BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perkebunan Karet di Desa Battuwinangun
Kebun karet merupakan salah satu budi daya perkebunan jangka panjang, hal ini mengingat pada umumnya masa produksi kebun karet yang
cukup lama, yaitu dimulai pada tahun ke lima hingga tahun ke dua puluh lima. Namun dengan teknik yang baik dan benar dalam pengelolaan kebun karet,
maka selain tingkat produksi yang dapat meningkat juga masa produksi yang dapat berlangsung lebih lama.
Teknik tersebut meliputi, pemilihan dan penggunaan bibit-bibit yang unggul dan sesuai dengan struktur tanah serta kondisi geografis yang akan
ditanami, pengelolaan tanah, perawatan pra produksi, penyadapan, perawatan pada masa produksi dan sebagainya.
Battuwinangun merupakan salah satu desa pemekaran dari desa Batumarta I. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari kantor kedesaan, desa
Battuwinangun terdiri dari tujuh kampung, yaitu Banjar Sari, Cimalaya, Trimulyo, Cindra Mulya, Despot, Sumber Mulyo, dan Klutum.
Luas keseluruhan perkebunan karet rakyat di desa Battuwinangun adalah mencapai 1.016,5 hektar yang terdiri dari 600,25 hektar tanaman
menghasilkan TM, 347,75 hektar tanaman belum menghasilkan TBM, dan 68,5 hektar tanaman tua TT. Rata-rata tingkat produksi lateks di desa
Battuwinangun adalah mencapai 802,8 ton karet keringtahun. Mengingat
mayoritas penduduk di desa Battuwinangun adalah masyarakat transmigrasi, maka kebun karet yang dimiliki dan dikembangkan oleh masyarakat adalah
milik pribadi yang merupakan jatah transmigrasi dari pemerintah.
1
Budi daya kebun karet telah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat di daerah Batumarta I dan sekitarnya. Budi daya ini telah dimulai sejak sekitar
tahun 1960. Ketika itu, Battuwinangun yang masih merupakan bagian dari desa Batumarta I adalah salah satu daerah transmigrasi yang mayoritas
penduduknya berasal dari daerah Jawa Tengah. Kini, seiring dengan perkembangan desa, penduduk di desa tersebut tidak hanya masyarakat
transmigran dari pulau jawa. Namun telah banyak para pendatang baru dari daerah-daerah tetangga dan daerah-daerah lainnya.
Selain sebagai pengusaha perkebunan karet rakyat, sebagian besar masyarakat Battuwinangun juga memiliki mata pencaharian lain yang cukup
beragam, seperti berdagang, bertani, pegawai negeri sipil, guru, dan sebagainya. Sehingga sumber pendapatan mereka tidak hanya diperoleh dari
usaha perkebunan karet saja. Masyarakat Battuwinangun juga merupakan masyarakat yang masih
sangat kental dengan kultur agamanya. Hal tersebut terlihat dari aktif dan hidupnya kegiatan-kegiatan keagamaan di desa, seperti kegiatan yasin dan
tahlil setiap minggu yang digilir disetiap rumah penduduk, pengajian rutin mingguan, bulanan, dan triwulan, istighotsahan, dan sebagainya.
1
Wawancara pribadi dengan Yani kepala desa Battuwinangun. Battuwinangun 16 Juni 2009
Adapun fasilitas penunjang yang ada dalam usaha budi daya karet di Battuwinangun diantaranya adalah telah adanya perusahaan negara BUMN
yang bergerak di bidang karet yaitu PTPN yang berada tidak jauh dari Battuwinangun. Untuk jalan produksi dan pemasaran, nampak cukup bagus
dan masih layak, sehingga masih dapat dimasuki kendaraan-kendaraan pengangkut. Namun demikian, para tengkulak karet cenderung menjual
lateksnya ke pabrik swasta yang berada di palembang. Namun dibeberapa dusun ada juga beberapa jalan yang kondisinya
rusak, dengan total sepanjang 5 KM. Terlihat dari adanya kendaraan pengangkut lateks yang cukup sering terjebak dalam lobang lumpur jalan
ketika penulis sedang melakukan kegiatan observasi dan penelitian. Sedangkan jalan yang kondisi kerusakannya berat hanya mampu diakses
dengan menggunakan jalan kaki dan motor. Dari segi keamanan, pada dasarnya Battuwinangun merupakan daerah
yang cukup aman terutama dalam keberlangsungan usaha. Namun ketika awal terjadinya krisis global yang mengakibatkan harga lateks pun ikut terjun bebas
hingga mencapai Rp 3.500, bibit-bibit kriminal mulai muncul kembali. Ketika itu, penulis mendengar kabar dari masyarakat bahwa ada seorang bidan dan
temannya yang dipukul hingga tangannya cidera patah tulang dan motornya dirampas ketika sedang melintas di sekitar perkebunan karet pada malam hari.
Namun kini, seiring dengan kembali membaiknya harga karet, keamanan di Battuwinangun telah berangsur normal kembali. Sehingga masyarakat
sudah dapat leluasa dan tidak merasa khawatir dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari, terutama dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Begitu juga dengan keamanan harta dan kekayaan mereka.
