ditemuka n di daerah-daerah dengan hujan lebat, iklim subtropik, dan tanah dengan banyak kontaminasi tinja.
Kebiasaan penduduk dengan buang air besar defakasi ditanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun diberbagai daerah tertentu lebih memudahkan dalam penyebaran infeksi
kecacingan.
16
15
Prevalensi Ascaris yang lebih tinggi dari 70 ditemukan antara lain di beberapa desa di Sumatera 78, Kalimantan 79, Sulawesi 88, Nusa Tenggara Barat 92 dan
Jawa Barat 90. Prevalensi cacing Tambang berkisar 30-50 diberbagai daerah di Indonesia, prevalensi
yang lebih tinggi ditemukan didaerah perkebunan seperti di perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat 93,1 dan di perkebunan kopi di Jawa Timur 80,69. Tingginya prevalensi juga
dipengaruhi oleh sifat pekerjaan sekelompok pekerjaan.
15
2.6.3 Penyakit Kecacingan Menurut Waktu
Dari hasil pengamatan berbagai penelitian, terutama yang menyangkut Program pemberantasan penyakit kecacingan menunjukkan musim tidak mendukung terjadinya penularan
penyakit kecacingan karena keberadaan telur cacing pada feses tidak dipengaruhi musim, hal ini disebabkan penularan penyakit kecacingan dapat terjadi kapan saja sepanjang musim apabila
didukung higiene perorangan yang kurang dan sanitasi lingkungan yang buruk maka untuk tertular penyakit kecacingan akan lebih mudah terjadi.
17
2.7. Dampak Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminths
2.7.1 Dampak Terhadap Status Kesehatan dan Gizi
18
Universitas Sumatera Utara
Penyakit kecacingan sering kali menyebabkan berbagai penyakit di dalam perut dan berbagai gejala penyakit perut seperti kembung dan diare. Infeksi penyakit kecacingan selain
berperan sebagai penyebab kekurangan gizi yang kemudian berakibat terhadap penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi, juga berperan sebagai faktor yang lebih memperburuk keadaan
kekurangan gizi yang sudah ada sehingga memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam infeksi.
Infeksi cacingan jarang sekali menyebabkan kematian langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang berat akan menyebabkan
malnutrisi dan gangguan pertumbuhan pada anak. Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang dikonsumsi manusia tidak dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam
tubuh. Pada infeksi ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang 3 dari kalori yang dicerna, pada infeksi berat 25 dari kalori yang dicerna tidak dapat dimanfaatkan
oleh badan. Infeksi Aschariasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin A.
17
Pada infeksi Trichuris berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan, dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30 di
bawah normal. Anemia berat ini dapat terjadi karena infeksi Trichuris mampu menghisap darah sekitar 0,005 ml perharicacing.
Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0,2 ml perhari.
Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat.
17
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Dampak Terhadap Intelektual dan Produktifitas
Secara umum berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan, mental dan prestasi anak sekolah. Hasil penelitian Bundy dkk, 1992 menunjukkan bahwa anak-anak Sekolah Dasar di Jamaika
terinfeksi cacing Trichuris trichiura mengalami penurunan kemampuan berfikir. Hasil study di Kenya oleh Stephenson tahun 1993 menunjukkan penurunan kesehatah jasmani, pertumbuha dan
selera makan pada anak sekolah yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Di Malaysia ditemukan dampak infeksi penyakit cacing terhadap penurunan kecerdasan di
lingkungan anak sekolah Che Ghani tahun 1994. Penyakit ini tidak menyebabkan orang mati mendadak, akan tetapi menyebabkan penderita semakin lemah karena kehilangan darah yang
menahuun sehingga menurunkan prestasi kerja.
17
3
2.7.3 Dampak Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia