Rukun dan Syarat Sah Perkawinan

Menurut ketentuan yang ada didalam Kompilasi Hukum Islam, bab 5 pasal 30-38 bahwa mahar merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai pria yang menjadi hak pribadi calon mempelai wanita, dan wajib diberikan kepada calon mempelai wanita. 71 Pasal 34 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan poin 1 kewajiban menyerahkan bukan merupakan rukun dalam perkawinan. 72 Wagianto menjelaskan 73 , syarat yaitu suatu yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan yang menjadikan sahnya perkawinan apabila telah terpenuhinya syarat rukun sebagai berikut : a. Calon suami, syaratnya : 1 Beragama Islam 2 Jelas bahwa laki-laki 3 Atas keinginan dan pilihan sendiri tidak karena paksaan 4 Tidak beristri 5 Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon istri 6 Tidak sedang berihram haji atau umrah. b. Calon istri, syaratnya : 1 Beragama Islam 2 Jelas bahwa ia seorang perempuan 3 Mendapat ijin dari walinya 4 Tidak bersuami dan tidak dalam masa iddah 5 Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon suami 6 Belum pernah dili‟an dituduh berbuat zina oleh calon suaminya 7 Jika ia janda, harus atas kemauan sendiri, bukan karna paksaan oleh siapapun. 8 Jelas ada orangnya 9 Tidak sedang berihram hajiumrah c. Syarat-syarat sighat 71 Ibid., h. 72 Ibid, Pasal 34 73 Wagianto, Op.Cit., h.122-124 1 Dengan lafadz tazwij atau nikah 2 Dengan lafadz yang jelas sharih dalam ijab kabul 3 Kesinambungan ijab dan kabul 4 Tidak dibatasi waktu 5 Pihak yang berakad termasuk pihak yang terlibat dalam akad nikah hingga selesai Kabul. d. Syarat-syarat wali 1 Islam adil 2 Baligh dan berakal 3 Tidak dalam pengampuan 4 Tidak mempunyai penyakit yang merusak pikiran. e. Syarat-syarat Saksi 1 Islam 2 Laki-laki 3 Adil 4 Dapat mendengar dan melihat. Syarat-syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 74 , antara lain: a. Adanya persetujuan antara calon suami dengan calon isteri tidak ada unsur paksaan. b. Calon suami telah berumur 19 tahun dan calon isteri berumur 16 tahun atau mendapatkan dispensasi dari pengadilan apabila belum mencapai umur yang ditentukan tersebut. c. Harus mendapatkan izin dari kedua orang tua masing- masing mempelai. d. Tidak ada halangan perkawinan antara calon suami dengan calon isteri. e. Tidak sedang terikat perkawinan dengan orang lain. f. Perempuan yang terputus perkawinannya tidak sedang dalam masa tunggu. g. Perkawinan dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan.

5. Tujuan Perkawinan

Perkawinan merupakan tujuan syari‟at yang dibawa Rasulullah saw, yaitu hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi. Dengan pengamatan sepintas, lalu pada 74 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis Undang-Undang Nomor1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2004, Cet. V, hlm. 58-59 batang tubuh ajaran fiqh, dapat dilihat adanya empat garis dari penataan itu yakni : 1. Rub‟al-ibadat, yang menata hubungan manusia dengan khaliknya. 2. Rub‟al-muamalat, yang menata hubungan manusia dalam lalulintas pergaulannya terhadap sesamanya untuk memenuhi hajat hidup sehari-hari. 3. Rub‟al-munakahat, yaitu yang menata hubungan manusia dalam lingkungan keluarga, dan 4. Rub‟al-jinayat yang menata pengamanan dalam suatu tata tertib pergaulan yang menjadi ketentramannya. 75 Menurut Khoirul Abror 76 , dalam bukunya Hukum Perkawinan dan Perceraian tujuan perkawinan yang relevan dan disadarkan kepada Al- Qur‟an yaitu : 1. Bertujuan untuk membangun keluarga sakinah, disebutkan dalam Q.S. ar-Rum 30 : 21 yaitu :                       Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan- Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir ” 77 75 Timami dan Sohari Sarhani, Op.Cit., h.15. 76 Khoirul Abror, Op.Cit., h.59 77 Kementrian Agama RI, Op.Cit., h.572. 2. Bertujuan untuk regenerasi danatau pengembangbiakan manusia reproduksi atau mendapatkan keturunan, dan secara tidak langsung sebagai jaminan eksitensi Agama Islam 78 , sebagaimana dalam Q.S. An- Nisa‟4:1 yaitu :                     َل        َل     Artinya : “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” 79 3. Bertujuan untuk pemenuhan biologis seksual 80 , sebagaimana difirmankan dalam Q.S. al-Baqarah 2 : 187 yaitu : 78 Khoirul Abror, Op.Cit., h.60. 79 Kementrian Agama RI, Op.Cit., h.99 80 Khoirul Abror, Op.Cit., h.60