Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Pada Komunitas Etnis Betawi Kabagusan

(1)

TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh : Ahmad Awliya Nim : 104051001815

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H / 2008 M


(2)

TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh : Ahmad Awliya Nim : 104051001815

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H / 2008 M


(3)

TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh : Ahmad Awliya Nim : 104051001815

Di Bawah Bimbingan :

Dr. Murodi, M.A Nip : 150 254 102

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H / 2008 M


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD

SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 27 Agustus 2008. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 27 Agustus 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,

Dr. Arief Subhan, M.A Umi Musyarofah, M.A

NIP: 150 262 442 NIP: 150 282 980

Penguji,

Penguji I, Penguji II,

Dra. Hj. Raudhonah, M.A Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150 232 920 NIP: 150 276 299

Pembimbing,

Dr. Murodi, M.A NIP: 150 254 102


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya pergunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 Agustus 2008


(6)

ABSTRAK

Dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw., 12 Rabiul Awwal memiliki makna tersendiri. Selain menandai kelahiran beliau, tanggal tersebut juga menandai hijrahnya Rasulullah ke Madinah, bahkan pada tanggal tersebut Rasulullah juga menghadap kepangkuan Allah Swt. Bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan, tanggal tersebut diabadikan dalam bentuk perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Bagaimana tata cara pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di kelurahan Kebagusan? Apa pengaruh perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan komunitas etnis Betawi Kebagusan?

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan dilakukan dengan cara membaca Al-Qur’an, mengirimkan do’a arwah, pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw., serta ditutup dengan ceramah agama dan do’a. Perayaan Maulid Nabi di Kebagusan menjadi wadah kebersamaan dan persatuan antar sesama muslim. Komunitas etnis Betawi Kebagusan dapat lebih terarah dan teratur dalam hidup bermasyarakat atas tuntunan sikap dan prilaku Rasulullah pada kehidupan sehari-hari. Hal ini ditandakan dengan kerukunan dan kebersamaan antar masyarakat Kebagusan, baik sesama warga Betawi maupun pada komunitas etnis lainnya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penulis mendeskripsikan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari perayan Maulid Nabi Muhammad pda komunitas etnis Betawi Kebagusan. Metode ini didukung dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang telah dilakukan penulis di kelurahan Kebagusan.

Mendefinisikan agama adalah menjelaskan fungsi agama sebagai suatu simbol yang berlaku untuk memantapkan suasana hati dan motivasi-motivasi secara kuat yang meresap dan tahan lama dalam diri manusia. Caranya adalah dengan memformulasikan konsep-konsep mengenai suatu tatanan yang umum berkenaan dengan keberadaan (eksistensi) manusia. Maka selain suatu keyakinan, agama juga dapat menjadi bagian dan inti dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, sekaligus menjadi pendorong serta pengontrol tindakan-tindakan anggota masyarakat agar sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya.

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi Kebagusan merupakan ekspresi teologis atas kecintaan mereka terhadap Rasulullah. Sikap dan prilaku Rasulullah menjadi contoh tauladan yang baik dalam hidup bermasyarakat. Kejahatan dan tindak kriminal lainnya dapat berkurang melalui acara seremonial seperti ini. Dukungan dan partisipasi warga Betawi Kebagusan turut andil mensukseskan kegiatan tersebut. Keyakinan dan kecintaan yang besar terhadap Rasulullah menjadikan mereka gemar mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. ialah perkara yang baik dalam agama Islam. Di dalamnya tercantum kehidupan Rasulullah yang begitu mulia hingga dapat menjadi Uswatun Hasanah dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan seperti ini mampu menjadi motivator yang bernuansa agamis dalam kehidupan bermasyarakat di tengah-tengah terjadinya degradasi moral di Indonesia.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala pujian dan sanjungan penulis haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah berfirman: Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agama kamu (Islam), dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah:3) Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw., manusia mulia lagi dimuliakan RabbNya, manusia yang namanya selalu terkenang sepanjang zaman dan terukir disetiap hati orang yang beriman, manusia yang memiliki akhlak semulia Al-Qur’an, manusia yang tidak akan pernah habis termakan zaman sekalipun bumi tenggelam dalam lautan.

Dengan tetesan keringat, basuhan air mata, serta segunung do’a akhirnya penulis dapat menyelesaikan program studi S-1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Melewati hari-hari yang bahagia, namun terkadang penuh duka. Setidaknya inilah awal untuk meniti jalan hidupyang lebih baik lagi.

Terselesaikannya skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi S-1 dan guna memperoleh predikat Sarjana Sosial Islam sangatlah penulis syukuri. Sebagai hamba yang lemah dan penuh salah, inilah yang bisa diberikan demi kemajuan umat Islam di Indonesia dan juga komunitas etnis Betawi dimanapun berada.

Untuk itulah perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pelbagai pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik secara moril maupun materil sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada:


(8)

Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A, sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, para Pembantu Rektor dan Staff Rektorat yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetapi tidak mengurangi rasa hormat penulis.

Bapak Dr. H. Murodi, M.A, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang juga sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku kepala dan sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jazakumullah khairan katsira.

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, terima kasih atas segala ilmu yang kalian berikan. Semoga ilmu tersebut dapat berguna pada kehidupan penulis yang akan datang.

Ayahanda Abu Bakar dan Ibunda Masenun, terima kasih atas spirit dan do’a yang kalian berikan. Semoga Allah Swt. menjadikan kalian sebagai hamba-hamba pilihan sehingga dapat memasuki surga yang penuh dengan kenikmatan dan kelezatan yang tidak pernah dibayangkan manusia. Kepada adinda Syifa Amalia, Zaidah Umami, dan Nabilah Firdayanti. Teruslah belajar dan berdo’a hingga akhir hayat kalian, jadikan keluarga kita sebagai keluarga yang berilmu.

Seluruh teman-teman senasib seperjuangan KPI-C angkatan 2004-2005, khususnya kepada Iskandar, Badru Zaman, Luthfi Anwar, Edwin Shaleh, Agustin Intan Permata, Lilis Nurcholisoh, S.Sos.I, Hetty Maryati, S.Sos.I, Murniati, S.Sos.I, terima kasih atas dukungan dan motivasi dari kalian. Terima kasih pula kepada Mardiyan Rizkiyanti, S.E, dukungan dan motivasi yang diberikan membuat semangat penulis terus bergelora.


(9)

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada lembaga Lembaga Kebudayaan Betawi (Bapak Yahya Andi Saputra), Forum Ulama dan Habaib Betawi (Bapak Azis), Ikatan Warga Betawi Kebagusan (Bapak Zainal Abidin), Remaja Islam Masjid Baitul Rahim (Abdul Azis), Kepala Kelurahan Kebagusan (Bapak Drs. Sabro Malisi), Sekretaris Kelurahan Kebagusan (Bapak Achmad Zayadi), Ketua Dewan Kelurahan Kebagusan (Bapak Muhdas, S.Ip.), dan Fadjriah Nurdiarsih, S.Hum.

Dengan segenap ketulusan dan keikhlasan dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mendoakan semoga segala bantuan, dukungan, bimbingan, kemudahan serta perhatian yang telah diberikan mendapatkan kebaikan yang setimpal dari Allah Swt.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripi ini jauh dari kesempurnaaan, bahkan masih jauh untuk dapat dikategorikan penulisan ilmiah yang baik dan benar. Untuk itulah penulis sangatlah mengharapakan kritik dan saran yang konstruktif guna perkembangan dan kemajuan penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat Betawi di Jakarta.

Jakarta, Juli 2008 M Rajab 1429 H

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….i

KATA PENGANTAR………...ii

DAFTAR ISI……….v

DAFTAR TABEL……….vii

DAFTAR LAMPIRAN………...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...6

D. Metodologi Penelitian ...7

E. Sistematika Penulisan...8

BAB II MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN KOMUNITAS ETNIS BETAWI A. Pengertian Perayaan...10

B. Pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw………..11

C. Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Jakarta...19

D. Pengertian dan Sejarah Pembentukan Komunitas Etnis Betawi...24

E. Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan Jakarta Selatan...34

BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KELURAHAN KEBAGUSAN JAKARTA SELATAN A. Letak Geografis...37


(11)

B. Kependudukan...39 C. Keadaan Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan...41 D. Kebudayaan Masyarakat Kelurahan Kebagusan...46

BAB IV TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN

A. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Syair Barjanzi

Pada Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan...50 B. Model Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di

Kelurahan Kebagusan...57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……….61

B. Saran………...63


(12)

TABEL

Tabel 1: Jamuan Maulid Nabi masa Raja Malik al-Muzaffar………18

Tabel 2: Pembagian luas tanah kelurahan Kebagusan...37

Tabel 3: Jumlah penduduk kelurahan Kebagusan...40

Tabel 4: Jenis pekerjaan masyarakat kelurahan Kebagusan...42


(13)

LAMPIRAN Lampiran 1: Surat keterangan bimbingan skripsi Lampiran 2: Surat keterangan wawancara

Lampiran 3: Rawi Syair Barjanzi

Lampiran 4: Wawancara dengan narasumber Lampiran 5: Wawancara dengan narasumber II Lampiran 6: Wawancara dengan narasumber III Lampiran 7: Peta wilayah kelurahan Kebagusan

Lampiran 8: Dokumentasi perayaan Maulid Nabi di Kebagusan Lampiran 9: Tokoh dan warga Betawi Kebagusan


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Islam. Peristiwa ini diperingati sebagai hari lahirnya Nabi Muhammad Saw. yang merupakan Nabi dan Rasul terakhir.

Tradisi1 Maulid juga dilaksanakan oleh komunitas etnis Betawi. Komunitas etnis Betawi memiliki kaitan yang erat dengan agama Islam. Sejak dulu, orang Betawi dikenal sebagai penganut agama Islam yang taat. Mereka rajin bersembahyang dan mengaji di masjid. Mereka juga bercita-cita untuk pergi haji. Begitu inginnya pergi haji, ada peribahasa di kalangan orang Betawi yang berbunyi:

Ya Allah, Ya Rabbi…. Nyari untung biar lebi Biar bisa pegi haji Jiarah kuburan nabi2

Orang-orang tua Betawi akan merasa sangat malu jika anaknya tidak bisa membaca Al-Qur’an, atau tidak pernah bersembahyang di masjid. Dalam cerita Nyai Dasima karya S.M Ardan yang baru-baru ini diterbitkan ulang oleh Masup Jakarta (2007), ada bagian yang bercerita mengenai hal tersebut.

1

Menurut Dictionary of Sociology, tradisi adalah proses situasi sosial yang merupakan pewarisan elemen kebudayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi secara terus menerus. Secara lengkap tertulis, a social situation process in which elements of the cultural heritage are transmitted from generation to generation by contact of continuity. Lihat Henry Partt Fairchild (ed). 1962, Dictionary of Sociology, Paterson, New Jersey: Littlefield Adams & Co., hlm. 322.

2

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi: asal muasal, kebudayaan, dan adat isitadat, (Jakarta:Gunara Kata, 2001), hlm. 124


(15)

“Ngomong-ngomong,” kata Wak Lihun sambil mendekat. Anaklo si Miun udeh kagak kenal langgar lagi sekarang, ye.” “Aye ngomongin sih ude cukup, Bang.”3

Warga Betawi Kebagusan adalah masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianutnya, yaitu Islam. Tidaklah mengherankan jika berbagai pengajian marak di kalangan masyarakat Betawi. Kaum ibu membentuk pengajian di majlis taklim, kaum bapak memiliki pengajian di masjid, kaum remaja juga memiliki pengajian yang biasanya diadakan bergiliran dari rumah ke rumah.4

Ketika merayakan Maulid Nabi terkadang setiap pengajian merayakannya sendiri-sendiri. Setiap pengajian akan saling mengundang jamaah pengajian yang lain.

Tujuannya memang hanya memperingati, akan tetapi bagi orang Betawi tidak afdol rasanya jika tidak mengisi acara itu dengan ceramah agama dan pembacaan riwayat Nabi Muhamad Saw. karangan syeikh Jafar al-Barjanzi.

Tradisi Maulid bagi komunitas etnis Betawi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan komunitas etnis budaya lainnya. Dalam perayaan Maulid, biasanya pembacaan riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw. diiringi oleh iringan rebana.5 Rebana yang mengiringi ini adalah rebana ketimpring. Karena fungsinya tersebut, rebana ini juga dinamakan rebana Maulid.6

Rebana adalah seni musik yang mendapat pengaruh dari dunia Arab. Kesenian ini biasanya dipertunjukkan dalam upacara perkawinan dan Mauludan.7 Sebutan rebana berasal dari bahasa Arab yakni “robbana” yang berarti “Tuhan kami”.8 Sebutan itu timbul karena rebana biasanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang bernafaskan agama

3

S.M. Ardan, Nyai Dasima, (Depok:Masup Jakarta, 2007), hlm. 2

4

Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008

5

Ibid.,

6

Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, (Jakarta:Dinas Kebudayaan & Permuseuman Prov. DKI Jakarta, 2002), hlm. 69

7

, Sekilas Gambaran Kesenian Jakarta dan Latar Belakang Kehidupan Dalam Masyarakat, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah, Cetakan kedua, 1979), hlm. 16. lihat juga Tim Redaksi,

Untuk Beberapa Macam Rebana, (Jakarta:Majalah Indonesia Indah No.32,1992), hlm. 15-17

8

, Peta Seni Budaya Betawi, (Jakarta:Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1985/1986), hlm. 40


(16)

Islam. Di wilayah budaya Betawi, ada berbagai jenis rebana. Di antaranya rebana ketimpring, rebana ngarak, rebana maulud, rebana burdah, rebana dor, rebana biang, rebana hadroh dan rebana kasidah.9

Sebutan rebana ketimpring muncul karena adanya tiga pasang kerincingan yang dipasang di tepinya. Rebana ini memiliki tiga jenis ukuran dari yang garis tengahnya 20 hingga 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga rebana itu mempunyai sebutan, yaitu rebana tiga, rebana empat dan rebana lima. Selain digunakan sebagai pengiring dalam pembacaan Maulid, rebana ketimpring digunakan juga untuk mengarak pengantin. Untuk jenis yang ini, rebana tersebut dinamakan rebana ngarak. Sedangkan untuk mengiringi pembacaan Maulid disebut rebana Maulid.10

Syair-syair yang dibawakan untuk keperluan mengarak dinamakan “Syair ad-Diba’i”. Penamaan ini dikarenakan isi syairnya diambil dari Kitab Diwan Hadroh. Sedangkan untuk mengiringi maulid, biasanya digunakan “Syair Barjanzi”. Hal ini disebabkan syair itu diambil dari kitab Syaraful Anam karya Syeikh Jafar al-Barjanzi. Tidak seluruh bacaan diiringi rebana., hanya bagian tertentu seperti: Assalammualaika, Bisyahri, Tannaqaltu, Wulidalhabibu, Shalla ’Alaika, Badat Lana dan Asyrakal. Bagian Asyrakal lebih bersemangat sebab semua hadirin berdiri.11

Pada mulanya, tradisi Maulid diperkenalkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi, di desa Arbil, Moussil, Irak. Ketika dalam keadaan berperang, Sholahuddin al-Ayyubi yang terkenal dengan sebutan Singa Padang Pasir merasa prihatin dengan ghirah keislaman (semangat keislaman) yang semakin lama semakin memudar.12 Untuk mengembalikan orang Islam ke jalan Rasulullah, Shalahudin al-Ayubi merintis pertandingan Maulid. Pada saat itulah diadakan perlombaan mengarang riwayat dan pujian kepada Nabi. Sejak saat itu juga mulai dikenal “Syair Barjanzi”, “Syair Azzab”, “Syair ad-Diba’i” dan lain-lain. “Syair Barjanzi” dikarang oleh Syeikh Jafar al-Barzanji, Syair Azzab dikarang oleh Syekh al-Azzab, “Syair Ad-Diba,i” dikarang syeikh Muhammad Diba’i. Syair ad-Diba’i dibawakan oleh keluarga Alatas yang merupakan orang Betawi keturunan Arab.13 Saat ini banyak sekali syair-syair lain yang dibacakan dalam Maulid. Perbedaan itu tidak dipentingkan, sebab memang tidak ada aturan yang pasti. Yang jelas, tiap pembacaan

9

Muhammad Zafar Iqbal, Islam di Jakarta; studi sejarah islam dan budaya betawi, tesis, (Jakarta:Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 2002), hlm. 375

10

Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, op. cit, hlm. 68-69

11

Ibid,. hlm. 70

12

Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:S.A. Alaydrus, 1988), hlm. 11

13


(17)

Maulid itu mengandung pujian kepada Rasul serta riwayat perjuangan Rasul dari lahir hingga meninggalnya.

Setelah selesai perayaan Maulid, orang Betawi memiliki kebiasaan yang khas untuk menunjukkan keakraban mereka. Biasanya, tuan rumah akan menyediakan makanan ala kadarnya untuk dimakan. Pada zaman dahulu, makanan ini berupa nasi dengan lauk pauk lengkap yang diletakkan di atas tampah. Satu tampah terdiri dari nasi, ayam, tempe, dan telur. Satu tampah biasanya dimakan beramai-ramai oleh lima sampai enam orang. Dalam suasana seperti ini, terasa sekali keakraban yang muncul. Keakraban yang murni dan tanpa batas sama sekali.14

Pada masa sekarang, si empunya acara akan menyediakan berkat. Tiap orang biasanya mendapat satu berkat yang berisi nasi beserta lauk pauk, kue-kue, dan buah. Berkat dibungkus dalam kantong plastik hitam dan dibagikan menjelang acara selesai. Kadang-kadang kalau berkat dengan nasi dan lauk pauk lengkap dianggap merepotkan, tuan rumah akan memberikan berkat yang berisi sembako. Dalam berkat itu ada beras, kopi, gula, teh, minyak goreng, mi instan, dan lain-lain.15

Bertitik tolak dari masalah ini maka penulis menuangkannya dalam skripsi yang berjudul ”Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar masalah lebih terarah dan lebih jelas variabelnya. Batasan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengenai perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi. Peneliti juga membatasi tempat yang diteliti sebatas masyarakat kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Karena persoalan waktu, peneliti hanya membatasinya pada tahun 2007 s/d 2008.

14

Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007

15


(18)

2. Perumusan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti juga merumuskan masalah ke dalam beberapa masalah yakni:

a. Bagaimana tata cara pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di kelurahan Kebagusan?

b. Bagaimana model perayaan Maulid Nabi Muhammad di Kelurahan Kebagusan?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

A. Tujuan secara Umum Penelitian ini adalah:

a. Menggambarkan pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada masyarakat kelurahan Kebagusan

b. Menemukan adanya keunikan dari pelaksanaan Maulid yang dilakukan komunitas etnis Betawi kelurahan Kebagusan

B. Tujuan Ilmiah Penelitian ini

a. Meneliti tata cara pelaksanaan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi Kebagusan

b. Meneliti keaktifan masyarakat Betawi Kebagusan dalam

menyelenggarakan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

c. Meneliti model perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw di kelurahan Kebagusan

d. Input bagi Fakultas Dakwah & Komunikasi dalam pengembangan Dakwah pada kegiatan Maulid Nabi Muhammad Saw


(19)

2. Manfaat Penelitian

A. Manfaat teoritis penelitian ini adalah:

a. Pengembangan ilmu Dakwah dalam masyarakat

b. Pengembangan komunikasi antar budaya yang baik dalam masyarakat c. Input bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dalam hal pengembangan dan

penerapan keilmuan dakwah & komunikasi di masyarakat B. Manfaat Praktis penelitian ini adalah:

a. Menambah wawasan dan informasi peneliti tentang budaya Betawi

b. Menambah wawasan dan informasi peneliti tentang pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi

c. Meningkatkan semangat keislaman penulis untuk terus melestarikan tradisi Betawi

D. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penulis akan menggambarkan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, maka digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

Observasi, yaitu pengamatan langsung pada perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan. Dalam hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai perayaan Maulid yang dilaksanakan komunits etnis Betawi Kebagusan sehingga dapat disusun daftar wawancara yang tepat dan cermat terkait dengan tata cara pelaksanaan dan model perayaan Maulidnya. Observasi ini dilakukan dari tahun 2007 s/d 2008.

Wawancara, yakni suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau seorang autoritas (seorang


(20)

ahli atau yang berwenang dalam suatu masalah).16 Penulis mengajukan pertanyaan kepada Bapak Zainal Abidin (sekretaris IWBK), Abdul Azis (RISBA), dan Fadjriah Nurdiarsih sehingga mendapat gambaran pelaksanaan perayaan Maulid Nabi pada komunitas etnis Betawi di Kebagusan.

Studi Dokumentasi, adalah merupakan teknik yang juga dilakukan dalam mengumpulkan data berdasarkan buku, majalah, makalah, ataupun literatur-literatur lainnya. Penulis akan mengumpulkan beberapa foto dan gambar pelaksanaan Maulid yang dilaksanakan di Kelurahan Kebagusan. Dari dokumentasi tersebut penulis akan meminta keterangan terhadap Bapak Zainal Abidin dan Abdul Azis.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai skripsi ini maka penulis akan menguraikan dalam lima bab.

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. Bab ini memberikan gambaran atau kerangka dari penelitian yang dilakukan.

Bab II Maulid Nabi dan Komunitas Etnis Betawi, pada bab ini penulis menjelaskan landasan teori yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Bab ini meliputi pengertian perayaan, pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw., sejarah perayaan Maulid Nabi di Jakarta, pengertian dan sejarah pembentukan komunitas etnis Betawi, serta penjelasan atas keberadaan komunitas etnis Betawi di kelurahan Kebagusan.

16


(21)

Bab III Gambaran Umum Masyarakat Kelurahan Kebagusan Jakarta Selatan,

penulis akan menggambarkan kelurahan Kebagusan yang menjadi objek penelitian dan menjelaskannya melalui pengamatan terhadap letak geografis, kependudukan, keadaan komunitas etnis Betawi, serta kebudayaan yang terdapat di kelurahan Kebagusan.

Bab IV Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis Betawi Kebagusan meliputi analisa penulis terhadap perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. syair Barjanzi yang dilaksanakan oleh komunitas etnis Betawi Kelurahan Kebagusan, serta model perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di kelurahan Kebagusan.

Bab V Penutup, menguraikan kesimpulan berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya serta memberikan saran yang produktif dan membangun sehingga dapat bermanfaat bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan dan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Pada bagian akhir, penelitian-penelitian ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka.


