Gender Based Violence Landasan Konsep 1.

14 UNIFEM di artikan sebagai kategori yang ketiga, dimana dalam upayanya melindungi hak perempuan dalam konflik sipil Darfur. UNIFEM menyediakan bantuan teknis dan keuangan bagi program dan strategi inovatif yang memperjuangkan hak asasi, partisipasi politik, dan ketahanan ekonomi perempuan. Dan UNIFEM juga bekerja sama dengan pemerintah serta lembaga- lembaga masyarakat lainnya dalam melindungi hak-hak perempuan di Darfur.

1.6.2. Gender Based Violence

Terdapat berbagai definisi mengenai Gender Based Violence GBV. Menurut UN Commissioner for Refugees mendefinisikan GBV sebagai: “gender-based violence GBV refers to violence that targets a person or a group of persons because of gender.” 22 Dalam hal ini GBV berarti kekerasan yang ditargetkan kepada seseorang atau sekelompok orang karena gender mereka. Sedangkan Komite penghapusan Kekerasan terhadap perempuan mengartikan dengan lebih luas, yaitu termasuk kepada tindakan yang mengakibatkan kerugian fisik, mental atau seksual atau penderitaan, ancaman tindakan, serta paksaan dan perampasan kebebasan lainnya berdasarkan gender mereka. Sedangkan menurut UNIFEM United Nations Development Fund for Woman GBV memasukkan konteks baru ke dalam pendefinisian GBV, yaitu memasukkan unsur hubungan kekuasaan yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan merupakan manifestasi relasi kuasa power relations yang tidak imbang secara historis antara perempuan dan laki- 22 UNFPA state of world population 2005. Gender-Based Violence: A Price Too High http:www.unfpa.orgswp2005englishch7 diakses pada tanggal 15 Agust us 2014 15 laki yang menimbulkan dominasi dan diskriminasi sistematis terhadap perempuan. 23 Menurut deklarasi Beijing yang dihasilkan dalam konferensi Perempuan Dunia keempat tahun 1995, kekerasan terhadap perempuan didefinisikan sebagai: Tindak kekerasan yang dilakukan berdasarkan gender dengan berdampak pada cedera ataupun penderitaan fisik, seksual ataupun psikologis yang dialami perempuan, termasuk didalamnya ancaman, tindak kekerasan maupun pembatasan kebebasan, baik terjadi diwilayah publik maupun privat. 24 Deklarasi Beijing secara spesifik menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang dimiliki perempuan yang kerap terjadi dalam situasi konflik adalah pembunuhan, pemerkosaan yang dilakukan secara sistematis, perbudakan seksual dan pemaksaan kehamilan. 25 Menurut Susan Brownmiller latar belakang terjadinya pemerkosaan perempuan di wilayah konflik dengan menggunakan termin “medan perang simbolik” atas tubuh perempuan. 26 Perempuan seringkali tidak turun langsung dalam peperangan ataupun memanggul senjata namun identitas tubuhnya mempresentasikan suatu budaya dan genetika sukuagamaras tertentu yang berbeda dari pihak musuhnya . Perbedaan ini menjadi sangat kuat karena musuh melihat kemampuan reproduksi genetik dari perempuan. Yang mana menjadikan pemerkosaan maupun segala bentuk kekuasaan lainnya terhadap alat reproduksi perempuan 23 Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender Hubungan Internasiona Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 119 24 Poin 118 Deklarasi Beijing, United Nations, hal 75 dalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 120 25 Ibid, hal : 120 26 Susan brownmiller,Against Our Will: Men, women and Rape,dalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 122 16 sebagai salah satu bentuk penaklukan dan aksi perang yang dianggap setipe dengan penyerangan harta benda pihak lawan. Menurut Susan Brownmiller “kemenangan atas perempuan melalui pemerkosaan merupakan salah satu cara untuk mengukur kemenangan, bagian dari pembuktian maskulinitas dan kesuksesan, sebuah penghargaan yang nyata atas perjuangan mereka”. 27 Menurut pemerhati perang dan gender di India, Anuradha M.Chenoy, dalam sebuah konflik bersenjata, perempuan berada didalam 6 posisi yaitu sebagai : 1. Korban dan pengungsi 2. Berelasi dengan kombatan 3. Pendukung pergerakan 4. Kombatan yang dipersenjatai 5. Pendukung kehidupan kombatan 6. Pembuat perdamaian 28 Lima dari enam posisi 1,2,3,5 dan 6 menunjukkan perempuan tidak diposisikan sebagai kombatan, bahkan rentan menjadi korban karena tidak cukup dilatih dan dipersenjatai. Dalam konflik, perempuan diperkosa karena perannya yang mendukung kehidupan dan budaya yang dianggap bertentangan dengan pelaku pemerkosaan. 29 27 Ibid hal 123 28 Anuradha M.Chenoy, Women, War and Peacedalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 129 29 Susan brownmiller. Against Our Will: Men, women and Rape. dalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 129 17 Hal ini menunjukkan pemerkosaan digunakan sebagai instrumen perang. Pemerkosaan diwilayah konflik terus terjadi karena fenomena internasional ini menjalankan fungsi tersendiri dalam perang, menjadikannya taktik dalam konflik. Menurut Spike Peterson dan Anne Sisson Runyan, sebab terjadinya pemerkosaan perempuan dikarenakan adanya ideologi dominan gender dalam masyarakat yang mempercayai bahwa secara alamiah laki-laki lebih agresif dan aktif secara seksual dari pada perempuan yang lebih pasif dan represif secara seksual. Hal ini juga sering menjadi alasan dilakukannya pemerkosaan selain juga dalih sosial untuk tidak menghukum pelaku secara berat karena dipandang sebagai kejahatan dan alamiah. 30 1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1. Level Analisis