Patogenesis endometriosis STUDI PERBEDAAN EKSPRESI COX 2 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII

commit to user Semakin maraknya penggunaan laparoskopi, maka angka kejadian terdeteksinya endometriosis semakin meningkat West, 2004. Prevalensi kejadian ini sangat beragam dipandang dari berbagai tingkat sosial maupun indikasi dari laparoskopi. Diperkirakan lebih dari 70 juta perempuan dan gadis di seluruh dunia menderita endometriosis. Data penderita endometriosis di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun di Rumah Sakit Umum dr Moewardi pada temuan bedah ginekologi endometriosis berkisar 13,6 ., di rumah Sakit Umum dr Soetomo angka kejadian endometriosis kelompok infertilitas 37,2, dan di Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo angka kejadian endometriosis pada kelompok infertilitas berkisar 69,5 Oepomo TD, 2007. Penelitian pada 1542 wanita caucasian, didapatkan 6 wanita dengan endometriosis pada sterilisasi laparoskopi, 21 ditemukan pada wanita dengan infertilitas dan 15 pada wanita dengan nyeri pelvis. Secara umum pada 1542 sampel tersebut didapatkan prevalensi endometriosis sebesar 33 West, 2004.

2. Patogenesis endometriosis

Akhir-akhir ini patogenesis endometriosis peritoneal termasuk dari implantasi endometrium secara umum diterima Ceyhan, 2008. Perkembangan teori patogenesis endometriosis baik dari ductus wolfii maupun dari jaringan mulleri telah banyak ditentang bahkan sebagian besar mengabaikan. Penemuan endometriosis pada permukaan lapisan serosa colon dan usus halus terjadi murni oleh derivasi embrionik yang terbatas. Teori coelomic metaplasia masih dianggap lemah, karena tidak dapat menjelaskan asal endometriosis. Teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa endometriosis hanya terjadi pada wanita reproduksi, commit to user terutama pada organ pelvis dan pada wanita dengan endometrium yang berfungsi baik. Levander dan Normann 1955 mengemukakan teori induksi. Teori ini berdasarkan asumsi adanya substansi spesifik yang dilepaskan oleh endometrium yang berdegenerasi menginduksi endometriosis dari omnipotent blastema. Teori implantasi berdasarkan prinsip kemampuan endometrium dalam berimplantasi pada permukaan peritoneum. Teori ini terjadi atas 3 tahapan, yaitu : 1 menstruasi retrograde 2 menstruasi retrograde mengandung sel endometrial yang mampu berimplantasi 3 adhesi pada peritoneum terjadi karena adanya implantasi dan proliferasi. Menstruasi retrograde dan adhesi peritoneal dari jaringan endometrial merupakan elemen penting pada patogenesis endometriosis sesuai dengan teori Sampson Van der Linden, 1997. Menurut Bulun 2009 endometriosis mempunyai 3 bentuk klinis, yaitu : 1 implantasi endometrium pada permukaan peritoneum pelvis dan ovarium peritoneal endometriosis 2 kista ovarii yang berisi mukosa endometrioid endometrioma 3 massa solid kompleks yang terdiri dari campuran jaringan endometrium dengan jaringan adiposa serta jaringan fibromuskular yang letaknya antara rectum dan vagina rectovaginal endometriotic nodule. Endometrioma lazim ditemukan pada wanita usia reproduksi, yang biasanya terdiagnosis sebagai lesi kistik dan disebut endometrioma. Ukurannya beragam, dari 1-2 cm hingga mencapai 10 cm atau lebih dan dapat menyerang satu atau kedua ovarium Ceyhan, 2008, Bulun, 2009. commit to user Histogenesis endometrioma belum seluruhnya jelas. Endometrioma memiliki protein yang berbeda dari sebukan endometriosis nir-kistik, dengan tampilan kolagen VI yang relatif berlebihan dan tampilan bcl-2 dan metaloproteinase IX yang kurang. Pada perkembangan dan pemeliharaan dua jenis ini, secara perbandingan imunohistokimiawi dapat ditampilkan gen-gen yang berbeda. Ada tiga model hipotesis yang paling mungkin untuk menjelaskan endometrioma yakni : 1 hipotesis pertama didukung oleh temuan irisan serial ovarium yang berisi endometrioma, ternyata pembentukan khas 90 kista coklat adalah penyusukan jaringan mirip endometrium yang melipat keluar ke permukaan ovarium dan berikutnya melekat ke peritoneum pelvik. Dengan demikian, kebanyakan endometrioma tampaknya dibentuk oleh invaginasi korteks setelah tumpukan serpih perdarahan sebukan endometriosis permukaan melekat ke peritoneum. 2 hipotesis kedua berasal dari teori Sampson yang menyatakan bahwa peran folikel ovarium dalam patogenesis kista endometriosis. Dalam hal ini ada penyebaran lokal endometriosis oleh alir balik darah haid melalui tuba dan sebukan endometriosis permukaan menyerbu kista fungsional. Dengan demikian, sebukan endometriosis di ovarium adalah serupa dengan endometriosis di sisi ekstraovarium yang ukurannya terbatasi oleh fibrosis dan jaringan parut. Artinya, endometrioma besar berkembang karena keterlibatan sekunder kista-kista folikel atau luteal oleh susukan-susukan permukaan. Beberapa endometrioma besar terbukti memiliki ciri histologik kista ovarium luteal atau folikuler. Dengan ultrasonografi transvaginal yang menjejaki folikel ovarium diketahui bahwa commit to user endometrioma dapat berkembang dari folikel ovarium. 3 hipotesis ketiga menggambarkan bahwa metaplasia selomik dari epitel mesotelium yang berinvaginasi ke dalam korteks ovarium berperan pada etiopatogenesis endometrioma. Ini didasarkan pada adanya invaginasi epitel yang sinambung dengan jaringan endometriosis. Hipotesis ini juga didukung oleh adanya endometrioma multilokuler dan asal metaplastik dari tumor-tumor ovarium epitelial. Metaplasia selomik juga dikuatkan oleh adanya endometrioma yang tidak tertahan di peritoneum, sehingga tidak mungkin merupakan akibat dari perlekatan dan perdarahan susukan superfisial yang aktif. Bukti lain adanya endometrioma pada penderita sindrom Rokitansky-Kuster-Mayer-Hauser yang tidak memiliki haid terbalik Jacoeb et al, 2009. Ketepatan patogenesis endometrioma tidak hanya diperlukan untuk kepentingan ilmiah, melainkan juga sebagai dasar praktis dalam menentukan penatalaksanaan yang paling memadai untuk endometrioma Jacoeb et al, 2009.

3. Klasifikasi