Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Islam. Peristiwa ini diperingati sebagai hari lahirnya Nabi Muhammad Saw. yang merupakan Nabi dan Rasul terakhir. Tradisi 1 Maulid juga dilaksanakan oleh komunitas etnis Betawi. Komunitas etnis Betawi memiliki kaitan yang erat dengan agama Islam. Sejak dulu, orang Betawi dikenal sebagai penganut agama Islam yang taat. Mereka rajin bersembahyang dan mengaji di masjid. Mereka juga bercita-cita untuk pergi haji. Begitu inginnya pergi haji, ada peribahasa di kalangan orang Betawi yang berbunyi: Ya Allah, Ya Rabbi…. Nyari untung biar lebi Biar bisa pegi haji Jiarah kuburan nabi 2 Orang-orang tua Betawi akan merasa sangat malu jika anaknya tidak bisa membaca Al-Qur’an, atau tidak pernah bersembahyang di masjid. Dalam cerita Nyai Dasima karya S.M Ardan yang baru-baru ini diterbitkan ulang oleh Masup Jakarta 2007, ada bagian yang bercerita mengenai hal tersebut. 1 Menurut Dictionary of Sociology, tradisi adalah proses situasi sosial yang merupakan pewarisan elemen kebudayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi secara terus menerus. Secara lengkap tertulis, a social situation process in which elements of the cultural heritage are transmitted from generation to generation by contact of continuity. Lihat Henry Partt Fairchild ed. 1962, Dictionary of Sociology, Paterson, New Jersey: Littlefield Adams Co., hlm. 322. 2 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi: asal muasal, kebudayaan, dan adat isitadat, Jakarta:Gunara Kata, 2001, hlm. 124 “Ngomong-ngomong,” kata Wak Lihun sambil mendekat. Anaklo si Miun udeh kagak kenal langgar lagi sekarang, ye.” “Aye ngomongin sih ude cukup, Bang.” 3 Warga Betawi Kebagusan adalah masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianutnya, yaitu Islam. Tidaklah mengherankan jika berbagai pengajian marak di kalangan masyarakat Betawi. Kaum ibu membentuk pengajian di majlis taklim, kaum bapak memiliki pengajian di masjid, kaum remaja juga memiliki pengajian yang biasanya diadakan bergiliran dari rumah ke rumah. 4 Ketika merayakan Maulid Nabi terkadang setiap pengajian merayakannya sendiri- sendiri. Setiap pengajian akan saling mengundang jamaah pengajian yang lain. Tujuannya memang hanya memperingati, akan tetapi bagi orang Betawi tidak afdol rasanya jika tidak mengisi acara itu dengan ceramah agama dan pembacaan riwayat Nabi Muhamad Saw. karangan syeikh Jafar al-Barjanzi. Tradisi Maulid bagi komunitas etnis Betawi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan komunitas etnis budaya lainnya. Dalam perayaan Maulid, biasanya pembacaan riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw. diiringi oleh iringan rebana. 5 Rebana yang mengiringi ini adalah rebana ketimpring. Karena fungsinya tersebut, rebana ini juga dinamakan rebana Maulid. 6 Rebana adalah seni musik yang mendapat pengaruh dari dunia Arab. Kesenian ini biasanya dipertunjukkan dalam upacara perkawinan dan Mauludan. 7 Sebutan rebana berasal dari bahasa Arab yakni “robbana” yang berarti “Tuhan kami”. 8 Sebutan itu timbul karena rebana biasanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang bernafaskan agama 3 S.M. Ardan, Nyai Dasima, Depok:Masup Jakarta, 2007, hlm. 2 4 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 sd 2008 5 Ibid., 6 Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, Jakarta:Dinas Kebudayaan Permuseuman Prov. DKI Jakarta, 2002, hlm. 69 7 , Sekilas Gambaran Kesenian Jakarta dan Latar Belakang Kehidupan Dalam Masyarakat , Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah, Cetakan kedua, 1979, hlm. 16. lihat juga Tim Redaksi, Untuk Beberapa Macam Rebana , Jakarta:Majalah Indonesia Indah No.32,1992, hlm. 15-17 8 , Peta Seni Budaya Betawi, Jakarta:Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 19851986, hlm. 40 Islam. Di wilayah budaya Betawi, ada berbagai jenis rebana. Di antaranya rebana ketimpring, rebana ngarak, rebana maulud, rebana burdah, rebana dor, rebana biang, rebana hadroh dan rebana kasidah. 