(22)

BAB II

MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN KOMUNITAS ETNIS BETAWI

A. Pengertian Perayaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perayaan adalah pesta (keramaian, dsb) untuk merayakan sesuatu. Sedangkan merayakan adalah memuliakan (memperingati, memestakan) hari raya (peristiwa penting): hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia; -hari lahir.17

Pada hari besar Nasional dan keagamaan, masyarakat Kebagusan merayakannya dalam bentuk acara seremonial. Seperti hari Kemerdekaan Indonesia atau yang kita kenal sebagai 17-an. Warga Kebagusan merayakannya dengan mengadakan berbagai perlombaan yang diadakan diberbagai tempat umum seperti lapangan, jalan, maupun kebun-kebun kosong.18

Dalam hal Maulid Nabi, warga Kebagusan juga merayakannya secara seremonial. Ini menandakan bahwa Maulid Nabi adalah hari bersejarah bagi umat Islam Indonesia, khususnya umat Islam Kebagusan yang patut dirayakannya secara meriah. Hal ini dapat dilihat dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan dimana banyak membutuhkan orang

17

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, edisi ketiga, 2003), hlm. 935

18


(23)

banyak serta biaya yang besar. Di samping itu, perayaan Maulid Nabi biasanya diadakan secara formal dengan susunan kepanitiaan lengkap dengan perangkatnya.19

B. Pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw.

Kata Maulid merupakan bentuk mashdar Mimi yang berasal dari kata: walada, yalidu, wilaadatan, maulidun, waldatun, wildatun, fahuwa walidun, wadzaaka mauludun, lid, laa talid, maulidun, mauladun, miiladun. Yang berarti dari segi bahasa (etimologi) adalah “Kelahiran.”20

Sedangkan pada istilah (terminology) berarti: Berkumpulnya manusia, membaca apa yang mudah dari Al-Qur’an, dibacakan riwayat kabar berita yang datang pada permulaan urusan Nabi Muhammad Saw., dan apa yang terjadi pada maulidnya (Nabi Muhammad Saw.) daripada tanda-tanda kebesarannya, setelah itu dihidangkan bagi mereka hidangan makanan, mereka memakannya dan mereka pulang tanpa ada tambahan atas yang demikian itu.21

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Maulid berarti perayaan hari lahir Nabi Muhammad Saw; bulan Maulud; bulan Rabiul Awwal.22 Sedangkan menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Maulid adalah 1. Hari lahir (terutama hari lahir Nabi Muhammad Saw.): memperingati–Nabi Muhammad Saw.; 2. Tempat lahir; 3. (peringatan) hari lahir Nabi Muhammad Saw.: acara-akan diisi dengan ceramah; bulan: bulan Rabiul Awwal. Sedangkan bermaulid-Rasul berarti memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw.23

19

Hasil wawancara dengan Abdul Azis

20

Syarif Mursal al Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., (Jakarta al-Syarifiyyah, 2006), hlm. 13

21

Buletin Dian al-Mahri, edisi 10, tahun 2008, hlm. 10

22

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pustaka Amani), hlm. 246

23


(24)

Kelahiran Nabi Muhammad Saw. ke muka bumi ini merupakan karunia Allah yang teramat agung untuk umat manusia. Kehadirannya bagaikan matahari terbit yang menghapus kegelapan malam. Ia bagaikan rembulan di malam purnama dan air di tengah padang sahara. Cahayanya menjanjikan kebahagiaan dan kesejahteraan abadi.24

Sekitar 14 abad yang lalu, pada suatu malam di bulan Rabi’ul Awwal, orang-orang kafir majusi dikagetkan dengan padamnya api sesembahan mereka yang selama ratusan tahun tidak pernah padam, pada malam itu juga penduduk kota Mekkah dikagetkan dengan suara burung yang berterbangan di atas udara dengan suara yang beraneka ragam, para pendeta ahli kitab dari golongan Yahudi dan Nashrani berkumpul dan memanggil pengikut mereka untuk beramai-ramai keluar dari rumah menyaksikan bintang besar yang berada di cakrawala yang sejak dahulu belum pernah muncul dan belum pernah terlihat oleh ahli perbintangan, singgasana raja Persia-pun bergonjang pada saat itu.25 Itu semua merupakan pertanda manusia istimewa pilihan Rabb semesta alam baru saja lahir ke muka bumi setelah sembilan bulan berada dalam kandungan Siti Aminah.

Ketika Siti Aminah mengandung Nabi Muhammad Saw., ia tidak merasakan seperti kandungan yang dialami oleh wanita-wanita hamil lainnya. Menurut suatu riwayat, ketika mau atau sedang mengandung. Siti Aminah tidak pernah merasa kelelahan dan kepayahan, meskipun kandungannya berumur tua. Selama ia mengandung pula, Siti Aminah kerap kali didatangi para Nabi yang memberitahukan kepadanya bahwa

24

, Maulid Nabi Muhammad Dalam Tinjauan Syariah, (Jakarta:PB. Syahamah), hlm. 1

25


(25)

yang dikandungnya itu akan menjadi pelita dunia yang akan menerangi seluruh jagat raya dari timur sampai barat serta utara maupun selatan.26

Dalam sejarah kehidupan Rasulullah, 12 Rabiul Awwal memiliki makna tersendiri, selain menandai kelahiran Nabi, tanggal tersebut juga menandai Hijrahnya Rasulullah ke Madinah, bahkan ada yang berpendapat pada tanggal yang sama Rasulullah menghadap kepangkuan Allah Swt.27

Sekitar enam ratus tahun setelah Nabi Muhammad wafat, di kalangan umat Islam banyak yang telah melupakan ajaran Islam itu sendiri. Kejahatan dan kemaksiatan merajalela. Perbudakan, pencurian, serta diskriminasi terhadap perempuan yang pada zaman Rasulullah dihapuskan kini kembali marak. Umat Islam pada saat itu sudah tidak memiliki semangat keislaman seperti pada zaman Rasulullah, apalagi saat itu umat Islam sedang mengalami kelelahan dalam perang salib yang berkepanjangan.28

Jika Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa memupuk persatuan dan perdamaian, maka dalam kenyataannya sedikit demi sedikit umat Islam banyak yang saling melakukan pertentangan, sekalipun adanya pertentangan itu hanya disebabkan oleh soal-soal kecil dan sepele saja.

Dengan adanya perpecahan-perpecahan seperti itulah yang menyebabkan kedudukan umat Islam semakin hari semakin menjadi lemah, dan akibat dari kelemahan-kelemahan yang demikian itu maka sebagian negara Islam dikuasai oleh negara-negara adikuasa yang mayoritas dari Barat.

Dalam keadaan umat seperti itu, bangun dan bangkitlah Sultan Shalahudin Ayyubi, yang terkenal dengan julukan ”Singa Padang Pasir”. Sultan Shalahudin al-Ayyubi bangkit dengan tujuan agar umat tidak sampai berlarut-larut melupakan dan meninggalkan ajaran dan perjuangan Rasulullah Saw. Maka dianjurkanlah orang-orang

26

Ibid,. hlm. 17

27

Syarif Mursal al-Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 14

28


(26)

untuk menulis kembali riwayat kehidupan Nabi dan perjuangannya serta dipentaskan pada acara seremonial untuk membacakan kembali sejarah Nabi Muhammad Saw. Penulisan riwayat Nabi tersebut dikarang beberapa Ulama pada saat itu, setelah selesai ditulis lalu kaum Muslimin diundang untuk mendengarkan pembacaan riwayat kehidupan Nabi yang diselingi oleh jamuan- jamuan yang telah disiapkan.29

Di zaman Khulafa al-Rasyidin dan Daulat Umayyah serta Abbasiyah, belum berkembang ide memperingati kelahiran atau Maulid Nabi, sejarah mengungkapkan bahwa dimulainya peringatan Maulid Nabi dimulai pada masa Daulat Fathimiyyah pada abad 14 hijriyah. Acara itu berlangsung dengan sangat meriah.30 Raja Abu Sa’id al-Malik al-Muzaffar31 (w. malam Rabu 18 Ramadhan 630 H) ipar dari Sultan Shalahudin al-Ayyubi adalah orang pertama (pelopor) yang memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. secara besar-besaran. Raja yang memerintah Kerajaan Arbil (Arbelles) sebelah timur Mosul Irak itu; gagah berani, pandai mengatur strategi, alim, saleh, dan adil, hidup dalam kesederhanaan, namun untuk memperingati Maulid Nabi Saw. beliau mengadakannya selama tujuh hari tujuh malam yang bertujuan untuk membacakan sejarah Nabi Muhammad Saw. Di samping itu diadakan pula pekan raya sepekan di negeri tersebut.32 Salah satu contoh kebaikan Malik al-Muzaffar adalah membangun Masjid Muzaffari di kaki gunung Qasiyun.33 Ibn Katsir pernah berkata: “Dia (Malik

29

Ibid,. hlm 11

30

Abdul Hadi W.M., Perayaan Maulud Melintas Abad, (Jakarta:Harian Pelita, Minggu, 11 November 1990), hlm. 10

31

H.L. Gottschalk, Al-Malik Al-Kamil, hlm. 44, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

32

Buletin Dian Al-Mahri, op. cit, hlm. 10

33


(27)

Muzaffar) dulu selalu menjalankan ibadah Maulid pada bulan Rabi’i dan merayakannya secara meriah”.34

Menurut Cendekiawan Mesir, Hasan As-Sandubi dalam bukunya: Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-awwal, terbitan Kairo 1948, menuliskan bahwasanya penguasa Fatimi pertamalah yang menetap di Mesir, al-Muidz al-Din Allah (memerintah 341H/953-365H/975) yang untuk pertama kalinya merayakan Maulud Nabi dalam sejarah Islam.35 As-Sundubi berasumsi bahwa al-Muidz al-Din Allah merayakan Maulid Nabi karena ingin mencoba membuat dirinya populer di kalangan rakyat dengan memperkenalkan beberapa perayaan, salah satunya yang paling penting adalah Maulid.36

Sumber tertua yang menyebut tentang Maulid pada dinasti fatimi adalah karya Ibnu al-Ma’mun. Nama lengkapnya adalah Jamal al-Din ibn al-Ma’mun Abi Abd Allah Muhammad ibn Fatik ibn Mukhtar al-Bata’ihi.37 Ayahnya adalah Ma’mun ibn al-Bata’ihi yang termasyhur, yang dari tahun 515/1121 menduduki jabatan Perdana Menteri di istana khalifah Fatimi, al-Amir.38 Tanggal kelahirannya secara tepat tidak diketahui, tetapi C.H. Becker mengasumsikan bahwa ia dilahirkan beberapa waktu sebelum ayahnya

34

Lihat mengenai Ibn Katsir, (lk. 700/1300-772/1373) E.l. (2), iii, hlm. 817-818, art. oleh H. Laoust. Teks yang dikutip As-Suyuti di sini hampir identik dengan teks Ibn Katsir, Al-bidayah wa-n-nihayah fi t-ta’rikh, i14 jil. Al-Qahirah 1351-8/1932-9, jil. XI, hlm. 136-137, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (JakartaINIS, 1994)

35

Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994), hlm. 20

36

As-Sundubi, Tarikh ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min asr awwal ila asr Faruq al-awwal, al-Qahirah 1948, hlm. 63. Sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

37

Khit. I, hlm. 390; dalam Khit., hlm. 83 dan Itt. III, hlm. 69 namanya diberikan sebagai berikut: Jamal al-Mulk Musa ibn al-Ma’mun al-Bata’ihi. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

38

E.I. (2), i, hlm. 1091-1092, s.v. al-Bata’ihi, art. oleh D.M. Dunlop. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)


(28)

ditangkap, sebab Ibn al-Ma’mun menyandang gelar amir, yang pasti didapat dari ayahnya.39 Ibn al-Ma’mun meninggal pada tanggal 16 Jumada I/30 Mei 1192.40

Dalam Khitat karya ibn al-Ma’mun berisi satu bagian tentang Maulid. Bagian bacaan ini mengacu kepada tahun 517/1123, adalah sebagai berikut:41

Kemudian ia (=ibn al-Ma’mun sub anno 517/1123) berkata: saya tiba pada bulan Rabi’I dan kami (=ibn al-Ma’mun dalam bukunya) akan mulai dengan hal yang membuat bulan ini termasyhur, yaitu dengan menyebutkan hari kelahiran Junjungan yang pertama dan terakhir, Muhammad –semoga Allah memberkati dan mengaruniakan damai sejahtera kepadanya- pada hari ke tiga belas.42 Dan sebagai zakat (sadaqah) ia (=Khalifah al-Amir) memberikan 6000 dirham terutama dari mal an-najawa43, dan dari persediaan dar al-fitrah44 40 piring kue dan dari gudang para wali dan pelindung mauseloum agung yang terletak di antara Bukit dan al-Qarafah45, tempat para Anggota Keluarga Hamba Allah –semoga Allah memberkatinya dan mengaruniakan damai sejahtera- diistirahatkan; gula, amandel, madu, dan minyak wijen untuk tiap mausoleum. Dan Sana’ al-Mulk ibn Muyassar46 melaksanakan pembagian 400 ratl47 manisan (halwah) dan 1000 ratl roti.

39

C.H. Becker, “Zur Geschichtsschreibung unter de Fatimiden”, dalam: Beitrage zur Geschichte Aegyptens unter dem Islam, erstes Heft, Strassburg 1902, hlm. 1-31, hlm. 23. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

40

Wiet, G., “Compte rendu de ibn Muyassar, Annales d’Egypte, ed. H. Masse, Le Caire 1919 dalam: Jurnal Asiatique 18 (1921), hlm. 65-125, hlm. 85 cat. 3. sebagaimana dikutip Nico Kapten,

Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

41

Khit, I hlm. 432-433. bagian bacaan ini langsung menyusul pemerian tentang perayaan hari lahir al-Amir pada tahun 517, yang didahului dengan pemerian tentang maulid al-Amir pada tahun 516. Jika ibn al-Ma’mun yang memerikan maulid an-nabi di bawah tahun 516, al-Maqrizi akan menempatkan kutipan itu pada maulid sesudah maulid al-Amir pada tahun 516, dan ini tidak demikian. Lihat Nico Kapten,

Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994), hlm. 9

42

Menurut G.S.P. Freeman-Grenville, The Muslim and Christian Calendars, London etc. 1963, 13 Rabi’I 517 jatuh pada hari Jum’at 11 Mei. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (JakartaINIS, 1994)

43

Najwa adalah jumlah yang harus dibayar untuk pengajaran agama (Ismaili) dalam pertemuan-pertemuan yang khusus diadakan untuk keperluan ini, yaitu yang disebut majalis, lihat E.I. (2), v, hlm. 1033a, s.v. madjlis; cf. Khit., hlm. 391. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (JakartaINIS:1994)

44

Rumah penyimpanan manisan, aslinya dimaksudkan untuk id al-fitr, dibangun oleh Khalifah Fatimi kedua di Mesir, al-Aziz, lihat ibn Zafir, Akhbar ad-duwal al-munqti’ah, ed. A. Ferre, Le Caire 1972, hlm. 38. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

45

Gunungnya adalah al-Muqattam; al-Qarafah adalah makam yang terkenal

46

Menurut As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-awwal, op. cit., hlm. 67, catatan 1, dia kelak menjadi kadi Misr pada tahun 526 dan 528, dan dia dibunuh oleh Khalifah al-Hafiz pada 531/1137, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

47


(29)

Untuk menyongsong peringatan tersebut, dipersiapkan pula sebuah buku yang secara lengkap membahas tentang riwayat hidup Nabi Muhammad Saw. yang kemudian ditulis oleh Al-Hafidz Ibnu Dihyah dengan judul “At-Tanwir fi-imaulidin Basyirin Nazhir”48 (Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw yang menggembirakan). Dari tulisan inilah beliau mendapatkan hadiah dari Raja Malik al-Muzaffar sebanyak 1000 dinar emas49,

Perayaan Maulid secara besar-besaran didasari karena pada zaman itu, Raja Mongolia Zengis Khan mengganas, melabrak, serta menghancurkan negeri Irak. Raja Malik al-Muzaffar membayangkan apabila rakyat tidak memiliki ketahanan mental yang tinggi, tentu mereka akan menjadi korban keganasan nafsu ekspansionisme tersebut. Pada saat semangat rakyat melemah, Raja al-Muzaffar menemukan gagasan untuk membangkitkan dan mengorbankan semangat rakyat dengan mengungkap kembali riwayat hidup Rasulullah yang penuh dengan nilai heroisme dan patriotisme dalam menegakkan kebenaran serta melindungi hak kaum lemah dan golongan yang tertindas. Dengan keberkahan Maulid tersebut, diharapkan dapat memompa semangat rakyat untuk berjuang membela negerinya sampai titik darah penghabisan, sehingga Zengis Khan-pun tidak berhasil melabrak kerajaan kecil tersebut.50

Menurut Ibnu Jauzi menuliskan bahwa Raja Maulana Malik al-Muzaffar mengeluarkan jamuan sebanyak51:

Tabel 1

48

Dua naskah sajak Ibn Dihyah Kitab at-tanwir fi maulid as-siraj al-munir disimpan di Paris, lihat

GAL, GI, hlm. 311. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw.,

(Jakarta:INIS, 1994)

49

Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad, op. cit,, hlm. 12

50

Syarif Mursal al-Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 15

51


(30)

No. Jamuan Banyak

1 Kambing Panggang 5.000 ekor

2 Ayam 10.000 ekor

3 Keju 10.000 kg

4 Kue dan Buah-buahan 30.000 piring

Total Biaya 300.000 dinar emas

Sumber : Ibnu Jauzi dalam Al-Miratuz Zaman

Dewasa ini perayaan hari lahir Nabi Muhammad Saw (Arab. Maulid an-nabi) pada tanggal 12 Rabiul Awwal (=Rabi’i) merupakan satu dari tiga hari raya muslim yang utama.52 Meskipun Maulid berbeda dari dua perayaan lainnya, yaitu Hari Raya Buka Puasa (‘Id al-Fitr) dan Hari Raya Qurban (‘id al-Adha) dimana Maulid Nabi bukan hari raya agama, dan perayaannya tidak ditentukan oleh Hukum,53 namun dirayakan di hampir seluruh dunia muslim termasuk di Indonesia.

C. Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Jakarta

Merekonstruksi proses Islamisasi di Jakarta dan sekitarnya pada abad ke-13 s/d abad ke-16 tak dapat dilakukan tanpa menyebut nama-nama besar seperti Kyan Santang dan Sunan Kalijaga. Tetapi fakta sejarah yang menopang terlalu sedikit yang dapat diketahui. Namun lokasi makam Kyan Santang, legenda Parahyangan, kisah-kisah rakyat

52

Yang dimaksudkan adalah Islam Sunni. Dalam kalangan Syi’I maulid juga dirayakan, tetapi perayaan-perayaan lain lebih penting. Cf. H. Lazarus-Yafeh, “Muslim Festival”, dalam Numen 25 (1978), hlm. 52-64. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

53

Th. W. Jynboll, Handleiding tot de kennis van de Mohammedaansche Wet, Leiden 1930, hlm. 109. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (JakartaINIS, 1994)


(31)

tentang Sunan Kalijaga, kiranya dapat menghantarkan kita pada titik terang Islamisasi Jakarta dan sekitarnya pada masa itu.54

Keberhasilan ekspedisi Fatahillah menaklukan Bandar Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527 dengan 1452 prajurit berhasil mengusir orang Portugis dari sana.55 Fatahillah kemudian diangkat menjadi bupati pertama Sunda Kelapa dan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan murni atas pertolongan Allah.56 Nama tersebut terinspirasi dari ayat Al-Qur’an yakni Inna Fatahna Laka Fathan Mubina (surat al-Fatah ayat 1) dan terinspirasi pula oleh kemenangan Rasulullah atas Makkah pada bulan Ramadhan 8 Hijriyah/Januari 630. Fatahillah adalah tentara muslim pertama yang menaklukan Banten dan kemudian menguasai Sunda Kalapa dari Pajajaran pada tahun 1527.57

Berdirinya bangunan masjid di Angke, Marunda, Tambora, Kampung Banda, Kebon Jeruk memperlihatkan fakta bahwa dakwah Islam di Jakarta dan sekitarnya memperoleh impetus, dorongan yang inerjikal. Jayakarta di bawah Fatahillah menjadi payung yang ampuh melindungi proses Islamisasi itu.58

Ketika J.P. Coen menaklukan Jayakarta, orang-orang Islam mundur ke pedalaman. Saat itu masyarakat Islam yang mayoritas di Batavia hidup di luar tembok kota. Masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan Islam. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat Islam Betawi tidak berhubungan dengan Belanda secara langsung.59

54

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 81

55

Edi S. Ekadjati, Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana, (Jakarta:Mutiara, 1983), hlm. 42

56

Ibid,. hlm. 48-49. Lihat juga Soekanto, Dari Djakarta ke Djajakarta, (jakarta Penerbit Soeroengan, 1954), hlm. 60

57

R. Soekmono, Pengantar Sejarah kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, (Yogyakarta:Kanisius, 1973), hlm. 56

58

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 81-82

59

Tim Peneliti, Sejarah Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad XX, (Jakarta Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1979), hlm. 20


(32)

Pada akhir abad ke-18 para perantau dari Hadramaut (hadaral maut) memberi darah segar bagi perkembangan dakwah Islam di Jakarta dan sekitarnya. Menurut C.C. Berg, orang-orang Hadramaut baru berdatangan di Jakarta pada akhir abad ke-18 untuk berniaga. Walau pada mulanya sekedar berniaga, tetapi akhirnya mereka terlibat dalam gerakan dakwah. Yang terkenal diantara mereka ialah Sayid Alaydrus, pendiri masjid Luar Batang. Orang-orang perantau Hadramaut banyak yang menikah dengan orang Betawi, yang mereka sebut sebagai orang Melayu. Karena itulah orang-orang keturunan Arab menyebut orang-orang Indonesia dengan sebutan akhwal, yaitu saudara Ibu.60

Cara-cara dakwah Islam pada masa itu adalah ceramah, pengajian dan pengajaran fiqih, tauhid, Al-Qur’an dan Hadits menurut madzhab Imam Syafi’i. Penggunaaan madzhab Imam Syafi’i disebabkan seluruh ulama Betawi saat itu berfaham Ahlu Sunnah Wal Jamaah.61 Ahlus Sunnah Wal Jamaah ialah golongan atau madzhab yang dalam membahas ajaran-ajaran Islam berpegang kuat pada sunnah (hadits-hadits shahih) dan mempunyai pengikut terbanyak (mayoritas).62 Dalam perkembangan selanjutnya, para ulama Betawi saat itu mulai membacakan riwayat nabi Muhammad Saw. untuk dipertunjukkan guna menarik perhatian kepada masyarakat untuk masuk Islam. Cara ini sangat menarik untuk mengajak orang masuk Islam sehingga orang Tionghoa banyak yang masuk Islam seperti di daerah Tambora.63

Peringatan Maulid merupakan tradisi terpenting dalam budaya Melayu. Peringatan ini dilakukan di masjid, mushalla, pesantren, kantor, dan perumahan. Kata

60

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 83. Lihat juga Tim Peneliti, Sejarah Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad XX, op. cit, hlm. 40

61

Ibid,.

62

Harun Nasution, Teologi Islam: aliran, sejarah, analisa, dan perbandingan, (Jakarta:UI Press, 1986)

63

Achmad Fadli HS, Ulama Betawi, tesis, program studi Timur Tengah, (Jakarta:Pasca Sarjana UI, , 2006), hlm. 36


(33)

Maulud lebih akrab dalam dunia Melayu. Maulud merupakan sarana dakwah yang relevan dengan kehidupan umat Islam di Indonesia.64 Pada upacara Maulud alim ulama dan ahli agama di berbagai daerah Indonesia menceritakan tahap-tahap kehidupan Nabi Muhammad Saw., dan membacakan kisah-kisah dari karya Ja’far al-Barjanzi, dan cerita-cerita kehidupan Nabi Muhammad Saw. dari kitab Sharafil’l-anam.65 Di Indonesia, Malaysia, dan Brunei diadakan secara resmi peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di istana-istana negara dan telah menjadi tradisi terpenting di budaya dunia Melayu.

Di Jakarta, Maulud diadakan secara resmi di Masjid Istiqlal yang dihadiri oleh Presiden RI dan para pejabat tinggi serta duta-duta besar negara-negara Islam.66

Allah Swt. berfirman:

ﻪ ا

لﻮ ر

ْ ﻜ

نﺎآ

ْﺪﻘ

ﺮآذو

ﺮﺧﺂْا

مْﻮ ْاو

ﻪ ا

ﻮﺟْﺮ

نﺎآ

ْ

ةﻮْ أ

اﺮ ﺜآ

ﻪ ا

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah. (QS. Al-Ahzab:21).

Dalam Al-Qur’an Allah juga berfirman tentang kemuliaan pribadi Rasulullah:

ﻖ ﺧ

ﻚ إو

Artinya: Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) memiliki akhlak yang agung dan mulia. (QS. Al-Qalam:4)

Nabi Muhammad Saw. merupakan manusia yang paling mulia. Orang yang mencintai Nabi Muhammad Saw. akan mendapat tempat dalam surga yang penuh hikmat.

64

Tim Penyusun, Sekilas Hari-Hari Besar Islam, (Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta), hlm. 10-12

65

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, P dan K, Jakarta, 1984, hlm. 395. Lihat pula Yustiono (ed.), Islam dan Kebudayaan Indonesia, (Jakarta:Yayasan Festival Istiqlal, 1993), hlm. 259

66


(34)

Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang mencintaiku, maka ia bersamaku nanti dalam surga”. (HR. As-Sijzi dari Anan).

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

ﻪ ا

نﺎآو

ا

ﺗﺎﺧو

ﻪ ا

لﻮ ر

ْ ﻜ و

ْ ﻜ ﺎﺟر

ْ

ﺪ أ

ﺎ أ

نﺎآ

ءْ ﺷ

Artinya: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seseorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatunya. (QS. Al-Ahzab:40)

Selain dari itu Allah berfirman:

ق

ﺎ ﺟ

ْ ﻜْ إ

ﻪ ا

لﻮ ر

إ

سﺎ ا

ﺎﻬ أﺎ

ْل

Artinya: Katakanlah hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu. (QS. Al-Araf:158)

ﺎ ْ

ﺔ ْ ر

ﺎ إ

كﺎ ْ ْرأ

ﺎ و

Artinya: Dan tidaklah Kami mengutus engkau hai Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya: 107)

Inilah dasar-dasar untuk merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw. di Jakarta, seluruh Indonesia, dan di dunia Melayu.67 Maulid Nabi Besar Muhammad Saw. dirayakan secara kenegaraan. Masyarakat Betawi di Jakarta merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw. dengan sangat meriah di masjid-masjid, rumah-rumah, serta di tempat-tempat umum. Dalam acara Maulid di Jakarta biasanya orang membaca syair-syair Syeikh Ja’far Al-Barjanzi yang memuji Nabi Muhammad Saw. Para Hadirin membaca:

67


(35)

Ya Nabi Salam Alaika Ya Rasul Salam Alaika Ya Habib Salam Alaika Shalawatullah Alaika.68

D. Pengertian dan Sejarah Pembentukan Komunitas Etnis Betawi

Kata “Betawi” digunakan sebagai identitas etnis tidak dikenal oleh orang Betawi sendiri di masa lalu. Sejak abad ke-18 ada ulama asal Batavia yang belajar mengajar di Mekkah dan Madinah menggunakan kata “Al-Batawi” di belakang namanya, seperti Syeikh Abdurrahman Al-Batawi yang sejaman dengan ulama terkenal Muhammad Arsyad al-Banjari sekitar tahun 1710-1812.69 Tetapi hal itu lebih menunjukkan tempat asal daripada identitas etnis, sebagaimana lazimnya nama ulama Nusantara saat itu, seperti Mahfudz at-Tremasi dari Termas, bukan al-Jawi yang berarti orang Jawa dan lebih berkonotasi etnis, Hasan Mustafa al-Garuti dari Garut bukan as-Sundawi yang berarti orang Sunda atau Abdurrauf as-Sinkili dari Singkel bukan al-Asihi yang berarti orang Aceh.70

Islam dan Betawi merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan. Bahkan sebutan “Betawi” hanya bisa digunakan oleh penduduk asli Jakarta yang beragama Islam. Sedangkan untuk penduduk asli Jakarta yang beragama Kristen secara turun menurun biasanya disebut dengan daerah asalnya, seperti penduduk asli Jakarta yang beragama Kristen yang diduga keturunan Mardjikers di daerah Tugu Jakarta Utara disebut orang

68

Soetcipto Wirosardjono, Maulid Nabi, Roberik Asal Usul, (Jakarta:Kompas Minggu, 23 September 1990)

69

Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta:Logos, 2002), hlm. 2

70

Mengenai kebiasaan ulama Nusantara di Haramain yang menambahkan nama tempat asal mereka di belakang nama diri, lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII; Akar pembaharu Islam Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2005)


(36)

Tugu dan penduduk asli beragama Kristen di daerah Depok disebut orang Depok atau Belanda Depok.71

A.S. Widodo mengatakan bahwa kata ”Betawi” berasal dari kata Batavia yang diciptakan Belanda tahun 1619 guna mengenang nenek moyang orang Belanda yakni suku “Bataav”.72 Nama Betawi diambil dari legenda rakyat tentang peperangan antara pasukan Belanda dengan pasukan Mataram. Saat itu karena Kompeni73 kekurangan peluru dan bahan peledak ditambah lagi dengan jumlah pasukan yang tersisa hanya 12 orang,74 sehingga sangat tidak memungkinkan mereka akan menang melawan pasukan Mataram yang jumlahnya tiga kali lipat dari Belanda. Salah seorang prajurit Kompeni mempunyai inisiatif untuk mengambil panci dan mengisinya dengan kotoran manusia (tahi). Lalu kotoran tersebut dilemparkan kepada pasukan Mataram yang berada di balik tembok sehingga mereka berlarian sambil meneriakkan kata “Mambet Tahi !” “Mambet Tahi !” (bau tahi). Kejadian itulah yang menurutnya pernah menjadi julukan Batavia sebagai kota Tahi.75 Namun asal muasal Betawi dari kata Batavia dibantah oleh Ridwan Saidi, menurutnya plesetan kota Batavia menjadi Betawi telah terjadi lama sebelum kedatangan Belanda di Indonesia.76

Adapun yang disebut orang Betawi adalah penduduk pribumi daerah Jakarta yang sudah tidak jelas lagi asal keturunannya disebabkan perpaduan atau hasil proses asimilasi antara penduduk pribumi yang sudah lama menghuni daerah Jakarta dengan suku bangsa lain yang datang sebagai penghuni baru, antara lain orang Banten, Jawa, Bugis, Makassar, serta pendatang dari bangsa asing seperti

71

Abdul, Azis, op. cit, hlm. 75

72

AS. Widodo, Kota Tahi, dalam Ketoprak Betawi, majalah Intisari, (Jakarta:PT. Intisari Mediatama, 2001), hlm. 38-47

73

Sebutan untuk penjajah dari Belanda

74

Pada tahun 1619, pasukan Belanda banyak yang meninggal akibat terkena penyakit malaria, pasukan dari Belandapun tak ada yang mau datang ke Batavia karena takut terjangkit penyakit menular itu.

75

AS. Widodo, Kota Tahi, op. cit, hlm. 38-47

76


(37)

Cina, Belanda, Portugis, India, dan Arab. (Budiaman, 2006:16-17)77. Guines dalam Irawati (1993) menyebutkan salah satu ciri orang Betawi adalah yang lahir dan hidup minimal tiga generasi di Jakarta. Di sisi lain, yang dimaksud orang Jakarta adalah orang-orang dari suku lain seperti Jawa, Sunda, dan Sumatra yang lahir, tinggal, maupun bekerja di Jakarta dalam jangka waktu yang cukup lama.78

Sedangkan bahasa Betawi79 secara linguistik merupakan bahasa Melayu yang digunakan oleh penduduk asli Jakarta (Betawi) sebagai percakapan sehari-hari. Berdasarkan daftar kosakata Swadesh, seorang peneliti Amerika yang bersuamikan orang Indonesia, Kay Ikranegara, menyimpulkan hasil

perhitungannya bahwa 93% kosakata dasar bahasa Betawi sama dengan kosakata bahasa Indonesia (disini bahasa Indonesia dianggap sebagai salah satu variasi

bahasa Melayu). Sisanya 7% berasal dari bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Cina.80 Menurut Yasmine Zaki Shahab seperti dikutip Irawati (1993:19-20),

masyarakat budaya Betawi dapat digolongkan menjadi tiga bagian81:

77

Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, skripsi, program studi Indonesia, Fakultas Ilmu Bahasa UI, 2007, hlm.21-22

78

Ibid.,

79

Ada beberapa istilah yang diberikan para peneliti bahasa dengan alasan masing-masing untuk menyebut bahasa yang diucapkan oleh komunitas etnis Betawi dalam berkomunikasi. Para peneliti Belanda seperti van der Tuuk, van der Wall, dan lain-lain memberi nama Bataviiasche-Malaische. C.J Batten (1868) menyebutnya Basa Betawi dan Liem Kim Hok (1884) menggunakan nama Melayu Betawi. Hans Kahler (1966) dan Sri Sukesi Adiwimarta (1966) menyebutnya omong Jakarta. Kay Ikranegara (1975) memberi nama Melayu Betawi. Stephen Wallace (1976, 1977) dan C.D Grinjs (1991) memberi nama Jakarta Malay

(Melayu Jakarta). Muhadjir (1964, 1977) menggunakan istilah dialek Jakarta. Namun pada tulisan-tulisannya yang terakhir, Muhadjir menggunakan bahasa Betawi (2001) atau bahasa Melayu Betawi

(2004). Lihat Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, op. cit., hal. 4 Berkaitan dengan tumbuhnya kesadaran etnisitas akhir-akhir ini, istilah bahasa Betawi lebih popular digunakan, meskipun istilah yang benar seharusnya bahasa Melayu dialek Betawi. Bahasa Melayu adalah induk dari bahasa Betawi dan memiliki tiga subdialek, yaitu tengah, pinggir, ora. Lebih jelas lihat Abdul Chaer, Perkembangan Bahasa Melayu di Jakarta (2007).

80

Muhadjir, Bahasa Betawi: sejarah dan perkembangannya, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2000), hlm. 61

81


(38)

a. Betawi Tengah, meliputi wilayah yang dahulu menjadi Gemente Batavia, tidak termasuk Tanjung Priuk. Wilayah budaya Betawi Tengah meliputi seluruh Jakarta Pusat, sebagian Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Kebudayaannya sebagian dipengaruhi ajaran Islam.

b. Betawi Pinggir, meliputi sebagian wilayah Jakarta Timur, sebagian Selatan Bogor dan Bekasi. Kebudayaannya banyak dipengaruhi kebudayaan Jawa dan Sunda.

c. Betawi Ora, meliputi pinggiran Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Tangerang. Kebudayaannya banyak dipengaruhi kebudayaan Cina. Jika kita kembali pada abad ke-10M, proses asimilasi mukimin awal berbahasa Sunda kuno dengan pendatang dari Kalimantan Barat berbahasa

Melayu Polinesia membentuk sebuah komunitas baru yang menjadi kelompok etnik baru. Kelompok ini sampai dengan abad ke-19 disebut sebagai Melayu Jawa.82

Menurut Raden Arya Sastradarma yang menyusun karangan yang berjudul Kawantonan Ing Nagari Batawi, berdasarkan penglihatannya pada tahun 1865, kelompok etnik ini sudah menyebut dirinya sebagai “orang Betawi”, bercampur dengan sebutan sebagai “orang Selam”.83 Penyebutan diri sebagai orang Selam tampaknya tidak banyak dipakai lagi oleh orang Betawi sendiri di awal abad ke-20. Orang-orang Cina masih meneruskan sebutan orang Selam. Sedangkan orang-orang Arab lebih suka menyebut orang-orang Betawi sebagai orang-orang Melayu. Ada sebutan yang tidak terlalu populer untuk kelompok etnik ini sebelum mereka dinamakan Melayu Jawa yaitu orang Semanan. Sebutan ini berasal dari plesetan bahasa Iban Senganan yang berarti orang yang baru masuk Islam.84

Di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III diuraikan tentang kitab Sanghyang Siksakhanda yang merupakan pedoman etnik bagi orang Pajajaran dan taklukannya. Tatkala pesisir utara Jawa mulai dari Cirebon, Kerawang, dan Bekasi terkena pengaruh Islam yang disebarkan oleh orang-orang Pasai, maka tidak sedikit orang-orang Melayu

82

Analisa Ridwan Saidi terhadap Lukisan Ernest Alfred Hardouin, 1853

83

Drs. S. Z. Haditsucipto, Sekitar 200 tahun Sejarah Jakarta (1750-1945), (Jakarta:Dinas Museum & Sejarah DKI Jakarta, 1979), hlm. 53

84


(39)

Jawa yang memeluk Islam. Penguasa Pajajaran menyebut mereka sebagai kaum langgara, berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya orang yang telah berubah atau beralih.85

Orang-orang Melayu Jawa ini meninggalkan pedoman etnik Hindu Sanghyang Sikskhanda. Tempat berkumpul mereka disebut langgar. Karena itu orang Betawi masih menggunakan istilah itu sebagai padanan mushalla. Kaum langgara inilah yang dinamakan Semanan. Penyebutan orang Betawi baru muncul di abad ke-19. adapun plesetan kota Batavia menjadi Betawi telah terjadi lama sebelum itu. Hal ini karena masalah transliterasi Arab, penulisan Batavia menjadi ba-ta-wau-ya, Betawi.86

Abdul Azis87 berpendapat bahwa etnis Betawi terbentuk relatif baru yaitu pada sekitar permulaan abad ke-19 yang merupakan percampuran antar berbagai unsur suku bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Nusantara. Secara luas telah diketahui bahwa penggunaan istilah Betawi merujuk kepada Batavia, sebuah nama yang digunakan penjajah Belanda untuk kota Jakarta masa lalu. Sehingga sebelum istilah Betawi lazim digunakan, mereka menyebut diri mereka sendiri dengan sebutan Orang Selam.88

Raden Arya Sastradarma, seorang pelancong dari Surakarta yang menuliskan pengalamannya selama di Batavia pada tahun 1870 dalam buku berjudul Kawontenan Ing Nagari Betawi, menemukan bahwa umumnya penduduk Batavia saat itu menggunakan bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari dan mereka menyebut diri dengan Orang

85

Ibid,. hlm. 15

86

Ibid,. hlm. 16

87

Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, op. cit, hlm. 2

88


(40)

Selam yang agaknya merupakan pengucapan setempat untuk Islam, sebagaimana Srani untuk kata “Nasrani”.89

Berbeda dengan pendapat tersebut, Ridwan Saidi membantah bahwa orang Betawi asli itu tidak ada karena mereka berasal dari berbagai suku Cina, Arab, dan Melayu. Ridwan Saidi berpendapat bahwa nenek moyang orang Betawi sudah ada sejak daerah itu dikenal dengan nama Sunda Kelapa yang pada tahun 1522 dikontrakkan kepada Portugis oleh kerajaan Pakuan dan pada 1527 Fatahillah merebut dan memerdekakannya dari cengkraman kulit putih. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah kota Sunda Kelapa yang sudah memiliki pelabuhan samudera tidak berpenduduk? Kalau Betawi Lama (Sunda Kelapa) tidak berpenduduk, siapa yang membongkar muatan di Sunda Kelapa? Tentunya ada kuli gotong dan kuli panggul yang pastinya telah berumah tangga dan memiliki sanak saudara.90

Ridwan menilai sangat tidak bertanggung jawab pernyataan yang mengatakan bahwa orang Betawi itu tidak ada karena mereka dikatakan berasal dari Cina dan Arab. Jauh sebelum kedatangan orang Arab dan Cina serta suku bangsa lain, Bandar Sunda Kelapa/Jayakarta/Oud Batavia sudah ada penduduknya.91

Prof. Slamet Mulyana dalam bukunya Dari Holotan ke Djayakarta mengungkapkan bahwa dalam satu ekskavasi di kawasan Condet, Jakarta Timur, ditemukan kapak genggam dari zaman Neolitichum. Ini memberi petunjuk bahwa kawasan Condet merupakan daerah hunian purba di Jakarta. Buku Sejarah Nasional Indonesia III, editor umum: Marwati Djuned Pusponagoro dan Nugroho Notosusanto, mengungkapkan bahwa ketika orang Belanda datang pertama kali tahun 1956 di Kalapa,

89

Ibid., hlm. 29 dan 74

90

Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, (Jakarta:LSIP, 1994), hlm. 41

91


(41)

mereka menceitakan bahwa banyak sekali dijumpai para pencari ikan. Dan selanjutnya dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa penduduk yang berada di dalam dan di luar kraton Jayakarta berjumlah 3.000 keluarga. Bila setiap keluarga rata-rata terdiri dari 5 jiwa, maka jumlah penduduk di Kalapa diperkirakan 15.000 orang yang berdiam di kraton dan kawasan sekitarnya.92

Berdasarkan persebaran kapak persegi dari kebudayaan Neolitik, baik menurut Solheim maupun R. Von Heine Geldern, dapatlah diperkirakan bahwa tanda-tanda adanya awal pendudukan daerah-daerah di Indonesia termasuk daerah Jakarta diperkirakan mulai 3000-1000SM. Usia ini tidak begitu bertentangan dengan dugaan usia terjadinya dataran rendah menurut Dr. Verstappen yaitu 5000 tahun yang lalu. Hal itu dapat dihubungkan pula dengan bukti bahwa tempat-tempat penemuan sebagian besar alat-alat kapak persegi, beliung, batu-batuan itu kebanyakan berada di daerah Jakarta yang letaknya di atas tanah-tanah93 yang lebih tinggi daripada dataran hasil pengendapan.94

Bondan Kanumoyoso dalam pengantar buku Profil Etnik Jakarta mengatakan bahwa Lance Cantles dalam suatu artikelnya menyebutkan salah satu unsur yang membentuk etnis Betawi adalah para budak karena ia mendasarkan analisanya pada data jumlah budak yang menetap di kota Batavia.95 Memang benar bahwa sampai dengan abad ke-18 jumlah budak di dalam kota Batavia lebih banyak daripada jumlah penduduk bebas. Namun jika kita mengalihkan perhatian ke wilayah di luat tembok kota yang

92

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 4

93

Pada tahun 1699 jumlah penduduk Batavia 21.911orang, dan penduduk Ommelanden 49.688 orang. Sedangkan tahun 1759 penduduk Batavia 16.194 orang dan Ommelanden 111.172 orang. Lihat Remco Raben, Batavia and Colombo, The Etnic and Spatial Order of Two Colonial Cities, 1600-1800, PH. D., dissertation: Leiden University, 1996, hlm. 309-319

94

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta: Dari Zaman Prasejarah Sampai Batavia tahun 1750

(Jakarta:Dinas Museum dan Pemugaran Prov. DKI Jakarta, 2001), hlm. 12

95


(42)

disebut dengan Ommelanden akan didapat gambaran yang berbeda. Jumlah penduduk Ommelanden lebih besar daripada penduduk di dalam kota.96

Dalam prasasti Tugu disebutkan tentang penggalian Sungai Chandrabagha (sungai Bekasi) oleh Raja Purnawarman. Sri Maharaja Purnawarman pada tahun ke-22 pemerintahannya memerintahkan pula menggali sungai Gomati sampai ke laut sepanjang 6.122 tombak atau sama dengan 12 km., dikerjakan dalam waktu 21 hari. Setelah pekerjaan itu selesai diadakan upacara besar-besaran dan raja menghadiahkan 100 ekor lembu kepada rakyat dan para Brahmana yang telah berjasa membuat saluran itu. Juga ditanamkan patung Ganesha, dewa keselamatan, untuk menjaga bahaya.97

Dengan demikian sudah ada komunitas yang disantuni oleh kerajaan Tarumanegara pada saat itu. Dapatlah dibayangkan berapa banyak jumlah tenaga kerja yang dilibatkan dalam pembuatan sungai itu serta betapa ramai pesta yang diadakan setelah itu.98

Wilayah kerajaan Tarumanegara yang berbatas timur sungai Citarum, berbatas barat sungai Cisadane, berbatas selatan gunung Salak dan Gede, dan berbatas utara laut Jawa, mempunyai rakyat dalam jumlah besar. Hanya saja berapa besar populasi Tarumanegara tidak diketahui secara pasti. Namun dari prasasti Tugu dapat disimpulkan bahwa kerajaan ini berpenduduk. Mereka yang berdiam di Kalapa merupakan bagian dari populasi Tarumanegara.99 Kalapa adalah nama yang paling purba dari kawasan yang kemudian disebut Jakarta.100

96

Ibid.,

97

Minggu Merdeka, minggu ke-5, November 1992

98

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 5

99

Ibid., hlm. 6

100


(43)

Kerajaan Tarumanegara mulai memudar pada abad ke-7M. Sementara itu kekuasaan Sunda Pajajaran belum bangkit. Prof. Slamet Mulyana berpendapat di antara tenggang waktu tersebut terjadi vacuum kekuasaan politik di Kalapa. Dalam masa vacuum itulah muncul kerajaan Budha Sriwijaya sebagai periode interrugnum di Kalapa. Bahkan berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 yang ditemukan di Pulau Bangka, J. Moens dan Purbatjaraka berpendapat bahwa kerajaan Tarumanagara runtuh akibat serangan Sriwijaya.101

Pada abad ke-12M kerajaan Sunda Pajajaran mendirikan sejumlah pelabuhan antara lain di Cimanuk, Tangerang, dan di Kalapa. Pelabuhan ini didirikan bukan untuk membangun prasarana fisik melainkan mendirikan kantor untuk mengutip cukai di pelabuhan. Pelabuhan itu sendiri secara tradisional telah berfungsi. Pada perkembangannya pelabuhan yang oleh Pajajaran dinamakan Sunda Kalapa102 merupakan pelabuhan yang paling ramai dibanding dengan pelabuhan-pelabuhan lain yang dikontrol oleh kerajaan Sunda Pajajaran.103

Keistimewaan Sunda Kalapa adalah pasokan airnya, di samping anggurnya yang dibuat oleh orang-orang Cina sangat digemari oleh para pelayar. Orang-orang Kalapa telah mengerti cara penyaringan air minum yang berasal dari sumber Kali Ciliwung. Sampai dengan abd ke-18M orang-orang Belanda minum air kali Ciliwung yang telah disaring. Hingga sekarang di daerah Jakarta-Kota ada tempat yang dinamakan Penjaringan, yang seharusnya Penyaringan. Di samping itu adanya dua pasar kuno yakni

101

Minggu Merdeka, Minggu ke-5, November 1992

102

Ini suatu ungkapan berdasarkan gramatika purba dimana subjek yang diterangkan berada di belakang yang menerangkan, berdasatr gramatika modern mestinya Kalapa Sunda, Kalapa yang menjadi milik Sunda. Lihat Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 7

103


(44)

Pasar Ikan dan Pasar Pisang.104 Hal ini mengindikasikan dinamika kehidupan ekonomi yang telah berlangsung lama di Kalapa.

Lantas, siapakah orang-orang Kalapa? Orang-orang Kalapa adalah orang-orang yang berasal dari tanah Jawa. Mereka berbahasa Sansekerta, dan di zaman kekuasaan Pajajaran mereka berbahasa Sunda Kuno. Orang-orang itu kemudian bercampur baur, kawin mawin, dan membentuk komunitas baru dengan migran yang datang dari Kalimantan pada periode interrugnum.105 Prof. Bernd Nothofer dari Frankfurt University memperkirakan arus migrasi dari Kalimantan ke Kalapa telah terjadi paling sedikit 10 abad yang lalu. Inilah yang menjadi cikal bakal komunitas etnis Betawi di Jakarta.106

E. Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan

Dominasi warga Betawi di kelurahan Kebagusan107 membuat daerah ini kental dengan nuansa Betawi. Tradisi dan adat istiadat yang biasa dilakukan oleh orang Betawi masih tetap bertahan di Kebagusan. Warga betawi Kebagusan sangatlah menghormati para tokoh masyarakat atau sesepuh adat dan juga tokoh agama setempat. Kehidupan ini berlangsung turun menurun sampai sekarang.108

Saking hormatnya dengan para tokoh masyarakat atau tokoh agama hingga dapat mudahnya para tokoh-tokoh tersebut mengerahkan masyarakat untuk berbagai kegiatan, baik yang umum maupun keagamaan. Sebagaimana pengerahan masyarakat untuk kegiatan Maulid, para tokoh masyarakat dan tokoh agama ini dengan sengaja diikutsertakan demi membantu terselenggaranya kegiatan Maulid tersebut.109

104

Lokasi Pasar Pisang di dekat Stadhuis, pasar ini telah lenyap pasca Perang Dunia ke II

105

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 8

106

Ibid.,

107

Hal ini diperkuat oleh pengamatan Alwi Shahab dalam bukunya Queen of The East, hlm. 113

108

Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008

109


(45)

Beberapa tradisi yang dipertahankan oleh orang Betawi Kebagusan adalah yang berkaitan dengan siklus hidup manusia, seperti upacara kehamilan, kelahiran, potong rambut dan aqiqah, khitanan, khatam Qur’an, pernikahan dan kematian.110

Upacara-upacara ini dianggap penting karena menandai dimulainya babak baru dalam kehidupan manusia. Oleh karena masyarakat Betawi Kebagusan adalah pemeluk agama Islam yang taat, tidaklah aneh jika upacara-upacara siklus hidup ini juga berdasarkan ketentuan dalam agama Islam. Bagi orang yang mampu, tentu akan melaksanakan upacara ini meskipun sekarang tidak selengkap urutan aslinya.

Selain tradisi yang bersumber pada upacara siklus hidup, masyarakat Betawi Kebagusan juga mengenal tradisi dalam merayakan hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi maupun Isra Mi’raj. Tradisi ini menempati posisi yang istimewa bagi orang Betawi kebagusan, terbukti dengan adanya ritual-ritual dalam perayaannya. Semangat inilah yang membuat Kebagusan terkenal dengan kampung santri di Kebagusan.111

Berdirinya Ikatan Warga Betawi Kebagusan sebagai wadah pemersatu warga Betawi Kebagusan turut andil memperkokoh tali silaturahmi sesama warga Betawi Kebagusan. Masyarakat Betawi Kebagusan yang tadinya tidak mengenal sesama komunitas etnis Betawi bisa saling mengisi dan membantu satu sama lain.

Kekompakan dan kebersamaan yang telah terorganisir melalui wadah IWBK bisa terlihat dengan diadakannya lorisan kondangan. Sebuah acara dimana sesama pengurus dan anggota IWBK yang notabene warga Betawi Kebagusan dapat hadir dalam rangka tasyakuran atau hajatan. Tasyakuran yang dimaksud berkenaan dengan acara pernikahan yang akan diadakan oleh salah satu pengurus maupun anggota IWBK. Setiap anggota

110

Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008

111


(46)

IWBK wajib membayar iuran yang sudah ditentukan untuk diserahkan kepada empunya hajatan. Disaat itulah mereka berkumpul sekaligus bersilaturahmi sesama warga Betawi Kebagusan112. Bagi warga Betawi Kebagusan, kebersamaan dan persaudaraan antar sesama warga Betawi maupun pendatang harus terjalin dengan baik guna meningkatkan rasa aman dan tenteram di dalam kehidupan bermayarakat dan bernegara. Mereka seakan tidak mempengaruhi tingkat sosial maupun asal daerah bilamana sesama warga Kebagusan dapat saling tolong menolong dalam menciptakan keamanan dan ketertiban daerah sekitarnya.

112


(47)

BAB III

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KELURAHAN KEBAGUSAN JAKARTA SELATAN

A. Letak Geografis

Kebagusan merupakan salah satu kelurahan yang berada di daerah kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kelurahan Kebagusan memiliki luas 226 hektar.113 Berdasarkan peta wilayah yang terdapat pada SK. Gubernur DKI Jakarta nomor 1251 tanggal 29 Juli 1986, letak kelurahan Kebagusan sebelah utara berbatasan dengan arteri jalan TB. Simatupang dan sebelah selatan dengan kecamatan Jagakarsa. Sedangkan untuk sebelah timur berbatasan dengan Jl. Kebagusan Raya serta sebelah barat berbatasan dengan Kali Baru.114 Kampung ini memiliki 8 Rw. dan 87 Rt.115, luas tanah di kelurahan Kebagusan terbagi atas:

Tabel 2

No. Keterangan Luas

1 Perumahan atau pekarangan 135 Ha

2 Sarana Pendidikan dan Ibadah 40 Ha

3 Jalan Raya 5 Ha

4 Usaha Pertanian 31 Ha

5 Sarana Olahraga 5 Ha

113

Data Kelurahan Kebagusan Tahun 2008

114

Peta wilayah Kelurahan Kebagusan berdasarkan SK. Gub. Prop. DKI Jakarta no. 1251 tgl. 29 Juli 1986

115


(48)

6 Tanah Pemakaman 10 Ha Sumber: Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008

Nama Kebagusan berasal dari nama seorang gadis jelita yang cantik. Nama gadis itu ialah Tubagus Letak Lenang yang berasal dari kesultanan Banten. Ia bersama keluarganya bermukim di Kebagusan. Menurut Endang Effendi, mantan Lurah Kebagusan yang sekarang menjabat sebagai sekretaris Camat Pasar Minggu, cerita ini berdasarkan penuturan seorang mandor yang dipercaya sebagai sumber sejarah lisan.116

Konon, kecantikan gadis berdarah biru ini sangat kesohor di kawasan Pasar Minggu dan sekitarnya. Hal ini mengundang banyak pemuda ingin meminangnya menjadi istri. Tidak diketahui apakah diantara pria itu ada yang memaksa untuk mempersuntingnya atau tidak. Namun menurut sejarah, sang gadis tersebut sudah memiliki pujaan hatinya sendiri. Dengan alasan tidak ingin mengecewakan pria pujaannya, gadis cantik jelita ini nekad memilih bunuh diri. Akibat kematiannya yang mengenaskan, ia banyak mendapatkan simpati117. Tidaklah heran bila makamnya yang kini terdapat di jalan Kebagusan II Rt. 001/07 senantiasa dikunjungi banyak penziarah. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai makam Ibu Bagus. Makam ini sampai sekarang masih terjaga dengan baik walau terletak jauh dari pusat keramaian. Untuk mengingat dan menghormati beliau maka penduduk setempat menamakannya Kebagusan. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan kenamaan ini mulai diberlakukan. Yang jelas makam Ibu Bagus sampai sekarang masih dihormati sebagai leluhur kampung ini.118

116

Alwi Shahab, Betawi: Queen of the East, (Jakarta:PenerbitRepublika, 2004), hlm. 113

117

Ibid., hlm. 114

118


(49)

B. Kependudukan

Kebagusan, kampung royo-royo yang terletak di Jakarta Selatan ini berpenduduk 38.305 jiwa. Sekitar 80% dari penduduknya ialah warga Betawi. Dominasi warga Betawi di Kebagusan, selain karena penduduk asli juga karena pendatang. “Banyak warga Betawi yang tergusur ditempat lain, memilih kampung Kebagusan sebagai tempat tinggalnya,” ujar Endang Effendi119.

Menurut Endang Effendi yang merupakan penduduk asli Kebagusan mengatakan bahwa nampaknya kampung ini memang sudah ditakdirkan sebagai wilayah kelurahan yang dikuasai oleh perempuan. Hal ini bisa terlihat dari makam Ibu Bagus di Kebagusan sampai kediaman Megawati Soekarno Putri yang merupakan mantan Presiden RI ke-5. Bukan tidak beralasan Megawati memilih Kebagusan sebagai tempat tinggalnya. Ibu Mega sebenarnya mampu membeli rumah di kawasan elite manapun. Nyatanya, beliau justru memilih kawasan ber-KDB (koefisien dasar bangunan) rendah yang masih hijau royo-royo, ujar Endang Effendi.120

Walaupun yang lebih menonjol di Kebagusan ialah perempuan namun bukan berarti perempuan lebih banyak di kampung ini. Hal ini bisa terlihat dari jumlah penduduk yang ada di Kebagusan.

Tabel 3

No. Keterangan Jumlah

1 Jumlah Penduduk 38. 305 jiwa

2 Laki-laki 22. 244 Jiwa

119

Wawancara ini telah dilakukan oleh Alwi Shahab dan dituliskan pada bukunya yang berjudul

Betawi; Queen of The East hal. 113.

