Interpretasi Data Jadwal Kegiatan Kesimpulan

diperoleh dari buku-buku ilmiah, tulisan ilmiah, jurnal yang diperoleh peneliti dari perpustakaan atau internet, laporan penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian yang dianggap relevan dan keabsahan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Interpretasi Data

Interpretasi data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia, yaitu pengamatan dan wawancara mendalam yang sudah ada dalam catatan lapangan. Data-data yang sudah diperoleh dari lapangan kemudian dipelajari dan kumpulkan untuk dapat dianalisis berdasarkan dukungan teori dan kajian pustaka yang telah disusun. Pada tahap inilah data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian ini. Data diinterpretasikan secara kualitatif dengan menafsirkan data dan menyajikan secara deskriftip.

3.6. Jadwal Kegiatan

NO Kegiatan Bulan Ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Pra Proposal  2 ACC Judul  3 Penyususunan Proposal penelitian    4 Seminar Proposal Penelitian  5 Revisi Proposal Penelitian   6 Penelitian ke Lapangan    7 Pengumpulan Data dan Analisis Data     8 Penulisan Laporan Akhir    9 Bimbingan Skripsi    10 Sidang Meja Hijau  Universitas Sumatera Utara

3.7. Keterbatasan Penelitian

Setiap orang pasti memiliki banyak keterbatasan yang berbeda-beda, begitu juga dengan peneliti yang memiliki banyak keterbatasan dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi keterbatasan dalam penellitian ini adalah: 1. Faktor internal, yaitu keterbatasan yang berasal dari diri peneliti sendiri yakni sedikitnya literatur yang diperoleh peneliti, peneliti memiliki keterbatasan waktu dan kemampuan sehingga kurang mengerti apa yang peneliti maksud. Dalam penelitian ini, peneliti belum dapat mendeskripsikan secara mendalam mengenai masalah yang diteliti, sehingga analisis mengenai masalah tersebut belum maksimal. 2. Faktor eksternal, yaitu berupa kendala-kendala yang muncul dari luar diri peneliti, seperti kendala waktu para informan dikarenakan sebagian dari infroman memiliki kesibukan lain sehingga intensitas pertemuan antara peneliti dengan informan harus menyesuaikan waktu luang yang dimiliki informan tersebut. Kemudian tingkat pendidikan dari beberapa informan yang diantaranya tergolong rendah ternyata menyebabkan peneliti kurang efektif dalam mendapatkan informasi, dan ada pula beberapa informan yang memiliki sikap kurang terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti. Universitas Sumatera Utara

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Deskripsi Lokasi Desa Batang Pane III Desa Batang Pane III secara geografis memiliki luas wilayah 3000 Ha atau 30 Km 2 . Desa Batang Pane III masuk dalam wilayah Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara. Desa Batang Pane III ini terbagi menjadi 3 Blok yang di beri nama Blok A, Blok B, dan Blok C. Mayoritas masyarakat di Desa batang Pane III adalah suku Jawa dan mayoritas beragama Islam. Masyarakat di Desa Batang Pane III bermata pencaharian sebagai petani karet dan sawit, serta ada beberapa yang membuka industri kecil. Berbagai sarana umum yang terdapat di Desa Batang Pane III adalah Puskesmas Pembantu Pustu, Taman Kanak-kanak atau Pendidikan anak usia dini PAUD, Sekolah Dasar SD atau MI, juga terdapat pemakaman umum untuk masyarakat desa sementara bagi anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikanya ke Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekolah Menegah Atas SMA terdapat di Desa sebelah yaitu Desa Batang Pane II yang berjarak 10 km.

