STUDI PERBEDAAN EKSPRESI BAX ANTARA ENDOMETRIOSIS OVARII (ENDOMETRIOMA) DAN KARSINOMA OVARII SEROSUM DIFERENSIASI BAIK

(1)

commit to user

TESIS

STUDI PERBEDAAN EKSPRESI BAX ANTARA ENDOMETRIOSIS OVARII (ENDOMETRIOMA) DAN KARSINOMA OVARII SEROSUM

DIFERENSIASI BAIK

RONNY ADHY NURCAHYO NIM. S.5806008

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALISI I OBSTETRI GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Endometriosis adalah penyakit yang masih banyak menimbulkan masalah sejak dipublikasikan pertama kali pada tahun 1800 hingga sekarang. Hal ini dikarenakan gejala klinis, diagnosis, pengobatan dan patogenesisnya yang belum jelas sehingga dikatakan sebagai The Disease of Theory. Endometriosis merupakan kelainan ginekologis yang bersifat jinak, akan tetapi dampak klinis yang ditimbulkannya cukup serius yaitu meningkatnya infertilitas, nyeri panggul kronis dan risiko menjadi ganas.1,2 Pada beberapa penelitian molekuler, dilaporkan mengenai peningkatan risiko keganasan ovarium yang berasal dari endometriosis ovarii (endometrioma). Apabila sudah terjadi perubahan menjadi karsinoma ovarii akan mengakibatkan prognosis yang jelek pada penderita endometrioma. Pada penelitian ini akan dicari hubungan antara endometrioma dan karsinoma ovarii melalui jalur molekuler.

Endometriosis merupakan suatu campuran antara kelainan jinak dan ganas. Endometriosis tidak dapat disebut sebagai kondisi premaligna, tetapi data epidemiologi, histopatologi dan molekuler memberi kesan mempunyai potensi untuk menjadi ganas. Sampson pada tahun 1925 pertama kali melaporkan bahwa endometriosis dapat berubah menjadi ganas. Kriteria menurut Sampson menyatakan bahwa endometriosis dan karsinoma ovarii dapat terjadi bersamaan dalam satu ovarium.3,4,5 Penelitian oleh Fukunaga, Ogawa dan Oral menyatakan insiden endometriosis dengan karsinoma ovarii sekitar 8-30%. Seidman dan


(3)

commit to user

2

Nishida menyatakan risiko transformasi ke arah keganasan dari endometrioma sekitar 0,7-1,6% dalam waktu 8 tahun. Samsulhadi juga pernah melakukan penelitian endometrioma berubah menjadi ganas sekitar 0,7-1%. Data dari

National Swedish Cancer (2006) menyatakan adanya peningkatan risiko terjadinya karsinoma ovarii sebesar 2,5 kali pada wanita endometriosis yang melakukan follow up diatas 10 tahun. Ness juga menyatakan wanita yang terkena karsinoma ovarii 1,7 kali dengan riwayat endometriosis. Brinton menyatakan adanya risiko keganasan ovarium pada wanita dengan endometriosis sebesar 4 kali setelah dilakukan follow up selama 10 tahun.2,3,4,5 Penelitian Kawaguchi tentang karakteristik klinikopatologi pasien endometriosis yang berhubungan dengan karsinoma ovarii yaitu clear cell (61%), endometrioid (33%), musinosum (4%) dan serosum (2%). Penelitian Nezhat tentang gambaran histopatologi pada karsinoma ovarii yang berhubungan dengan endometriosis yaitu endometrioid (60%), clear cell (15%) dan sisanya tipe lain, dimana 40% karsinoma ovarii terjadi pada stadium satu. Penelitian lain oleh Deligdisch didapatkan histopatologi karsinoma ovarii stadium satu tipe non serous (endometrioid dan clear cell) sebesar 71% dan tipe serous sebesar 29%. Berdasarkan penelitian Okamura dan Kitabuchi , angka kejadian keganasan endometriosis akan meningkat pada jenis atipikal endometriosis menjadi karsinoma endometrioid sebesar 60-80%. Terdapat tiga kriteria yang menunjukkan neoplasma ganas berasal sel endometriosis yaitu (1) jaringan jinak berdampingan dengan jaringan ganas pada suatu organ, (2) karsinoma tersebut merupakan tumor primer, (3) terdapat gambaran kelenjar dan stroma.6,7,8


(4)

commit to user

3

Karsinoma ovarii secara teoritis juga disebabkan perubahan genetik karena kerusakan epitel ovarium selama proses ovulasi. Karsinoma ovarii lesi awal dapat berasal dari endometriosis atau metaplasi duktus muleri epitel permukaan ovarium. Penelitian Bulun, Kitawaki, Wieser dan Arvanitis menyatakan terdapat hubungan antara endometriosis dan karsinoma ovarii berkenaan dengan faktor risiko, perubahan genetik, penyimpangan aktivitas onkogen dan jalur antiapoptosis. Penelitian Kitawaki dan Wieser menyatakan bahwa endometriosis mempunyai etiologi multidimensional seperti herediter, hormonal dan imunologis.5,6,7,8,9 Persamaan teori antara endometriosis dan karsinoma ovarii yaitu darah haid berbalik (retrograde menstruation), peningkatan gonadotropin, inflamasi kronis dan yang terpenting adalah perubahan genetik. Apoptosis dan angiogenesis terlibat dalam patogenesis endometriosis. Ketahanan hidup jaringan endometrium ektopik dipengaruhi oleh peran penting apoptosis dan pasokan darah yang luas di dalam dan di sekitar jaringan

endometriosis. Penurunan apoptosis menguntungkan ketahanan hidup

endometriosis karena neovaskularisasi merupakan syarat utamanya. Aktivitas apoptosis dicerminkan dengan indeks apoptosis yang ternyata rendah pada epitelium permukaan ovarium normal dan tumor jinak tetapi meningkat pada tumor garis batas (borderline/low malignat) dan ganas.4,7,8,9 Publikasi tentang

Hallmark of Cancer pada tahun 2000, memperlihatkan bahwa endometriosis merupakan proses neoplasma dengan melihat persamaan berdasarkan klinikopatologi, molekuler dan genetik.8,10

Berdasarkan bukti-bukti epidemiologi yang menyatakan adanya hubungan antara endometriosis dan karsinoma ovarii maka dilakukan penelitian


(5)

commit to user

4

dengan pendekatan molekuler. Ciri-ciri suatu malignansi sebagaimana dikenal sebagai The Hallmark of Cancer, digunakan dalam pendekatan ini.8,9,10 Bax (Bcl-2 assosiated x protein) merupakan famili dari Bcl-2 yang teridentifikasi pertama

kali sebagai fasilitator apoptosis (proapoptosis). Keganasan biasanya

menyebabkan overekspresi dari protein anti apoptosis (Bcl-2), underekspresi dari protein proapoptosis (Bax) dan inaktivasi dari gen p53 pada saat selesai proses mutasi.9,11,12,13,14,15,16,17 Berdasarkan beberapa alasan di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii, sehubungan dengan kesamaan dan perbedaan sifat serta patogenesis antara kedua kelainan tersebut melalui jalur molekuler yaitu potensi menghindari apoptosis.

1.2.Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan ekspresi Bax antara endometrioma dan karsinoma ovarii ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum : untuk mempelajari makna perbedaan ekspresi Bax terkait

patogenesis antara endometrioma dan karsinoma ovarii.

1.3.2. Tujuan Khusus : untuk mengetahui perbedaan ekspresi Bax antara


(6)

commit to user

5

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritik : hasil penelitian tersebut dapat digunakan sebagai dasar penelitian kesamaan patogenesis endometrioma dan karsinoma ovarii. 1.4.2. Manfaat Aplikatif : dapat digunakan untuk mengetahui ekspresi Bax dalam

rumusan kesamaan dan perbedaan sifat molekuler endometrioma dan karsinoma ovarii.


(7)

commit to user

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinogenesis

Kanker merupakan penyakit yang disertai dengan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol. Melakukan invasi dan menyebar dari tempat asal sel tersebut ke tempat lain dalam tubuh. Terdapat tiga proses yang mempengaruhi jumlah sel secara keseluruhan pada makhluk hidup. Proses pertama adalah proliferasi sel. Kedua adalah eliminasi sel melalui proses kematian yang terprogram. Ketiga adalah fase inaktif selama proses deferensiasi, untuk memberikan kesempatan bagi sel melakukan perbaikan bagi penyimpangan yang mungkin terjadi. Sel kanker pada umumnya mengalami gangguan pada gen pengatur yang mempengaruhi proliferasi menjadi tidak terkontrol. Karsinogenesis merupakan proses pembentukan sel kanker yang patogenesisnya secara molekuler merupakan penyakit genetik. Proses ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor (multifaktorial) yang menyerang tubuh secara bertahap (multistage) baik pada tingkat fenotip maupun genotip.18,19

Proses perubahan sel normal menjadi sel kanker melalui tiga tahap, yaitu inisiasi, promosi dan progresi. Pada tahap inisiasi, terdapat faktor inisiator yang memulai pertumbuhan sel yang abnormal seperti radiasi, bahan kimia, virus ataupun mutasi spontan. Pada tahap ini juga mengalami kerusakan yang bersifat menetap (irreversible). Sel yang terinisiasi tidak berbeda dengan sel normal kecuali menjadi lebih sensitif dan mudah terangsang oleh faktor pertumbuhan dan faktor penghambat. Pada tahap promosi dipicu oleh promoter, seperti tumor


(8)

commit to user

7

promotor dan faktor pertumbuhan sehingga terbentuk sel-sel yang polimorfik dan anaplastik. Sel juga akan dipacu untuk membelah oleh substansi karsinogen dan mempengaruhi diferensiasi, sehingga mengalami ketidaksesuaian fungsi setelah pembelahan. Pada tahap progresi ditandai dengan adanya invasi sel ganas ke membran basalis dan perubahan ini melibatkan beberapa gen, yaitu onkogen, gen penekan tumor (tumour suppressor gen), gen yang berperan dalam perbaikan DNA (repair DNA gen) dan gen pengatur apoptosis.9,20,24

Pro-carcinogenetic factor

Normal Cell

Anti-carcinogenetic factor

Normal

Phenotype

Initiated Cell

Preneoplasia

Malignant Phenotype :

Drug resistant, Angiogenesis

and Immunotolerant

Invasive

tumor

Promotion Progression Initiation

DNA

Repair

Growth

inhibitors.

