d. Pola Income Smoothing Pola ini dilakukan dengan melaporkan laba pada laporan keuangan menjadi relatif stabil. Laba yang relatif stabil merupakan hal penting bagi investor dan kreditur yang risk averse dalam melakukan pengambilan keputusan. Pola ini menyebabkan manajer mendapatkan kompensasi yang tetap. 4. Teknik Manajemen Laba Teknik legal yang biasanya dijumpai dalam praktik manajemen laba dapat dikelompokkan ke dalam 5 teknik, yaitu mengubah metode akuntansi, membuat estimasi akuntansi, mengubah periode pengakuan pendapatan dan biaya, mereklasifikasi akun current dan noncurrent, serta mereklasifikasi akrual diskresioner accrual discretionary dan akrual nondiskresioner accrual nondiscretionary Wolk, Dodd, dan Tearney 2006 dalam Sulistiawan, et al., 2011: 43. Teknik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Mengubah Metode Akuntansi Pemilihan metode akuntansi yang digunakan dapat memberikan outcome yang berbeda, baik bagi manajemen, pemilik, maupun pemerintah. Metode akuntansi yang dapat diubah seperti metode penilaian persediaan, metode penyusutan aset tetap, leasing, investasi pada obligasi, penggunaan metode harga pasar, pembelian kembali saham perusahaan, dan pengakuan pendapatan. 14 b. Mengubah Periode Pengakuan Pendapatan dan Biaya Teknik ini biasanya dilakukan ketika akan melakukan IPO dengan mempercepat pengakuan pendapatan periode mendatang dengan melaporkannya pada periode yang sedang berjalan agar kinerja perusahaan terlihat baik sehingga menunjukkan laba yang maksimal. c. Mereklasifikasi Akun Teknik ini dilakukan dengan memindahkan posisi akun dari satu tempat ke tempat lainnya. d. Mereklasifikasi Akrual Diskresioner dan Akrual Nondiskresioner Akrual diskresioner merupakan akrual yang dapat berubah sesuai dengan kebijakan manajemen. Akrual nondiskresioner merupakan akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan manajemen. Akrual merupakan penjumlahan antara akrual diskresioner dan akrual nondiskresioner. Semakin tinggi nilai akrual menujukkan strategi menaikkan laba, sedangkan semakin rendah nilai akrual menujukkan strategi menurunkan laba. 5. Deteksi Manajemen Laba Menurut Sulistiawan, et al 2011: 67, deteksi manajemen laba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu deteksi manajemen laba secara kualitatif dan deteksi manajemen laba secara kuantitatif. Deteksi manajemen laba tersebut dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 a. Deteksi Manajemen Laba Secara Kualitatif Mohanram 2003, menyatakan bahwa untuk mendeteksi praktik manajemen laba, analisis akuntansi dapat dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut. 1 Mengidentifikasi kebijakan akuntansi utama yang digunakan oleh sebuah perusahaan atau industri. 2 Menilai fleksibilitas akuntansi perusahaan. 3 Mengevaluasi strategi perusahaan. 4 Menilai kualitas pengungkapan perusahan. 5 Mengidentifikasi adanya potensi permasalahan. b. Deteksi Manajemen Laba Secara Kuantitatif Deteksi manajemen laba secara kuantitatif dapat melalui kebijakan akuntansi dan aktivitas riil. Deteksi manajemen laba melalui kebijakan akuntansi dilakukan menggunakan teknik dan kebijakan akuntansi. Deteksi manajemen laba melalui aktivitas riil dilakukan menggunakan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan operasional. Deteksi manajemen laba melalui kebijakan akuntansi dapat dilakukan dengan Jones Model 1991, Modified Jones Model 1995, Kasznik Model 1999, dan Performance-Matched Discretionary Accruals Model. 16 6. Pengukuran Manajemen Laba Pengukuran manajemen laba menggunakan model berbasis akrual agregat aggregate accruals. Model berbasis aggregate accrual sejauh ini yang hanya dapat diterima secara umum karena memberikan hasil paling kuat dalam mendeteksi manajemen laba dan sejalan dengan akuntansi berbasis akrual Sulistyanto 2008: 9. Model berbasis aggregate accrual menggunakan discretionary accrual sebagai proksi manajemen laba. Proksi discretionary accrual dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model. Model Jones dimodifikasi Modified Jones Model merupakan pengembangan dari Jones model. Modified Jones model yang dikembangkan oleh Dechow dan kawan-kawan muncul untuk mengatasi kelemahan Jones model Sulistiawan, et al., 2011: 72. Pengukuran manajemen laba dalam penelitian ini menggunakan Modified Jones Model karena mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Dechow, et al 1995. Penelitian yang dilakukan oleh Dechow, et al 1995, menyatakan bahwa versi modifikasi dari model yang dikembangkan oleh Jones 1991 memberikan tes kekuatan yang paling kuat untuk manajemen laba. Menurut Sulistiawan, et al 2011: 73, penentuan discretionary accrual menggunakan Modified Jones Model dapat dijelaskan dalam tahapan-tahapan berikut. a. Menghitung nilai total akrual TA it = NI it - CFO it 17 Keterangan: TA it = Total akrual perusahaan i pada periode t. Ni it = Laba bersih perusahaan i pada periode t. CFO it = Arus kas operasi perusahaan i pada periode t. b. Menentukan nilai parameter α 1 , α 2 , α 3 TA it A it-1 = α 1 1 A it-1 + α 2 Δ R evit A it-1 + α 3 PPE it A it-1 + ԑ it Keterangan: NDA it = Akrual nondiskresioner perusahaan i pada periode t. A it-1 = Total asset awal tahun perusahaan i pada periode t. Δ R evit = Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada periode t. Δ R ecit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t. PPE it = Property, plant, and equipment perusahaan i pada periode t. α 1 , α 2 , α 3 = Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi. ԑ it = Error term perusahaan i pada periode t. c. Menentukan nilai nondiscretionary accrual NDA NDA it = α 1 1 A it-1 + α 2 Δ R evit A it-1 - Δ R ecit A it-1 + α 3 PPE it A it-1 Keterangan: NDA it = Akrual nondiskresioner perusahaan i pada periode t. A it-1 = Total asset awal tahun perusahaan i pada periode t. Δ R evit = Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada periode t. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 Δ R ecit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t. PPE it = Property, plant, and equipment perusahaan i pada periode t. α 1 , α 2 , α 3 = Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi. d. Menentukan nilai discretionary accruals DA DA it = TA it A it-1 - NDA it Keterangan: TA it = Total akrual perusahaan i pada periode t. A it-1 = Asset awal tahun perusahaan i pada periode t NDA it = Akrual nondiskresioner perusahaan i pada periode t. DA it = Akrual diskresioner perusahaan i pada periode t. Pengukuran manajemen laba dalam penelitian ini dilakukan dengan menentukan nilai discretionary accrual yang diperoleh dari selisih antara total akrual perusahaan dibagi dengan asset awal tahun dan nondiscretionary accrual. Total akrual merupakan penjumlahan discretionary accrual dan nondiscretionary accrual Sulistyanto 2008: 164. Akrual merupakan selisih antara laba dan arus kas Mohanram, 2003. Menurut PSAK No. 01, “Dalam akuntansi akrual, aktiva, kewajiban, ekuiti, penghasilan dan beban diakui pada saat kejadian bukan saat kas atau setara kas diterima dan dicatat serta disajikan dalam laporan keuangan pada periode terjadinya”. Hal tersebut dapat membuat perusahaan mengakui biaya periode tertentu walaupun kas belum dicatat. Perusahaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 juga dapat mengakui pendapatan periode tertentu walaupun kas baru diterima periode yang akan datang sehingga mengakibatkan munculnya akun akrual seperti piutang dagang, pendapatan diterima dimuka, hutang biaya, biaya depresiasi, biaya dikeluarkan dimuka, biaya cadangan, dan lain- lain Sulistyanto 2008: 161. Menurut Sulistyanto 2008: 212, discretionary accruals merupakan komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan manajerial, sementara nondiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang tidak dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan manajer perusaahaan. Dalam mengaplikasikan kebijakan