4.1.2. Profil Desa Batang Pane III

A. Batas Wilayah Desa Berjarak ± arah Timur dari Kantor Camat Padang Bolak, dengan batas-batas sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Siancimun, Kecamatan Halongonan. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Huristak, Kecamatan Huristak. - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Batang Pane II, Kecamatan Padang Bolak. - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hutanopan, Kecamatan Halongonan. B. Keagamaan Universitas Sumatera Utara Keagamaan yang dianut oleh masyarakat di Desa Batang Pane III dapat terlihat dalam tabel berikut: Tabel 4.1. Komposisi Agama di Desa Batang Pane III No Agama Jumlah Orang 1 Islam 2591 2 Protestan 201 3 Khatolik - 4 Hindu - 5 Budha - Sumber: Data Statistik Kependudukan Kantor Kepala Desa Batang Pane III Tahun 2010-2011 Dari data di atas terlihat bahwa agama yang dianut masyarakat di Desa Batang Pane III ada dua agama yaitu Islam dan Protestan. Mayoritas agama yang dianut masyarakat yang ada di Desa Batang Pane III adalah agama Islam dengan jumlah 2591 orang kemudian menyusul agama Protestan dengan jumlah 201 orang. C. Kependudukan 1. a. Jumlah Penduduk seluruhnya di Desa Batang Pane III adalah 2.792 jiwa. b. Jumlah Kepala Keluarga KK adalah 784 KK. D. Suku Tabel 4.2. Komposisi Suku Bangsa di Desa Batang Pane III No Suku Jumlah Orang 1 Jawa 2193 2 Batak 350 Universitas Sumatera Utara 3 Sunda 167 4 Banjar 56 5 Minang 26 Sumber: Data Statistik Kependudukan Kantor Kepala Desa Batang Pane III Tahun 2010-2011. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas suku bangsa yang ada di Desa Batang Pane III adalah Suku Jawa dengan jumlah 2193, meskipun berada di luar pulau Jawa, keberadaan suku Jawa yang ada di Desa Batang Pane III masih menempati posisi paling atas kemudian menyusul suku Batak yang seharusnya menempati posisi atas harus berada di bawah suku Jawa. Keadaan ini menggambarkan keberadaan suku Jawa di Desa Batang Pane III masih sangat kental dengan suku Jawa. E. Kondisi Sosial Ekonomi Berdasarkan jumlah penduduk dari data tahun 2010–2011 ditinjau dari segi kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Batang Pane III adalah merupakan desa yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian dari hasil perkebunan karet atau sawit dan ada beberapa masyarakat lainnya bekerja di sektor industri kecil. Dari jumlah KK 784 KK yang ada ± 770 KK 92 adalah petani karet dan sawit. Selebihnya 17 KK ada yang bekerja sebagai Pegawai, Wiraswasta, Karyawan dan lain-lain. Dilihat dari tingkat penghasilan rata-rata masyarakat Desa Batang Pane III terdorong ke dalam kategori miskin, menengah, dan kaya. Dari luas Desa 3000 Ha dimiliki oleh : - 150 Ha 35 dimiliki oleh 5 KKKaya - 200 Ha 45 dimiliki oleh 20 KK Sedang - 1518 Ha 20,8 dimiliki oleh 759 KK rata-rata tiap warga memiliki 2 Ha - 387 Ha 12,9 dimiliki oleh PT. STA - 599 Ha 19,9 dimiliki oleh Pengusaha luar dan masih sengketa. Universitas Sumatera Utara F. Kualitas Pendidikan Masyarakat Tabel 4.3. Komposisi Kualitas Pendidikan Masyarakat di Desa Batang Pane III No Status Jumlah Orang 1 Pendidikan Tinggi 13 Orang 2 SLTA 122 Orang 3 SDSLTP 974 Orang 4 Tidak Sekolah 1684 Orang Sumber: Data Statistik Kependudukan Kantor Kepala Desa Batang Pane III Tahun 2010-2011 Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa kualitas pendidikan masyarakat masih sangat rendah. Masyarakat masih kurang memperhatikan pendidikan untuk merubah pola pikir yang lebih maju dan kepentingan masa depan mereka. Data di atas menunjukan bahwa lebih banyak penduduk yang tidak sekolah dibandingkan yang tamatan SLTA saja. G. Kondisi Sosial Budaya Desa Batang Pane III Desa Batang Pane III adalah desa kecil yang sebagian besar masyarakatnya sangat kental dengan tradisi-tradisi peninggalan leluhur. Upacara-upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia lahir–dewasa dan berumah tangga–mati, seperti upacara kelahiran, khitanan, perkawinan dan upacara- upacara yang berhubungan dengan kematian, hampir selalu dilakukan oleh warga masyarakat. Selain itu, kenduri, syukuran, gotong-royong, bersih desa dan semacamnya masih juga dilakukan setiap tahun. Toleransi dan sikap tolong menolong masyarakat Desa Batang Pane III masih kuat. Salah satunya ialah tradisi menjenguk orang sakit tetangga atau sanak famili masih dilakukan oleh masyarakat. Biasanya ketika menjenguk orang sakit, bukan makanan saja yang dibawa, tetapi mereka mengumpulkan Universitas Sumatera Utara bantuan berupa materi bersama-sama antar warga yang lain kemudian disumbangkan kepada keluarga yang sakit dengan tujuan untuk meringankan beban biaya. Kesenian tradisional kuda lumping juga masih mampu mereka pertahankan di samping keberadaan mereka yang berada di luar pulau jawa. Mereka masih mampu melestarikan kesenian kuda lumping dari generasi ke generasi selanjutkan bahkan kesenian kuda lumping masih mampu bersaing dengan kebudayaan yang semakin modern seperti saat sekarang ini.