Diff.

factors

Diff. Factors Immunosurveillance Lack of Angiogenesis. Apoptosis. Radiation Mutagenic chemicals. Viruses. Spontaneous Mutation Tumor Promoters Growth Factor Viruses. Radiation Mutagenic chemicals. Viruses. Spontaneous Mutation

Gambar 2.1. Skema Karsinogenesis (Dikutip dari Mac Donald, 2002) dengan modifikasi.


(9)

commit to user

8

Pada tingkat molekuler, transformasi sel normal menjadi ganas disebabkan perubahan salah satu atau keseluruhan dari tiga gen pengatur. Ketiga gen tersebut yaitu protoonkogen yang menghasilkan protein pertumbuhan, gen supresor yang menghasilkan protein untuk menghambat pertumbuhan sel dan gen apoptosis yang menghasilkan bahan untuk program kematian sel. Selain ketiga gen tersebut, terdapat pula gen yang ikut mempengaruhi proses karsinogenesis yaitu berperan dalam repair DNA. Gen ini mempengaruhi proliferasi sel dengan memperbaiki kerusakan non lethal yang terjadi pada gen lainnya dan bila terjadi kerusakan akan menimbulkan mutasi serta transformasi neoplasma.9,20,22,23

Onkogen adalah gen yang berkaitan dengan terjadinya transformasi neoplasma dan berasal dari protoonkogen yang mengalami mutasi. Protoonkogen adalah gen yang terdapat pada sel normal, berfungsi untuk mengatur proliferasi normal. Aktivasi yang dialami protoonkogen seluler menjadi onkogen mengakibatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel. Walaupun ada sel yang mengalami pembelahan secara tidak terkendali tetapi masih belum mengarah keganasan. Hal ini karena sel disekitarnya akan bereaksi dengan mengeluarkan zat penghambat pertumbuhan (growth inhibitor) yang akan terikat di reseptor sel yang malfungsi, mengirimkan signal ke inti sel dan mengaktifkan gen penekan tumor (tumour suppressor gen,TSG).

Proses timbulnya keganasan pada tingkat molekuler dapat diamati dari produksi protein berlebihan yang dihasilkan oleh onkogen. Proses proliferasi yang tidak terkendali tanpa diikuti dengan maturasi sel dapat mengakibatkan gangguan


(10)

commit to user

9

deferensiasi dan tahap selanjutnya mencerminkan progresifitas sel menjadi ganas.17,20,24

Gen penekan tumor berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan sel, apabila diaktifkan akan menghentikan siklus pembelahan sel, sehingga dapat mencegah pertumbuhan sel selanjutnya. Bila terjadi malfungsi yang disebabkan mutasi, maka sel abnormal akan terus membelah diri. Selain itu, tidak respon terhadap zat penghambat pertumbuhan yang dikeluarkan oleh sel sekitarnya untuk menghentikan pembelahan sehingga terjadi keganasan. Kelainan pada gen penekan tumor bersifat resesif, artinya akan menimbulkan tumor bila kedua allele

menunjukkan kelainan atau kehilangan.9,17,23

2.1.1. Pengaturan siklus sel

Siklus pembelahan sel pada dasarnya dibagi dalam dua fase, yaitu fase mitosis (M) dan interval (interfase). Penggandaan DNA terjadi pada interfase yang disebut fase sintesis (S), sedangkan penggandaan sel terjadi pada fase mitosis (M). Gap antara akhir fase M dengan awal fase S disebut sebagai fase G1 dan gap antara akhir fase S dengan awal fase M disebut fase G2. Sehingga siklus sel dikenal ada empat fase, yaitu fase mitosis (M), prasintesis (G1) , sintesis (S) dan pramitosis (G2). Fase G1 mulai mempersiapkan untuk sintesis DNA, RNA dan protein. Fase S terjadi replikasi DNA dan pada akhir fase ini sel telah berisi DNA ganda dan kromosom yang telah mengalami replikasi. Fase G2 sel mengandung DNA dua kali lebih banyak daripada sel fase lain. Fase M terjadi sintesis RNA disebabkan protein berkurang dan terjadi pembelahan menjadi dua


(11)

commit to user

10

sel. Setelah itu sel memasuki fase istirahat (G0). Sel dalam fase G0 masih dapat berproliferasi yang disebut dengan sel induk (stem cell) atau klonogenik.20,23,25

Gambar 2.2. Siklus sel (Dikutip dari Sinauer, 2001)

Perubahan dari satu fase ke fase berikutnya pada siklus sel diatur oleh beberapa checkpoint. Fungsinya untuk memastikan bahwa kromosom utuh, dan siklus sel telah sempurna sebelum memasuki tahap berikutnya. Pengaturan

checkpoint tersebut melibatkan aktivasi dan degradasi cyclin, aktivasi cyclin dependent kinases (CDKs) dan cyclin dependent kinase inhibitor (CDKIs). Interaksi diantara ketiga kelas protein tersebut berperan untuk mengontrol berbagai tahap siklus sel. Selain itu, mencegah sel ke tahap selanjutnya, jika terjadi kerusakan DNA melalui mekanisme checkpoint dan deregulasi proses ini berperan dalam terjadinya keganasan.9,18,23

Pada keganasan terjadi perubahan pengaturan siklus sel secara genetik dan mempengaruhi ekspresi protein pengatur siklus sel. Hal ini dapat menyebabkan overekspresi cyclin dan kehilangan ekspresi CDKIs serta deregulasi


(12)

commit to user

11

aktivitas CDKs. Selain itu terjadi ketidakmampuan kontrol checkpoint,

mengakibatkan respon yang menyimpang terhadap adanya kerusakan sel. Ketidakmampuan ini juga menyebabkan inisiasi fase S atau fase M tetap berlangsung, meskipun terjadi kerusakan sel dan ketidakstabilan genetik yang selanjutnya menimbulkan clone maligna.7,19

2.1.2. Apoptosis

Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram, untuk mengontrol proliferasi atau sebagai respon terhadap kerusakan DNA. Ciri morfologi apoptosis adalah pengecilan sel, penonjolan membran, kondensasi kromatin dan fragmentasi inti sel. Apoptosis terjadi melalui dua jalur utama, yaitu jalur ekstrinsik (sitoplasmik) yang dipicu oleh death receptor (DR) Fas dan jalur intrinsik (mitokondrial) yang diaktifkan oleh mitokondria itu sendiri.9,18,23

Jalur ekstrinsik dimulai setelah death receptor (DR) berikatan dengan sinyal apoptosis (Fas, TNF). Hal ini menyebabkan perubahan bentuk dari domain intraseluler menjadi death domain. Selain itu memungkinkan terikatnya berbagai protein dengan reseptor, dan reaksi ini akan diikuti aktivasi caspase 8 serta menginisiasi apoptosis.

Jalur intrinsik terjadi pelepasan sitokrom-c dari mitokondria melalui porus yang dibentuk oleh mitochondrial permeability transition pore (PTP) dan protein proapoptosis Bax. Jika PTP berasosiasi dengan Bax maka akan terbentuk kanal spesifik untuk sitokrom-c dan beberapa faktor yang menginduksi apoptosis. Hal ini akan dicegah oleh protein antiapoptosis Bcl-2.


(13)

commit to user

12

Gambar 2.3. Jalur Apoptosis Ekstrinsik dan Intrinsik (Dikutip dari Werner, 2004)

Bax merupakan salah satu protein tumor supresor yang merupakan target transkripsi dari protein p53 (faktor transkripsi). Bax berperan sebagai protein yang mempromosikan apoptosis melalui jalur intrinsik untuk menginduksi lepasnya sitokrom –c dari dalam membran mitokondria. Aktivitas Bax akan dihambat oleh Bcl-2.

Sitokrom-c yang dilepaskan oleh mitokondria ke sitosol akan berinteraksi dengan Apaf-1 untuk membentuk apoptosom yang akan mengaktivasi procaspase 9 menjadi caspase 9. Caspase 9 yang aktif akan melakukan pemecahan terhadap caspase efektor, yaitu caspase 3,6 dan 7 sehingga menimbulkan perubahan morfologis yang khas pada sel yang mengalami apoptosis.9,18,20


(14)

commit to user

13

2.1.3. Protein Bax

Bax pertama kali diidentifikasi sebagai protein proapoptosis dari keluarga protein Bcl-2. Anggota keluarga Bcl-2 terdiri dari 4 domain homologi yang khas, dinamakan Bcl-2 homologi domain (BH1, BH2, BH3, BH4) dan dapat membentuk hetero maupun homodimer. Bcl-2 berfungsi sebagai regulator anti atau proapoptosis yang terlibat dalam aktivitas seluler yang beragam.

Bax adalah protein Bcl-2 proapoptosis yang mengandung domain BH1, BH2 dan BH3. Pada sel mamalia sehat, Bax lebih sering ditemukan dalam sitosol. Saat terinisiasi oleh sinyal apoptosis, Bax mengalami perubahan konfirmasi dan masuk ke dalam membran organel, terutama pada membran luar mitokondria. Bax diduga berinteraksi dengan menginduksi kanal anion yang voltagedependent dari

mitokondria (VoltageDependent Anion Channel, VDAC). Bukti lain menyatakan

bahwa, Bax yang teraktivasi membentuk suatu poligomeric pore dengan MAC (Mitochondrial Apoptosis induced Channel) di membran luarnya. Kemudian menyebabkan pelepasan sitokrom-c dan faktor proapoptosis lain dari mitokondria. Hal ini sering dikatakan sebagai permeabilisasi membran luar mitokondria, yang mengarah kepada aktivasi caspases. Selain itu menjelaskan peran langsung Bax dalam permeabilisasi membran luar mitokondria, suatu peran yang umum dari

protein Bcl-2 yang mengandung domain BH1, BH2, BH3.9,16

Ekspresi Bax ditingkatkan oleh tumor supresor protein p53. Bax telah dibuktikan terlibat dalam apoptosis yang dimediasi oleh p53. Protein p53 adalah faktor transkripsi yang bila diaktivasi sebagai bagian respon sel terhadap stress meregulasi banyak target gen downstream termasuk Bax. 26,27,28,29


(15)

commit to user

14

Gambar 2.4. Struktur domain protein famili Bcl-2 (Dikutip dari Chao, 1998)

2.2. Endometriosis 2.2.1. Definisi

Endometriosis adalah sebukan jaringan berupa sel-sel kelenjar dan stroma abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus dan memicu reaksi peradangan menahun.1

Endometriosis ovarii (endometrioma) adalah endometriosis yang tumbuh pada ovarium sebagai lesi kistik dengan ukuran beragam dari 1-2 cm hingga mencapai 10 cm atau lebih dan dapat menyerang satu atau kedua ovarium.1


(16)

commit to user

15

2.2.2. Epidemiologi

Endometriosis sering terjadi pada wanita usia reproduksi, walaupun tidak tertutup kemungkinan adanya kasus pada usia premenopause, menopause dan pascamenopause. Endometriosis tidak terbatas pada wanita yang belum mempunyai anak (nullipara), karena juga sering ditemukan pada wanita dengan infertilitas skunder. Pada wanita dengan infertilitas primer ditemukan sekitar 25% dan diperkirakan akan terus meningkat.1,12,20 Angka kejadian di RS Dr Moewardi Surakarta sekitar 13,6%.2

2.2.3. Etiopatogenesis

Etiologi dan mekanisme pasti tentang perkembangan endometriosis belum seluruhnya diketahui. Asal (histogenesis) endometriosis tidak sama dengan faktor-faktor spesifik penyebab (etiologi) penyakit. Beberapa faktor etiologi (kausatif) tambahan bertanggung jawab atas perkembangan endometriosis terlepas dari teori histogenesis mana yang terlibat, tetapi masih banyak yang belum memiliki bukti mendasar. Etiologi endometriosis yang sudah diketahui adalah (1) haid berbalik (retrograde menstruation), (2) imunitas yang berubah dan gangguan respon imun, (3) folikel tak pecah terluteinisasi (luteinized unruptured follicle, LUF), (4) spektrum disfungsi ovarium. Dari beragam teori ini yang paling banyak dianut adalah teori haid berbalik (retrograde menstruation).1

Teori retrograde menstruation yang dikemukakan oleh Sampson (1927),

merupakan keadaan yang fisiologis pada setiap wanita yang mengalami menstruasi, tetapi hanya sekitar 10% yang mengalami endometriosis.1 Tiga kondisi yang dapat menjelaskan teori ini adalah (1) sel endometrium masuk dalam


(17)

commit to user

16

kavum peritoneum melalui tuba fallopii yang terbuka, (2) sel endometrium keluar bersama darah menstruasi dapat hidup dan mampu mengadakan implantasi di dinding pelvis serta berproliferasi, (3) penyebaran dalam kavum peritoneum pada lokasi yang sesuai dengan prinsip transplantasi dari sel yang eksfoliatif.2,30,31

Faktor-faktor imunologi yang berperan dalam endometriosis adalah (1) faktor pertumbuhan endothelial vaskuler (Vascular Endothelial Growth Factor, VEGF) dimana makrofag yang teraktifkan mampu menghasilkan VEGF pada endometriosis, sebagai faktor pertumbuhan angiogenik yang kuat. (2) Faktor penghambat migrasi (Migration Inhibiting Factor, MIF) ikut serta dalam peningkatan jumlah makrofag di sekitar lesi endometriosis dan peningkatan aktivitas sitotoksisitas proinflamatorik. (3) Kadar IL-6 dan TNF-alfa yang meningkat dan IL-8 membantu penempelan jaringan endometriosis di peritoneum.1,2

Faktor genetik (familial) pada endometriosis telah dikenali. Cacat genetik bawaan yaitu adanya LOH (Loss of Heterozygosity) pada kromosom 5q, 6q, 9p, 11q dan 22q. Hal ini dapat menjadi penyebab berkembangnya endometriosis, berat ringannya endometriosis, respon pengobatan dan laju kekambuhan. Kejadian ini akan meningkat tujuh kali lipat dibandingkan yang normal. Dengan demikian sangat mungkin diwariskan secara multifaktorial, yaitu faktor genetik dan lingkungan bersama-sama menghasilkan gambaran fenotip endometriosis.1,3,18

Ada tiga hipotesis pembentukan endometriosis ovarii (endometrioma), yaitu (1) pelipatan keluar (inverse) korteks ovarium dan pelekukan (invaginasi) progresif serpih haid yang berasal dari perdarahan dan pembentukan susukan endometriosis superfisial di permukaan ovarium dan melekat ke peritoneum, (2)


(18)

commit to user

17

keterlibatan skunder kista ovarium fungsional oleh lesi endometriosis yang menyusuk di permukaan ovarium, (3) metaplasia epitel selomik yang

membungkus ovarium.1

2.2.4. Diagnosis

Diagnosis endometriosis dapat dilakukan secara klinis, pencitraan, laparaskopik dan laboratorik. Secara klinis ditegakkan berdasarkan, (1) data subyektif seperti riwayat keluarga, nyeri haid (dismenorea) dan infertilitas primer atau skunder, (2) data obyektif seperti nyeri pelvik, yang tersering dismenorea, infertilitas dan gangguan haid (perdarahan uterus disfungsional). Hal diatas memang tidak khas karena peradangan dan keganasan menunjukkan hal serupa.1,2,33

Diagnosis pencitraan dapat dilakukan dengan Ultrasonografi (USG)

transabdominal (TA), transvaginal (TV), transrektal (TR) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Dengan USG memiliki sensitivitas 57-92% dan spesifisitas 91-99%. Gambaran USG endometriosis ovarii (endometrioma) tampak sebagai massa kistik dengan ekho derajat rendah (hipoechoik) yang difus atau granuler dan kadang-kadang dijumpai septa tebal didalamnya.32

Diagnosis laparaskopik masih merupakan baku emas (gold standart) yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti endometriosis karena belum ada cara lain yang khas dan peka. Kesalahan diagnosis tanpa laparaskopi mencapai 30-50%. Penampakan lesi endometriosis dengan laparaskopi, yaitu (1) merah, vaskularisasi berlebihan dan proliferatif menunjukkan stadium dini, (2) putih, vaskularisasi sedikit dan metabolik tidak aktif menunjukkan lesi yang


(19)

commit to user

18

sembuh atau laten dan (3) hitam, sama seperti lesi merah menunjukkan stadium lanjut.

Diagnosis laboratorik dapat dilakukan secara biopsi, marka biokimiawi seperti CA 125, sitokin seperti interleukin (IL) dan tumor nekrosis faktor (TNF) alfa, imunohistokimia seperti Bcl-2 dan p53 yang berhubungan dengan apoptosis.1,31,33

2.3. Karsinoma ovarii 2.3.1. Definisi

Karsinoma ovarii adalah kanker primer berasal dari ovarium.17

2.3.2. Epidemiologi

Karsinoma ovarii dapat mengenai semua usia dengan berbagai tipe histologi. Jenis epitelial merupakan yang terbanyak dan sering dijumpai pada penderita usia lebih dari 50 tahun dan jenis germinal sering dijumpai pada penderita usia kurang dari 20 tahun.17,21,22,34

2.3.3. Etiopatogenesis

Sejak pertama kali karsinoma ovarii ditemukan, telah diterangkan beberapa hipotesis berdasarkan patogenesisnya untuk mengetahui terjadinya kelainan ini. Setiap hipotesis mempunyai kelemahan dan berusaha untuk terus diperbaiki sampai saat ini. Ada tiga hipotesis yang dianut dan dijabarkan menurut kronologi kemunculannya.


(20)

commit to user

19

Hipotesis pertama diperkenalkan oleh Fathalla (1972) yaitu OSE-CIC (Ovarian Surface Epithelial-Cortical Inclusion Cyst) yang menyatakan bahwa pada saat ovulasi terjadi kerusakan sel-sel epitel ovarium berulang kali, yang selanjutnya menyebabkan kerusakan DNA yang mungkin tidak diikuti dengan perbaikan (DNA repair) dan tidak berfungsinya gen penekan tumor (tumour suppressor gene, TSG). Selain proses tersebut terjadi invaginasi permukaan ovarium sehingga terjadi struktur sirkuler di bawah lapisan epitel permukaan ovarium. Ini disebut dengan kista inklusi kortikal yang berkembang karena stimulasi estrogen akibat meningkatnya gonadotropin.6,17,22

Hipotesis lainnya adalah reaksi inflamasi. Ini mungkin merupakan salah satu faktor yang ikut dalam proses karsinogenesis ovarium. Reaksi inflamasi akan menghasilkan oksidan yang toksik menyebabkan kerusakan DNA dan protein sehingga terjadi mutasi DNA. Mekanisme tubuh akan melakukan perbaikan (repair) DNA yang rusak. Inflamasi yang kronis menyebabkan kematian sel dan tubuh mengkompensasi dengan meningkatkan pembelahan sel. Bila diakselerasi (dipacu) memudahkan terjadinya kesalahan pembentukan DNA dan mutasi (mutagenesis). Reaksi inflamasi juga meningkatkan pelepasan sitokin dan faktor pertumbuhan (growth factor). Secara umum sitokin ikut berperan pada regulasi protein dan meregulasi cyclooxygenase (COX-2) yang merupakan enzim untuk sintesis prostaglandin. Prostaglandin juga berperan terhadap penurunan diferensiasi sel, menghambat apoptosis, meningkatkan proliferasi sel dan

merangsang pembentukan angiogenesis melalui growth factor dan matrix


(21)

commit to user

20

Kelemahan hipotesis pertama adalah dengan memperhatikan klasifikasi histopatologi menurut WHO serta adanya sifat pertumbuhan dan genotip yang beragam serta bagaimana mungkin kelainan ini berasal dari satu tipe epitel. Selain itu, tidak dapat menjelaskan adanya karsinoma peritoneal ekstra ovarii yang memiliki gambaran histopatologi yang identik dengan karsinoma ovarii serosum tetapi tidak melibatkan ovarium.34

Hipotesis kedua dikemukakan oleh Shih dan Kurman (2004) untuk menyatukan temuan klinis, histopatologi dan genetik karsinoma ovarii. Dengan mempertimbangkan perbedaan ekspresi mutasi p53 dan KRAS (Kirsten Rat Sarcoma) terhadap sifat progresi dan metastasisnya, dikelompokkan dalam dua tipe (Two Pathway Model). Tipe satu terdiri dari seluruh tipe histopatologi

(serosum, musinosum, endometrioid, clear cell dan transisional) yang

memperlihatkan gambaran low grade/well differentiated (G1). Karakteristik tipe satu adalah pertumbuhan yang lambat dan perubahan genetik molekuler yang jelas. Kelainan genetik yang paling sering dijumpai mutasi KRAS dan BRAF (serosum dan musinosum). Selain itu juga mutasi PTEN (endometrioid) dan TGF-beta (clear cell). Tipe dua memperlihatkan gambaran high grade (moderatly dan

poorly differentiated/G2 dan G3). Tipe ini terdiri dari serosum, endometrioid,

clear cell, mixed epithelial dan undifferentiated. Karakteristik tipe dua adalah pertumbuhan yang cepat dan sangat agresif. Perkembangan tumor tipe dua kemungkinan karena displasia kista inklusi. Tipe ini memperlihatkan mutasi p53 yang tinggi (serosum dan mixed epithelial), overekspresi HER2/neu dan AKT2 (serosum). Selain overekspresi p53, peningkatan juga terjadi pada ekspresi HLA-G dan indeks proliferasi (Ki 67).


(22)

commit to user

21

Walaupun hipotesis Shih dan Kurman telah memperbaiki hipotesis sebelumnya, tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan bagaimana karsinoma ovarii tipe satu dapat muncul dan apakah melibatkan suatu lesi prekusor yang memiliki kelainan genetik sebelumnya. Pertanyaan tersebut muncul karena mutasi p53 terjadi pada proses yang lanjut serta overekspresi HER2/neu dan AKT2 terjadi pada proses metastasis.34,35

Hipotesis ketiga muncul berdasarkan adanya studi penelitian karsinoma tuba fallopii pada wanita dengan mutasi gen BRCA (Breast Related Cancer Antigen) kemungkinan dapat menjawab beberapa pertanyaan diatas. Piek (2001) melaporkan adanya 50% displasia pada 12 pasien dengan BRCA positif.36 Medeiros (2006) melakukan studi serupa pada 13 pasien dengan BRCA positif yang dilakukan salpingo-oovorektomi bilateral. Ditemukan insiden karsinoma intraepithelial tuba serosum (Tubal Intraepithelial Carcinoma, TIC) sebesar 38% tetapi tidak ditemukan di ovarium. Kasus positif (80%) terdapat di ujung fimbria tuba, dimana terjadi transisi dari epitel tuba ke epitel peritoneum. Hal lain yaitu terdapat ekspresi p53 berlebihan pada bagian tersebut.34,37

Studi penelitian yang dilakukan oleh Lee (2007) pada bagian distal tuba terhadap wanita dengan BRCA positif dan BRCA negatif sebagai kontrol. Kedua

populasi memperlihatkan overekspresi p53 dan ini menunjukkan adanya

kerusakan DNA. Hal ini merupakan bukti bahwa bagian ujung fimbria wanita normal dalam kondisi normal mengalami kerusakan genotoksik dan mencetuskan respon kerusakan DNA. Berdasarkan hal diatas, maka muncul hipotesis bahwa

overekspresi p53 pada fimbria tuba dapat mewakili prekusor karsinoma ovarii serosum.38


(23)

commit to user

22

Berdasarkan perkembangan patogenesis karsinoma ovarii diatas, maka Shih dan Kurman (2010) menyempurnakan hipotesisnya. Mereka memasukkan hipotesis Lee (2007) kedalamnya. Selain itu juga menggambarkan kemungkinan terjadinya kista inklusi (Cortical Inclusion Cyst, CIC) yang melibatkan sel fimbria tuba dengan kerusakan DNA dan menjadi prekusor karsinoma ovarii tipe dua.39

Gambar 2.5. Patogenesis Karsinoma Ovarii (Dikutip dari Levanon, 2008)

2.3.4. Klasifikasi histopatologi

Ada dua klasifikasi histopatologi karsinoma ovarii menurut FIGO (2006) yaitu (1) epithelial, sekitar 65% terbagi atas serosum (20-50%), musinosum (15-25%), endometrioid (5-10%), clear cell (5%), brenner (2-3%) dan undifferentiated carcinomas; (2) non epithelial, sekitar 35% terbagi dari germ cell (20-25%), sexcord stromal/granulose cell (5-8%) dan sarcoma.21,22


(24)

commit to user

23

2.3.5. Diagnosis

Diagnosis pasti karsinoma ovarium dengan surgical staging, tetapi dapat pula dilakukan dengan pencitraan dan pemeriksaan tumor marker.17,22

Gambaran USG biasanya permukaan dinding ireguler, ekho densitas rendah (hipoechoik), multilokulare, berisi tonjolan papiler multiple dan bersepta.

Penggunaan Colour Doppler sangat dianjurkan karena dapat membedakan tumor

ovarium jinak dan ganas.32 Tumor marker yang sering digunakan adalah CA-125 dengan kadar normal kurang dari 35 U/ml.22,40

2.4. Hubungan antara endometriosis dan karsinoma ovarii. 2.4.1. Histopatologi dan epidemiologi.

Histopatologi dan epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara endometriosis dengan karsinoma ovarii didasarkan atas dua hipotesis, yaitu (1) implantasi endometriotik mengalami transformasi ke arah keganasan melalui fase transisi endometriosis atipik, (2) mekanisme yang mendahului atau faktor predisposisi baik endometriosis maupun kanker sama, seperti cacat genetik, disregulasi imunologi, paparan zat karsinogenik.4,8

Teori Sampson (1925) menyatakan bahwa lesi endometriosis dapat mengalami transformasi keganasan. Data terakhir berdasarkan histologi dan epidemiologi mengesankan endometriosis dapat berkembang menjadi tumor ganas ovarium, terutama jenis epitelial yang disebut dengan Endometriosis Assosiated Ovarian Carcinoma (EAOC). Gambaran sitologi dan atau struktur atipik pada lesi endometriosis mungkin dihubungkan dengan keganasan ovarium. Caranya dengan transformasi dari atipikal endometriosis (AE) ke karsinoma. Indikator Ki-67


(25)

commit to user

24

menunjukkan peningkatan pada AE dibandingkan tipikal endometriosis, tetapi lebih rendah daripada karsinoma ovarii, sehingga dapat digunakan sebagai kandidat protein yang terlibat dalam karsinogenesis. Selain itu, juga sebagai

petanda perbedaan antara lesi premaligna dan maligna secara

imunohistokimia.5,8,14,41

Pada penelitian yang dilakukan Kawaguchi R. (2008), karakteristik pasien dengan Endometriosis Associated Ovarian Cancer (EAOC) adalah usia 40-49 tahun (44%), waktu terjadinya setelah 10 tahun didiagnosis endometriosis (33%), stadium I C (72%), histopatologi jenis clear cell (61%), tidak ada riwayat keluarga terkena karsinoma ovarii (100%), diameter massa tumor dibawah 10 cm (56%) dan sering terkena di ovarium kiri (50%). Terdapat tiga fase perkembangan EAOC, yaitu pertama asimptomatik dengan tidak ada massa di ovarium. Kedua terjadi perkembangan menjadi endometrioma dan ketiga terjadi tumor padat ovarium. Beberapa karsinoma ovarii jenis endometrioid dan clear cell terjadi melalui fase kedua.42

Tumor-tumor ovarium sebagian besar berkembang dari kista inklusi ovarii yang berasal dari permukaan epitel ovarium (Ovarium Surface Epithelium, OSE). Mayoritas karsinoma ovarii jenis serosum berasal dari kista inklusi tanpa melalui tahap kistadenoma ovarii. Berbeda dengan jenis musinosum yang melalui tahap kistadenoma ovarii terlebih dahulu sebelum berkembang menjadi karsinoma ovarii. Untuk jenis endometrioid dan clear cell kemungkinan berkembang dari endometriosis. Pada penelitian Mok S.C. (2007) terdapat bukti yang kuat bahwa endometriosis adalah lesi prakanker pada karsinoma ovarii, terutama jenis endometrioid dan clear cell.6


(26)

commit to user

25

2.4.2. Biologi Molekuler

Molekuler dan ciri genetik dari hubungan endometriosis dengan karakteristik kanker diusulkan oleh Hanahan dan Weinberg (2000). Dikenal dengan The Hallmarks of Cancer, yaitu (1) Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan, (2) Insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan, (3) Menghindari apoptosis, (4) Potensi replikasi tanpa batas, (5) Angiogenesis berkelanjutan, (6) Kemampuan invasi and metastasis, (7) Ketidakstabilan gen.4

Endometriosis merupakan neoplasma yang tergantung dan mempunyai sinyal induksi pada estrogen. Hal ini dilakukan dengan peningkatan respon terhadap estrogen dan ekspresi aromatase sitokrom p450. Selain itu juga adanya pewarisan polimorfisme genetik reseptor estrogen atau pregesteron dan metabolisme enzim. Pada tingkat sel terdapat perbedaan ekspresi protein p27Kip1 (cdk inhibitor) antara jejas endometriosis aktif dan tidak aktif, bersamaan dengan peningkatan ekspresi p21 pada endometrioma dibandingkan karsinoma ovarii. Hal ini menunjukkan peningkatan aktivitas CDK melalui penghambatan siklus sel.

Endometriosis mempunyai sifat menghindari apoptosis melalui (1) peningkatan Bcl-2 dan penurunan Bax, (2) regulasi pertahanan dan matriks metalloproteinase (MMP), (3) peningkatan Fas ligand dan IL-8 dalam zalir peritoneal endometrioma, dan (4) mutasi gen p53. Kemampuan invasi menembus membran basalis pada kanker dengan mengekspresikan MMP terdapat juga pada endometriosis.

Ketidakstabilan gen merupakan karakteristik dari sel kanker. Kista endometriosis merupakan monoklonal dan terdapat LOH dimana 75% berhubungan dengan adenokarsinoma. Endometriosis memperlihatkan LOH pada


(27)

commit to user

26

kromosom 5q, 6q, 9p, 11q, 22q dan hilangnya peran p53 sebagai tumour suppressor gene. Peningkatan ekspresi p53 dan Bcl-2 yang berperan dalam apoptosis dan MMP yang berperan dalam invasi membran basalis terjadi pada kanker dan endometrioma.3,4,5

2.4.3. Peran Inflamasi

Inflamasi kronis merupakan perubahan dari lingkungan dominan Th-1 menjadi dominan Th-2. Sitokin Th-1 seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6 merupakan sitokin yang mendominasi proses ovulasi. Makrofag menghasilkan VEGF, MMP-9 dan TGF-β berperan dalam invasi dan metastase. Faktor-faktor pada sitokin Th-1 dan makrofag tersebut terdapat pada endometriosis dan karsinoma ovarii.5,8

2.4.4. Peran hormon steroid

Produksi berlebihan estrogen atau androgen dan berkurangnya progesteron akan meningkatkan kejadian endometriosis dan karsinoma ovarii. Penelitian 30 tahun yang lalu menduga karsinoma ovarii berasal dari epitel permukaan melalui stimulasi estrogen dan gonadotropin yang tinggi. Pada anovulasi seperti menyusui dan pemakaian kontrasepsi akan melindungi epitel ovarium dari pengaruh estrogen sehingga menurunkan risiko karsinoma ovarii.

Androgen juga berperan dalam kejadian karsinoma ovarii terlihat pada pengamatan (1) epitel normal dan karsinoma ovarii mengekspresikan reseptor androgen dan anti androgen secara invitro, (2) sebagian besar karsinoma ovarii terjadi pada setelah menopause, (3) penelitian endometriosis yang diterapi dengan danokrin (antagonis androgen) memperlihatkan risiko karsinoma ovarii 3 kali


(28)

commit to user

27

dibandingkan dengan leuprolide atau agonis GnRH. Hal ini dikarenakan androgen yang berlebihan berkaitan dengan IGF-1 (Insulin like Growth Factor-1) dan peningkatan estrogen. Androgen mengkonversi menjadi estrogen dan peningkatan IGF-1 sering dijumpai pada penderita karsinoma ovarii usia muda.8

2.5. Kerangka Teori


(29)

commit to user

28

Keterangan gambar :

Perubahan kearah keganasan suatu sel meliputi stepwise acquisition dari perubahan genetik yang beragam. Keadaan ini disertai perubahan protoonkogen menjadi onkogen dan gen penekan tumor menjadi tidak aktif. Premalignansi memperlihatkan penyimpangan genetik kearah karsinoma. Pada karsinoma ovarii yang berasal dari endometriosis memperlihatkan perubahan genetik (Loss of Heterozygosity, LOH). Hal tersebut mempunyai dugaan kuat bahwa transformasi genetik terjadi pada endometriosis dan karsinoma ovarii.

Ditampilkannya multistep tumour progression, genetik dan hallmark of cancer maka endometriosis berada pada jalur promosi. Hal ini berarti endometriosis telah memiliki kemampuan cukup dalam sinyal pertumbuhan dan tidak peka terhadap hambatan pertumbuhan. Bila kondisi ini diikuti dengan ketidakstabilan gen yang berkelanjutan maka terjadi perubahan kearah atipikal endometriosis (premalignan). Adanya faktor pemicu akan berkembang menjadi karsinoma ovarii terutama jenis endometrioid dan clear cell.43


(30)

commit to user 29 BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Endometrioma :

Karsinoma Ovarii :

Kerusakan DNA

Disregulasi fungsi p53

Apoptosis ↓↓

Bax ↓↓

Keterangan :

Memicu

(LOH : 5q, 6q, 9p, 11q, 22q)

Kerusakan DNA (Akumulasi kesalahan genetik)

Inaktivasi atau Disregulasi fungsi p53 ↑

Bax ↓↓↓


(31)

commit to user 30 Keterangan gambar :

p53 sebagai tumour suppressor gen dapat diaktivasi karena adanya kerusakan DNA. Sel endometrioma terjadi kerusakan DNA karena perubahan genetik (Loss of Heterozygosity, LOH) pada kromosom 5q, 6q, 9p, 11q dan 22 q. Perubahan genetik ini akan mengakibatkan penurunan sensitifitas sinyal apoptosis karena adanya disregulasi fungsi p53 sehingga ekspresi Bax menurun.

Sel karsinoma ovarii terjadi kerusakan DNA karena akumulasi kesalahan genetik (mutasi genetik). Perubahan ini akan mengakibatkan disregulasi fungsi yang lebih berat atau inaktivasi p53. Hal ini mengakibatkan terjadi penurunan drastis sensitifitas bahkan resistensi terhadap sinyal apoptosis sehingga ekspresi Bax lebih menurun.

Bila terjadi kerusakan DNA dan ketidakstabilan gen yang menetap pada sel endometrioma, maka akan terjadi perubahan pada morfologi sel tersebut. Perubahan ini akan dapat terjadi progresifitas dan transformasi menjadi sel karsinoma ovarii.

3.2. Hipotesis


(32)

commit to user

31

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Rancangan Penelitian 4.1.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini berupa penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional.44,45

4.1.2. Rancangan Penelitian

Endometriosis Ovarii (Endometrioma)

Karsinoma Ovarii Serosum Def. Baik

Ekspresi Bax (Skor Histologi)

Uji Beda ( t-Test) atau

Mann Whitney Test

Ekspresi Bax (Skor Histologi)

Sampel


(33)

commit to user

32

4.2. Subjek Penelitian 4.2.1. Populasi Penelitian

Penderita endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik yang dilakukan laparatomi atau laparaskopi di RS Dr Moewardi, RS Brayat Minulya dan Klinik Indriya Ratna.

4.2.2. Kriteria Subjek 4.2.2.1. Kriteria Inklusi

Penderita endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik di bagian Kebidanan dan Kandungan RS Dr Moewardi, RS Brayat Minulya dan Klinik Indriya Ratna antara bulan Agustus - September 2010.

4.2.2.2. Kriteria Eksklusi

Jaringan (preparat) yang rusak.

4.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mengunakan rumus analitik numerik tidak berpasangan, sebagai berikut : 44

Keterangan : N1 = N2 = Besar sampel yang diinginkan Zα = Tingkat kepercayaan 95% (1,64) Zβ = Power 80% (0,84)

S = Standar deviasi (0,15) X1-X2 = 0,2


(34)

commit to user

33

Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan besar sampel minimal 7 sampel endometrioma dan 7 sampel karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Pada penelitian ini diambil 10 sampel endometrioma dan 10 sampel karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

4.2.4. Tehnik Pengambilan Sampel

Sepuluh sampel sediaan endometrioma dan sepuluh sampel sediaan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik yang diperoleh secara non random dengan teknik insidental sampling45 yang telah dilakukan diagnosis oleh ahli Patologi Anatomi.

4.3. Variabel Penelitian 4.3.1. Variabel terikat

Ekspresi Bax

4.3.2. Variabel bebas

Status penyakit endometrioma dan karsinoma ovarii.

4.4. Definisi Operasional Variabel

4.4.1. Ekspresi Bax adalah reaksi enzimatis dari enzim HRP dengan DAB sebagai substrat enzim yang merupakan kelanjutan dari reaksi imunologis antara monoklonal antibodi Bax dengan Bax pada sel dilakukan dengan tehnik imunohistokimia dengan hasil warna coklat keemasan hingga coklat tua. Hasil ini dinyatakan dalam prosentase sel positif setiap 100 sel dalam setiap lapangan pandang dengan nilai variabel skor ekspresi (skor histologis), skala pengukuran interval.


(35)

commit to user

34

4.4.2. Status penyakit endometrioma dan karsinoma ovarii. Endometrioma adalah gambaran dinding kista yang terdiri dari jaringan granulasi (fibrosis) yang kaya makrofag dengan cairan kental warna coklat (hemosiderin), yang digunakan adalah hasil dari diagnosis histopatologi terhadap sediaan blok parafin jaringan ovarium dari laparatomi atau laparaskopi. Karsinoma ovarii adalah hasil dari diagnosis histopatologi terhadap sediaan blok parafin jaringan ovarium dari laparatomi. Berdasarkan klinikopatologi dan studi genetik molekuler terdiri dari dua tipe (tipe satu dan tipe dua). Pada penelitian ini memakai tipe satu yaitu jenis serosum berdeferensiasi baik (low grade). Karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik akan tampak dinding kista tebal dan tipis dilapisi epitel torak yang pleomorfik berinti gelap dengan kromatin kasar di beberapa tempat bertumpuk membentuk struktur dengan invasi ke stroma. Skala pengukuran nominal dikotomi.

4.5. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan September 2010.

4.6. Alat dan Bahan 4.6.1. Alat

- Tissue cassette

- Beaker glass


(36)

commit to user

35

- Poly-L-Lysine slides

- Deckglass

- Humidity chamber vertikal

- Humidity chamber horisontal

- Mikro pipet 10 µl

- Mikro pipet 100 µl

- Mikro pipet 1000 µl

- PCR tube

- Shaker

4.6.2. Bahan

- Formalin buffer

- Alkohol absolut, 95%, 80%, 70%, 50%.

- Xylol

- Parafin

- Aquadest

- Buffer sitrat pH 6

- PBS pH 7,2 - 7,4

- Metanol H2O2 0,3%

- Bloking serum

- Antibodi primer

- Antibodi sekunder : biotin

- Streptavidin

- Substrat enzim peroksidase : DAB


(37)

commit to user

36

- Canada balsam

- Kapas/tissue

4.7. Prosedur pengambilan dan pengumpulan data 4.7.1. Prosesing jaringan

1. Jaringan hasil biopsi/operasi difiksasi terlebih dahulu dengan

menggunakan larutan formalin buffer minimal selama 2 jam.

2. Masukkan jaringan ke cassette tissue kemudian rendam dalam alkohol 50

% selama 1,5 jam.

3. Pindahkan dan rendam dalam alkohol 70 % selama 1,5 jam.

4. Pindahkan dan rendam dalam alkohol 80 % selama 1,5 jam.

5. Pindahkan dan rendam dalam alkohol 95 % I selama 1,5 jam.

6. Pindahkan dan rendam dalam alkohol 95 % II selama 1,5 jam.

7. Pindahkan dan rendam dalam alkohol absolut I selama 1,5 jam. 8. Pindahkan dan rendam dalam alkohol absolute II selama 1,5 jam. 9. Pindahkan dan rendam dalam xylol I selama 0,5 jam.

10. Pindahkan dan rendam dalam xylol II selama 1,5 jam. 11. Pindahkan dan rendam dalam xylol III selama 1,5 jam.

12. Tiriskan dan kemudian dilakukan proses embedding, yaitu direndam

dalam parafin cair dengan titik lebur 58oC pada suhu 45oC dalam inkubator selama 24 jam.


(38)

commit to user

37

4.7.2. Pengecatan imunohistokimia

1. Pemotongan blok parafin dengan tebal 3-4 mikron. Diletakkan pada slides poly L-lysine selanjutnya dinkubasi pada suhu 37oC selama 1 malam (agar lebih merekat pada slides).

2. Deparafinisasi :

a. Direndam dalam xylol I selama 5 menit

b. Direndam dalam xylol II selama 5 menit

c. Direndam dalam xylol III selama 5 menit

d. Direndam dalam xylol IV selama 5 menit

e. Direndam dalam alkohol absolut selama 5 menit

f. Direndam dalam alkohol 95% selama 5 menit

g. Direndam dalam alkohol 70% selama 5 menit

h. Dicuci dengan aquadest selama 5 menit

3. Retrival antigen dilakukan pada microwave oven dengan buffer sitrat pH 6 pada suhu tinggi selama 5 menit kemudian dilaanjutkan pada suhu rendah selama 5 menit.

4. Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit.

5. Tetesi dengan endogenus peroksidase metanol H2O2 0,3% selama 15

menit.

6. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit. 7. Cuci lagi dengan aquadest selama 5 menit.

8. Cuci kembali dengan PBS selama 2 X 5 menit.


(39)

commit to user

38

10.Tiriskan, kemudian tetesi dengan monoclonal Ig G-I rapid antihuman Bax yang telah disiapkan. Inkubasi pada suhu 4oC selama 18 jam.

11.Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit

12.Tetesi dengan antibodi sekunder (berlabel biotin) selama 10 menit.

13.Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit

14.Tetesi dengan streptavidin selama 10 menit.

15.Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit

16.Pemberian substrat enzin peroksidase : DAB selama 15 menit 17.Cuci dengan air mengalir selama 10 menit.

18.Tetesi dengan hematoxylin selama 40 detik. 19.Cuci dengan air mengalir selama 10 menit.

20.Mounting, tutup dengan deckglass.

21.Pembacaan.

4.8. Cara Pengolahan dan Analisis Data 4.8.1. Cara Pengolahan Data

Penilaian makna tampilan protein Bax dinyatakan sebagai Skor Histologi (SH) dilakukan berdasar rumus sebagai berikut (Tan et al, 2002) :11,14

SH = ( PK X IK ) + ( PS X IS ) + ( PL X IL ) + ( PN X IN )

Keterangan :

PK = Persentase Kuat PL = Persentase Lemah

IK = Intensitas Kuat IL = Intensitas Lemah

PS = Persentase Sedang PN = Persentase Negatif


(40)

commit to user

39

Nilai persentase jumlah sel (P), yaitu : 0 – 25% : 1

26 – 50% : 2

51 – 75% : 3

76 – 100% : 4

Tabel 4.1. Nilai Intensitas warna (I)

Nilai Warna Sitoplasma Makna Ekspresi Keterangan

0 Biru keunguan Negatif -

1 Kuning keemasan Positif lemah +

2 Coklat muda Positif sedang ++

3 Coklat tua Positif kuat +++

Tabel 4.2. Makna ekspresi Skor Histologi (SH)

INTERVAL NILAI MAKNA EKSPRESI

0,00 – 3,75 Negatif

3,76 – 7,50 Positif lemah

7,51 – 11,25 Positif sedang

11,26 – 15,00 Positif kuat

Skor histologis ekspresi protein Bax adalah hasil kalkulasi grade


(41)

commit to user

40

Penilaian persentase dan intensitas dilakukan dengan bantuan software Olysia, yang dihubungkan dengan mikroskop Olympus tipe BX-41 dan kamera digital tipe DP-70. Nilai skor histologis yang diperoleh berasal dari sembilan lapang pandang untuk masing-masing slide dan diambil nilai reratanya.

4.8.2. Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t (t-Test) tidak berpasangan bila sebaran data normal. Bila sebaran data tidak normal dilakukan analisis data dengan uji Mann Whitney.44


(42)

commit to user 41 BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian terhadap 10 sampel endometrioma dan 10 sampel karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.1. Hasil penilaian skor histologis ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

No. Slide

Skor Histologis Makna Ekspresi

Endometrioma Karsinoma Ovarii Serosum Def baik

Endometrioma Karsinoma Ovarii Serosum Def baik

1. 4 3 Positif lemah Negatif

2. 8 3 Positif sedang Negatif

3. 5 2 Positif lemah Negatif

4. 8 6 Positif sedang Positif lemah

5. 9 12 Positif sedang Positif kuat

6. 12 6 Positif kuat Positif lemah

7. 12 2 Positif kuat Negatif

8. 8 6 Positif sedang Positif lemah

9. 8 2 Positif sedang Negatif


(43)

commit to user 42

Gambar 5.1. Grafik frekuensi makna ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Berdasarkan hasil perhitungan skor histologis didapatkan nilai ekspresi Bax pada endometrioma dengan nilai tertinggi 12,00 dan nilai terendah 4,00 dengan nilai rerata 7,80. Bax pada endometrioma terekspresi positif kuat 2 sampel, positif sedang 5 sampel dan positif lemah 3 sampel. Nilai skor histologis ekspresi Bax pada karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik didapatkan nilai tertinggi 12,00 dan nilai terendah 2,00 dengan nilai rerata 4,50. Bax pada karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik terekspresi positif kuat 1 sampel, positif lemah 3 sampel dan negatif 6 sampel.


(44)

commit to user 43

Gambar 5.2. Grafik sebaran ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Tabel 5.2. Rerata nilai ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Kelompok Nilai Rerata SD Makna Ekspresi

Endometrioma 7,80 2,86 Positif sedang

Karsinoma Ovarii 4,50 3,14 Positif lemah Serosum Def Baik


(45)

commit to user 44

Gambar 5.3. Grafik nilai rerata ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

5.2. Hasil Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk ekspresi bax

endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik menunjukkan distribusi normal sehingga menggunakan analisis statistik dengan t-test tidak

berpasangan.44

5.3. Hasil Analisis Uji Perbedaan

Uji perbedaan menggunakan t-test memiliki karakteristik yang dianggap

memenuhi syarat bila data berdistribusi normal. Uji ini dapat dipakai untuk memperoleh perbedaan ekspresi Bax antara endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Pada penelitian ini hasil yang diharapkan adalah rerata


(46)

commit to user 45

masing- masing kelompok, selisih rerata antara kelompok, interval kepercayaan (IK) dan nilai p dari selisih rerata.44

Tabel 5.3. Hasil analisis uji perbedaan (t-test) antara endometrioma dan

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Ekspresi Bax n Rerata SD t p IK (Subjek)

Endometrioma 10 7,80 2,86 2,46 0,024 0,48 – 6,12 Karsinoma Ovarii 10 4,50 3,14 2,46 0,024 0,48 – 6,12 Serosum Def Baik

Rerata nilai ekspresi Bax pada endometrioma adalah 7,80 dengan simpangan baku 2,86. Rerata nilai ekspresi Bax pada karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik adalah 4,50 dengan simpangan baku 3,14. Nilai p dari selisih rerata adalah 0,024 (p<0,05) dengan IK 0,48 - 6,12.

Hasil uji perbedaan pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan nilai ekspresi Bax antara endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik dengan nilai p = 0,024 (p<0,05). Nilai ekspresi Bax pada endometrioma adalah 7,80 ± 2,86 dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik adalah 4,50 ± 3,14.

Hasil uji perbedaan ekspresi Bax antara endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik signifikan secara statistik dengan p<0,05 dan IK tidak mencakup nilai nol (0,48-6,12). Bagi klinikus nilai IK memberikan informasi yang lebih akurat dibandingkan nilai p, karena menunjukkan arah dan besarnya hubungan antar variabel.46


(47)

commit to user 46

Berdasarkan analisis data diatas, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan ekspresi Bax yang signifikan antara endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Gambar 5.4. Ekspresi Bax positif (panah merah ) dengan pewarnaan imunohistokimia pada endometrioma - 8 (pembesaran 400 kali).

Gambar 5.5. Ekspresi Bax positif (panah merah) dengan pewarnaan imunohistokimia pada karsinoma ovari - 6 (pembesaran 400 kali).


(48)

commit to user 47 BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional untuk menganalisis perbedaan ekspresi Bax antara endometrioma dan karsinoma ovarii. Sampel penelitian ini adalah penderita endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik masing-masing sebanyak 10 kasus. Tehnik sampling dilakukan secara non random dengan incidental sampling. Hasil uji normalitas diperoleh data penelitian terdistribusi normal sehingga pengelolaan data menggunakan t-test tidak berpasangan.44,45,46

Berdasarkan data epidemiologi perubahan endometrioma menjadi karsinoma ovarii banyak terjadi pada jenis endometrioid dan clear cell. Populasi pada kedua jenis karsinoma ovarii tersebut sangat jarang, maka pada penelitian ini menggunakan jenis serosum. Berdasarkan gambaran histopatologi, karsinoma jenis serosum, musinosum dan endometrioid secara morfologi mempunyai kemiripan dengan jaringan mukosa traktus reproduksi wanita yang merupakan deferensiasi dari Mulleri. . Epitel jenis serosum juga mirip dengan epitel tuba fallopii, musinosum mirip dengan epitel endoservik dan endometrioid mirip dengan kelenjar endometrial. Pada penelitian ini persamaan etiopatogenesis endometrioma dan karsinoma ovarii menggunakan teori OSE-CIC (Ovarian Surface Epithelium-Cortical Inclusion Cyst) dan two pathway model (tipe I dan II).38,39


(49)

commit to user 48

Hal diatas juga sesuai dengan etiopatogenesis terjadinya karsinoma ovarii yang dikemukakan terakhir oleh Lee (2007) dan disempurnakan hipotesisnya oleh Shih dan Kurman (2010) yaitu fimbria tuba dapat mewakili prekusor karsinoma ovarii serosum.38,39

Pada tabel 5.1. dan 5.2. dapat dilihat nilai rerata ekspresi Bax pada endometrioma adalah 7,80 (positif sedang). Makna ekspresi Bax positif kuat terdapat 2 preparat (20%), positif sedang 5 preparat (50%) dan positif lemah (30%). Nilai rerata ekspresi Bax pada karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik adalah 4,50 (positif lemah). Makna ekspresi Bax positif kuat 1 preparat (10%), positif lemah 3 preparat (30%) dan negatif (60%). Hasil diatas menunjukkan ekspresi Bax pada endometrioma berbeda (lebih tinggi) dibandingkan dengan karsinoma ovarii. Hal ini karena pada karsinoma ovarii terjadi trauma ovulasi lebih banyak daripada endometrioma, dan sesuai dengan epidemiologi karsinoma ovarii yang sering terjadi pada usia perimenopause dibandingkan dengan endometrioma yang sering terjadi pada usia reproduksi.1,17

Ekspresi Bax yang lebih tinggi pada endometrioma dibandingkan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik, karena terdapat overekspresi p53 yang berbeda. Disregulasi fungsi atau inaktivasi p53 adalah faktor yang membedakan terjadinya hal tersebut diatas. Overekspresi p53 ini sebagai pencetus respon terhadap kerusakan DNA yang terjadi pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Menurut Varma (2004), inaktivasi p53 kemungkinan sudah terjadi pada karsinoma ovarii sehingga indeks apoptosis lebih rendah dibandingkan pada


(50)

commit to user 49

endometrioma. Hal ini karena inaktivasi p53 sering terjadi pada proses keganasan yang berhubungan dengan proses mutasi.29

Inaktivasi p53 akan mengakibatkan peningkatan Bcl-2 dan penurunan Bax.4,29 p53 tidak berpotensi merangsang apoptosis pada transformasi malignansi endometriosis.6 Braun (2007) juga menyatakan indeks apoptosis lebih menurun pada wanita dengan endometriosis dibandingkan tanpa endometriosis.

Hal diatas berhubungan dengan penurunan sensitifitas terhadap sinyal apoptosis dan meningkatkan ketahanan hidup sel endometriosis.12

Nezhat (2002) memperkirakan, perubahan regulasi fungsi p53 dihubungkan dengan transformasi malignansi dari kista endometriosis. Penelitiannya yaitu pewarnaan p53 negatif pada kista endometriosis jinak dan positif sebesar 37-55% pada kista yang ganas.6 Penelitian Mc Laren (1997) menyatakan, peningkatan proporsi Bcl-2 dan penurunan proporsi Bax ditemukan pada wanita dengan endometriosis, sehingga merupakan predisposisi sel tersebut mengalami resistensi terhadap apoptosis.12

Penelitian oleh Fauvet (2003), menunjukkan ekspresi Bax pada endometrioma lebih tinggi dibandingkan dengan tumor jinak ovarium lainnya dan karsinoma ovarii. Makna ekspresi Bax antara endometriosis ovarii dan karsinoma ovarii adalah positif kuat, sehingga terdapat perbedaan ekspresi Bax yang kurang bermakna .13 Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian Fauvet tidak membedakan karsinoma ovarii tipe I dan II.


(51)

commit to user 50

Nilai ekspresi Bax pada endometrioma adalah 7,80 ± 2,86 dan karsinoma ovarii adalah 4,50 ± 3,14. Hasil ini menunjukkan walaupun endometrioma memiliki gambaran histopatologi seperti tumor jinak ovarium , tetapi ekspresi protein yang berhubungan dengan apoptosis tampak seperti tumor ganas ovarium. Perubahan ekspresi gen yang berhubungan dengan apoptosis pada wanita dengan endometriosis dapat menjelaskan kerentanan atau kelemahan terhadap penyakit tersebut.12

Penelitian oleh Bast (2009), terjadi penurunan sensitifitas terhadap rangsangan apoptosis pada karsinoma ovarii epitelial. Reseptor proapoptosis yang terdeteksi pada kista inklusi, kistadenoma, tumor borderline dan tumor invasif masing-masing sebesar 85%, 94%, 35% dan 4%.46 Hal ini menunjukkan pada karsinoma ovarii sudah mulai terjadi resistensi apoptosis (penurunan drastis ekspresi Bax) dibandingkan endometrioma.47

Pada beberapa studi menunjukkan p53 wild type meningkatkan ekspresi Bax yang mengakibatkan terjadinya apoptosis. Pada karsinoma ovarii dikarenakan sudah terjadi inaktivasi p53, sehingga menghambat terjadinya apoptosis (Bax menurun).29

Penelitian Mauresman (2000) menyatakan ketidakmampuan sel endometrium untuk mengirimkan death signal dan atau kemampuannya untuk mencegah kematian sel berhubungan dengan peningkatan ekspresi faktor antiapoptosis (Bcl-2) dan penurunan ekspresi faktor proapoptosis (Bax).


(52)

commit to user 51

Penelitian Jiang (1998), Obata (1998) dan Kosugi (1999) menyatakan perubahan genetik pada kromosom somatik dan delesi DNA yang mengaktivasi beberapa tumour suppressor gene terlibat dalam inisiasi, persistensi dan progresi endometriosis.6,12

Pada Hallmark of Cancer juga terlihat adanya penurunan sensitifitas terhadap sinyal apoptosis lebih sering terjadi pada karsinoma ovarii dibandingkan dengan endometrioma. Multistep tumour progression juga menunjukkan endometrioma berada pada tahap promosi dan karsinoma ovarii pada tahap progresi.4

Berdasarkan beberapa hal diatas, maka dapat disimpulkan pada penelitian ini terdapat perbedaan ekspresi Bax yang signifikan antara endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Perbedaan ekspresi Bax ini menggambarkan adanya potensi ke arah apoptosis yang lebih tinggi pada endometrioma dibandingkan dengan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Salah satu sifat keganasan dalam tinjauan molekuler adalah kemampuan untuk menghindari apoptosis, dalam hal ini ekspresi Bax pada endometrioma lebih tinggi dibandingkan dengan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Hal tersebut mengindikasikan kemungkinan adanya potensi penghindaran terhadap apoptosis dari endometrioma sampai karsinoma ovarii tipe satu, sehingga endometrioma kemungkinan bertransformasi menjadi ganas.


(53)

commit to user 52 BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Terdapat perbedaan yang signifikan ekspresi Bax antara endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Ekspresi Bax pada endometrioma lebih tinggi daripada karsinoma ovarii serosum diferensiasi baik karena adanya perbedaan disregulasi fungsi p53. Walaupun terdapat perbedaan ekspresi Bax, tetapi masih ada kemungkinan endometrioma bertransformasi menjadi karsinoma ovarii tipe satu karena memiliki sifat seperti sel ganas secara jalur molekuler yaitu potensi menghindari apoptosis.

7.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekspresi Bax dengan membedakan gambaran histopatologi pada endometrioma tipik dan atipik. Selain itu juga mendistribusikan subjek penelitian berdasarkan usia reproduksi dan perimenopause. Penelitian ini juga dapat diulang dengan jumlah subjek yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil yang lebih bermakna dengan rentang interval kepercayaan yang lebih sempit.


(1)

commit to user

47

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional untuk menganalisis perbedaan ekspresi Bax antara endometrioma dan

karsinoma ovarii. Sampel penelitian ini adalah penderita endometrioma dan

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik masing-masing sebanyak 10 kasus.

Tehnik sampling dilakukan secara non random dengan incidental sampling. Hasil uji

normalitas diperoleh data penelitian terdistribusi normal sehingga pengelolaan data

menggunakan t-test tidak berpasangan.

44,45,46

Berdasarkan data epidemiologi perubahan endometrioma menjadi karsinoma

ovarii banyak terjadi pada jenis endometrioid dan clear cell. Populasi pada kedua

jenis karsinoma ovarii tersebut sangat jarang, maka pada penelitian ini menggunakan

jenis serosum. Berdasarkan gambaran histopatologi, karsinoma jenis serosum,

musinosum dan endometrioid secara morfologi mempunyai kemiripan dengan

jaringan mukosa traktus reproduksi wanita yang merupakan deferensiasi dari

Mulleri. . Epitel jenis serosum juga mirip dengan epitel tuba fallopii, musinosum

mirip dengan epitel endoservik dan endometrioid mirip dengan kelenjar endometrial.

Pada penelitian ini persamaan etiopatogenesis endometrioma dan karsinoma ovarii

menggunakan teori OSE-CIC (Ovarian Surface Epithelium-Cortical Inclusion Cyst)


(2)

commit to user

48

Hal diatas juga sesuai dengan etiopatogenesis terjadinya karsinoma ovarii

yang dikemukakan terakhir oleh Lee (2007) dan disempurnakan hipotesisnya oleh

Shih dan Kurman (2010) yaitu fimbria tuba dapat mewakili prekusor karsinoma

ovarii serosum.

38,39

Pada tabel 5.1. dan 5.2. dapat dilihat nilai rerata ekspresi Bax pada

endometrioma adalah 7,80 (positif sedang). Makna ekspresi Bax positif kuat terdapat

2 preparat (20%), positif sedang 5 preparat (50%) dan positif lemah (30%). Nilai

rerata ekspresi Bax pada karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik adalah 4,50

(positif lemah). Makna ekspresi Bax positif kuat 1 preparat (10%), positif lemah 3

preparat (30%) dan negatif (60%). Hasil diatas menunjukkan ekspresi Bax pada

endometrioma berbeda (lebih tinggi) dibandingkan dengan karsinoma ovarii. Hal ini

karena pada karsinoma ovarii terjadi trauma ovulasi lebih banyak daripada

endometrioma, dan sesuai dengan epidemiologi karsinoma ovarii yang sering terjadi

pada usia perimenopause dibandingkan dengan endometrioma yang sering terjadi

pada usia reproduksi.

1,17

Ekspresi Bax yang lebih tinggi pada endometrioma dibandingkan karsinoma

ovarii serosum deferensiasi baik, karena terdapat overekspresi p53 yang berbeda.

Disregulasi fungsi atau inaktivasi p53 adalah faktor yang membedakan terjadinya hal

tersebut diatas. Overekspresi p53 ini sebagai pencetus respon terhadap kerusakan

DNA yang terjadi pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi

baik. Menurut Varma (2004), inaktivasi p53 kemungkinan sudah terjadi pada

karsinoma ovarii sehingga indeks apoptosis lebih rendah dibandingkan pada


(3)

commit to user

49

endometrioma. Hal ini karena inaktivasi p53 sering terjadi pada proses keganasan

yang berhubungan dengan proses mutasi.

29

Inaktivasi p53 akan mengakibatkan peningkatan Bcl-2 dan penurunan

Bax.

4,29

p53 tidak berpotensi merangsang apoptosis pada transformasi malignansi

endometriosis.

6

Braun (2007) juga menyatakan indeks apoptosis lebih menurun pada

wanita dengan endometriosis dibandingkan tanpa endometriosis.

Hal diatas berhubungan dengan penurunan sensitifitas terhadap sinyal apoptosis dan

meningkatkan ketahanan hidup sel endometriosis.

12

Nezhat (2002) memperkirakan, perubahan regulasi fungsi p53 dihubungkan

dengan transformasi malignansi dari kista endometriosis. Penelitiannya yaitu

pewarnaan p53 negatif pada kista endometriosis jinak dan positif sebesar 37-55%

pada kista yang ganas.

6

Penelitian Mc Laren (1997) menyatakan, peningkatan

proporsi Bcl-2 dan penurunan proporsi Bax ditemukan pada wanita dengan

endometriosis, sehingga merupakan predisposisi sel tersebut mengalami resistensi

terhadap apoptosis.

12

Penelitian oleh Fauvet (2003), menunjukkan ekspresi Bax pada

endometrioma lebih tinggi dibandingkan dengan tumor jinak ovarium lainnya dan

karsinoma ovarii. Makna ekspresi Bax antara endometriosis ovarii dan karsinoma

ovarii adalah positif kuat, sehingga terdapat perbedaan ekspresi Bax yang kurang

bermakna .

13

Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian Fauvet tidak


(4)

commit to user

50

Nilai ekspresi Bax pada endometrioma adalah 7,80 ± 2,86 dan karsinoma

ovarii adalah 4,50 ± 3,14. Hasil ini menunjukkan walaupun endometrioma memiliki

gambaran histopatologi seperti tumor jinak ovarium , tetapi ekspresi protein yang

berhubungan dengan apoptosis tampak seperti tumor ganas ovarium. Perubahan

ekspresi gen yang berhubungan dengan apoptosis pada wanita dengan endometriosis

dapat menjelaskan kerentanan atau kelemahan terhadap penyakit tersebut.

12

Penelitian oleh Bast (2009), terjadi penurunan sensitifitas terhadap

rangsangan apoptosis pada karsinoma ovarii epitelial. Reseptor proapoptosis yang

terdeteksi pada kista inklusi, kistadenoma, tumor borderline dan tumor invasif

masing-masing sebesar 85%, 94%, 35% dan 4%.

46

Hal ini menunjukkan pada

karsinoma ovarii sudah mulai terjadi resistensi apoptosis (penurunan drastis ekspresi

Bax) dibandingkan endometrioma.

47

Pada beberapa studi menunjukkan p53 wild type meningkatkan ekspresi Bax

yang mengakibatkan terjadinya apoptosis. Pada karsinoma ovarii dikarenakan sudah

terjadi inaktivasi p53, sehingga menghambat terjadinya apoptosis (Bax menurun).

29

Penelitian

Mauresman

(2000)

menyatakan

ketidakmampuan

sel

endometrium untuk mengirimkan death signal dan atau kemampuannya untuk

mencegah kematian sel berhubungan dengan peningkatan ekspresi faktor

antiapoptosis (Bcl-2) dan penurunan ekspresi faktor proapoptosis (Bax).


(5)

commit to user

51

Penelitian Jiang (1998), Obata (1998) dan Kosugi (1999) menyatakan

perubahan genetik pada kromosom somatik dan delesi DNA yang mengaktivasi

beberapa tumour suppressor gene terlibat dalam inisiasi, persistensi dan progresi

endometriosis.

6,12

Pada Hallmark of Cancer juga terlihat adanya penurunan sensitifitas

terhadap sinyal apoptosis lebih sering terjadi pada karsinoma ovarii dibandingkan

dengan

endometrioma.

Multistep

tumour

progression

juga

menunjukkan

endometrioma berada pada tahap promosi dan karsinoma ovarii pada tahap progresi.

4

Berdasarkan beberapa hal diatas, maka dapat disimpulkan pada penelitian

ini terdapat perbedaan ekspresi Bax yang signifikan antara endometrioma dan

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Perbedaan ekspresi Bax ini

menggambarkan adanya potensi ke arah apoptosis yang lebih tinggi pada

endometrioma dibandingkan dengan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Salah satu sifat keganasan dalam tinjauan molekuler adalah kemampuan untuk

menghindari apoptosis, dalam hal ini ekspresi Bax pada endometrioma lebih tinggi

dibandingkan dengan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Hal tersebut

mengindikasikan kemungkinan adanya potensi penghindaran terhadap apoptosis dari

endometrioma sampai karsinoma ovarii tipe satu, sehingga endometrioma

kemungkinan bertransformasi menjadi ganas.


(6)

commit to user

52

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Terdapat perbedaan yang signifikan ekspresi Bax antara endometrioma dan

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Ekspresi Bax pada endometrioma lebih

tinggi daripada karsinoma ovarii serosum diferensiasi baik karena adanya perbedaan

disregulasi fungsi p53. Walaupun terdapat perbedaan ekspresi Bax, tetapi masih ada

kemungkinan endometrioma bertransformasi menjadi karsinoma ovarii tipe satu

karena memiliki sifat seperti sel ganas secara jalur molekuler yaitu potensi

menghindari apoptosis.

7.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekspresi Bax dengan

membedakan gambaran histopatologi pada endometrioma tipik dan atipik. Selain itu

juga mendistribusikan subjek penelitian berdasarkan usia reproduksi dan

perimenopause. Penelitian ini juga dapat diulang dengan jumlah subjek yang lebih

banyak untuk mendapatkan hasil yang lebih bermakna dengan rentang interval

kepercayaan yang lebih sempit.