Peran Pendamping Dan Partisipasi Peserta Dalam Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan

PERAN PENDAMPING DAN PARTISIPASI PESERTA
DALAM PROGRAM SIMPAN PINJAM KHUSUS
PEREMPUAN

FENNY FEBRI KRISDAYANTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Pendamping
dan Partisipasi Peserta dalam Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016
Fenny Febri Krisdayanti
NIM I34120159

3

ABSTRAK
FENNY FEBRI KRISDAYANTI. Peran Pendamping dan Partisipasi Peserta
dalam Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan. Di bawah bimbingan
DJUARA P. LUBIS.
Pendamping menjadi hal yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu
program pemberdayaan masyarakat dalam membantu pelaksanaan program pada
tingkat provinsi/ kabupaten/ kota. Peran pendamping ini antara lain meliputi
tingkat kemampuan dalam menjadi memfasilitasi, mendidik, perwakilan
masyarakat, dan peran teknis bagi masyarakat miskin yang mereka dampingi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antra tingkat
kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi masyarakat yang tergabung
dalam suatu program yaitu Simpan Pinjam Khusus Perempuan. Pendekatan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung oleh
data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat
partisipasi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat, dimana semakin
tinggi persepsi responden akan kebutuhannya dengan tingkat kemampuan
pendamping maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi responden.
Kata kunci

: Peran Pendamping, Partisipasi, Pemberdayaan Masyarakat
ABSTRACT

FENNY FEBRI KRISDAYANTI. Role of Facilitator and Participant’s
Participation in the Women's Savings and Credit Group Program. Supervised by
DJUARA P. LUBIS.
Facilitators are become very important in implementation a community
empowerment program to help the implementation of the program at the
provincial / district / city. The role of facilitators such as the ability level of

facilitators, educators, community representatives, and technical roles for the
poor people that they accompany. This research purpose is to know, how is the
relation between the role’s facilitator with level of participation of community in a
Women’s Saving and Credit Group Program. The method in this study using
quantitative method supported by qualitative data. The results of this research
showed that there is a relationship between respondent’s perceptions of the role’s
of facilittaors with the level of participation in a community empowerment
program, which if the respondent's assessment of their need is higher with the
role’s of facilitator skil, and then the level of participation of respondents become
higher to.
Keywords: Role’s of Facilitator, Participation, Community Empowerment

4

PERAN PENDAMPING DAN PARTISIPASI PESERTA
DALAM PROGRAM SIMPAN PINJAM KHUSUS
PEREMPUAN

FENNY FEBRI KRISDAYANTI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Peran Pendamping dan Partisipasi Peserta dalam Program
Simpan Pinjam Khusus Perempuan.
Skripsi ini merupakan rangkaian proses untuk memahami dan menjelaskan

bagaimana peran pendamping berhubungan dengan partisipasi peserta dalam
suatu program pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan hasil observasi lapang dan
analisis berbagai pustaka yang ada, diharapkan akan muncul gagasan baru untuk
pengelolaan dan kinerja dari pendamping lebih bijaksana dan optimal. Skripsi ini
tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
a) Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
tepat waktu,
b) Ir. Nuraini. W. Prasodjo, MS dan Dr. Ivanovic Agusta SP, MSi selaku
dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran dalam
penulisan skripsi ini,
c) Ibunda Sih Krisniwati dan Ayahanda Darmanto, yang telah memberikan
doa, kasih sayang, ketulusan, dan motivasi. Tak lupa untuk kakak Dio
Dera Darmawan yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan doa
pada penulis,
d) Muhammad Ridwan Arif Cahyono yang selalu memotivasi, memberikan
perhatian, doa, dukungan dan semangat untuk penulis,
e) Anggota UPK Kecamatan Pedan Bu Dewi, Bu Anik, Pak Rosyid dan Pak
Teddy yang telah membantu dalam kelancaran penelitian saya di lapang,

f) Seluruh kelompok SPP di Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan,
g) Teman-teman sebimbingan, Mega dan Nella, teman seperjuangan yang
merasakan suka duka bersama dalam mengerjakan skripsi,
h) Sahabat-sahabat tersayang, Ncekdes, Adecuae, Amal ,Apri, Udin, Inna,
Nensi, Lici, Nabilah dan Efriska yang selalu memberikan semangat serta
motivasi pada penulis,
i) Dede yang selalu memberikan semangat dan dorongan serta spirit untuk
penulis,
j) Teman-teman OMDA KMK Klaten khususnya angkatan 49 yang telah
menjadi keluarga di tanah rantau, Antok, Lien, Laras, Tika, Gilang,
Maulana dan Dodik,
k) Keluarga KKP Suniarsih, Eka, Oneng, Cassandra, Serly, Mogi dan Frans
yang telah memberi banyak masukan dan bantuan,
l) Keluarga besar mahasiswa SKPM 49 yang telah berjuang bersama-sama
sejak TPB, yang selalu bersama saat suka dan duka, dan selalu memotivasi
penulis.
Bogor, Juni 2016
Fenny Febri Krisdayanti

7


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Penelitian
Pertanyaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Pekerja Pengembangan Masyarakat (Pendamping)
Peran Pendamping
Partisipasi
Hubungan Peran Pendamping dan Partisipasi
Simpan Pinjam Khusus Perempuan
Karakteristik Individu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

PENDEKATAN LAPANGAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografis dan Kondisi Alam
Penduduk dan Mata Pencaharian
Karakteristik Sosial Ekonomi
Profil UPK Kecamatan Pedan
Profil SPP Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Usia
Tingkat Pendidikan
Tingkat Lama Bergabung
Tingkat Pendapatan
KARAKTERISTIK USAHA
Jenis Usaha
Ukuran usaha


1
1
2
3
3
4
5
5
5
7
11
12
14
16
18
19
19
19
20

21
22
29
29
29
30
31
34
37
37
38
39
40
43
43
46

8

TINGKAT KEMAMPUAN PENDAMPING DAN HUBUNGANNYA

DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK
USAHA
49
Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping
49
Hubungan Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan
Pendamping dengan Karakteristik
Individu
54
Hubungan Usia dengan Persepsi Responden terhadap
Tingkat Kemampuan Pendamping
55
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi Responden
terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping
56
Hubungan Lama Menjadi Anggota dengan Persepsi Responden
terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping
58
Hubungan Tingkat Pendapatan Sebelum Bergabung dengan
Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping
60
Hubungan Tingkat Pendapatan Setelah Bergabung dengan
Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping
61
Hubungan Karakteristik Usaha dengan Persepsi Responden terhadap
Tingkat Kemampuan Pendamping
63
Ikhtisar
64
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA DAN HUBUNGANNYA DENGAN
TINGKAT KEMAMPUAN PENDAMPING
67
Tingkat Partisipasi
67
Tingkat Partisipasi Non-Partisipasi
68
Tingkat Partisipasi Toenisme
69
Tingkat Partisipasi Citizen Power
70
Hubungan Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping
dengan Tingkat Partisipasi
71
Ikhtisar
73
PENUTUP
73
Kesimpulan
75
Saran
75
DAFTAR PUSTAKA
76
LAMPIRAN
77
RIWAYAT HIDUP
105

9

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7

8
9
10

11

12

13

14

15

16
17

Definisi operasional
24
Jumlah dan persentase penduduk menurut golongan usia di Desa
Tambakboyo tahun 2015
28
Jumlah dan persentase responden peserta program SPP berdasarkan
kategori usia di Desa Tambakboyo tahun 2016
38
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan peserta
program SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016
38
Jumlah dan persentase responden peserta program SPP di Desa
Tambakboyo berdasarkan lamanya menjadi anggota tahun 2016
39
Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut tingkat
pendapatan sebelum bergabung dengan program SPP di Desa Tambakboyo
tahun 2007
40
Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut tingkat
pendapatan setelah bergabung dengan program SPP di Desa Tambakboyo
tahun 2016
41
Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut tingkat
pendapatan di Desa Tambakboyotahun 2007 sampai tahun 2016
42
Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut persepsinya
terhadap tingat kemampuan pendamping di Desa Tambakboyo
49
Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut usia dengan
persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program
SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016
55
Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut tingkat
pendidikan dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan
pendamping dalam program SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016
57
Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut lama
menjadi anggota dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan
pendamping dalam program SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016
59
Jumlah dan persentase responden menurut pendapatan sebelum bergabung
dengan program SPP dengan persepsi responden terhadap tingkat
kemampuan pendamping dalam program SPP di Desa Tambakboyo tahun
2016
60
Jumlah dan persentase responden menurut pendapatan sebelum bergabung
dengan program SPP dengan persepsi responden terhadap tingkat
kemampuan pendamping dalam program SPP di Desa Tambakboyo
tahun 2016
62
Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik usaha dengan
persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam
program SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016
63
Nilai korelasi dan signifikansi antara karakteristik individu dengan persepsi
responden terhadap tingkat kemampuan pendamping
64
Nilai korelasi dan signifikansi antara karakteristik usaha dengan persepsi
responden terhadap tingkat kemampuan pendamping
65

10

18 Jumlah dan persentase antara persepsi responden terhadap tingkat
kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi peserta program SPP di
Desa Tambakboyo tahun 2016
72
19 Nilai korelasi dan signifikansi antara persepsi responden terhadap tingkat
kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi
73

11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Matrik tingkat partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasi Arnstein
Lima pilar dalam pengembangan masyarakat
Kerangka analisis
Struktur organisasi UPK Lurik Pedan
Kegiatan pencairan dana SPP
Kegiatan evaluasi
Sebaran jenis usaha responden peserta program SPP
Usaha perdagangan
Usaha jasa
Sebaran usaha responden peserta program SPP menurut jenis dan
ukuran usaha
Sebaran tingkat partisipasi peserta program SPP
Kegiatan pencairan dana
Kegiatan verifikasi
Lokasi penelitian

9
14
17
33
35
35
43
45
45
46
67
73
73
90

12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Kuesioner
Pertanyaan Penelitian Mendalam
Peta Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten
Jadwal pelaksanaan penelitian Januari sampai Juni 2016
Kerangka Sampling Peserta Program SPP
Tulisan Tematik
Dokumentasi
Hasil Pengolahan Data SPSS

83
88
90
91
92
95
102
103

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan masih menjadi hal penting yang perlu ditanggulangi oleh
pemerintah Indonesia. Menurut BPS (2015) pada bulan Maret, jumlah penduduk
miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis
Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28.59 juta orang (11.22 persen), jumlah
tersebut bertambah sebesar 0.86 juta orang dibandingkan dengan kondisi
September 2014 yang sebesar 27.73 juta orang (10.96 persen). Selain hal tersebut,
persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13.76 persen pada
September 2014 menjadi 14.21 persen pada Maret 2015. Kabupaten Klaten
Provinsi Jawa Tengah sendiri, menurut data BPS (2013) jumlah penduduk miskin
dari tahun ke tahun mengalami penurunan dalam kurun waktu tahun 2011, 2012
dan 2013 yaitu dari 203.050 orang, menjadi 191.300 orang dan 179.500 orang.
Data statistik tersebut dapat menunjukkan bahwa penurunan tingkat kemiskinan
belum sepenuhnya tercapai karena masih terdapat 13.6 persen penduduk di
Kabupaten Klaten yang masih berstatus miskin pada tahun 2013.
Menyelesaikan kemiskinan tersebut, pemerintah Indonesia melakukan
upaya melalui proses pemberdayaan masyarakat yaitu dengan melaksanakan
program-program percepatan pembangunan untuk pengentasan kemiskinan.
Penanggulangan kemiskinan telah dijamin oleh UUD 1945, khususnya dalam
pasal 27 ayat 2 Bab X Tentang Warga Negara dan Penduduk : “Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”,
serta Pasal 28 B ayat 2 : “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
(Itjen 1945). Pemberdayaan merupakan suatu hal yang penting dalam
perkembangan kehidupan manusia. Hal ini karena saat ini masih banyak
masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat perdesaan yang tidak memiliki
akses terhadap perkembangan teknologi dan sumberdaya sehingga mereka sulit
untuk berkembang dan berdaya.
Salah satu bentuk dari pemberdayaan itu sendiri ialah pemberdayaan
masyarakat sebagai salah satu bentuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat memberi
pandangan positif bahwa masyarakat miskin bukan hanya menerima bantuan
secara langsung, akan tetapi juga dapat dibimbing untuk dapat meningkatkan
kapasitas diri guna meningkatkan taraf hidup. Salah satu kegiatan yang
dilaksanakan PNPM Mandiri Pedesaan yaitu Simpan Pinjam Khusus Perempuan
(SPP). Cahyani (2011) menyebutkan bahwa kegiatan SPP bertujuan untuk
mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses
pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan
memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong
pengurangan rumah tangga miskin dan menciptakan lapangan kerja.
Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) merupakan kegiatan yang
bertujuan menangani masalah kemiskinan dan mendorong perempuan
berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Tingkat
partisipasi perempuan menentukan keberhasilan tujuan SPP tersebut. Penelitian

2

terdahulu telah banyak menemukan bahwa terdapat kendala dalam pelaksanaan
kegiatan SPP. Salah satu kendala pelaksanaan SPP yaitu proses pengembalian
dana pinjaman SPP terjadi penunggakan karena usaha yang tidak berkembang dan
pelayanan UPK yang kurang baik (Pirdani 2013).
Berbagai hasil penelitian yang mengkaji tentang implementasi programprogram pemberdayaan masyarakat tersebut melaporkan adanya hasil dengan
tingkat keberhasilan yang berbeda-beda. Salah satu permasalahan yang sering
terjadi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat yang kemudian
berdampak pada berhasil atau tidaknya suatu program, ialah mengenai peran
pendamping atau pekerja pengembang masyarakat dalam berbagai proses
pemberdayaan masyarakat. Dalam suatu dimensi waktu tertentu, seorang pekerja
pengembangan masyarakat dapat berperan sebagai enabler atau organizer atau
educator (Nasdian 2014).
Mengacu pada Ife (2008) yang menyatakan bahwa peran pendamping
umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu : fasilitator, pendidik, perwakilan
masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.
Pendamping memiliki peran untuk menjadi fasilitator, pendidik, utusan atau wakil
dan juga melaksanakan peran-peran teknis, namun dalam pelaksanaannya sering
kali berjalan tidak semestinya sehingga berpengaruh pada jalannya program
pemberdayaan masyarakat itu sendiri.
Salah satu dampak yang terjadi apabila pendamping atau pekerja
pengembangan masyarakat tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan
benar ialah berpengaruh pada tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan
masyarakat. Menurut Fahmi (2009) masih banyak kalangan miskin dan
pendidikan rendah tidak cukup terlibat dalam partisipasi dan menjelaskan bahwa
partisipasi yang ada memang masih dipengaruhi oleh peran stakeholder.
Tingkat partisipasi secara ideal tidak hanya saat pelaksanaan, akan tetapi
pada perencanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi. Keikutsertaan masyarakat
dalam setiap tahapan tersebut dapat menumbuhkan rasa memiliki (“sense of
ownership” atau “sense of belonging”) terhadap sarana dan prasaran yang
dibangun atau dibentuk sehingga akan menghasilkan pembangunan yang
berkelanjutan (Sudirja 2007). Partisipasi dalam setiap tahapan tersebut pun
bertujuan agar masyarakat dapat memiliki keterampilan untuk menggali
kebutuhan, merencanakan program, serta memperbaiki kekurangan-kekurangan
yang ada pada program.
Berdasarkan latar belakang di atas penting untuk mengetahui peran
pendamping yang bagaimana yang dapat berpengaruh positif pada tingkat
partisipasi peserta dalam suatu program pemberdayaan masyarakat. Maka dari itu,
menarik untuk dilakukan kajian mengenai bagaimana hubungan peran
pendamping dengan partisipasi peserta dalam program simpan pinjam perempuan.
Rumusan Penelitian
Hasil penelitian yang mengkaji tentang implementasi program-program
pemberdayaan masyarakat melaporkan adanya tingkat keberhasilan yang berbedabeda, hal tersebut karena dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat
di beberapa kasus, ternyata masih menggunakan pola-pola dan pendekatan “top
down” sehingga masyarakat dipandang sebagai obyek penerima pembangunan
yang harus bertindak sesuai dan diatur oleh pemerintah (Widiyanto 2005).

3

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh pada persepsi individu terhadap
tingkat kemampuan pendamping. Faktor yang berpengaruh tersebut adalah
karakteristk individu serta karakteristik usaha individu yang dilakukan oleh
peserta dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini. Selain hal tersebut
penting untuk dipahami bagaimana peran seorang pendamping dalam suatu
program pemberdayaan masyarakat yang dalam hal ini adalah dalam program
Simpan Pinjam Khusus Perempuan, memiliki suatu hubungan dengan tingkat
partisipasi peserta.
Indraningsing et.al (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
peran pendamping terhadap tingkat partisipasi peserta dalam program
pemberdayaan masyarakat. Pendamping sering kali belum maksimal dalam
menjalankan berbagai peranannya sehingga menyebabkan partisipasi dari peserta
yang kurang (Zufri 2014). Dalam berbagai peranannya pula pendamping sering
kali tidak memperhatikan apa saja tugas yang harus mereka laksanakan untuk
mencapai suatu keberhasilan pada suatu program yang akan berdampak positif
pada tingkat partisipasi peserta dalam suatu program. Maka dari itu, menarik
untuk dilakukan kajian mengenai Bagaimana hubungan peran pendamping
dengan partisipasi peserta dalam program simpan pinjam perempuan?
Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping
dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ?
2. Bagaimana hubungan karakteristik individu dan karakteristik usaha
responden peserta program SPP dengan presepsi responden terhadap tingkat
kemampuan pendamping dalam program Simpan Pinjam Khusus
Perempuan ?
3. Bagaimana hubungan antara presepsi responden terhadap tingkat
kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi peserta program Simpan
Pinjam Khusus Perempuan ?
Tujuan Penelitian
Tujuan kajian ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan
pendamping dalam melaksanaan program Simpan Pinjam Khusus
Perempuan.
2. Menganalisis hubungan karakteristik individu dan karakteristik usaha
responden peserta program SPP dengan presepsi responden terhadap tingkat
kemampuan pendamping dalam program Simpan Pinjam Khusus
Perempuan.
3. Menganalisis hubungan antara presepsi responden terhadap tingkat
kemampaun pendamping dengan tingkat partisipasi peserta program Simpan
Pinjam Khusus Perempuan.

4

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang
berminat maupun yang terkait dengan hubungan peran pendamping dengan
partisipasi peserta dalam program simpan pinjam perempuan, khususnya kepada:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah penelitian mengenai peran pendamping dan partisipasi masyarakat
dalam program pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan
dapat menjadi acuan atau literatur bagi akademisi yang ingin meneliti lebih
jauh dari segi teoritis maupun segi praktis mengenai partisipasi masyarakat
dalam suatu program.
2. Pemerintah untuk menjadi salah satu pertimbangan dalam perencanaan dan
pelaksanaan program pendampingan guna meningkatkan partisipasi peserta
dalam program pemberdayaan masyarakat.
3. Masyarakat untuk, hasil menambah pengetahuan dan menyadari mengenai
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat khususnya pada
programsimpan pinjam khusus perempuan.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pekerja Pengembangan Masyarakat atau Pendamping
Dalam suatu dimensi waktu tertentu, seorang pekerja pengembangan
masyarakat dapat berperan sebagai enabler atau organizer atau educator (Nasdian
2014). Realita dalam masyarakat penggunaan istilah pendamping lebih populer
dan mudah dimengerti oleh mereka, tetapi makna yang terkandung belum tentu
dipahami oleh semua orang. Sebagai suatu kegiatan kolektif, pengembangan
masyarakat melibatkan beberapa aktor, seperti pekerja sosial, masyarakat
setempat, lembaga donor serta instansi terkait, yang saling berkerjasama mulai
dari perancangan, pelaksanaan, sampai evaluasi terhadap program atau proyek
tersebut (Suharto 2002). Dalam konteks ini, peran seorang pekerja pengembangan
masyarakat seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping.
Tugas dari seorang pendamping dalam kegiatan pengembangan masyarakat
sendiri adalah untuk mempengaruhi berbagai aktivitas yang dijalankan oleh pihak
lain, dan bukan sekedar melaksanakan suatu kegiatan pengembangan masyarakat
secara terpisah.
Dalam konteks Pengembangan Masyarakat, pendamping sosial berpusat
pada tiga visi praktek pekerjaan sosial, yang dapat diringkas sebagai 3P, yaitu:
pemungkin (enabe) pendukung (support) dan pelindung (protect). Merujuk pada
Payne seperti dikutip Suharto (2002) prinsip utama pendamping sosial adalah
“making the best of the client’s resources”. Oleh karena itu penting adanya untuk
dipahami bahwa seorang pekerja pengembangan masyarakat ikut bertanggung
jawab dalam hal mempersiapkan sarana menuju ke arah partisipasi masyarakat
atau warga komunitas dalam rangka kegiatan pengembangan masyarakat. Pekerja
pengembangan masyarakat ini pula berperanserta dan bekerja sebagai bagian dari
suatu tim pengkajian yang terdiri dari berbagai pakar di berbagai bidang disiplin
ilmu, bukan bekerja sendiri.
Peran Pendamping
Menurut Sumodiningrat (1999) seorang pendamping bertugas sebagai
pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), penggerak (dinamisator),
dalam pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) IDT dan pembimbing
pengembangan kegiatan usaha kelompok. Metode pendampingan diterapkan
sesuai dengan kondisi dan situasi kelompok sasaran yang dihadapi. Fungsi
pendamping sangat penting, terutama dalam melatih, menggerakkan dan
mengarahkan kegiatan dalam kelompok sasaran.
Pengembangan masyarakat membutuhkan pendamping yang berfungsi
sebagai 1. seorang yang menganalisa permasalahan; 2. pembimbing kelompok; 3.
4. Pelatih; 5. Inovator; 6. Penggerak; dan 7. penghubung. Pendamping
pengembangan masyarakat memiliki 10 peran penting kepada masyarakat.
Menurut Kusuma (2013) peran-peran tersebut adalah: 1. Pembela (advocacy); 2.
Fasilitator; 3. Pemungkin (enabler); 4. Penjangkauan (outreacher); 5.
Pembimbing (supervisor); 6. Penggerak (dinamisator), 7. Pemotivasi (motivator);
8. Katalisator; 9. Mediator; 10. Elaborator. Prinsip bekerjanya adalah 1. Kerja

6

kelompok; 2. Keberlanjutan; 3. Keswadayaan; 4. Kesatuan khalayak sasaran; 5.
Penumbuhan saling percaya; 6. Prinsip pembelajaran bersinambung; dan 8.
Pertimbangan keragaman potensi khalayak sasaran. Pada saat melakukan
pendampingan sosial ada beberapa peran pekerjaan sosial (pendamping) dalam
pembimbingan sosial. Mengacu pada Ife (2008), peran pendamping umumnya
mencakup empat peran utama, yaitu : fasilitator, pendidik, perwakilan
masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.
1. Fasilitator
Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan,
dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan
peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi,
memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan
pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.
2. Pendidik
Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif
dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar
gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang
didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan
informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi
masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.
3. Perwakilan masyarakat
Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara pendamping
dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan
masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat bertugas mencari sumbersumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan
hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja.
4. Peran-peran teknis
Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis. Pendamping
dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer perubahan” yang
mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugastugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan
analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi,
bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta
mengatur sumber dana.
Terdapat berbagai macam peran pendamping yang ditemukan pada
penelitian terdahulu. Peran pendamping yang ditemukan oleh Indraningsih et.al
(2010) antara lain sebagai motivator, dinamisator, fasilitator dan konsultan bagi
petani. Selain itu peran lain adalah penyuluh pertanian harus dapat mendiagnosis
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh klien (petani), membangun dan
memelihara hubungan dengan sistem klien (petani), memantapkan adopsi, serta
mencegah penghentian adopsi. Penemuan lain yang ditemukan oleh
Hasbullah et.al (2014) menyatakan bahwa peran pendamping terdiri dari 1.
Pendampingan mengarahkan; 2. Pendampingan partisipatif; 3. Pendampingan
konsultatif; dan 4. Pendampingan delegatif. Selain itu peran pendamping lain juga
dikemukakan oleh Padmowihardji (2006) yang menjelaskan bahwa peran
pendamping adalah sebagai 1. Mitra yang akrab bagi petani; 2. Memfasilitasi dan
menggugah proses berfikir petani; 3. Selalu bersama petani; 4. Petani dengan
meng”orang”kan-nya; 5. Tidak menonjolkan diri; 6. Menjalin kerjasama dengan

7

petani, 7. Mengembangkan dialog horizontal dengan petani (komunikasi dialogis)
bukan komunikasi yang searah sebagai bawahan-atasan atau guru-murid
(komunikasi monologis) dan tidak menggurui petani.
Penelitian lain oleh Ramadoan et.al (2013) mengungkapkan bahwa peran
pendamping adalah sebagai analisator, stimulator, serta fasilitator. Penemuan lain
yang dikemukakan oleh Baehaqi (2008) menyatakan bahwa peran pendamping
terdiri dari 1. Fasilitator; 2. Inspirator; 3. Motivator; 4. Pendidik; 5. Perwakilan
masyarakat; dan 6. Peran teknis lainnya. Terdapat pula hasil penelitian lain yaitu
dari Kusuma (2013) bahwa peran pendamping selain menjadi fasilitator adalah
sebagai pemungkin (enabler), penggerak (dinamisator), pemotivasi (motivator)
dan juga mediator.
Peran lain juga ditemukan pada penelitian Iskandar (2013) yaitu sebagai 1.
Kordinator dan sosialisasi; 2. Melakukan diskusi; 3. Menyusun rencana kerja
pelaksanaan program; 4. Pelatihan teknis; 5. Dministrasi dan keuangan serta 6.
Pelatihan keberlanjutan. Selain itu terdapat hasil penelitian lain dari Widyorini
et.al (2015) bahwa peran pendamping adalah bertugas melakukan 1. Sosialisasi;
2. Penyuluhan; 3. Pengujian produk; serta 4. Pelatihan dan praktek. Temuan lain
dikemukakan oleh Susanto (2010) yang menyatakan bahwa peran pendamping
antara lain sebagai 1. Mitra/teman; 2. Pengantar perubahan, 3. Pemberdaya, 5.
Pemerhati dan reformis. Hal lain dikemukakan oleh Ariyanto (2001) bahwa peran
pendamping dalam penelitian yang ia lakukan adalah untuk menjadi fasilitator
dalam berbagai kegiatan pendampingan seperti dalam proses penandatanganan
dokumen, serta bertugas untuk menggambarkan hasil-hasil dari proses
pendampingan.
Partisipasi
Adalah untuk melihat sejauh mana implementasi dari program
pengembangan masyarakat (Community Development) dalam kaitannya dengan
partisipasi seluruh stakeholder yang pada akhirnya membawa dampak bagi
berjalannya suatu program pengembangan masyarakat. Menurut Nasdian (2006),
pemberdayaan merupakan jalan atau sarana menuju partisipasi. Sebelum
mencapai tahap tersebut, dibutuhkan berbagai upaya pemberdayaan masyarakat.
Nasdian (2006) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil
oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri,
dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana
mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Titik tolak dari partisipasi adalah
memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut
sebagai subjek yang sadar.
Partisipasi masyarakat merupakan persyaratan utama dalam setiap program
atau kegiatan (Balitbang Sumut 2011). Konsep partisipasi sebagai sebuah
pendekatan dalam perencanaan pembangunan muncul pada awal 1990-an. Pada
pelaksanaan pendekatan tersebut, partisipasi hanya sebagai label peran serta
masyarakat tanpa menyentuh substansi peran serta itu sendiri. Masyarakat harus
menerima kegiatan atau program yang belum tentu sesuai kebutuhan (Lestarini
2013). Partisipasi masyarakat adalah proses yang menyediakan individu suatu
kesempatan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan publik dan merupakan
komponen dalam proses keputusan yang demokratis (Sulistiawati 2012).

8

Partisipasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan
keikutsertaan secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam
(intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang
bersangkutan (Mardikanto 2013). Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan
masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijakan kegiatan, memikul
beban dalam pelaksanaan kegiatan, dan memetik hasil dan manfaat kegiatan
secara merata. Nasdian (2011) juga memaparkan bahwasanya partisipasi dalam
pengembangan komunitas harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan
tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif
pada proses dan kegiatan masyarakat. Menurut (Cohen dan Uphoff seperti dikutip
Astuti 2011) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan
masyarakat dalam pertemuan. Tahap pengambilan keputusan yang
dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program.
2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,
sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata
partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam
bentuk pemikiran, materi, dan tindakan sebagai anggota proyek.
3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan,
maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut
berhasil mengenai sasaran.
4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap
ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan
pelaksanaan proyek selanjutnya
Keseluruhan tingkatan partisipasi di atas merupakan kesatuan integratif dari
kegiatan pengembangan pedesaan, meskipun sebuah siklus konsisten dari
kegiatan partisipatoris mungkin dinilai belum biasa. Partisipasi masyarakat
tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan tanggung jawab
yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Arnstein (2007)
menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat
(citizen partisipation is citizen power). Tingkat partisipasi terbagi menjadi delapan
tingkatan yaitu 1. Kontrol masyarakat; 2. Pendelegasiaan kekuasaan; 3.
Kemitraan; 4. Penentraman; 5. Konsultasi; 6. Pemberitahuan; 7. Terapi serta 8.
Manipulasi.

9

No
1

2

3
4

Tangga Tingkatan
Hakekat
Partisipasi
Partisipasi
Kontrol
Masyarakat Sepenuhnya dikuasai
(Citizen Control)
oleh masyarakat
Pendelegasiaan
Kekuasaan (Delegated
Power)
Kemitraan
(Partnership)
Penentraman
(Placation)

5

Konsultasi
(Consultation)

6

Pemberitahuan
(Informing)

7

Terapi
(Therapy)

8

Manipulasi
(Manipulation)

Masyarakat
diberi
kekuasaan
(sebagai
atau seluruh program)
Timbal
balik
dinegosiasikan
Saran
Masyarakat
diterima tapi tidak
selalu dilaksanakan
Masyarakat didengar,
tapi
tidak
selalu
dipakai sarannya
Sekedar
agar
masyarakat
tidak
marah / sosialisasi
Sekedar
agar
masyarakat
tidak
marah / sosialisasi
Permainan
oleh
Pemerintah

Tingkatan Pembagian
Kekuasaan

Tingkat kekuasaan ada
di masyarakat

Tokenisme / sekedar
justifikasi agar
mengiyakan

Tidak ada partisipasi

Gambar 1 Matrik tingkat partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasi
Arnstein
Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai delapan tangga (tingkat)
partisipasi yang diungkapkan oleh Arnstein seperti dikutip Nasdian (2014) :
1. Manipulation (manipulasi). Pada tingkat ini, dengan mengatasnamakan
partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai ‘stempel karet’ dalam badan
penasehat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata
dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat
partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan
dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa.
2. Therapy (Terapi). Pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang
kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap
ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura - pura
mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka
sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang
memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam
berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan
untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab
lukanya.
3. Informing (Menginformasikan) dengan memberi informasi kepada
masyarakat akan hak, tanggung jawab dan pilihan mereka merupakan

10

4.

5.

6.

7.

langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi
masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa
kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak
memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak
memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi
disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki
sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program. Komunikasi satu
arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitahuan, pamflet
dan poster.
Consultation (Konsultasi). Meminta pendapat masyarakat merupakan
suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini
masih merupakan partisipasi semu karena tidak adda jaminan bahwa
pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam
tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat.
Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan
tersebut hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya
dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi mereka diukur
dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang
dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab.
Placation (Menenangkan). Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki
beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tiak
memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang
diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana
akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan.
Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang
layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak
bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas
kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali.
Partnership (Kemitraan). Pada tingkat ini kekuasaan disalurkan melalui
negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat
untuk sama – sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and
give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak.
Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan
yang terorganisir, pemimpin bertanggung jawab, masyarakat mampu
membayar honor yng cukup bagi pemimpinnya, serta adanya sumber
dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat.
Dengan demikian masyarakat benar – benar memiliki posisi tawar
menawar yang tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu
perencanaan.
Delegated Power (kekuasaan didelegasikan). Negosiasi antara
masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkann terjadinya
dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program
tertentu. Pada tingkat ini, masyarakat menduduki mayoritas kursi,
sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan.
Selain itu masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin
akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang

11

kekuasaan tidak perlu meresponnya, akan tetapi dengan mengadakan
proses tawar menawar.
8. Citizen Control (kontrol warga negara). Pada tingkat ini masyarakat
menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur
program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung
jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek – aspek manajerial dan bisa
mengadakan negosiasi pabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan
perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung
dengan sumber – sumber dana untuk memperoleh bantuan atau
pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.
Kedelapan tingkat partisipasi tersebut, dikelompokkan dalam tiga level
yaitu, manipulasi dan terapi termasuk ke dalam level ‘Non-Partisipasi’, informasi,
konsultasi, placation termasuk ke dalam level ‘Tokenisme’, dan kemitraan,
delegasi kewenangan dan kontrol warga negara termasuk ke dalam ‘Citizen
Power’.
Hubungan Peran Pendamping dan Partisipasi
Hubungan antara peran pendamping dan tingkat partisipasi dalam berbagai
program pemberdayaan masyarakat seperti yang dikemukakan dalam penelitian
Ramadon et.al (2013) bahwa peran pendamping yang dilakukan oleh Penyuluh
Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) sebagai stimulator, telah mampu
menggerakkan petani untuk melaksanakan penanaman di lapangan tanpa
membedakan status kepemilikan lahan yang dimiliki oleh petani. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penyuluh telah berhasil dalam menumbuhkan partisipasi dari
peserta program pemberdayaan masyarakat dalam hal ini adalah petani.
Hubungan antara peran pendamping dan tingkat partisipasi juga
dikemukakan oleh Baehaqi (2008) yang menyatakan bahwa pendamping sebgai
pendidik telah mampu membangkitkan kesadaran masyarakat, dalam hal ini pula
pendamping menyampaikan informasi, menyelenggarakan pelatihan bagi
masyarakat serta bertukar gagasan dan pengetahuan dan pengalaman masyarakat
yang didampinginya. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran pendamping
berhubungan dengan peranan pendamping sebagai pendidik, dalam hal ini
pendamping telah mampu menumbuhkan partisipasi peserta dalam program
pemberdayaan masyarakat untuk bersikap sadar dan bersedia aktif bertukar
gagasan serta pengetahuan dan pengalaman peserta dalam pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat tersebut.
Hasil penelitian lain dikemukakan oleh Indraningsih et.al (2010) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara peran pendamping terhadap tingkat
partisipasi peserta dalam program pemberdayaan masyarakat. Peran pendamping
tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat partisipasi peserta, hal ini
dikarenakan peran penyuluh pertanian selama ini dinilai hanya sekedar
mentransfer teknologi dan informasi, untuk itu peran tersebut perlu dikembangkan
lebih lanjut ke arah yang lebih baik sebagai pengidentifikasian permasalahan dan
kebutuhan petani, motivator serta fasilitator. Hal tersebut berpengaruh positif
terhadap tingkat partisipasi peserta, dimana partisipasi dari peserta (petani) sangat
tinggi dan dilibatkan secara langsung dalam berbagai kegiatan program
pemberdayaan masyarakat yang dimaksud.

12

Terdapat hasil penelitian lain yang dikemukakan oleh Kusuma (2013) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dari peran pendamping terhadap
tingkat partisipasi peserta program Home Care dimana peserta dalam program di
bawah binaan Home Care yang bekerjasama dengan pendamping dari dinas
sosial, berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pendampingan seperti dalam
kegiatan senam, rekreasi, pengajian dan ceramah. Hasil penelitian lain oleh
Widyorini et.al (2015) menyatakan bahwa peran dari pendamping yang dilakukan
oleh tim hibah pengabdian masyarakat Fakultas Perikanan Universitas
Diponegoro, ternyata berpengaruh positif terhadap tingkat partisipasi peserta.
Peserta dalam program pendampingan Kelompok Tani Karya Mina Mandiri
aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan seperti sosialisasi, penyuluhan, pelatihan
dan praktek. Hasil penelitian lain yang dikemukakan oleh Ariyanto (2001)
menyatakan bahwa hubungan dari peran pendamping yang dilakukan oleh
Yayasan Sejati berdampak postif terhadap tingkat partisipasi masyarakat yang
ditunjukkan oleh adanya perubahan keberdayaan masyarakat dampingan ke arah
yang lebih baik / kemajuan.
Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP)
Kegiatan SPP memberikan pinjaman kepada kelompok SPP yang memiliki
usaha produktif minimal satu tahun (Lestarini 2013). Pinjaman dana SPP tersebut
diharapkan dapat membantu RTM untuk mengembangkan usaha dan dapat
meningkatkan pendapatan perempuan. Peningkatan pendapatan akan
mempercepat pengentasan kemiskinan desa. Pendapatan masyarakat terlihat
memiliki perbedaan secara signifikan sebelum dan sesudah mengambil kredit SPP
(Lestarini 2011). Keuntungan dari program kredit SPP yaitu mendapatkan
pinjaman tanpa agunan serta dana dapat cepat cair dan dapat langsung digunakan
untuk kegiatan usaha. Kredit SPP ini membantu masyarakat untuk lebih mandiri
dan mengembangkan potensi yang dimiliki (Lestarini 2013).
Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) merupakan penyaluran dana
pinjaman bergulir bagi kelompok perempuan dalam skala mikro (mikro finance).
Dana yang dialokasikan untuk kegiatan SPP yaitu 25 persen dari total dana
Bantuan Langsung Tunai (BLM) per kecamatan. Secara umum kegiatan SPP
bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan,
kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan
pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan
serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan menciptakan lapangan
kerja.
Tujuan khusus kegiatan SPP: (1) Mempercepat proses pemenuhan
kebutuhan pendanaan usaha/sosial dasar; (2) Memberikan kesempatan kaum
perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan modal
usaha; (3) Mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam kaum perempuan.
Sasaran kegiatan SPP yaitu Rumah Tangga Miskin (RTM) yang produktif yang
memerlukan pendanaan kegiatan usaha/kebutuhan sosial dasar melalui kelompok
simpan pinjam perempuan yang sudah ada di masyarakat. Bentuk kegiatan SPP
adalah memberikan dana pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok
kaum perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan
dana pinjaman (Cahyani 2011).

13

Dana bergulir dalam SPP diperoleh dari pengelolaan Unit Pelayanan
Kegiatan (UPK) sesuai mekanisme ketentuan Badan Kerja sama Antar Desa
(BKAD) atau Musyawarah Antar Desa (MAD) yang mengacu tujuan dan prinsip
program. Pengurus UPK harus merupakan masyarakat yang dipilih dan terlibat
secara langsung bertanggung jawab dalam pelaksanaan operasional sehari-hari.
UPK berkewajiban mendorong kelompok dalam kemanfaatan dana program.
Selain itu juga terdapat fasilitator kecamatan yang berkewajiban memfasilitasi
kelompok dalam mengembangkan usaha yang dijalankan untuk mencapai tujuan
program yaitu kemandirian ekonom dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
miskin (Hamdi 2011).
Ketentuan dasar dalam kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan adalah
kemudahan, terlembagakan, keberdayaan, pengembangan, dan akuntabilitas.
Kemudahan artinya masyarakat miskin dengan mudah dan cepat mendapatkan
pelayanan pendanaan kebutuhan tanpa syarat agunan. Terlembagakan artinya dana
kegiatan SPP disalurkan melalui kelompok yang sudah mempunyai tata cara dan
prosedur yang baku dalam pengelolaan simpanan dan pengelolaan pinjaman.
Keberdayaan artinya proses pengelolaan didasari oleh keputusan yang profesional
oleh kaum perempuan dengan mempertimbangkan pelestarian dan pengembangan
dana bergulir guna meningkatkan kesejahteraan. Pengembangan artinya keputusan
pendanaan harus berorientasi pada peningkatan pendapatan sehingga
meningkatkan pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat perdesaan.
Akuntabilitas artinya dalam melakukan pengelolaan dana bergulir harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (Hamdi 2011).
Kriteria kelompok perempuan yang mendapat pinjaman dana yaitu: (1)
kelompok yang dikelola dan anggota perempuan satu sama lain saling mengenal,
memiliki kegiatan tertentu dan pertemuan rutin yang sudah berjalan sekurangkurangnya satu tahun, (2) mempunyai kegiatan simpan pinjam pada kelompok
masih berlangsung dengan baik, (3) mempunyai modal dan simpanan dari anggota
sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan kepada anggota; (4) kegiatan
pinjaman pada kelompok masih berlangsung dengan baik; (5) mempunyai
organisasi kelompok dan administrasi secara sederhana.
Tahapan seleksi di tingkat desa untuk memilih kelompok SPP: (1)
penentuan usulan desa untuk kegiatan SPP melalui keputusan Musyawarah
Khusus Perempuan (MKP). Hasil keputusan dalam MKP merupakan usulan desa
untuk kegiatan SPP; (2) hasil keputusan diajukan berdasarkan seluruh kelompok
yang diusulkan dalam paket usulan desa; (3) penulisan usulan kelompok adalah
tahapan yang menghasilkan proposal kelompok yang akan dikompetisikan di
tingkat kecamatan. Sedangkan, syarat penulisan usulan SPP harus memuat
beberapa hal sebagai berikut: (1) mendeskripsikan kondisi kelompok SPP; (2)
gambaran kegiatan dan rencana yang menjelaskan kondisi anggota, kondisi
permodalan, kualitas pinjaman, kondisi operasional, rencana usaha dalam satu
tahun yang akan datang, dan perhitungan rencana kebutuhan dana; (3) daftar calon
pemanfaat untuk dana yang diusulkan dilengkapi dengan peta sosial dan peta
rumah tangga miskin.
Kelompok wanita harus mengajukan proposal yang ditetapkan melalui jalur
Musyawarah Khusus untuk Perempuan (MKP). Penetapan persyaratan pinjaman
yang tertuang dalam perjanjian pinjaman paling tidak mencakup hal-hal: (1)
penentuan jasa pinjaman dengan ketentuan: besar jasa pinjaman ditentukan

14

berdasarkan bunga pasar untuk pinjaman pada lembaga keuangan pada wilayah
masing-masing. Sistem perhitungan pinjaman menurun atau tetap; (2) jangka
waktu pinjaman sumber dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) maksimal 12
bulan; (3) jadwal angsuran dana BLM paling tidak diangsur tiga kali angsuran
dalam 12 bulan dengan memperlihatkan siklus usaha baik pada tingkat pemanfaat
maupun tingkat kelompok; (4) angsuran langsung dari kelompok ke Unit
Pelayanan Kegiatan (UPK) (Cahyani 2011).
Karakteristik Individu
Salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu
program pemberdayaan adalah karakteristik individu yang meliputi :
1. Usia
Menurut Sudjarwo seperti dikutip Sutardji (2009) tingkat kematangan
seseorang yang terjadi sebagai hasil dari perkembangan mental dan
emosional serta pertumbuhan fisik dalam kurun waktu tertentu.
2. Tingkat pendidikan
Sutardji (2009) menyatakan bahwa pada umumnya tingkat pendidikan
seseorang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang
diperoleh. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi
peluang kerja serta semakin tinggi pendapatan dan status sosialnya.
3. Tingkat pendapatan
Hendrik (2011) menyatakan bahwa tingkat pendapatan adalah penerimaan
atau penghasilan yang diterima dalam bentuk uang yang berasal dari usaha
maupun di luar usaha dalam kurun waktu satu bulan.
4. Lamanya menjadi anggota
Lama responden menjadi anggota pada suatu program dihitung dalam
satuan waktu (tahun).
Pengembangan Masyarakat
Suatu metode atau pendekatan pembangunan yang menekankan adanya
partisipasi dan keterlibatan langsung penduduk dalam proses pembangunan,
dimana semua usaha swadaya masyarakat disinergikan dengan usaha-usaha
pemerintah setempat dan stakeholders lainnya untuk meningkatkan taraf hidup,
dengan sebesa

Dokumen yang terkait

Efektivitas Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Tigalingga Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

8 81 118

Fungsi Lembaga Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dalam Meningkatkan Ekonomi Rumah Tangga di Nagari Tanjuang Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar

1 65 117

Studi Komparatif Peran Koperasi Simpan Pinjam Bina Bersama dan BMT Insani Dalam Pengembangan UMK di Kota Padangsidimpuan

1 49 107

Analisis Peranan Koperasi Simpan Pinjam BMT Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah Di Kota Padangsidimpuan.

9 105 81

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Pada Koperasi Menurut PP No.9 Tahun 1995 (Studi Pada Koperasi Pegawai Negeri Guru SD Kec, Binjai Barat Di Kota Binjai)

0 30 154

Disfungsi Pelaksanaan Simpan Pinjam Bagi Perempuan (SPP) Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-Mpd) di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan

1 44 87

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

2 64 128

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

5 58 146

Kinerja Dan Dampak Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan Di Desa Wargajaya Kecamatan Cigudeg Kabupaten

0 15 106

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MISKIN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM KHUSUS UNTUK PEREMPUAN DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

0 6 101