accrual, deferral, dan prosedur alokasi yang memiliki tujuan untuk menyesuaikan biaya dan pendapatan berdasarkan pengeluaran dengan periode terjadinya bukan berdasarkan kas basis, maka dapat dimengerti apabila kebijakan akrual ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan manajemen laba Sulistyanto, 2008: 182. Menurut PSAK No. 02,” Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas”. Arus kas dalam perusahaan memiliki 3 kategori yaitu aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan yang dapat dijadikan dasar oleh pengguna laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas untuk menghasilkan dan memanfaatkan uang tunainya Ankarath, et al 2012: 4. “Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan principal revenue-producing activities dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan” PSAK No. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 02. “Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas” PSAK No. 02. “Aktivitas pendanaan financing adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan” PSAK No. 02. Menurut PSAK No 19, “Asset adalah sumber daya yang: a dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu; dan b manfaat ekonomis di masa depan dari asset tersebut diharapkan diterima oleh entitas”. Property plant and equipment didefinisikan sebagai aktiva tetap. “Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun” PSAK No 16. Komponen aktiva tetap yang sering menjadi objek rekayasa manajerial adalah metode depresiasi dan nilai estimasi umur ekonomis aktiva yang bersangkutan Sulistyanto 2008:198. Menurut Kieso, et al 2011: 347, piutang merupakan asset keuangan yang sering dirujuk sebagai peminjaman yang diklaim sebagai tagihan kepada pelanggan berupa uang, barang, maupun jasa. Piutang dapat menjadi obyek rekayasa manajerial karena tidak mempunyai wujud fisik sehingga mudah untuk mengubah bukti-bukti transaksi, mengubah bukti pencatatan piutang, kebebasan menentukan estimasi prosentase biaya kerugian piutang, dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 kebebasan memilih komponen yang dipakai sebagai dasar penghitungan biaya kerugian piutang Sulistyanto 2008: 185. Perubahan piutang merupakan selisih antara piutang perusahaan pada periode berjalan dengan piutang perusahaan pada periode sebelumnya. Menurut PSAK No. 23, “Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode jika arus kas masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”. Perubahan pendapatan merupakan selisish antara pendapatan perusahaan pada periode berjalan dengan pendapatan perusahaan periode sebelumnya. Penelitian ini melakukan klasifikasi manajemen laba menjadi 2 kategori menggunakan variabel dummy. Menurut Sulistiawan, et al 2011: L-12, semakin besar nilai nondiscretionary accruals menunjukkan perusahaan cenderung menggunakan strategi peningkatan laba, sedangkan semakin negatif nilai nondiscretionary accruals menunjukkan perusahaan cenderung menggunakan strategi penurunan laba. Hal tersebut berarti bahwa nilai discretionary accruals positif menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan income maximization, sedangkan nilai discretionary accruals negatif menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan income minimization. Kategori dalam klasifikasi variabel manajemen laba diberikan kode satu untuk discretionary accrual yang memiliki nilai positif dan kode nol untuk discretionary accrual yang memiliki nilai negatif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22

E. Hubungan CEO Gender dan Manajemen Laba