Sedangkan untuk beban biaya dari pemerintah yang dibebankan atas usaha kebun karet hanya pajak atas tanah PBB yang nilainya bergantung
pada lokasi kabun karet. Adapun besarnya pajak untuk kebun karet yang berada di pinggir jalan utama adalah sebesar Rp 25.000 Untuk yang berada di
pinggir jalan alternatif adalah Rp 18.000 dan untuk yang berada di pedalaman kampung adalah Rp 12.000
Sebagaimana keterangan di atas, walau Battuwinangun tergolong desa baru pemekaran, namun budi daya kebun karet di desa tersebut telah
berlangsung cukup lama. Selain itu, aktifnya dinas hutbun dalam memberikan kegiatan penyuluhan tentang perkebunan karet terhadap masyarakat pekebun
karet di desa tersebut, telah menambah pengetahuan dan pengalaman masyarakat dibidang budi daya karet.
Namun demikian, tidak menjamin semua masyarakat akan mengelola kebun karetnya sebagaimana teknik budi daya yang telah disampaikan oleh
penyuluh perkebunan karet. Hal ini karena sebagian pekebun masih terbiasa mengelola perkebunan karetnya secara tradisional dengan modal pengetahuan
yang berdasarkan pengalaman seadanya. Teknik pembibitan pohon karet yang digunakan oleh masyarakat adalah
dengan cara okulasi. Yaitu batang bawah menggunakan GT yang merupakan klon ungulan anjuran untuk batang bawah. Sedangkan untuk batang atas yang
masyarakat gunakan cukup beragam, seperti PR, PB, TM dan sebagainya.
Penggunaan salah satu teknik ini berdampak pada tingkat produksi lateksnya yang lebih tinggi di banding bibit biasa.
2
Frekuensi kegiatan penyadapan yang dilakukan oleh masyarakat pekebun karet pun beragam, ada yang dilakukan setiap hari, ada pula yang
dilakukan 2 hari sekali. Walau terjadi perbedaan intensitas penyadapan, namun hasil rata-rata lateks yang mereka peroleh setiap bulan dalam kondisi
normal adalah sama, yaitu sekitar 300 – 350 kg karet basahbulan.
3
Para pengusaha perkebunan karet rakyat menjual hasil sadapannya kepada tengkulak yang biasa datang ke desa Battuwinangun setiap
minggunya. Penjualan hasil sadapan lateks yang dilakukan oleh para pekebun pun beragam, ada yang menggunakan sistem mingguan, ada juga
yang menggunakan sistem setengah bulan. Perbedaan sistem ini akan berpengaruh terhadap harga dan bobot lateks. Selisih harga lateks mingguan
dengan setengah bulan dapat mencapai Rp 2.000kg. Harga lateks juga dapat dipengaruhi jenis lateks yang dijual, yaitu ada
lateks bersih dan ada lateks kotor. Lateks bersih merupakan getah karet yang tidak tercampur dengan kulit pohon bekas sadapan dan sampah-sampah lain.
Selisih harga ini bisa mencapai Rp 1.000kg. Para pekebun biasa melakukan kegiatan penyadapan pohon karet setelah
shalat subuh sekitar pukul 5.30 sampai pukul 10.00 pagi. Dalam rentan
waktu tersebut, mereka mampu menyadap antara 1 ha - 2 ha kebun karet. 1 ha
2
Wawancara pribadi dengan PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni 2009
3
Wawancara pribadi dengan Majani dan Poniran. Battuwinangun 22 Juni 2009.
kebun karet dapat ditanami sekitar 555 – 600 batang pohon karet. Guna memperoleh hasil yang maksimal, sebagian dari penyadap menggunakan zat
perangsang getah. Mengenai tenaga penyadap, sebagian besar dari masyarakat melakukan
penyadap sendiri. Namun bagi mereka yang memiliki kesibukan lain seperti PNS, mengajar, berdagang, dan sebaginya, mereka mengupahkan semua
kegiatan perkebunannya kepada tenaga penyadap buruh dengan sistem pembayaran dalam istilah jawa disebut mertelu dari hasil sadapan.
Sistem mertelu adalah sistem bagi hasil yang biasa digunakan di lingkungan pertanian atau perkebunan. Dalam sistem ini, pemilik kebun selain
sebagai pemilik tanah juga sebagai investor, sedangkan tenaga penggarapan dan pengelolaannya diserahkan kepada orang lain buruh tani. Sesuai dengan
nama mertelu, maka besar bagi hasil yang dimiliki oleh buruh tani adalah sepertiga dari hasil ladang atau kebun.
