taklim yang secara khusus memberikan pengajaran agama. Khusus dengan pengajaran di majlis-majlisn taklim diadakan sore maupun malam hari selepas pulang sekolah. Untuk
remaja maupun orang dewasa juga diadakan pengajian rutin yang diadakan para pengurus remaja masjid setempat.
Berbeda dengan dahulu kala, masyarakat Betawi Kebagusan jarang sekali yang menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah umum, apalagi sampai tingkat perguruan
tinggi. Hal itu didasarkan bukan karena mereka berpandangan sempit dengan dunia pendidikan, hanya saja orientasi pendidikan mereka memang berbeda. Kini setelah
modernisasi mereka cukup memfasilitasi anak-anak mereka dengan mendatangkan guru privat agama ke rumah.
Satu hal yang positif dari warga Betawi Kebagusan adalah jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal mereka terlalu berlebih dan
cenderung tendensius. Orang Betawi Kebagusan sangat menghormati pluralisme, ini terlihat dari hubungan baik antara warga Betawi Kebagusan dengan para pendatang dari
luar Jakarta.
D. Kebudayaan Masyarakat Kelurahan Kebagusan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta budhayyah yang merupakan bentuk jamak dari kata budhhi yang berarti akal atau budi. Dengan demikian kebudayaan
dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
135
Sedangkan Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi
136
merumuskan kebudayaan sebagai “semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat”.
135
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, edisi baru kesatu, Jakarta:CV. Rajawali, 1982, hlm. 166
136
Selo Sumardjan-Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama, Jakarta:Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964, hlm. 113
Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan dengan kebudayaan, berasal dari kata Latin “colere” yang berarti mengolah atau
mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal kata itulah “colere” kemudian menjadi “culture”, yang diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk
mengolah atau merubah alam.
137
Kemajemukan masyarakat Indonesia, begitupun di kelurahan Kebagusan adalah kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Kemajemukan berarti terdapat keanekaragaman
unsur penyusun masyarakat kita, yakni suku bangsa, agama, dan golongan-golongan sosial lainnya. Ciri yang nyata adalah kecendrungan kuat memegang identitas golongan
sosial masing-masing
138
. Kelurahan Kebagusan memiliki beraneka ragam suku bangsa dan agama,
walaupun secara mayoritas Islam dan Betawi masih mendominasi daerah ini. Namun banyaknya para pendatang dari luar daerah yang membawa budaya serta agama yang
berbeda membuat Kebagusan lebih terbuka terhadap suku dan agama lain. Suku jawa merupakan mayoritas terbesar kedua setelah Betawi. Untuk Sunda, Batak, Ambon,
maupun yang lainnya hanyalah beberapa persen saja dan masih bisa dihitung dengan jari.
139
Sampai dengan penulisan skripsi ini, penulis belum mendapatkan secara pasti sensus penduduk menurut suku bangsa. Namun bisa dipastikan bahwasanya suku
Betawilah yang terbanyak dalam masyarakat Kebagusan. Ideologi dan adat istiadat Betawi membawa pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa
137
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua, Jakarta:Penerbit Universitas, , 1965, hlm. 77-78
138
Achmad Fedyani Syaipudin, MA. Konflik dan Integrasi; perbedaan faham dalam agama islam
, Jakarta:CV. Rajawali, hlm. IX
139
Hasil wawancara dengan Fadjriah Nurdiarsih
dilihat dengan tata cara para pendatang dalam berkomunikasi dan bersosialisasi sudah hampir mirip dengan penduduk asli Betawi Kebagusan. Dengan begitu sulit untuk
membedakan antara warga Betawi maupun non-Betawi.
140
Banyaknya suku bangsa dan agama yang ada di Kebagusan tidak membuat kebudayaan asli Kebagusan yakni suku Betawi luntur. Keanekaragaman suku yang ada
malah membuat suku Betawi lebih terbuka dalam beberapa hal yang dianggap penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebut saja suku Jawa yang terkenal kegigihan dan
keuletannya dalam bekerja. Banyak warga Betawi Kebagusan yang meniru strategi orang Jawa dalam bekerja. Pengalaman yang dimiliki orang Betawi dalam susah dan pahitnya
bekerja membuat orang Betawi bersemangat menjalani kehidupan. Warga Betawi Kebagusan bisa lebih menata anggaran pengeluaran dan pemasukan dari setiap hasil
pekerjaan yang dilakukan. Kedatangan suku lain di Kebagusan membuat warga Betawi Kebagusan lebih berkembang untuk maju dalam hal pendidikan maupun masa depan.
Mereka sudah tidak lagi mengandalkan rumah kontrakan ataupun tanah warisan yang sekarang ini sudah banyak dikuasai oleh orang Jawa dan para pendatang lainnya.
141
Orang Betawi Kebagusan sangat menjunjung tinggi budaya yang mereka warisi. Hal ini terbukti dari berbagai macam tradisi yang sudah dilakukan para pendahulu
mereka. Dalam hal agama, ketaatan warga Betawi Kebagusan dalam menjalankan ajaran Islam seringkali menjadi contoh bagi para pendatang. Tradisi-tradisi yang dilakukan
warga Betawi Kebagusan seperti tahlilan maupun nujuh bulan juga seringkali diadakan dirumah-rumah para pendatang. Berbeda dengan segi kehidupan yang lainnya, dalam hal
agama warga Betawi Kebagusan tidak bisa ditentang maupun dilawan. Para pendatang
140
Hasil pengamatan penulis tahun 2007 sd 2008
141
Ibid.,
yang membawa caranya sendiri dalam urusan agama akan diacuhkan oleh penduduk asli. Warga Betawi Kebagusan tidak memberikan izin bagi para pendatang yang bisa dengan
sewenang-wenang mencampuradukan atau bahkan menghilangkan tradisi yang kerapkali dilakukan warga Betawi Kebagusan. Meskipun tidak ada toleransi bagi para pendatang
dalam urusan agama, tradisi tahlilan, nujuh bulan dan lain sebagainya tidak dipaksakan bagi mereka. Warga Betawi Kebagusan cukup menghormati para pendatang yang ada di
Kebagusan bilamana mereka juga menghormati para penduduk asli Betawi Kebagusan yang terlebih dahulu mendiami daerah ini.
142
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar warga Betawi Kebagusan masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri
Jakarta. Namun setelah kedatangan para pendatang dari luar Jakarta, warga Betawi Kebagusan cukup bebenah diri dalam meningkatkan kualitas hidup mereka agar dapat
bersaing dengan para pendatang. Mereka sangat menyayangkan apabila para pendatang dapat menguasai daerah yang didominasi warga Betawi ini. Setidaknya mereka tidak mau
kalah dengan para pendatang yang hanya sebagai anak kemarin sore di Kebagusan.
143
142
Ibid.,
143
Ibid.,
BAB IV TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW SYAIR BARJANZI