Perusahaan dikelola oleh manajer yang memiliki fungsi dan peran masing-masing. CEO Chief Executive Officer merupakan jajaran manajemen tingkat puncak. Manajemen tingkat puncak merupakan tingkatan manajemen yang paling tinggi. CEO memiliki tugas untuk memberikan arah organisasi secara keseluruhan. Manajemen tingkat puncak mempunyai wewenang serta tanggungjawab yang maksimal. Manajemen tingkat puncak bertanggung jawab kepada pemilik perusahaan Pemegang Saham, Pemerintah maupun ke Masyarakat umum. Menurut Azlina 2010, penjelasan mengenai konsep manajemen laba dapat menggunakan teori keagenan agency theory yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba disebabkan oleh konflik kepentingan antara manajemen agent dan pemilik principal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mempertahankan tingkat kemakmuran. CEO sebagai ‘agents’ harus bekerja demi kepentingan pemegang saham principal. Belkaoui 2004: 188 menyatakan bahwa, “Teori keagenan mungkin berawal dengan adanya penekanan kontrak sukarela yang timbul di antara berbagai pihak organisasi sebagai suatu solusi yang efisien terhadap konflik kepentingan tersebut”. “Agency theory memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai ‘agents’ bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam stewardship model” Daniri 2005: 5. Pihak pemegang saham principal sebagai pemberi 23 wewenang dan pihak manajemen agent sebagai pihak yang diberi wewenang memiliki hubungan kerja dalam suatu kontrak. Implikasinya, pihak yang mendapatkan wewenang cenderung berperilaku oportunis Sulistiawan, et al 2011: 31. Pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan berdasarkan berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Menurut Sulistyanto 2008: 20, manajer sebagai pengelola perusahaan merupakan satu-satunya pihak yang menguasai seluruh informasi yang diperlukan untuk menyusun laporan keuangan. Pihak pemegang saham memiliki keterbatasan akses dalam mendapatkan informasi tentang perusahaan. Pemegang saham hanya dapat mengandalkan informasi yang ada dalam laporan keuangan perusahaan yang telah diterbitkan untuk menilai kinerja manajemen selama periode tertentu. Komponen dalam laporan keuangan tahunan yang digunakan oleh pemegang saham sebagai dasar penilaian kinerja manajemen adalah laba. Menurut Asih 2014, “Earnings atau laba merupakan komponen keuangan yang menjadi pusat perhatian, sekaligus dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya untuk menilai kinerja perusahaan atau kinerja manajer, sebagai dasar untuk memberikan bonus kepada manajer, dan digunakan sebagai dasar penghitungan penghasilan kena pajak”. Pentingnya komponen laba dalam laporan keuangan menjadikannya rentan untuk dimanipulasi oleh pihak manajemen. Hal tersebut dikarenakan pihak manajemen menginginkan hasil yang maksimal atas kinerja yang telah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 dilakukan. Oleh karena itu, tidak jarang praktik manajemen laba dilakukan agar kinerja mereka terlihat maksimal bagi pengguna laporan keuangan. Praktik manajemen laba dapat dilakukan melalui penggunaan keputusan tertentu dari manajemen. Menurut Healy dan Wahlen 1999, manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mempengaruhi hasil kontrak menggunakan angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba menggunakan fleksibilitas dalam prinsip akuntansi yang memperbolehkan manajer untuk mempengaruhi pelaporan laba sehingga menyebabkan pendapatan menjadi lebih besar atau lebih kecil Lakhal et al, 2015. Prinsip akuntansi yang berlaku saat ini dapat memiliki keterkaitan dengan praktik manajemen laba. “Selain kebebasan dalam memilih dan mengganti metode akuntansi, prinsip akuntansi juga memberikan kebebasan pemakainya untuk menentukan nilai estimasi yang digunakannya” Sulistyanto, 2008. Hal tersebut membuat CEO yang merupakan pimpinan tertinggi perusahaan memiliki kebebasan menentukan suatu kebijakan dalam penggunaan metode akuntansi atau nilai estimasi yang digunakan perusahaan. Pengambilan keputusan dalam penggunaan kebijakan untuk perusahaan yang dilakukan oleh CEO dapat berbeda antara laki-laki dan perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Gavious, et al 2012 menyatakan bahwa CEO perempuan lebih risk averse dibandingkan CEO laki-laki. Perbedaan mengenai gender dapat menyebabkan pengambilan keputusan dan