4
Selain keuntungannya yang cukup menjanjikan, biaya-biaya yang dibutuhkan dalam budi daya kebun karet pun cukup besar. Biaya-biaya
tersebut meliputi pembukaan dan pengelolaan lahan, pembelian bibit unggulan, perawatan, peremajaan dan sebagainya. Begitu juga bagi mereka
yang hendak mengembangkan usaha perkebunannya. Dari tahun ke tahun, harga tanah dan kebun karet di Battuwinangun
terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 1997 harga tanah kosong di desa tersebut sekitar Rp 2.500.000 per hektar. Sedangkan
4
Wawancara pribadi dengan Yani. Battuwinangun 16 Juni 2009
harga kebun karet yang sudah siap sadap adalah sekitar Rp 6.000.000. Namun pada tahun 2009 harga tanah kosong di daerah ini sudah mencapai Rp
45.000.000 – Rp 70.000.000 per hektar. Sedangkan untuk harga kebun yang sudah siap sadap dapat mencapai sekitar Rp 70.000.000 – Rp 120.000.000.
Besarnya harga bergantung pada lokasi lahan atau kondisi kebun.
5
Adapun untuk biaya pembukaan lahan dapat mencapai sekitar Rp 7.000.000 per hektar, namun tetap bergantung kepada kondisi dan lokasi
lahan. Harga bibit karet pun cukup beragam bergantung kepada kwalitas bibit yang digunakan. Bibit karet Sembawa dengan sertifikat merah sekitar Rp
5.500 per batang, sedangkan sertifikat biasa sekitar Rp 4.500 per batang. Untuk bibit tradisional hasil okulasi masyarakat adalah sekitar Rp 3.500 per
batang.
6
Perawatan kebun karet yang dilakukan oleh para pekebun di Battuwinangun meliputi pemupukan, pengobatan penanggulangan hama dan
penyakit, dan penyiangan gulma. Pemupukan biasa dilakukan dua kali dalam satu tahun. Jenis pupuk yang
digunakan adalah Urea, KCL, dan TSP atau SP 36. Untuk harga pupuk-pupuk tersebut adalah Urea Rp 70.000 per 50 kg, KCL Rp 135.000 per 50 kg, dan
TSP atau SP 36 Rp 150.000 per kg. Dosis pupuk anjuran dari balai penelitian
5
Wawancara pribadi PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni 2009
6
Wawancara Pribadi PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni 2009
pekebunan karet sembawa untuk tanaman karet berdasarkan fase pertumbuhannya adalah sebagai berikut:
7
Tabel 3.1 Dosis Pemupukan Karet Berdasarkan Fase Pertumbuhannya
Fase Pertumbuhan Urea
TSPSP36 KCL
TBM 1 118 gram
50 gram 50 gram
TBM 2 116 gram
133 gram 75 gram
TBM 3 190 gram
133 gram 100 gram
TBM 4 214 gram
166 gram 100 gram
TBM 5 238 gram
166 gram 100 gram
TM 280 gram
180 gram 156 gram
Namun demikian, dengan berbagai alasan belum tentu para pekebun menggunakan acuan pemupukan tersebut. Bahkan dari beberapa pekebun yang
penulis temui, ada dari mereka yang memupuk hanya setahun sekali. Selain dengan pupuk tunggal, para pekebun pun ada juga yang memupuk
menggunakan pupuk majemuk yang khusus untuk tanaman karet, seperti gramafix karet. Dosis yang digunakan adalah 80 kghektar6 bulan
Sedangkan pengobatan dan penanggulan hama dilakukan jika pohon karet mulai terserang hama atau penyakit. Adapun penyakit yang cukup
banyak terjadi di perkebunan karet rakyat yang penulis temui diantaranya adalah Brown Blast.
8
7
Wawancara pribadi PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni 2009
8
Brown Blast adalah jenis penyakit tidak menular yang menyerang bidang sadap, terjadi karena penyadapan terlalu sering apalagi jika disertai penggunaan bahan perangsang lateks
Berdasarkan intensitasnya, Untuk penyiangan gulma dapat dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu pada TBM, TM remaja, dan TM
dewasa. Pada TBM intensitas penyiangan gulma dilakukan cukup tinggi, yaitu dapat mencapai dua sampai tiga kali dalam setahun. Hal ini dikarenakan masih
tingginya persaingan dalam memperoleh sinar matahari antara pohon karet dan gulma, sehingga gulama yang tumbuhpun cukup subur. Pada masa-masa
ini pengeluaran untuk biaya perawatan cukup tinggi. Seiring dengan semakin tingginya pohon karet dan rimbunnya
dahan pohon karet, maka intensitas penyiangan pun terus berkurang. Dalam kondisi tersebut para pekebun hanya melakukan penyiangan jika gulma telah
tumbuh cukup tinggi. Untuk meminimalisir biaya penyiangan, terutama saat tingginya
persaingan antara pohon karet dengan gulma dalam memperoleh sinar matahari, para pekebun melakukan penyiangan jika tinggi gulma mencapai
sekitar 50 cm. Meminimalisir biaya-biaya pada masa TBM Tanaman Belum
Menghasilkan juga dapat dilakukan dengan sistem tumpangsari. Selain menjadi penghasilan tambahan sebelum pohon karet berproduksi, penerapan
pola tumpangsari di kebun karet juga memiliki banyak manfaat. Namun selama penulis melakukan penelitian di Battuwinangun, sedikit dari para
pekebun yang menggunakan sistem tumpang sari.
B. Produk Pembiayaan Modal Kerja Bank Syariah Mandiri Baturaja