120


(50)

3 Perempuan 16. 059 Jiwa

4 Warga Negara Asing 2 Jiwa

5 Kepala Keluarga 12. 851 Jiwa

6 Kepala Keluarga Laki-laki 10. 972 Jiwa

7 Kepala Keluarga Perempuan 1. 879 Jiwa

Sumber: Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008

Pemukiman yang cukup padat ini berada di wilayah yang cukup luas pula sehingga tidak menyebabkan kepadatan penduduk yang berlebihan. Anak-anak masih bisa bermain di pekarangan rumah yang luas serta orang dewasa masih bisa berolahraga di kebun-kebun kosong yang biasanya dijadikan sebagai lapangan olahraga.121

Dari data jumlah penduduk yang ada di kelurahan Kebagusan terdapat 30.644 orang Betawi. Namun hanya sekitar 25.000 orang yang masih melaksanakan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.122 Tidak semua warga Betawi Kebagusan merayakan Maulid Nabi disebabkan adanya arus modernisasi yang bernilai negatif tanpa adanya filter yang kuat hingga spirit keislaman warga Betawi Kebagusan mulai memudar. Termasuk motivasi untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw.123

C. Keadaan Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan

Berbeda dengan permukiman Betawi yang berada di pusat kota, warga Betawi Kebagusan cenderung bekerja sebagai pedagang. Mereka di dukung oleh lahan-lahan perkebunan yang berada di sekitar permukiman warga. Bahkan mereka memetik dan menjualnya sendiri. Perkebunan yang ada di Kebagusan didominasi dengan perkebunan buah-buahan. Buah rambutan, sawo, melinjo, pisang, pepaya, mangga dan jambu sangat

121

Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008

122

Ibid.,

123


(51)

mudah ditemui di Kebagusan. Setelah matang, buah-buahan tersebut akan dibawa ke Pasar Lenteng atau Pasar Minggu untuk dijual kepada masyarakat.124

Untuk itulah ada sebuah lirik lagu yang mengisahkan tentang produksi buah-buahan hasil kebun di Kebagusan yang dijajakan di Pasar Minggu.

Pepaya, Pisang, Mangga, Jambu Dijual di Pasar Minggu

Demikianlah penggalan syair lagu yang biasa dibawakan orang Betawi Kebagusan.

Dengan pendapatan yang memadai dari hasil berdagang buah-buahan, mereka menghidupi seluruh anggota keluarga dengan baik. Rasa syukur dan kepedulian yang tinggi terhadap kehidupan keluarga membuat warga Betawi kebagusan menggemari pekerjaan mereka masing-masing. Bahkan adapula warga Betawi Kebagusan yang bekerja sebagai pedagang namun anak-anak mereka dapat menikmati pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Suatu hal yang cukup membanggakan bagi masa depan warga Betawi Kebagusan.125

Walaupun warga Betawi Kebagusan lebih banyak bergerak di bidang perniagaan. Namun ada juga warga Betawi Kebagusan yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. Bahkan ada yang menjadi pegawai negeri sipil dan memiliki kedudukan penting di perusahaannya.126

Jenis pekerjaan yang beraneka ragam di Kebagusan membuat pendapatan ekonomi mereka juga beraneka ragam. Tingkat ekonomi rendah sampai menengah ke atas ada di Kebagusan. Mayoritas dari mereka termasuk ke dalam kategori tingkat ekonomi menengah. “Ya asal tiap hari dapur ngebul, anak-anak terus sekolah, dan ada

124

Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008

125

Ibid.,

126


(52)

uang jajan buat anak walau pas-pasan juga, itu udah lebih dari cukup..” begitulah pendapat sebagian warga Betawi Kebagusan.127

Tabel 4

No. Jenis Pekerjaan Kuantitas Tingkat Ekonomi

1 Pedagang 70% Menengah

2 Karyawan 25% Menengah ke atas

3 Jasa 4% Menengah

4 Lain-lain 1% Rendah, menengah

Sumber : Hasil wawancara dengan Zainal Abidin

Warga Betawi Kebagusan juga sangat terbuka dengan kedatangan warga dari berbagai daerah ataupun latar belakang. Mereka juga menempatkan mereka di tengah-tengah kerumunan warga Betawi. Sebut saja kontrakan atau bangunan rumah yang sengaja disewakan kepada orang lain dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan dan pada waktu yang ditentukan. Kontrakan-kontrakan yang dibuat berada di dekat-dekat pemilik rumah yang mayoritas Betawi. Ini menjadikan akulturasi budaya semakin hidup dari hari ke hari walau tetap bernuansa Betawi.128

Orang Betawi akan sangat marah bilamana para pendatang yang mendiami kontrakan-kontrakan yang telah disediakan membuat ulah. Mereka tak segan-segan untuk menegur mereka, bahkan adapula yang langsung mengusir mereka dari rumah kontrakan. Amarah dan emosi yang cukup tinggi dapat mereda setelah para pemuka agama dan tokoh masyarakat menenangkan mereka. Walaupun cepat marah dan naik darah, warga Betawi Kebagusan jarang sekali yang menggunakan kekerasan sebagai solusi pemecahan

127

Ibid.,

128


(1)

Betawi masih sulit nerima para pendatang untuk lebih menonjol karena ya itu tadi masih ingin dianggap tuan rumah.

Aa : Berapa persen populasi orang Betawi dengan komunitas lainnya?

Fn : Saya rasa sekarang sudah cukup berimbang ya. Orang Betawinya banyak tapi orang Jawa atau komunitas etnis lainnya juga banyak. Ya mungkin 50%-50%, udah ga bisa dibilang kampung Betawi asli.

Aa : Bagaimana dengan indikasi kebudayaan Betawi di Kebagusan sendiri? Fn : Ya tentu saja yang berkaitan dengan upacara-upacara ocia, misalnya nujuh

bulan, sunatan, aqiqah, pernikahan, dan yang berhubungan dengan keagamaan seperti Maulid, selametan, atau tahlilan.

Aa : Apa pengaruhnya terhadap sosial kemasyarakatan?

Fn : Ya itu hanya lebih mengarah ke masalah kepercayaan, keyakinan dan keafdolan saja.

Aa : Secara lebih real ada lagi?

Fn : Saya rasa hanya itu saja, orang kita (Betawi) hanya terbiasa saja melakukan tradisi seperti itu yang harus dilakukan. Sebenarnya tidak ada keharusan Cuma mereka merasa lebih tenang dan nyaman hatinya ketika melakukannya. Mereka akan merasa berdosa jika tidak melakukannya.

Aa : Faktor apa saja yang membuat orang Betawi Kebagusan suka melakukan hal-hal seperti itu?

Fn : Karena tradisi itu sebenarnya baik, seperti nujuh bulan, aqiqah, empat puluh hari dikarenakan tujuannya baik untuk berdo’a memohon keselamatan. Jadi aspek religiusitasnya terpenuhi, kenyamanannya terpenuhi.


(2)

Aa : Kritik dan saran anda untuk warga Betawi Kebagusan?

Fn : Seperti saya sudah bilang, harus lebih berpikir kreatif lagi. Kadang-kadang orang Betawi itu maunya tenar saja. Misalnya mengadakan acara gede-gedean, ada pawai, karnaval, pokoknya acara seremonial tapi disamping itu harus ada aspek-aspek yang harus dibina seperti aspek-aspek sosial budaya, penelitian, dan pelestarian budaya Betawi itu sendiri.

Aa : Kesimpulan yang dapat anda ambil dari wawancara ini?

Fn : Orang Betawi masih kuat memegang tradisinya. Ya menurut mereka apa yang dianggap baik, apa yang orang tua dulu anggap baik maka akan dilaksanakan walau mereka banyak yang tidak tahu apa landasannya.

Jakarta, 22 Juni 2008


(3)

Wawancara dengan Narasumber III

Wawancara ini dilakukan pada tanggal 2 Juli 2008, pukul 21.00, bertempat di kediaman narasumber, Jl. Kebagusan Raya, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Wawancara ini dilakukan terhadap Abdul Azis, ketua Remaja Islam Masjid Baitul Rahim (RISBA), Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Ahmad Awliya (Aa) : Apa yang anda ketahui tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.?

Abdul Azis (Az) : Perayaan Nabi Besar Nabi Muhammad Saw. adalah sebuah gambaran dan luapan perasaan umat muslim seluruh dunia dan khususnya umat muslim Indonesia untuk memuliakan Nabi Muhammad Saw. sebagai junjungan dan panutan dalam kehidupan umat muslim dunia.

Aa : Berapa besar minat masyarakat terhadap kegiatan tersebut? Az : Cukup besar dan banyak.

Aa : Menurut anda, faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat untuk merayakan Maulid Nabi?


(4)

Az : 1. Karena kecintaan yang besar kepada Nabi Muhammad Saw.

2. Masyarakat banyak yang ingin mendengarkan ceramah dan petuah-petuah berharga yang disampaikan oleh penceramah pada peringatan Maulid Nabi

3. Masyarakat banyak yang memanfaatkan momentum ini untuk untuk saling bersilaturahmi serta bertemu dan bercengkrama karena biasanya banyak tamu-tamu undangan dari luar lingkungan sekitar

Aa : Apakah faktor-faktor dari tokoh agama maupun tokoh masyarakat turut mempengaruhi orang untuk merayakan Maulid Nabi?

Az : Iya…

Aa : Di kelurahan Kebagusan, seperti apakah bentuk perayaan Maulid Nabinya? Az : Ada pembacaan rawi, ada pembacaan tilawah Al-Qur’an, ada penceramah

agama, ada beberapa sambutan dari tokoh masyarakat dan dewan pemerintah setempat. Biasanya bentuknya seremonial dan diadakan di masjid.

Aa : Dari pengamatan anda, berapa persentase masyarakat yang masih merayakan Maulid Nabi?

Az : 90 %

Aa : Hambatan apa yang terdapat dalam perayaan Maulid Nabi yang pernah anda lakukan?

Az : Kurang lebih dana, karena seringkali panitia kerepotan dalam penyediaan konsumsi. Hal itu disebabkan banyaknya jama’ah yang datang seringkali tidak sesuai dengan segala persiapan non teknis seperti itu. Seringkali juga


(5)

penceramah yang diinginkan tidak bisa hadir karena banyaknya schedulle yang padat.

Aa : Apa tolak ukur keberhasilan dalam mengadakan perayaan Maulid Nabi? Az : yang pertama itu penceramah yang diinginkan bisa hadir, tidak kekurangan

konsumsi untuk jama’ah, banyak jama’ah yang puas karena pelayanan yang baik dan tidak ada kesalahan dalam pelaksanaan acara tersebut.

Aa : Apa pengaruh perayaan Maulid Nabi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di kelurahan Kebagusan?

Az : Mempererat tali silaturahmi antar warga, khususnya warga Kebagusan. Para Jama’ah juga dapat mengambil hikmah dari ceramah agama yang disampaikan serta bisa mencontoh akhlak Nabi Muhammad Saw.

Aa : Manfaat apa yang diperoleh setelah mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.?

Az : Semakin eratnya hubungan sosial antar warga Kebagusan, rasa kekeluargaan yang tinggi, para dewan pemerintah dapat menyampaikan pesan dan maklumat kepada warga, serta diharapkan dapat menambah ilmu dan keimanan serta ketakwaan kepada Allah Swt.

Jakarta, 2 Juli 2008


(6)