9 Sebutan rebana ketimpring muncul karena adanya tiga pasang kerincingan yang dipasang di tepinya. Rebana ini memiliki tiga jenis ukuran dari yang garis tengahnya 20 hingga 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga rebana itu mempunyai sebutan, yaitu rebana tiga, rebana empat dan rebana lima. Selain digunakan sebagai pengiring dalam pembacaan Maulid, rebana ketimpring digunakan juga untuk mengarak pengantin. Untuk jenis yang ini, rebana tersebut dinamakan rebana ngarak. Sedangkan untuk mengiringi pembacaan Maulid disebut rebana Maulid. 10 Syair-syair yang dibawakan untuk keperluan mengarak dinamakan “Syair ad- Diba’i”. Penamaan ini dikarenakan isi syairnya diambil dari Kitab Diwan Hadroh. Sedangkan untuk mengiringi maulid, biasanya digunakan “Syair Barjanzi”. Hal ini disebabkan syair itu diambil dari kitab Syaraful Anam karya Syeikh Jafar al-Barjanzi. Tidak seluruh bacaan diiringi rebana., hanya bagian tertentu seperti: Assalammualaika, Bisyahri, Tannaqaltu, Wulidalhabibu, Shalla ’Alaika, Badat Lana dan Asyrakal. Bagian Asyrakal lebih bersemangat sebab semua hadirin berdiri. 11 Pada mulanya, tradisi Maulid diperkenalkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi, di desa Arbil, Moussil, Irak. Ketika dalam keadaan berperang, Sholahuddin al-Ayyubi yang terkenal dengan sebutan Singa Padang Pasir merasa prihatin dengan ghirah keislaman semangat keislaman yang semakin lama semakin memudar. 12 Untuk mengembalikan orang Islam ke jalan Rasulullah, Shalahudin al-Ayubi merintis pertandingan Maulid. Pada saat itulah diadakan perlombaan mengarang riwayat dan pujian kepada Nabi. Sejak saat itu juga mulai dikenal “Syair Barjanzi”, “Syair Azzab”, “Syair ad-Diba’i” dan lain- lain. “Syair Barjanzi” dikarang oleh Syeikh Jafar al-Barzanji, Syair Azzab dikarang oleh Syekh al-Azzab, “Syair Ad-Diba,i” dikarang syeikh Muhammad ad-Diba’i. Syair ad- Diba’i dibawakan oleh keluarga Alatas yang merupakan orang Betawi keturunan Arab. 13 Saat ini banyak sekali syair-syair lain yang dibacakan dalam Maulid. Perbedaan itu tidak dipentingkan, sebab memang tidak ada aturan yang pasti. Yang jelas, tiap pembacaan 9 Muhammad Zafar Iqbal, Islam di Jakarta; studi sejarah islam dan budaya betawi, tesis, Jakarta:Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 2002, hlm. 375 10 Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, op. cit, hlm. 68-69 11 Ibid,. hlm. 70 12 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw., Jakarta:S.A. Alaydrus, 1988, hlm. 11 13 Ibid,. hlm. 9 Maulid itu mengandung pujian kepada Rasul serta riwayat perjuangan Rasul dari lahir hingga meninggalnya. Setelah selesai perayaan Maulid, orang Betawi memiliki kebiasaan yang khas untuk menunjukkan keakraban mereka. Biasanya, tuan rumah akan menyediakan makanan ala kadarnya untuk dimakan. Pada zaman dahulu, makanan ini berupa nasi dengan lauk pauk lengkap yang diletakkan di atas tampah. Satu tampah terdiri dari nasi, ayam, tempe, dan telur. Satu tampah biasanya dimakan beramai-ramai oleh lima sampai enam orang. Dalam suasana seperti ini, terasa sekali keakraban yang muncul. Keakraban yang murni dan tanpa batas sama sekali. 14 Pada masa sekarang, si empunya acara akan menyediakan berkat. Tiap orang biasanya mendapat satu berkat yang berisi nasi beserta lauk pauk, kue-kue, dan buah. Berkat dibungkus dalam kantong plastik hitam dan dibagikan menjelang acara selesai. Kadang-kadang kalau berkat dengan nasi dan lauk pauk lengkap dianggap merepotkan, tuan rumah akan memberikan berkat yang berisi sembako. Dalam berkat itu ada beras, kopi, gula, teh, minyak goreng, mi instan, dan lain-lain. 15 Bertitik tolak dari masalah ini maka penulis menuangkannya dalam skripsi yang berjudul ”Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah