STUDI PERBEDAAN EKSPRESI COX 2 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII

(1)

commit to user

DAN KARSINOMA OVARII

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga

Minat Utama : Ilmu Biomedik (OBGIN)

Oleh :

MAKHMUD JUMHUR S 5507004

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

 


(2)

commit to user

ii 

KARSINOMA OVARII

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga

Minat Utama : Ilmu Biomedik (OBGIN)

Diujikan pada ujian tesis Hari Selasa Tanggal : 19 April 2011

Jam : 13.00 BBWI

Oleh : Makhmud Jumhur

S5507004

                       


(3)

commit to user

ii 

STUDI PERBEDAAN EKSPRESI COX-2 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII

Disusun Oleh :

Makhmud Jumhur S.5507004

Tesis ini telah disetujui :

Dewan Pembimbing:

Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal

Pembimbing I Prof.Dr. KRMT.Tedjo Danoedjo

Oepomo, dr.SpOG(K) ... NIP : 194601201973 1 001

Pembimbing II Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si.

NIP : 19670215199403 2 001 ...

Mengetahui Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Prof. Dr. Didik G Tamtomo,dr ,MM,M.Kes, PAK. NIP. 19480313197610 1 001


(4)

commit to user

iii 

STUDI PERBEDAAN EKSPRESI COX-2 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII

Disusun Oleh :

Makhmud Jumhur S.5507004

Tesis ini telah disetujui oleh Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal

Ketua Prof.Dr. Didik G Tamtomo,dr.MM.M.Kes.PAK ... Sekretaris Prof.Dr. Harsono Salimo, dr.SpA(K) ...

Anggota 1. Prof. Dr. Tedjo Danoedjo Oepomo,dr.SpOG(K) ... Penguji 2. Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si ...

Surakarta, 2011 Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Prof. Suranto, Drs.M.Sc.PhD Prof Dr. Didik G Tamtomo, dr.MM.MKes.PAK NIP. 1957080201985031004 NIP. 19480313197610 1 001


(5)

commit to user

iv 

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Makhmud Jumhur

NIM : S 5507004

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Studi Perbedaan Ekspresi COX-2 Antara Endometrioma dan Karsinoma Ovarii adalah betul-betul karya sendiri. Hal –hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 10 April 2011 Yang membuat pernyataan


(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr Wb

Alhamdulillah, atas Berkat dan Rahmat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan kesabaran sehingga saya dapat menjalani dan menyelesaikan program Combined Degree yakni pendidikan dokter spesialis bidang Obstetri dan

Ginekologi serta menyelesaikan tesis ini sebagai parsyarat dalam menjalani Program Pascasarjana Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan rasa hormat yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Syamsulhadi, dr. SpKJ selaku Rektor Universitas Sebelas

Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan pada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi dan Program Pascasajana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof Suranto, drs. M.Sc, P.hd sebagai Direktur Program Pasca Sarjana

Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin dalam menempuh pendidikan pascasarjana.

3. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr.

H. A.A Subijanto, dr. MS yang telah memberi izin dan kesempatan

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas Maret Surakarta


(7)

commit to user

vi 

4. Prof. Dr. KRMT. Tedjo Danoedjo Oepomo, dr. SpOG(K) sebagai

pembimbing Utama, yang telah dengan sabar berkenan memberikan bimbingan, arahan, memecahkan masalah yang timbul dan ikut membantu penyelesaian penelitian ini.

5. Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si sebagai pembimbing II, memberi

bimbingan dan arahan demi kesempurnaan penelitian ini.

6. Prof.Dr. Didik G Tamtomo, dr. MM, M.Kes, PAK, sebagai Ketua

Program Studi Magister Kedokteran Keluarga dan Prof Dr dr Harsono

Salimo SpA(K) sebagai Ketua Minat Biomedik Magister Kedokteran

Keluarga yang telah memberikan kesempatan belajar di program pasca sarjana ini.

7. Prof. Dr. H. Ambar Mudigdo, dr Sp.PA(K) sebagai kepala SMF/Lab.

Patologi Anatomi beserta semua staf dan tenaga teknis laboratorium atas izin dan bimbingan serta kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas laboratorium dalam penelitian tesis ini.

8. Basoeki Soetardjo, drg selaku direktur RS dr Moewardi Surakartabeserta

semua wakil direktur atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas rumah sakit dalam menempuh pendidikan dokter spesialis.

9. H. Rustam Sunaryo, dr. SpOG selaku Kepala SMF/Lab. Ilmu

Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dan selaku KPS PPDS 1 Obgin terdahulu yang memberikan ijin mengikuti program Combined Degree ini. Glondong


(8)

commit to user

vii 

Suprapto, dr. SpOG selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

Spesialis Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang lalu dan Dr Hj Sri Sulistyowati, dr. SpOG K selaku Ketua Program Studi PPDS 1 Obstetri dan Ginekologi FK UNS sekarang, A Laqif, dr

SpOG (K) selaku Sekretaris Program Studi PPDS I Obgin FK UNS.

10.Putu Suriyasa, dr.MS.PKK.SpOk. selaku Sekretaris program studi pasca

sarjana MKK dan sebagai konsultan metodologi dalam penelitian ini.

11.Staf pengajar Program Pasca Sarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

12.Ayahanda dan ibunda, istri tercinta dr Hartantini Harahap yang selalu berdoa, sabar dan ikhlas selalu mendampingi dan segala tenaga membantu dalam proses pendidikan, putriku Aqiela Raihanatuz Zaimah, Afwa Mumtaza Zahra, Mazaya Simata Kivachi yang selalu mendoakan, keluarga besar Hj Afiyah Shodiq, keluarga besar H Harmen Harahap, yang telah membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dan selalu memberikan dorongan dan doa-doa kepada saya untuk selalu berbuat yang terbaik dalam menyelesaikan pendidikan ini.

13.Kepada rekan residen dr Edy Priyanto, dr Puji Hastuti, dr Andrianto D U, dr Fendi K dan rekan residen lain yang selalu membantu dalam menyelesaikan studi. Kepada para teman sejawat residen, dokter


(9)

commit to user

viii 

muda/ko-asisten, bidan dan paramedik saya ucapkan terima kasih atas kerjasamanya yang baik selama masa pendidikan ini.

14.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu karena keterbatasan ruang, namun jasa baik bapak/ ibu/ saudara tetap terpatri di lubuk hati saya. Semoga kebaikan dan dukungan bapak/ ibu/ saudara semua mendapat Rahmat dan Inayah dari Allah SWT. Amin.

Penulis menyadari dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis mohon maaf dan saran serta kritik dalam rangka pernaikan penelitian ini.

Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

Surakarta, 20 April 2011

Makhmud Jumhur


(10)

commit to user

ix

ABSTRAK

Makhmud Jumhur, S5507004, 2011.

Studi Perbedaan Ekspresi COX-2 Antara

Endometrioma dan Karsinoma Ovarii.

Tesis Program Pascasarjana universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Latar belakang dan Tujuan

: Endometrioma adalah suatu kelainan ginekologis yang

bersifat jinak dimana secara histopatologi ditandai dengan munculnya kelenjar yang

mirip endometrium di ovarium. Endometrioma juga sering dihubungkan dengan

keganasan ovarii, terutama tipe

clear cell

dan

endometrioid carcinoma

. COX-2

adalah suatu enzim yang merubah prostanoid menjadi prostaglandin (PG) mempunyai

implikasi awal pada proses transformasi neoplasma dan diperkirakan memberi

kontribusi proliferasi sel tumor, su

rvival

dan

angiogenesis

. COX-2 juga berperan

dalam tahapan progresi pada keganasan ovarium. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui perbedaan ekspresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii

tipe 1.

Metode

: Penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan

cross

sectional

pada dua kelompok yaitu : endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 yang

telah dibuktikan secara histopatologi dengan pengecatan imunohistokimia dan

diamati ekspresi COX-2 dengan skor histologi kemudian diuji statistik dengan

Mann

Whitney test.

Pengambilan sampel dilakukan di RSUD dr. Moewardi Surakarta, RS

Brayat Minulya dan klinik Indriya Ratna. Pengamatan dilakukan di laboratorium

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hasil

: Nilai ekspresi COX-2 pada endometrioma menunjukkan rerata skor histologi

7,2 (positif sedang). Pada karsinoma ovarii tipe 1 menunjukkan ekspresi COX-2

dengan rerata skor histologi 7,8 (positif sedang). Hasil analisis uji beda didapatkan

p>0,05.

Kesimpulan

: Tidak terdapat perbedaan secara signifikan ekspresi COX-2 pada

endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1, hal ini menggambarkan terdapat

kesamaan nilai ekspresi COX-2 sebagai salah satu aspek molekuler pada patogenesis

endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1.


(11)

commit to user

x

ABSTRACT

Makhmud Jumhur, S5507004. 2011.

Study of Difference COX-2 Expression Between

Endometrioma and Ovarian Carcinoma.

Posgraduate Program Sebelas Maret

University Surakarta.

Background and Aim

: Endometrioma was benign gynecologycal diseases which

hispathologically

appears glanduler like endometrium in ovarium. Several researchs

reported endometrioma have association with cancer. COX-2 is enzyms that conversy

prostanoid to prostaglandins (PGs). PGs have implicated early of neoplasia

transformation and argued contribute to proliferate tumour cell, angiogenesis and

have performed in step of carcinogenesis. This research aims to know difference of

COX-2 expression between endometrioma and ovarian carcinoma type 1.

Method

: Observasional analitycal with cross sectional experiment at two group :

endometrioma and ovarian carcinoma type 1 with histopathologically approved.

Immunohistochemical staining examination was done to observe COX-2 expression.

Then performed stasistics with Mann-Whitney test. Sampling have done at dr

Moewardi Hospital, Brayat Minulya Hospital, Indriya Ratna Clinic in Surakarta and

observing at Patologi Anatomi Departemen Medical Faculty of Sebelas Maret

University in Surakarta

Result

: Value of COX-2 expression on endometrioma with Histologycal Score mean

is 7,2. Mean of Histologycal Score ovarian carcinoma type 1 is 7,8. Result of

statistic is p>0,05.

Conclusion

: There is no difference of COX-2 expression significantly between

endometrioma and ovarian carcinoma type 1. This describe that there is similar values

of COX-2 expression with one of moleculars aspect at endometrioma and ovarian

carcinoma type 1.


(12)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DUPLIKAT JUDUL ...

i

LEMBAR PENGESAHAN ...

ii

PERNYATAAN ...

iv

KATA PENGANTAR ...

v

ABSTRAK ...

ix

ABSTRACT ...

x

DAFTAR ISI ...

xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ...

xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...

1

B. Perumusan Masalah ...

5

C. Tujuan Penelitian ...

5

D. Manfaat Penelitian ...

5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Endometrioma

1. Pengertian dan epidemiologi Endometrioma ...

6


(13)

commit to user

xii

3. Klasifikasi ...

10

4. Diagnosis ...

12

5. Histopatologi ...

14

B. Karsinoma ovarii

1.Epidemiologi ...

15

2. Etiologi dan patofisiologi ...

16

3. Klasifikasi ...

19

4. Karsinogenesis ...

20

C. Hubungan Endometrioma dan Karsinoma Ovarii Terkait Ekspresi

COX-2 ...

23

D. Kerangka teori ...

32

E. Kerangka konseptual ...

33

F. Hipotesis ...

34

BAB 3 METODE PENELITIAN5

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...

35

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...

35

C. Populasi penelitian ...

35

D. Teknik sampling ...

36

E. Besar sampel ...

36

F. Kriteria sampel ...

37

G. Variabel penelitian ...

36


(14)

commit to user

xiii

I. Cara kerja ...

37

J. Analisa data ...

38

K. Jadwal penelitian ... 38

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...

40

BAB 6. PENUTUP ...

53

Daftar Pustaka ...

54

Lampiran ...

59


(15)

commit to user

xiv 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Flow chart dasar biomolekuler kanker... 22

Gambar 2.2. Tumor supresor gen dalam siklus sel... 24

Gambar 2.3. The Six Hallmarks of Cancer... 26

Gambar 2.4. Perubahan fenotip dan proses inisiasi hingga progresi sel... 28

Gambar 2.5. Kerangka konseptual... 33

Gambar 4.1. Grafik rerata nilai ekspresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii musinosum dan karsinoma ovarii serosum... 41

Gambar 4.2. Grafik ekspresi COX-2 menggunakan nilai kwalitatif setelah dihitung skor histologi (nilai kwantitatif) pad karsinoma ovarii tipe 1 dan endometrioma... 42

Gambar 4.3. Grafik sebaran ekspresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1...` 43

Gambar 4.4. Foto ekspresi COX-2 pada endometrioma... 44

Gambar 4.5. Foto ekspresi COX-2 pad karsinoma ovarii tipe 1... 45

Gambar 4.6. Skema peran COX-2 terhadap proses patogenesis endometrioma dan karsinoma ovarii keganasan... 51


(16)

commit to user

xv 

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Faktor kesamaan antara endometriois dan karsinoma ovarii... 25 Tabel 4.1. Rerata nilai ekspresi COX-2 skor skor histologi dan standar

deviasi pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1... 40 Tabel 4.2. Distribusi ekspresi COX-2 menggunakan nilai kwalitatif

setelah dihitung skor histologi antara endometrioma dan

karsinoma ovarii tipe 1... 42


(17)

commit to user

xvi 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ijin Penelitian Bagian Patologi Anatomi... 58 Lampiran 2. Analisis statistik... 59 Lampiran 3. Alat , Bahan dan Cara kerja... 61


(18)

commit to user

xvii 

DAFTAR SINGKATAN

CAOV-3 Human Ovarian Cancer Line 3

CCL14 Small Inducible Cytokine subfamily member 14

COX-2 Cyclooxygenase-2

CT Computerized Tomographic

EAOC Endometriosis-Associated Endometrioid Cancer

EGFR Epidermal Growth Factor Receptor

EOC Epithelial Ovarian Cancer

ER-α Reseptor Estrogen-α

HGF Hepatocyte Growth Factor

IL- 8 Interleukin-8

IL- 6 Interleukin – 6

IL- 1 Interleukin – 1

IGF-1 Like Growth Factor – 1

LOH Loss Of Heterozygosity

MMPs Matrix Metalloproteinase

MRI Magnetic Resonance Imaging

NK Natural Killer

NSAIDs Non Steroid Anti Inflammatory

OSE Ovarium Surface Ephithelium

PG Prostaglandin

PGE2 Prostaglandin E2


(19)

commit to user

xviii 

PGH2 Prostaglandin H2

PI3 kinase Phosphatidil Inositol 3 kinase

PRS Reseptor Progesteron

TSG Tumor Supresor Gen

TGF β Growth Factor –β

TDGF1 Teratocarcinoma-Derived Growth Factor 1

SICA2 Small Inducible Cytokine A2

SH Skor Histologi

SPINT 1 Serine Protease Inhibitor 1

StAR Steroidogenic Acute Regulatory Protein

TNF-α Tumor Necrosis Factor-α

USG-TR Ultrasonografi Transrektal


(20)

commit to user

 

 

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang akhir- akhir ini banyak mendapat perhatian para ahli. Kata endometriosis berasal dari kata endometrium. Arti endometriosis sendiri secara klinis adalah jaringan endometrium yang terdapat di luar kavum uteri seperti di organ-organ genitalia interna termasuk di dalam ovarium yang disebut dengan endometrioma atau dapat terjadi di tempat lain seperti vesika urinaria, usus, peritoneum, paru, umbilikus, bahkan dapat dijumpai di mata dan otak (Baziad, 2003, Ceyhan, 2008). Endometriosis adalah sebukan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus , dan memicu reaksi peradangan menahun (Jacoeb et al, 2009). Akhir-akhir ini endometriosis dihubungkan dengan risiko keganasan untuk kanker ovarium. Endometriosis dimungkinkan mampu berubah menjadi keganasan ovarium dalam hal ini endometrioma (endometriosis ovarium) (Ness, 2003, Varma et al, 2004). Brinton, (1997) melaporkan bukti adanya karsinoma ovarii yang mempunyai riwayat endometriosis. Vercellini et al, 1993 juga melaporkan endometrioma berubah menjadi karsinoma endometrioid (26%), karsinoma sel bening (21%), karsinoma ovarii serosum (4%), karsinoma ovarii musinosum (6%) dan jenis lain sekitar 6%. Pada penelitian ini akan dicari perbedaan antara endometrioma dan


(21)

commit to user

 

 

karsionoma ovarii secara biomolekuler sehubungan dengan mekanisme transformasi ke arah keganasan.

Data di Indonesia endometriosis belum diketahui secara pasti, di Rumah Sakit dr Muwardi pada temuan bedah ginekologi didapatkan endometriosis berkisar 13,6% (Oepomo, 2001). Prevalensi endometriosis asymptomatic berkisar 4% pada wanita yang secara kebetulan ditemukan pada saat sterilisasi. Perkiraan terbesar dari prevalensi endometriosis antara 5-20% pada wanita dengan nyeri panggul dan antara 20-40% pada wanita dengan keluhan infertil. Secara umum

prevalensi kejadian ini berkisar 3-10% pada wanita usia reproduksi (Speroff, 2005). Sekitar 80% dari 165 kasus keganasan ovarium menunjukkan

gambaran endometriosis. Pada penelitian yang lebih besar (lebih dari 1000 kasus) ditemukan 5-10%, 60%-nya tipe endometrioid dan lebih dari 15% pada tipe clear cell (Heaps et al, 1990). Yates dan Vlahos (2007) mendokumentasikan 0,3-0,8%

pasien dengan keganasan endometriosis dimana wanita usia 10-29 tahun dengan endometriosis mempunyai risiko 3,5 kali lipat menjadi keganasan ovarium. Publikasi mengenai Hallmarks of Cancer oleh Hanahan & Weinberg mendefinisikan 7 ciri kriteria untuk cancer phenotype (Pecorino, 2005, Budiani, 2009). Publikasi tersebut menyatakan bahwa endometriosis merupakan proses neoplasma dengan melihat persamaan (1) patologi klinik dan (2) biologi molekuler dan ciri genetik dari endometriosis . Terdapat faktor umum kesamaan patogenesis pada endometriosis dan keganasan ovarium diantaranya : predisposisi familial, perubahan genetik, immunobiologi, adhesi sel, angiogenesis dan faktor hormonal. Hormon juga menginduksi faktor nuklear dan mediator inflamasi dan


(22)

commit to user

 

 

kemokin menginduksi kemotaksin dan migrasi sel (Nezhat, 2008). Kondisi ini telah diutarakan oleh Hanahan dan Weinberg dalam Hallmark of Cancer yaitu : self sufficiency in growth signal, insensitivitas terhadap anti proliferative signals, resistensi terhadap apoptosis, mekanisme penghindaran dari programmed cell

death , limitless replicative potential, proses angiogenesis terus menerus, invasi

jaringan dan metastasis dan instabilitas genom ( Varma, 2004 Nezhat, 2008). Adanya bukti –bukti epidemiologi yang menunjukkan hubungan antara endometriosis dan karsinoma ovarii, maka dilakukan penelitian dengan pendekatan molekuler dan ciri genetik dari endometrioma yang berhubungan dengan karakteristik suatu kanker seperti yang diusulkan oleh Hanahan & Weinberg (Nezhat, 2008 ). Inflamasi dipertimbangkan dalam Hallmark of Endometriosis dengan lokal dan implikasi sistemik. COX-2 adalah enzim yang

berperan dalam sintesis prostanoid dengan mengkonversi asam arakhidonat menjadi PGG2 (prostaglandin G2). PGE2 merupakan derivat dari PGH2 (prostaglandin H2). Pada endometrioma peningkatan ekspresi COX-2 banyak dipengaruhi oleh hormonal maupun sitokin pro inflamasi. Regulasi COX-2 juga meningkat pada beberapa kanker, kondisi premaligna dan berperan pada proses transformasi ke arah keganasan di dalam ovarium, yang diperkirakan memberikan kontribusi terhadap proliferasi sel, survival dan angiogenesis (Nezhat, 2008). Aktivasi COX-2 dipercaya mengaktivasi kolagenase, proteolisis dan menurunkan sintesis komponen lapisan dasar membran di granulosa dan sel epitelial permukaan ovarium melalui prostaglandin (Elizabeth, 2004, Ness, 2003, Ceyhan et al, 2008). Patologi yang mendasari pada epitelial ovarian cancer


(23)

commit to user

 

 

(EOC) sampai sekarang belum sepenuhnya m jelas, tetapi proses inflamasi adalah salah satu faktor yang diyakini berperan dalam tumorogenesis. Kondisi inflamasi kronik yang disebabkan asbestosis, endometriosis atau penyakit inflamasi lain meningkatkan insidensi EOC. Peningkatan COX-2, mPGE-1 dalam epitelial ovarian cancer mendukung hipotesis bahwa sintesis PGE-2 penting pada

tahapan transformasi dan progresi keganasan. Denkert, (2002) menyatakan bahwa ekspresi COX-2 merupakan faktor prognostik independen pada karsinoma ovarii manusia. Observasi ini mempunyai implikasi terhadap strategi terapi pada endometrioma, yang menunjukkan peningkatan ekspresi COX-2 (Denkert, 2004, Rask, 2006). Walaupun beberapa penelitian menyatakan adanya kesamaan dari faktor umum patogenesis dan predisposisi, tetapi sampai saat ini belum sepenuhnya jelas mekanisme patogenesis karsinoma ovarii dan endometrioma. Khunnarong et al, (2010) melaporkan bahwa terdapat peningkatan ekspresi

COX-2 yang tinggi pada pengecatan imunohistokimia dengan perbandingan 80% ekspresi tinggi dan 20 % ekspresi rendah pada karsinoma ovarii nonmusinosum. Sedangkan pada endometrioma juga dilaporkan peningkatan ekspresi COX-2 dari positif lemah sampai sedang dengan faktor penyebab yang beragam (Fanfani, 2005, Ceyhan, 2008).

Melihat bukti data- data penelitian dan hasil perbedaan nilai ekspresi yang ada, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui perbedaan ekspresi COX-2 antara endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1, yang diharapkan dapat mengetahui perbedaan pada endometrioma dan karsinoma ovarii ditinjau dari


(24)

commit to user

 

 

salah satu aspek biomolekuler. Hasil yang didapatkan diharapkan dapat sebagai wacana maupun upaya membangun teori dalam proses karsinogenesis ovarium. B. Perumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan ekspresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum : Mengetahui makna perbedaan ekspresi COX-2 antara endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 dikaitkan dengan proses karsinogenesis pada ovarium.

2. Tujuan khusus : Menganalisis perbedaan ekspresi COX-2 antara

endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 dikaitkan dengan proses karsinogenesis pada ovarium.

D. Manfaat

Manfaat Teoritik

a. Makna perbedaan nilai ekspresi COX-2 dapat digunakan sebagai informasi ilmiah secara biomolekuler, parameter dan dasar pada penelitian lebih lanjut antara endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1.

b. Sebagai sarana meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam bidang biomolekuler yang akan menjadi dasar ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

c. Sebagai salah satu wacana dan upaya untuk membangun teori yang berhubungan kemungkinan terjadi transformasi ke arah keganasan.


(25)

commit to user

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Endometriosis

1. Pengertian dan epidemiologi endometriosis

Endometriosis berasal dari kata endometrium, arti endometriosis sendiri secara klinis adalah jaringan endometrium yang terdapat di luar kavum uteri seperti organ-organ genetalia interna, vesika urinaria, usus, peritoneum, paru, umbilikus bahkan dapat dijumpai di mata dan otak (Baziad, 2003). Endometriosis adalah sebukan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus,

dan memicu reaksi peradangan menahun (Jacoeb et al, 2009).

Endometriosis merupakan penyakit jinak dan progresif ginekologi dengan kelainan adanya endometrium ektopik termasuk kelenjar dan stromanya yang berhubungan dengan nyeri pelvis dan infertilitas (Speroff, 2005, Jacoeb et al, 2009). Endometriosis pada ovarium dapat berkembang dan tumbuh sampai dengan 6-8 cm, yang disebut juga endometrioma atau dikenal dengan istilah kista coklat karena berisi banyak debris darah bewarna kecoklatan di dalamnya (Tzadik et al, 2007).

Angka kejadian yang sesungguhnya di populasi umum tidak diketahui, sangat beragam dan bergantung pada banyak faktor. Gambaran yang diperoleh tidak mewakili frekuensi penyakit di populasi umum, karena pemastian diagnosisnya membutuhkan pemeriksaan laparoskopi (Jacoeb et al, 2009).


(26)

commit to user

 

 

Semakin maraknya penggunaan laparoskopi, maka angka kejadian terdeteksinya endometriosis semakin meningkat (West, 2004). Prevalensi kejadian ini sangat beragam dipandang dari berbagai tingkat sosial maupun indikasi dari laparoskopi. Diperkirakan lebih dari 70 juta perempuan dan gadis di seluruh dunia menderita endometriosis. Data penderita endometriosis di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun di Rumah Sakit Umum dr Moewardi pada temuan bedah ginekologi endometriosis berkisar 13,6 %., di rumah Sakit Umum dr Soetomo angka kejadian endometriosis kelompok infertilitas 37,2%, dan di Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo angka kejadian endometriosis pada kelompok infertilitas berkisar 69,5% (Oepomo TD, 2007). Penelitian pada 1542 wanita caucasian, didapatkan 6 % wanita dengan endometriosis pada sterilisasi laparoskopi, 21 % ditemukan pada wanita dengan infertilitas dan 15 % pada wanita dengan nyeri pelvis. Secara umum pada 1542 sampel tersebut didapatkan prevalensi endometriosis sebesar 33 % (West, 2004).

2. Patogenesis endometriosis

Akhir-akhir ini patogenesis endometriosis peritoneal termasuk dari implantasi endometrium secara umum diterima (Ceyhan, 2008). Perkembangan teori patogenesis endometriosis baik dari ductus wolfii maupun dari jaringan mulleri telah banyak ditentang bahkan sebagian besar mengabaikan. Penemuan endometriosis pada permukaan lapisan serosa colon dan usus halus terjadi murni oleh derivasi embrionik yang terbatas. Teori coelomic metaplasia masih dianggap lemah, karena tidak dapat menjelaskan asal endometriosis. Teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa endometriosis hanya terjadi pada wanita reproduksi,


(27)

commit to user

 

 

terutama pada organ pelvis dan pada wanita dengan endometrium yang berfungsi baik.

Levander dan Normann (1955) mengemukakan teori induksi. Teori ini berdasarkan asumsi adanya substansi spesifik yang dilepaskan oleh endometrium yang berdegenerasi menginduksi endometriosis dari omnipotent blastema.

Teori implantasi berdasarkan prinsip kemampuan endometrium dalam berimplantasi pada permukaan peritoneum. Teori ini terjadi atas 3 tahapan, yaitu : (1) menstruasi retrograde (2) menstruasi retrograde mengandung sel endometrial yang mampu berimplantasi (3) adhesi pada peritoneum terjadi karena adanya implantasi dan proliferasi. Menstruasi retrograde dan adhesi peritoneal dari jaringan endometrial merupakan elemen penting pada patogenesis endometriosis sesuai dengan teori Sampson (Van der Linden, 1997).

Menurut Bulun (2009) endometriosis mempunyai 3 bentuk klinis, yaitu : (1) implantasi endometrium pada permukaan peritoneum pelvis dan ovarium (peritoneal endometriosis) (2) kista ovarii yang berisi mukosa endometrioid (endometrioma) (3) massa solid kompleks yang terdiri dari campuran jaringan endometrium dengan jaringan adiposa serta jaringan fibromuskular yang letaknya antara rectum dan vagina (rectovaginal endometriotic nodule).

Endometrioma lazim ditemukan pada wanita usia reproduksi, yang biasanya terdiagnosis sebagai lesi kistik dan disebut endometrioma. Ukurannya beragam, dari 1-2 cm hingga mencapai 10 cm atau lebih dan dapat menyerang satu atau kedua ovarium (Ceyhan, 2008, Bulun, 2009).


(28)

commit to user

 

 

Histogenesis endometrioma belum seluruhnya jelas. Endometrioma memiliki protein yang berbeda dari sebukan endometriosis nir-kistik, dengan tampilan kolagen VI yang relatif berlebihan dan tampilan bcl-2 dan metaloproteinase IX yang kurang. Pada perkembangan dan pemeliharaan dua jenis ini, secara perbandingan imunohistokimiawi dapat ditampilkan gen-gen yang berbeda.

Ada tiga model hipotesis yang paling mungkin untuk menjelaskan endometrioma yakni : (1) hipotesis pertama didukung oleh temuan irisan serial ovarium yang berisi endometrioma, ternyata pembentukan khas 90% kista coklat adalah penyusukan jaringan mirip endometrium yang melipat keluar ke permukaan ovarium dan berikutnya melekat ke peritoneum pelvik. Dengan demikian, kebanyakan endometrioma tampaknya dibentuk oleh invaginasi korteks setelah tumpukan serpih perdarahan sebukan endometriosis permukaan melekat ke peritoneum. (2) hipotesis kedua berasal dari teori Sampson yang menyatakan bahwa peran folikel ovarium dalam patogenesis kista endometriosis. Dalam hal ini ada penyebaran lokal endometriosis oleh alir balik darah haid melalui tuba dan sebukan endometriosis permukaan menyerbu kista fungsional. Dengan demikian, sebukan endometriosis di ovarium adalah serupa dengan endometriosis di sisi ekstraovarium yang ukurannya terbatasi oleh fibrosis dan jaringan parut. Artinya, endometrioma besar berkembang karena keterlibatan sekunder kista-kista folikel atau luteal oleh susukan-susukan permukaan. Beberapa endometrioma besar terbukti memiliki ciri histologik kista ovarium luteal atau folikuler. Dengan ultrasonografi transvaginal yang menjejaki folikel ovarium diketahui bahwa


(29)

commit to user

 

 

endometrioma dapat berkembang dari folikel ovarium. (3) hipotesis ketiga menggambarkan bahwa metaplasia selomik dari epitel mesotelium yang berinvaginasi ke dalam korteks ovarium berperan pada etiopatogenesis endometrioma. Ini didasarkan pada adanya invaginasi epitel yang sinambung dengan jaringan endometriosis. Hipotesis ini juga didukung oleh adanya endometrioma multilokuler dan asal metaplastik dari tumor-tumor ovarium epitelial. Metaplasia selomik juga dikuatkan oleh adanya endometrioma yang tidak tertahan di peritoneum, sehingga tidak mungkin merupakan akibat dari perlekatan dan perdarahan susukan superfisial yang aktif. Bukti lain adanya endometrioma pada penderita sindrom Rokitansky-Kuster-Mayer-Hauser yang tidak memiliki haid terbalik (Jacoeb et al, 2009).

Ketepatan patogenesis endometrioma tidak hanya diperlukan untuk kepentingan ilmiah, melainkan juga sebagai dasar praktis dalam menentukan penatalaksanaan yang paling memadai untuk endometrioma (Jacoeb et al, 2009). 3. Klasifikasi

Sistem pembagian stadium endometriosis yang dipakai dewasa ini adalah berdasarkan klasifikasi yang dianjurkan oleh Perkumpulan Fertilitas Amerika (American Fertility Society = AFS) dan yang dianjurkan oleh Kurt Semm berupa Endoscopic Endometriosis Classification (EEC) (Baziad, 2003). Klasifikasi yang

dibuat oleh AFS tahun 1979 yang kemudian berganti nama menjadi ASRM (American Society for Reproductive Medicine) mengalami revisi. Walaupun tidak ada perubahan dalam klasifikasinya, telah dideskripsikan bentuk lesi endometriosis sebagai lesi putih, merah atau hitam. Modifikasi ini memunculkan


(30)

commit to user

 

 

berbagai penelitian lain mengenai beberapa aktifitas biokimia pada lesi dan memungkinkan prognosis penyakit ini dapat diprediksi dari bentuk implantasinya (Schorge et al, 2008).

Klasifikasi endometrioma dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan pada ukuran, isi kista, mudahnya dipisahkan dari kapsulnya, adhesi kista terhadap struktur dan lokasi dari implantasi yang berhubungan dengan dinding kista. Setelah dilakukan laparoskopi, kista dievaluasi secara histologi tanpa mengkaitkan dengan klasifikasi klinis.

Karakteristik endometrioma dapat dikategorikan sebagai berikut : (1) tipe I yaitu : secara histologi kecil (<2 cm), terdapat pada lapisan superfisial kista dan dinding kista sangat sulit untuk dipisahkan adalah karakteristik.(2) tipe II digambarkan sebagai kista berukuran besar dengan kista yang mudah dipisahkan dari kapsulnya serta merupakan kista luteal. (3) tipe III yaitu: kista besar dengan beberapa perlengketan dan memenuhi karakteristik histologi fungsional (kista luteal atau folikuler) (Nehzat et al, 1992).

Sedangkan menurut Jacoeb et al (2009), ada dua jenis endometrioma yaitu endometrioma primer atau jenis I, dan endometrioma sekunder atau jenis II. Diagnosis dipastikan dengan biopsi yang diperoleh dengan laparoskopi. Model etiopatogenesis ini juga didukung oleh data biologis yang mengungkapkan kemampuan zalir folikel untuk mendukung pertumbuhan sel endometriosis. Zalir folikel penderita endometriosis dapat memicu peningkatan proliferasi sel dibandingkan dengan zalir folikel dari wanita tanpa penyakit. Selain itu, zalir


(31)

commit to user

 

 

folikel mewakili lingkungan yang nyaman bagi proliferasi sel yang merangsang dengan kuat pertumbuhan sel endometrium dan endometriosis in vitro.

Endometrioma juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1) jenis I yaitu : (a) endometrioma kecil (1-2 cm) dan berisi cairan gelap (b) terbentuk dari kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma (c) berkembang dari sebukan endometriosis permukaan dan sukar di-eksisi (d) merupakan endometriosis sejati (true endometriosis) (e) secara mikroskopis jaringan endometriosis terlihat pada semuanya (2) jenis II yaitu : terbentuk dari kista luteal atau folikuler (a) jenis IIA : kista hemoragik, penampakan endometrioma yang menyeluruh, dinding kista terpisahkan dengan mudah dari jaringan ovarium, susukan endometriosis terletak superficial dan berdekatan dengan kista hemoragik, yang berasal folikuler atau luteal dan mikroskopis tidak terlihat selaput endometrium (b) jenis IIB : selaput kista mudah dipisahkan dari kapsul ovarium dan stroma, kecuali yang dekat dengan susukan endometriosis (c) jenis IIC : sebukan endometriosis superficial menyebuk jauh ke dalam dinding kista, sehingga sukar dieksisi, temuan histologis endometriosis terlihat pada dinding kista pada kedua subtipe ini, endometrioma jenis IIB dan IIC berukuran besar dan seringkali terkait dengan perlekatan adneksa dan pelvik (Jacoeb et al, 2009).

4. Diagnosis

Secara klinis keluhan pada endometriosis bergantung pada lokasi dan luasnya lesi. Lesi yang tersebar menyebabkan tampilnya banyak gejala yang tumpang tindih atau mirip dengan penyakit lain, seperti sindrom usus iritabel dan penyakit radang pelvik. Sebagian wanita dengan endometriosis kadang sama


(32)

commit to user

 

 

sekali tak bergejala. Akibatnya seringkali ada keterlambatan beberapa tahun antara awitan gejala dan diagnosis pasti (Jacoeb et al, 2009). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosis endometriosis adalah: (1) tampilan klinis dan keluhan endometriosis sangat beragam (tak bergejala, ringan, berat) (2) endometriosis tak dapat didiagnosis hanya dengan riwayat penyakit saja (3) diagnosis sementara dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, tetapi diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar gejala-gejala saja. Pemeriksaan pelvis yang amat jelas sekalipun tidak dapat dianggap patognomonik. Belum ada satu pun uji diagnostik nir-invasif atau uji laboratorik sederhana untuk memastikan endometriosis.

Infertilitas, dismenore dan dispareuni sering kali sebagai keluhan utama pada penyakit ini. Sebagian besar penderita mengeluhkan nyeri pelvik yang konstan dan nyeri punggung yang terjadi premenstruasi yang berangsur menghilang pada saat menstruasi datang. Dispareuni sering dialami apabila sudah terjadi penetrasi lesi endometriopsis yang dalam. Keluhan-keluhan tersebut sering juga tidak muncul karena perbedaan lokasi implantasinya (Sajari et al, 2003).

Pemeriksaan fisik pada genetalia eksterna seringkali tidak ada kelainan. Adakalanya, pada pemeriksaan dengan spekulum tampak implantasi berwarna biru atau merah sebagai lesi proliferasi yang sering mengakibatkan perdarahan kontak, dan keduanya sering didapat pada fornix posterior. Pada infiltrasi endometriosis lebih dalam, implantasi pada septum rektovaginal sering teraba. Tidak jarang juga dapat terlihat. Sering didapatkan posisi uterus retrofleksi dan sedikit mobile atau terfiksir. Wanita dengan endometrioma didapatkan massa pada


(33)

commit to user

 

 

adneksa yang terfiksir, nyeri tekan dan ligamen uterosakral yang teregang karena perlengketan. Pemeriksaan fisik merupakan diagnosis paling sensitif bila dilakukan pada saat menstruasi dan apabila tidak ditemukan tanda klinis tersebut belum juga dapat menyingkirkan diagnosis endometriosis. Pemeriksaan fisik relatif kurang sensitif, spesifik dan bernilai prediktif yang kurang bila dibandingkan dengan diagnosis secara bedah sebagai baku standar endometriosis (Baziad, 2003, Jacoeb et al, 2009). Laparoskopi dengan pemeriksaan histologi pada lesi merupakan baku emas untuk endometriosis (Speroff, 2005, Fanfani, 2005).

5. Histopatologi

Menurut Taufan, (2009) terdapat 3 tipe patologi endometriosis yang dikenali yaitu :

(1). Endometriosis superfisial (endometriosis bebas) pada peritoneal. Terdapat 2 tipe implantasi peritoneum endometrium yakni, lesi sub mesothelial dan intraepithelial. Kedua tipe ini mengandung unsur glandula dan stroma, dan terpengaruh oleh perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus menstruasi, hal ini menunjukkan perubahan siklik yang mirip (tapi tidak identik) dengan sel endometrium normal. Lesi endometrium yang sembuh ditandai adanya dilatasi glandula, yang ditopang oleh sel stroma, dan dikelilingi oleh jaringan fibrosa. Tipe lesi ini tidak terpengaruh oleh perubahan hormonal. Pada ovarium lesi superfisial ovarium mirip dengan lesi di peritoneal, dan dapat terjadi di semua tempat di ovarium. Lesi hemoragik yang biasa didapati


(34)

commit to user

 

 

dihubungkan dengan bentuk berbagai keparahana adesi peri-ovarian, biasanya terdapat pada posterior ovarium

(2) Deep infiltrating (adenomatous) endometriosis (endometriosis yang

terperangkap). Ditandai dengan jaringan fibromuskular dengan glandular endometrium yang jarang dan jaringan stroma ( mirip dengan adenomiosis) tanpa epitel permukaan. Deep endometriosis tidak memperlihatkan perubahan yang berarti selama siklus menstruasi. Nodul nodul ini khas berada di ruang rektovaginal dan melibatkan ligamentum sakrouterina, dinding posterior vagina dan dinding anterior rektum. Bisa juga meluas sampai ke lateral dan mempengaruhi ureter.

(3) Endometrioma, merupakan kista yang dibatasi jaringan endometrium dan berwarna coklat gelap atau cairan kecoklatan yang merupakan akibat dari perdarahan kronis yang berulang dari implantasi sel endometrium. Bila endometrioma telah lama berlangsung , maka jaringan endometrium digantikan oleh jaringan fibrosa. Bahkan, semua jaringan glandular endometrium menghilang, tanpa meninggalkan bekas histopatologis endometriosis. Pada kebanyakan kasus, dinding kista merupakan dinding yang fibrotik dengan fokus hipervaskularisasi dan lesi perdarahan endometrium (Taufan, 2009).d

B. Karsinoma Ovarii 1. Epidemiologi

Karsinoma ovarii jenis epitel adalah penyebab utama kematian akibat kanker ginekologi di Amerika Serikat. Pada tahun 2003 diperkirakan terdapat


(35)

commit to user

 

 

25.400 kasus kanker ovarium dengan 14.300 kematian, yang mencakup kira-kira 5% dari semua kematian wanita karena kanker. Kanker ovarium jarang ditemukan pada usia di bawah 40 tahun. Angka kejadian meningkat dengan makin tuanya usia. Dari 15-16 per 100.000 pada usia 40-44 tahun, menjadi paling tinggi dengan angka 57 per 100.000 pada usia 70-74 tahun. Usia median saat diagnosis adalah 63 tahun dan 48% penderita berusia di atas 65 tahun. Karena belum ada metode skrining yang efektif untuk karsinoma ovarii, maka 70% kasus ditemukan pada keadaan yang sudah lanjut yakni setelah tumor menyebar jauh di luar ovarium (Busmar, 2006).

2. Etiologi dan patofisiologi

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan etiologi kanker ovarium, beberapa diantaranya Busmar, (2006) menuliskan : (1) hipotesis incessant ovulation.Teori ini menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi

kerusakan pada sel-sel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor (Taufan ,2009).Teori ini pula mendasari adanya proses inflamasi yang menjadi salah satu faktor terjadinya tumorogenesis dan penyakit inflamasi dihubungkan dengan keganasan ovarium (Rask, 2006). (2) hipotesis gonadotropin, kadar hormon estrogen di sirkulasi perifer rendah, kadar hormon gonadotropin akan meningkat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium. Dari percobaan pada


(36)

commit to user

 

 

binatang rodentia, kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik dimetilbenzantrene (DMBA) akan menjadi tumor ovarium bila

ditransplantasikan pada tikus yang telah dilakukakn ooforektomi, tetapi tidak menjadi tumor jika rodentia tersebut dilakukan hipofisektomi. (3) hipotesis androgen : epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron dan testosteron. Dalam percobaan invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel-sel kanker ovarium dalam kultur sel. Dalam penelitian epidemologi juga ditemukan tingginya kadar androgen dalam darah wanita penderita kanker ovarium. (4) hipotesis progesteron : penelitian pada ayam Gallus domesticus menemukan 3 year incidence terjadinya kanker ovarium secara spontan pada 24% ayam yang

berusia lebih dari 2 tahun. Pemberian makanan yang mengandung pil kontrasepsi ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium. Penurunan insiden ini semakin banyak jika ayam tersebut diberikan hanya progesteron. (5) paritas, beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas tinggi memiliki risiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu dengan risiko relatif 0,7. Wanita yang mengalami hamil aterm empat kali atau lebih, menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara. (6) pil kontrasepsi, penelitian dari Center for Disease Control menemukan penurunan risiko terjadinya kanker


(37)

commit to user

 

 

kontrasepsi, yaitu dengan risiko relatif 0,6. Penelitian lain melaporkan juga bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama setahun menurunkan risiko hingga 11%, sedangkan pemakaian selama 5 tahun menurunkan risiko hingga 50%. Penurunan risiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya. (7) talk, pemakaian talk (hydrous magnesium silicate) pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif 1,9%. Akan tetapi, penelitian prospektif mencakup 78.000 wanita ternyata tidak mendukung teori tersebut. Meskipun 40% secara kohort dilaporkan pernah memakai talk, hanya sekitar 15% yang memakainya setiap hari. Risiko relatif terkena kanker ovarium pada yang pernah memakai talk tidak meningkat ( RR : 1,1) (Rask, 2006). (8) ligasi tuba, pengikatan tuba ternyata menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya akses talk atau karsinogen lainnya dengan ovarium. (9) terapi sulih hormon pada masa menopause. Pemakaian terapi sulih hormon pada masa menopause (Menopausal Hormone Therapy = MHT) dengan estrogen saja selama 10 tahun meningkatkan risiko relatif 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, risiko relatif meningkat menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan estrogen yang kemudian diikuti progestin, ternyata menunjukkan meningkatnya risiko relatif menjadi 1,5. (10) obat fertilisasi, obat- obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat yang diberikan secara oral dan obat-obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan seperti FSH, kombinasi FSH dan LH akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multipel ovulasi. Menurut hipotesis


(38)

commit to user

 

 

incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat-obatan ini

jelas meningkatkan kejadian kanker ovarium. (11) faktor herediter, adanya riwayat keluarga dengan karsinoma ovarium ditemukan risiko relatif meningkat dan berbeda pada anggota lapis pertama. Ibu dari penderita karsinoma ovarium risiko relatifnya 1,1 saudara perempuan risiko relatifnya 3,8 dan anak dari penderita risiko relatifnya 6. Yang sering dikaitkan pada angka kejadian ini melalui BRCA gen dan HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal cancer).

Sekitar 85% karsinoma ovarii berasal dari permukaan epitel (EOC/ Epithelial Ovarian Cancer). Salah satu faktor yang mendukung karsinogenesis

adalah proses inflamasi. Proses inflamasi ini bersifat kronik. Salah satu faktor intrinsik yang penting adalah proses ovulasi (Khunnarong, 2010).

3. Klasifikasi

Busmar (2006) mengemukakan 90% karsinoma ovarium berasal dari epitel coelom atau mesotelium (epithelial ovarian tumor) dan 10% adalah

karsinoma ovarium non epitelial (non epithelial ovarium tumor). Kanker ovarium dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu : (1) tumor epitelial (2) tumor sel germinal (3) tumor sex cord dan stromal (4) tumor sel lipid (5) sarkoma dan (6) tumor metastasis.

Sekitar 80% dari tumor ovarium merupakan tumor epitelial yang sering didapatkan pada wanita berusia diatas 45 tahun, relatif jarang ditemukan pada wanita yang lebih muda. Pada usia muda lebih sering didapatkan jenis tumor


(39)

commit to user

 

 

sel germinal. Pada wanita pasca menopouse hanya 7% tumor ovarium epitelial yang ganas (Busmar,2006)

Kurman , (2010) mengajukan teori tentang asal dan patogenesis EOC (Ephitelial Ovarian Cancer), dan membagi membagi dua kategori yaitu : (1) tipe 1 : low grade serous carcinoma (invasive MPSC), mucinous carcinoma, Endometrioid carcinoma, clear cell carcinoma, Brenner malignant

transisional tumor. (2) tipe 2 : high grade serous carcinoma, undifferentiated

carcinoma , malignant mixed mesodermal tumor.

4. Karsinogenesis

Karsinogenesis merupakan proses yang berlangsung melalui beberapa tahapan. Paling sedikit karsinogenesis ada 2 tahap, bahkan ada yang mengemukakan paling sedikit 6-7 tahap. Kanker juga merupakan akumulasi dari perubahan genetik. Kerusakan materi genetik ini dapat berupa mutasi, kelainan jumlah atau struktur. Proses dimulai dengan tahapan inisiasi dimana gen tertentu mengalami kerusakan dan sifat kerusakan ini bersifat menetap (irreversible). Sebelum mengalami perubahan menjadi sel kanker, sel tersebut tidak berbeda dengan sel normal lainnya. Hanya saja ia lebih sensitif terhadap perubahan sekitarnya jika dibandingkan dengan sel normal yaitu mudah terangsang baik oleh faktor pertumbuhan, maupun faktor penghambat. Sesudah tahapan inisiasi, terjadi tahapan berikutnya yaitu tahapan promosi. Pada tahapan ini sel yang terinisiasi akan dipacu untuk membelah oleh substansi yang berupa karsinogen atau oleh bahan/substansi lain yang disebut substansi promotif yang sering disebut juga promoting agent (Aziz, 2006). Pada tahapan progresi terjadi insensitivitas


(40)

commit to user

 

 

terhadap hambatan pertumbuhan, pathological angiogenesis, apoptosis evasion,


(41)

commit to user

 

 

Gambar 2.1. Flow chart dasar biomolekuler kanker dengan modifikasi ( dikutip dari Robbin & Kumar, 2007).

kerusakan DNA, virus 

Kerusakan DNA

Kegagalan repair 

Mutasi genome  Sel somatik 

Inherited mutation in : Gen yang mempengaruhi  

repair DNA , apoptosis &  pertumbuhan 

Inaktivasi TSG 

Aktivasi onkogen  Perubahan gen yang  

meregulasi apoptosis 

Unregulated cell proliferation  Penurunan apoptosis 

Ekspansi klonal 

Mutasi tambahan  Angiogenesis 

Escape from immunity 

Progresi tumor


(42)

commit to user

 

 

Perubahan-perubahan malignitas diakibatkan oleh adanya kelainan atau mutasi pada beberapa gen antara lain tumor suppresor gene, DNA mismatch repair dan protoonkogen- onkogen serta gen apoptosis. Tumor suppressor gene

(TSG) merupakan gen yang sangat penting terhadap fungsi pengontrolan siklus sel. Hilangnya fungsi TSG akan menyebabkan kegagalan penghentian siklus sel, sehingga bila terjadi kelainan gen pada sel maka perbaikan sel tidak dimungkinkan. Akibatnya sel akan langsung membelah dengan kelainan-kelainan yang menyebabkan perubahan sifat maupun morfologi sel. Proliferasi sel atau pembelahan sel berjalan tanpa faktor kontrol. DNA mismatch repair penting untuk memperbaiki gen yang rusak, yang mengadakan perbaikan dengan beberapa cara. Kegagalan perbaikan sel akan terjadi bila gen yang mengatur atau mengontrol perbaikan mengalami mutasi sehingga gen tersebut tidak berfungsi lagi. Onkogen merupakan gen yang berasal dari mutasi onkogen, proto-onkogen merupakan gen normal tetapi karena proses mutasi menyebabkan perubahan gen yang mempunyai sifat merangsang fungsi. Peningkatan onkogen akan menyebabkan proliferasi sel yang berlebihan sehingga merangsang terjadinya keganasan. Salah satu aktifitas yang penting untuk mencegah hal ini adalah mekanisme apoptosis yang merupakan mekanisme kematian sel yang terjadi akibat kerusakan gen (Andrijono, 2004).

Dengan terjadinya apoptosis maka sel yang mengalami mutasi akan mati kecuali adanya faktor-faktor penghambat apoptosis (Andrijono, 2004). Diantaranya faktor yang dapat menurunkan atau menghambat apoptosis adalah proses inflamasi seperti yang terjadi pada kasus endometrioma.


(43)

commit to user

 

 

Gambar 2.2 Tumor supressor gene dalam siklus sel (dikutip dari Andrijono, 2007 dengan modifikasi).

Keterangan : Tumor supressor gen mempengaruhi dalam siklus sel pada fase G1, apabila terjadi penghambatan dalam perbaikan apoptosis maka sel akan berubah menjadi kanker.

C. Hubungan endometrioma dan karsinoma ovarii terkait ekspresi COX-2 Endometriosis mempunyai gambaran campuran antara penyakit yang jinak dan ganas. Patogenesisnya meliputi kehilangan kontrol proliferasi sel yang dihubungkan dengan penyebaran lokal atau jauh, dimana endometriosis tidak meyebabkan gangguan katabolisme, konsekuensi metabolisme atau kematian. Meskipun endometriosis tidak dapat dikategorikan suatu kondisi premaligna menurut data epidemiologi, histopatologi dan molekuler diduga bahwa endometriosis memiliki potensi menjadi ganas (Nezhat, 2008).

Korelasi spesifik endometriosis dan keganasan ovarium serta pola epidemiologinya telah diteliti secara ekstensif. Beberapa mekanisme umum pada


(44)

commit to user

 

 

kedua penyakit tersebut mempunyai gambaran yang sama seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1. Faktor kesamaan antara endometriosis dan karsinoma ovarii Kesamaan teori dan etiologi Faktor

protektif

Faktor risiko

Kesamaan patogenesis

Kerusakan epitel ovarium   Kontrasepsi oral, ligasi tuba  

Awal menarche

Predisposisi familial

Peningkatan gonadotropin, Defisiensi progesteron

histerektomi Akhir menopouse

Faktor imunobiologi Faktor angiogenesis

Inflamasi kronik  kehamilan Faktor

adhesi sel

(dikutip dari : Nezhat, 2008 dengan modifikasi ).

Mekanisme patogenesis yang sama dari endometriosis dan kanker ovarium meliputi faktor predisposisi keluarga, faktor imunobiologi, perubahan genetik, faktor sel adhesi, angiogenik dan faktor hormon. Ketidakstabilan genomik dikenal sebagai karakteristik sel kanker. Secara somatik endometriosis menunjukkan perubahan genetik serupa dengan yang ditemukan dalam kanker, menyebabkan ekspansi klon sel-sel yang abnormal secara genetik. Endometrioma dicirikan oleh hilangnya heterozigositas/ LOS (Loss of Heterozygosity) pada 75% dari kasus endometrioma yang berhubungan dengan adenokarsinoma, dan 28% kasus tanpa karsinoma. Yang paling sering terkena lengan kromosom 9p, 11q, dan 22q. Loss of Heterozygotsity di 5q, 6q, 9p, 11q, 22q, p16 dan p53, menunjukkan hilangnya


(45)

commit to user

 

 

tumor supressor gen ini telah diidentifikasi dalam endometriosis, karsinoma endometrioid maupun clear cell carsinoma (Nehzat et al, 2008). 

Unlimited replicative potential

Evasion of growth inhibitory signals Evasion of

apoptosis

Growth signal autonomy

Angiogenesis Invasion & metastasis

Gambar 2.3. The Six Hallmarks of Cancer, dengan modifikasi (dikutip dari

Pecorino, 2007).

Keterangan : Dari tabel diatas terdapat enam faktor yang berperan dalam proses perubahan sel menjadi ganas yaitu : angiogenesis, penghindaran apoptosis, sinyal pertumbuhan otonom, sinyal penghindaran hambatan pertumbuhan, invasi dan metastase dan replikasi tak terbatas.

Kesamaan teori dari faktor etiologi dapat menjembatani mengapa inflamasi dipertimbangkan dalam hallmark endometriosis dan karsinoma ovarii yang mengakibatkan dampak lokal dan sistemik. Reaksi inflamasi lokal dihubungkan dengan adanya aberrasi ekspresi proinflamasi IL-1,IL-6, IL-8 dan TNF-α. Tahapan kronis aktivasi sel imun dalam lingkungan mikro yang dapat meregulasi jalur sinyal intraseluler melalui nuklear faktor (NFЌ β)

,

selanjutnya secara langsung promosi transformasi melalui modulasi parakrin. IL-1 konsentrasi tinggi akan produksi makrofag yang didapat di cairan peritoneum endometriosis (Nezhat, 2008, Rask, 2006).


(46)

commit to user

 

 

Interleukin-1 β, T-helper 1 (Th-1) diketahui dapat meningkatkan regulasi COX-2 dalam jaringan endometriosis ektopik. Pada endometriosis ovarium menunjukkan COX-2 mRNA lebih tinggi, yang kemungkinan mengakibatkan peningkatan terus menerus cox-2 dan produksi PGE-2. Induksi ekspresi COX-2 oleh IL-1β ini pada implan ektopik 100 kali lebih sensitif dibanding eutopik. COX-2 juga ditingkatkan regulasinya di beberapa kondisi premaligna dan kanker berat (Nezhat, 2008, Rask, 2006). IL-17A juga dilaporkan menginduksi ekspresi COX-2 pada jaringan endometriosis. IL-17A bersinergi dengan TNFα menginduksi sekresi IL-8. PG akan menurunkan differensiasi sel dan menghambat apoptosis, meningkatkan invasi dan melalui growth factor dan MMPs (Hirata, et al, 2007, Ness,2003). Khunnarong (2010) juga menyatakan

COX-2 berperan dalam proses karsinogenesis melalui proliferasi, transformasi, faktor pertumbuhan dan metastasis.

Indikasi peningkatan aktivasi COX-2 oleh estradiol juga tampak. Hal ini ditunjukkan bahwa estradiol (E2), secara langsung maupun tak langsung, melalui sitokin menginduksi aktivitas COX-2 yang akan meningkatkan produksi PGE2 (prostaglandin E2). Sementara PGE2 juga diketahui sebagai stimulator aromatase dan StAR (Steroidogenic Acute Regulatory Protein) yang poten di dalam sel endometriosis (Bulun, 2005, Ceyhan, 2008).

Epitelial ovarian cancer (EOC) yang merupakan 90% dari keganasan ovarium mempunyai angka kematian yang tinggi. Patologi yang mendasarinya sepenuhnya belum jelas, tetapi proses inflamasi adalah salah satu faktor yang diyakini berperan dalam tumorogenesis. Kondisi inflamasi kronik yang


(47)

commit to user

 

 

disebabkan asbestosis, endometriosis atau penyakit inflamasi lain meningkatkan insidensi EOC. Beberapa mediator inflamasi berperan dalam proses ovulasi, dimana setiap ovulasi memiliki persamaan dengan reaksi inflamasi lokal. PGE2 dilaporkan berperan sebagai regulator proliferasi dan apoptosis dalam jalur sel kanker ovarium (Rask, 2006).

Pro-carcinogenetic factor N ormal Cell Anti-carcinogenetic factor N ormal

Phenotype

Initiated Cell

Preneoplasia

Malignant Phenotype : Drug resistant, Angiogenesis

and Immunotolerant Invasive t umor Promotion Progression Initiation DNA Repair Growth inhibitors. Diff. factors Diff. Factors Immunosurveillance Lack of Angiogenesis. Apoptosis. Radiation Mutagenic chemicals. Viruses. Spontaneous Mutation Tumor Promoters Growth Factor Viruses. Radiation Mutagenic chemicals. Viruses. Spontaneous Mutation

Gambar 2.4. Perubahan fenotip dan proses inisiasi hingga progresi sel (dikutip dari MacDonald & Ford, 1997 dengan modifikasi).

Keterangan : Perubahan sel normal menjadi sel kanker melalui beberapa tahap inisiasi, promosi, progresi. Masing-masing tahapan dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti DNA repair, Growth factor, angiogenesis dan mekanisme apoptosis.

Khunnarong et al, 2010 melaporkan bahwa terdapat peningkatan ekspresi COX-2 yang tinggi pada pengecatan imunohistokimia dengan perbandingan 80% ekspresi tinggi dan 20 % ekspresi rendah pada karsinoma ovarii nonmusinosum (Khunnarong et al, 2010).


(48)

commit to user

 

 

Rask, ( 2006 ) menyatakan bahwa peningkatan COX-2, mPGE-1 dalam epitelial ovarian cancer (EOC) mendukung hipotesis bahwa sintesis PGE-2

penting untuk transformasi dan progresi keganasan. Peningkatan COX-2 pada EOC berkorelasi dengan buruknya differensiasi, pendeknya waktu progresi tumor, resistensi terhadap kemoterapi dan survival, dan juga buruknya prognosis. Sehingga di beberapa penelitian COX-2 diyakini menjadi faktor prognostik independen. Ekspresi COX-2 secara signifikan berkorelasi dengan densitas mikrovessel dan ekspresi VEGF pada karsinoma serous stadium lanjut. Kehadiran

COX-2 pada sel OSE inclusion cyst juga menjadi petanda awal perubahan fenotip (mesothelial to epithelial transition) dengan potensial malignant (Denkert,

2004, Rask, 2006).

PG yang merupakan produk reaksi ezimatis COX-2 diyakini mampu mengaktivasi enzim kolagenase dan proteolisis dan penurunan sintesis komponen membran basal pada ovarian granulosa dan permukaaan sel epithelial ovarium. Pada membran basal permukaan ovarium ini dan dinding folikuler terjadi kerusakan atau hilang dan sel epithelial permukaan terlepas dari tempatnya atau ruptur. Studi terakhir lesi preneoplastik pada tumor ovarium manusia

menegaskan bahwa kolagen IV dan laminin pada permukaan basement membran ovarian epithelium hilang sebelum transformasi morfologi sel epitelial.

Peningkatan proteolisis dan penurunan sintesis komponen basement membran mengakibatkan perubahan biologi sel epitelial. Adanya perubahan di membran basement diyakini mampu mempengaruhi ekspresi gen, cell contact signaling dan


(49)

commit to user

 

 

menjelaskan bahwa peningkatan COX-2 pada kasus ini diduga akibat trauma yang berulang (repetitive trauma) pada permukaan sel epitelial yang diikuti oleh faktor mitogenik (Rask, 2006).

Respon inflamasi pada ovulasi menginduksi remodelling jaringan, mutasi yang bertanggung jawab menghasilkan sel kanker dipercaya meningkat dari gangguan repair replikasi DNA pada proliferasi sel OSE. Angka kejadian mutasi ini dipercaya meningkat dengan kehadiran oksidan toksik yang dilepaskan selama respon inflamasi. Gangguan terhadap respon inflamasi juga diduga berperan pada mekanisme ini. Adanya mutasi -765G>C COX-2 polimorfisme, telah dihubungkan dengan perkembangan beberapa keganasan termasuk keganasan ovarium. Polimorfisme dapat meningkatkan aktifitas ekspresi gen COX-2, yang dapat menghambat apoptosis dan promosi proliferasi tumor, metastasis dan angiogenesis. Distribusi dan frekuensi tiga tipe yang berbeda (genotip ) -765G> C COX-2 adalah GG,GC,CC (Rask, 2006, Pereire, 2007, O Gubbay et al, 2005).

 VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) merupakan glikoprotein spesifik yang menginduksi permeabilitas dan terjadinya ekstravasasi protein plasma dan perubahan pro angiogenik stroma. Karsinogenesis ovarii berkaitan dengan angiogenesis, autokrin dan autoregulasi parakrin. VEGF dan Ki-67 adalah protein yang berkaitan dengan karsinogenesis dan immunohistokimia yang membedakan premaligna dan maligna. Atipikal endometriosis ditandai oleh inti sel besar, hiperkromatik nuklei sedang sampai pleomorfik, peningkatan rasio inti dan sitoplasma serta bertumpuk (Varma, 2004, Sturk C, 2005).


(50)

commit to user

 

 

D. Kerangka teori

Normal cells

Initiated cells

Pre-Malignant

MALIGNANT

INITIATION

PROMOTION

PROGESSION

MULTISTEP TUMOR PROGRESSION

Proposed model for endometriosis pathogenesis based on cancer framework :

ENDOMETRIUM

Retrograde menstruation

(? Also Coelome metaplasia, Lymphovascular spread).

POLYGENIC SUSCEPTIBLITY LIKELY INVOLVING :Metabolic/endocrine/immunology/

(e.g. polymorphisme ER, PR etc).

Environmental triger

More GENOMIC INSTABILITY

ATYPICALENDOMETRIOSIS

STEPWISE ACQUISITION OF GENETIC ALTERATION (e.g. TSG, oncogenes)

ENDOMETRIOSIS (LOH 9p, 11q,22q) ReducePTEN, hMLH1 protein

PREMALIGNANT TRANSITION PHASE / ZONE (? Further LOH 6q, 5q, 9p, 11q, 22q, PTEN, TP53, beta-catenin, P-cadherin)

OVARIAN ENDOMETRIOID AND CLEAR CELL CARCINOMA

GENETIC

COX-2

ADHESION (cadherin, B-catenin, protein kinase C)

EVASION OF APOTOSIS

Cancer Hallmark Mechanisms

PROLIFERATION (limited)

ANGIOGENESIS (limited)

Self - sufficiency of growth singnals

(cyclin, cdk, p14, p16).

*

Somatically acquired GENOMIC INSTABILITY

Insensitivity to growth inhibition

*

INVASION & METASTASIS

*

Apoptosis evasion. (Fas, Bax, p21, p53, p14) Limitless Replication * Pathological Angiogenesis * Proliferation of chromosomally abnormal cells *

COX-2

Tedjo Danudjo, HOGI SOLO

Tedjo Danudjo, HOGI SOLO

(dikutip dari Oepomo et al, SGCC 2009, dengan modifikasi ).


(51)

commit to user

 

 

Keterangan : Sel endometriosis mengalami inisiasi oleh pengaruh lingkungan, metabolik, endokrin dan immunologi selanjutnya mengalami promosi menjadi premaligna sel oleh karena kerusakan gen, terdapat gambaran atipikal endometriosis. Atipikal endometriosis akan mengalami progresivitas menjadi endometrioid dan clear cell carcinoma.

Perubahan sel endometriosis menjadi ganas melalui beberapa tahap yakni proses inisiasi yang melibatkan COX-2 akibat dari pengaruh adanya menstruasi retrograde, coelom metaplasia, peningkatan GnRH, peningkatan androgen & defisiensi progesteron, inflamasi kronis. Proses promosi akibat perubahan LOH dan genetik yang mengakibatkan self sufficiency of growth signal (cyclin, TSG), Insensitivity to growth inhibition. Pada tahap progresi terjadi reaksi penghindaran apoptosis, angiogenesis patologi, dan proliferasi.


(52)

commit to user

 

 

E. Kerangka Konseptual

Sitokin pro inflamasi IL-1, IL-6, IL-17A,TNFα, Th-1 Auto imun respon

SICA 2, CCL14, TDGF1

COX-2

Estradiol

17 βHSD‐1 Estron

progesteron

Endometrioma

Sitokin pro inflamasi IL-1β, IL-6, IL-17A,TNFα, Th-1

Auto imun respon

SPINT1

COX-2

Estradiol Progesteron

Karsinoma

 

Ovarii

Mutasi-mutasi gen yang menyebabkan amplifikasi COX-2, EGFR


(53)

commit to user

 

 

Keterangan : Endometrioma dan karsinoma ovarii dapat mengalami gangguan imunologi, genetik dan keseimbangan hormonal. Adanya proses inflamasi yang terus menerus yang mengakibatkan aberrasi atau perubahan status biomolekuler. Th1 dan sitokin pro inflamasi akan meningkatkan regulasi COX-2 yang akan mengkatalisis sintesa prostaglandin. Pada endometrioma terjadi peningkatan ekspresi COX-2 dapat disebabkan melalui beberapa akibat pengaruh hormonal yakni melalui peningkatan estradiol, peningkatan estradiol ini dapat secara langsung maupun tak langsung melalui sitokin pro inflamasi menginduksi COX-2. Demikian juga SICA1, CCL14, TDGF1 melalui sitokin pro inflamsi dapat menginduksi COX-2. Sedangkan penurunan progesteron secara tak langsung melalui 17 β -HSD 1 mempengaruhi konversi estradiol dari estron. PGE2 dapat sebagai stimulator StAR dan aromatase untuk meningkatkan produksi estradiol dan efek feedback terhadap sitokin pro inflamasi.

Sedangkan peningkatan COX-2 di karsinoma ovarii dapat dipengaruhi dari perubahan hormonal seperti pada endometrioma, dan sitokin pro inflamasi dan SPINT1 yang secara tak lansung mempengaruhi COX-2 melalui sitokin pro inflamsi. Mutasi gen COX-2, dan adanya polimorfisme dapat mempengaruhi peningkatan COX-2.

Perbedaan yang tampak pada keduanya di atas adalah bahwa SICA1, CCL14, EGFR pada penelitian sebelumnya dilaporkan hanya meningkat pada endometriosis dan EAOC. Sedangkan pada karsinoma ovari adanya mutasi-mutasi gen terhadap COX-2 dan adanya kemungkinan terjadinya polimorfisme mengakibatkan ekspresi COX-2 meningkat.

F. Hipotesis

Terdapat perbedaan ekspresi COX-2 antara endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1, ekspresi COX-2 pada endometrioma lebih rendah daripada karsinoma ovarii tipe 1.


(54)

commit to user

 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian secara analitik observasional dengan rancangan penelitian cross sectional untuk membedakan expresi COX-2 antara penderita endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1. Dilakukan pemeriksaan secara imunohistokimia pada masing-masing sampel penelitian. Kemudian diamati dan dihitung tingkat ekspresi COX-2 pada masing-masing sampel dan dilakukan perbandingan nilai ekspresi COX-2 antar kelompok sesuai alur penelitian sebagai berikut :

   

Endometrioma dan Karsinoma ovarii tipe 1

Pemeriksaan dengan pengecatan

Immunohistokimia

Tingkat Ekspresi COX-2 Tingkat Ekspresi COX-2 Endometrioma Karsinoma ovarii tipe 1

Uji Perbedaan Tingkat Ekspresi Convenient Sampling

Pemeriksaan Histopatologi Populasi


(55)

commit to user

 

 

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UNS Surakarta pada bulan April 2011. Sampling dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD dr Moewardi Surakarta, Klinik Indriya Ratna,  Rumah Sakit Brayat Minulya pada bulan Januari hingga Agustus 2009. C. Populasi Penelitian

Preparat penderita endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1. D. Teknik sampling

Pengambilan sampling dilakukan dengan cara non random convenient sampling pada preparat penderita endometrioma dan pada preparat penderita

karsinoma ovarii tipe 1 di RSUD dr Moewardi Surakarta, Klinik Indriya Ratna Surakarta dan Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.

E. Besar Sampel

Dalam menentukan sampel berdasarkan jenis penelitian adalah analitik numerik tak berpasangan dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan:

N1=N2 : besar sampel yang diinginkan

Zα (alfa) : tingkat kepercayaan 95% (1,64) Zß (beta) : power 95% (1,64)

X1-X2 : perbedaan rerata (0,2).

SD : standar deviasi (0,18) (Sopiyudin, 2009)


(56)

commit to user

 

 

Dari hasil perhitungan diketahui jumlah sampel minimal adalah 17 sampel. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 18 sampel endometrioma dan 18 sampel karsinoma ovarii tipe 1 .

F. Kriteria Sampel 1. Kriteria Inklusi

Preparat penderita endometriosis ovarium (endometrioma) dan karsinoma ovarii tipe 1, dengan diagnosis Patologi Anatomi yang telah dilakukan operasi di RSUD dr Moewardi, klinik Indriya Ratna dan rumah sakit Brayat Minulya mulai tanggal 1 januari- 31 Agustus 2009.

2. Kriteria Eksklusi

a. Preparat yang rusak. G. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Status penyakit endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1. 2. Variabel terikat

Nilai ekpresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1. H. Definisi Operasional

1. Endometrioma adalah ditemukannya sel-sel endometrium di dalam ovarium yang dibuktikan secara pemeriksaan histopatologi.

2. Karsinoma ovarii tipe I adalah ditemukannya sel-sel ganas di dalam jaringan ovarium yang dengan gambaran histopatologi karsinoma ovarii jenis epitelial serosum atau musinosum deferensiasi baik.


(57)

commit to user

 

 

3. Nilai ekspresi COX-2 adalah sel-sel yang secara mikroskopis menunjukkan warna kuning keemasan hingga coklat tua pada sitoplasmanya, yang merupakan reaksi enzimatis antara enzim peroksidase dengan DAB (diamino benzidin tetra hidrokloride) sebagai substrat enzim. Reaksi ini merupakan lanjutan dari reaksi imunologis antara monoklonal antibodi rabbit anti human cox-2 IgG-1 (Biocare Medical dan Kit Labvision plus) dengan COX-2 .

I. Cara Kerja

Pengambilan data sampel yang diperoleh dilakukan pemeriksaan imunohistokima. Selanjutnya dilakukan penilaian ekspresi COX-2. Penilaian makna tampilan COX-2 dinyatakan sebagai prosentase sel yang dihitung berdasarkan tampilan positif sel dengan inti sel kuning dan sitoplasma keemasan sampai dengan coklat tua pada pembesaran 400x. Pengamatan dilakukan sebanyak 9 lapangan pandang. Nilai prosentase yang ditampilkan adalah nilai rerata prosentase ekspresi protein COX-2 dari 9 lapang pandang tersebut.

Penilaian makna tampilan protein COX-2 dinyatakan sebagai skor histologi ( SH ) dilakukan berdasar rumus sebagai berikut :

SH = ( PKxIK ) + (PSx IS ) +( PLxIL ) + ( PNxIN )

(Tan et al, 2002 ) Keterangan :

P = Prosentase

K = Kuat N = Negatif I = Intensitas L = Lemah S = sedang

Nilai P (prosentase jumlah sel) : Nilai I (Intensitas) 0 – 25 % : nilai 1 0 : negatif


(58)

commit to user

 

 

26 – 50 % : nilai 2 1 : positif lemah 51 –75 % : nilai 3 2 : positif sedang 76 – 100 % : nilai 4 3 : positif kuat

Makna kuantitatif dan kualitatif skor histologi INTERVAL NILAI

(Makna Kwantitatif)

MAKNA KUALITATIF

0,00 – 3,75 Negatif

3,76 – 7,50 Positif lemah

7,51 – 11,25 Positif sedang

11,26 – 15,00 Positif kuat

(Tan, et al 2002) J. Analisa Data

Perbedaan ekspresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 diuji statistik menggunakan student t test tidak berpasangan.

I. Jadwal Penelitian.

2009 2010 2011 Persiapan

1. Pengkajian Pustaka x

2. Penyusunan Proposal x

3. Persetujuan Proposal x

Pelaksanaan

1. Pengambilan Sampel x

2. Pengolahan data x

Laporan

1.Penyusunan laporan x


(59)

commit to user

 

 


(60)

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

1.Hasil Penelitian.

Hasil penelitian terhadap dua kelompok yaitu : 18 sampel endometrioma dan 18 sampel karsinoma ovarii tipe 1. Pemeriksaan secara imunohistokimia staining monoklonal antibodi COX-2 pada dua kelompok yaitu endometrioma

dan karsinoma ovarii tipe 1 menunjukkan hasil penilaian ekspresi COX-2 sebagai berikut :

Tabel 4.1. Rerata nilai ekspresi COX-2 dan standar deviasi (SD) pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1.

Variabel Rerata SD

Endometrioma 7,222 1,60

Karsinoma ovarii tipe 1 7,889 1,49

Rerata ekspresi COX-2 pada endometrioma adalah 7,222 dengan tingkat simpangan 1,60 dan rerata ekspresi COX-2 dengan skor histologi pada karsinoma ovarii tipe 1 adalah 7,789 dengan tingkat simpangan 1,49.


(61)

commit to user

k o k k h Gambar 4.1 Distr karsinoma o ovarii mus karsinoma o karsinoma o histologi end 6. 7. 7. 7. 7. S k or Hi st ol o g i

. Grafik re endometr serosum. ribusi karsin ovarii serosu

inosum defe ovarii seros ovarii musi dometrioma 8 7 2 4 6 8 8 Endom

erata nilai e rioma, karsin

noma ovarii um deferens ferensiasi ba sum low gra

inosum low

adalah : 7,2 metrioma

ekspresi CO noma ovarii

tipe 1 dapa siasi baik ( aik (low gra ade adalah

grade ada

22.

Ka ovarii mu

Jen

OX-2 dengan i musinosum

at dibagi dua low grade/t

ade/ tipe 1).

: 7,919 , da alah 7,857,

sinosum K

is  sampel

n skor histo m dan karsin

a bagian bes tipe 1) dan Rerata sko an rerata sko sedangkan r Ka ovarii serosu

ologi pada noma ovarii

sar yaitu : karsinoma or histologi or histologi

rerata skor um


(62)

commit to user

Ta Kr Ne Po Po Po D G m ( p

abel 4.2. Di di riteria

egatif ositif lemah ositif sedang ositif kuat

Data tabel d

Gambar 4.2 Data h menilai pros (gambar 5.2 positif seda 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Pr ose n ta se istribusi eksp ihitung skor Skor Histolog 0-3,75 7,6-7,5 g 7,6-11,25

11,25-15

i atas ditamp

Grafik ek dihitung tipe 1 dan hasil skor hit sentase nilai 2 dan tabel

ng : 27,8% negatif presi COX-2 histologi pa gi Endom frek 0 13 35

5 0

pilkan dalam

kspresi COX skor histolo n endomet tologi dapat i positif lem 5.2). Pad %, sedangkan positif lemah Nilai kwal 2 menggunak ada endometr metrioma

kuensi p

m bentuk gra

X-2 mengg ogi (nilai kw

trioma dalam dikonversik mah, sedang a endometri n karsinoma positif sedang p litatif

kan nilai kw rioma dan ka

prosentase 0 72,2 27,8 0

fik di bawah

unakan n wantitatif) p m prosentase kan menjadi dan kuat ioma prosen a ovarii tipe positif kuat walitatif setel arsinoma ov Karsinoma ovarii tipe1 frekuensi 0 8 10 0

h ini :

nilai kwalita pada karsino e. data kwanti sesuai gamb ntase ekspre e 1 adalah Endometrio Karsinoma

ah

varii tipe 1: a 1 prosentase 0 44,4 55,5 0 atif setelah oma ovarii itatif untuk bar di atas esi COX-2 : 55,5%. oma

ovarii tipe 1 e


(63)

commit to user

Prosentase ekspresi COX-2 positif lemah pada endomterioma adalah : 72,2 %, sedangkan pada karsinoma ovarii tipe 1 : 44,4%.

Gambar 4.3 Grafik sebaran ekspresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1.

Gambar di atas menunjukkan hasil sebaran ekspresi COX yang dinyatakan sebagai skor histologi pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1. Sebaran di atas menunjukkan ekspresi COX-2 terendah dengan skor histologi (SH) pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 adalah 6, sedangkan SH tertinggi ekspresi COX-2 adalah 11, rerata SH COX-2 pada endometrioma adalah 7,22, sedangkan rerata SH ekspresi COX-2 pada karsinoma ovarii tipe 1 adalah 7,889.

2. Hasil Uji Normalitas :

Hasil uji normalitas data dari sampel endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 menggunakan Shapiro-Wilk Test menunjukkan sebaran distribusi yang tidak


(1)

dari tempatnya atau ruptur. PG diyakini mampu mengaktivasi enzim kolagenase, proteolisis dan penurunan sintesis komponen membran basal pada ovarian granulosa dan permukaaan sel epithelial ovarium. Studi terakhir lesi preneoplastik pada tumor ovarium manusia menegaskan bahwa kolagen IV dan laminin pada

permukaan basement membran ovarian epithelium hilang sebelum transformasi

morfologi sel epitelial. Peningkatan proteolisis dan penurunan sintesis komponen membran basement oleh sel epitel permukaan mengakibatkan hilang permukaan epitel ovarium, dimana secara drastis akan mengubah sistem biologi sel epitelial. Hal ini dikarenakan membran basement diketahui berpengaruh terhadap ekspresi gen, cell contact signaling dan positional organisation sel epitelial. Hal

ini dapat menjelaskan bahwa tanpa membran basement yang utuh (intact)

permukaan epitelium yang merepresentasikan prekursor lesi dan kemudian adanya perubahan genetik dan epigenetik dapat mengakibatkan perubahan ke arah transformasi neoplastik dan tumorogenesis (Elizabeth, 2004). Hal ini juga dapat menjelaskan bahwa peningkatan COX-2 pada kasus ini diduga akibat trauma yang berulang (repetitive trauma) pada permukaan sel epitelial yang diikuti oleh faktor mitogenik, yang diyakini menjadi momen penting dalam inisiasi tumorogenesis ovarium (Fathalla, 1971, Rask, 2006), sementara jalur mekanisme COX-2 dalam sel kanker sendiri belum jelas, seperti diuraikan diatas (Gu, 2008). Uraian di atas menunjukkan bahwa pada endometrioma terjadi peningkatan ekspresi COX-2 yang berperan pada proses inflamasi kronik,seperti halnya yang terjadi pada karsinoma ovarii yang menunjukkan ciri- ciri neoplastik.


(2)

commit to user

Sedangkan pada karsinoma ovarii terjadi proses patologi, dimana COX-2 terlibat dalam hallmark respons of inflammation. Respon inflamasi pada ovulasi menginduksi remodelling jaringan, mutasi yang bertanggung jawab menghasilkan sel kanker dipercaya meningkat dari gangguan repair replikasi DNA pada proliferasi sel OSE. Angka kejadian mutasi ini dipercaya dengan meningkatnya

kehadiran oksidan toksik yang dilepaskan selama respon inflamasi. Gangguan

terhadap respon inflamasi juga diduga berperan pada mekanisme ini. Adanya mutasi -765G>C COX-2 polimorfisme, telah dihubungkan dengan perkembangan beberapa keganasan termasuk keganasan ovarium. Polimorfisme dapat meningkatkan ekspresi gen COX-2, yang dapat menghambat apoptosis dan promosi proliferasi tumor, metastasis dan angiogenesis. Distribusi dan frekuensi tiga tipe yang berbeda (genotip) -765G> C COX-2 adalah GG,GC,CC. Pereire, (2007) memaparkan bahwa allele C carrier meningkatkan risiko perkembangan karsinoma ovarii (Rask, 2006, Pereire, 2007, O Gubbay et al, 2005). Sementara belum ada laporan mengenai adanya polimorfisme COX-2 pada endometrioma.

Gu et al, (2008) juga melaporkan bahwa ada indikasi COX-2

menginduksi sel pada human ovarian cancer cell line (CAOV-3) viability dan

migrasi dan mempromosikan proliferasi CAOV-3 melalui jalur sinyal PI3-k/Akt

(Gu et al, 2008). Sedangkan Banz et al, (2010) melaporkan SICA2 (Small

Inducible Cytokine A2), CCL14 (Small Inducible Cytokine subfamily member 14), dan TDGF1 diregulasi dalam endometriosis. Kelompok sitokin ini regulasinya ditingkatkan pada endometrioma dan EAOC dibanding pada karsinoma ovarii. Sitokin ini penting dalam mediator komunikasi interseluler dalam sistem imun.


(3)

Hal ini mendukung bahwa endometriosis adalah suatu proses inflamasi kronik dengan perubahan respon imun. Sedangkan serine protease inhibitor 1 (SPINT1) ditingkatkan regulasinya di karsinoma ovarii dibandingkan endometrioma (Banz et al, 2010).

Untuk mempertajam hubungan apakah ada jalur proses keganasan ovarium yang berasal dari endometriosis, maka diperlukan sampel karsinoma ovarii yang diambil dari kelompok yang mempunyai riwayat endometriosis sehingga dapat dianalisis hubungan proses keganasan yang berasal dari endometriosis, dan diperlukan penelitian secara prospektik yang tidak bisa dilakukan pada penelitian ini. Pada penelitian tidak diambilkan dari kelompok tersebut di atas karena beberapa keterbatasan.Tetapi pada penelitian ini digunakan sampel dari karsinoma tipe 1 seperti yang dikelompokkkan oleh Kurman and Shih (2010) yang membagi menjadi dua kelompok, yakni karsinoma ovarii tipe 1 dan 2, dengan dasar pertimbangan kesamaan basis morfologi dan molekuler genetik. Jumlah sampel yang lebih dari 30 pada dua kelompok cukup untuk merepresentasikan hasil penelitian ini.

Melihat hasil statistik pada data penelitian dan pembahasan di atas, maka didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan ekspresi COX-2 antara endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1. Hal ini dimungkinkan adanya persamaan salah satu aspek biomolekuler antara endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1. Ekspresi COX-2 pada endometrioma dimungkinkan berada pada tahapan promosi , sedangkan ekspresi COX-2 pada karsinoma ovarii tipe 1 berada pada tahapan progresif sesuai dari data penelitian dan literatur


(4)

commit to user

sebelumnya (Varma, 2004, Nezhat, 2008). Kondisi di atas menunjukkan bahwa endometrioma masih dimungkinkan dapat bertransformasi menjadi ganas (karsinoma ovarii). Peran COX-2 dalam hubungannya dengan patogenesis endometrioma dan karsinoma ovarii dirangkumkan dalam bagan berikut ini :

Genetik,

C

ytokines

Prostanoid

PG G/H2

IL- 1ß, IL-6,IL-8,Th-1, SICA2, CCL14 (endometrioma dan

karsinoma ovarii)

(Banz, 2010)

Growth Factor ↑

Evasion Apoptosis, bcl2, p53, PI3-k/Akt Cell Proliferasi Patologik Angiogenesis Replikasi limitless KARSINOMA Genom Instability,

LOH (9p, 11q,22q) COX-2

meningkat

EGFR, Mutasi gen COX-2 Mutasi -756G>C COX-2

polimorfisme (Pereira, 2007)

SPINT1.

(karsinoma ovarii)

Banz, 2010, Ceyhan ,2006 Gu,  2008.Varma, 2004,Pereira, 2007,  Estradiol      ,

Progesteron  

Gambar 4.6. Skema peran COX-2 terhadap proses patogenesis endometrioma dan karsinoma ovarii keganasan.

Keterangan : Prostanoid dikonversi menjadi PG melalui reaksi enzimatis COX-2. Peningkatan enzim COX-2 dapat diinduksi dan dipengaruhi oleh hormonal (E2) yang meningkat, penurunan progesteron, sitokin pro inflamasi seperti : IL-1, IL-6, IL-8, Th-1, IL-17A pada endometrioma. Sedangkan pada karsinoma ovarii selain pengaruh hormonal dan sitokin pro inflamasi, adanya EGFR, mutasi gen COX-2, polimorfisme, berperan dalam peningkatan COX-2. Peningkatan COX-2 dapat mempengaruhi produk enzimatisnya

yaitu PG. PGE2 juga merupakan stimulator kuat terhadap StAR


(5)

estradiol, demikian dengan adanya penurunan progesteron akan

mempengaruhi β HSD-1 yang berperan terhadap konversi estron

dari estradiol, sementara estradiol juga dapat mempengaruhi sitokin pro inflamasi untuk menginduksi COX-2. PG dapat mempengaruhi terjadinya LOH, peningkatan growth factor, yang akan mengakibatkan penghambatan apoptosis, peningkatan proliferasi sel peningkatan angiogenesis pada sel endometrioma maupun karsinoma.


(6)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna ekspresi

COX-2 antara endometrioma dan pada karsinoma ovarii tipe 1. Dimungkinkan

adanya persamaan salah satu aspek biomolekuler antara endometrioma dan

karsinoma ovarii tipe 1 tetapi pada tahapan perkembangan tumor yang berbeda.

Ekspresi COX-2 pada tahapan promosi yang terdapat pada endometrioma tidak

berbeda bermakna dengan ekspresi COX-2 pada tahapan progresi karsinoma

ovarii tipe 1.

B. Saran

Pada penelitian lebih lanjut :

1. Diperlukan penelitian uji aktifitas dan analisis polimorfisme enzim COX-2

pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1.

2. Diperlukan penelitian secara eksperimental mengenai hubungan antara

endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 dengan menggunakan