4.1.3. Profil Sanggar Kuda Lumping “Turonggo Madyo Budoyo”

1. Asal Mula Berdirinya Sanggar Turonggo Madyo Budoyo Jaranan adalah istilah yang mereka gunakan untuk menyebut kuda lumping. Jaranan yang pertama dibentuk di Desa Batang Pane III adalah dengan sebutan sanggar 3 in 1 Tri in One pada tahun 1986 yang dipimpin oleh Mbah Waryo. Nama sanggar 3 in 1 memiliki makna menyatukan 3 RT kedalam 1 wadah untuk mempererat hubungan silaturahmi antar warga yang sama-sama memiliki tujuan untuk mendirikan dan melestarikan kesenian Kuda Lumping. Dalam pelaksanaannya kesenian ini berjalan dengan pasif disebabkan keanggotaan sanggar ini masih didomisili oleh bapak-bapak yang sudah paruh baya sehingga pada akhirnya kelompok ini menjadi vakum. Sanggar 3 in 1 berjalan hanya 2 tahun dikarenakan Mbah Waryo meninggal dunia, dan digantikan oleh anaknya yang bernama Trimo atau yang sering dipanggil masyarakat dengan Mbah Mo. Namun tetap saja seperti bapaknya Mbah Waryo kegiatan ini masih saja vakum dan keanggotaan pun semakin menghilang satu persatu. Pada tahun 1996 barulah sanggar Jaranan 3 in 1 berubah nama menjadi Turonggo Madiyo Budoyo yang masih dipimpin oleh Mbah MO. Makna dari nama sanggar ini yaitu agar masyarakat secara bertahap atau pelan-pelan bertujuan untuk melestarikan kesenian kuda lumping sebagai kesenian tradisional Jawa serta menanamkan sejak dini kepada anak-anak tentang kesenian tradisonal Jawa yang salah satu Universitas Sumatera Utara peninggalan dari kesenian tradisional itu berupa kesenian kuda lumping. Kegiatan sanggar pun masih kurang aktif karena adanya pro-kontra dari masyarakat sekitar. Pada tahun 2006 barulah Sanggar ini memiliki struktur organisasi yang kompleks dengan sistem hirarki dan dalam pelaksanaan kegiatannya sudah aktif. Kegiatan yang sudah aktif didorong karena keanggotaanya bukan hanya terdiri dari sesepuh desa saja tetapi anak-anak sudah masuk menjadi anggota dan meramekan kegiatan sanggar dan masyarakat sudah sangat menerima keberadaan sanggar Turonggo Madiyo Budoyo. Adapun susunan kepengurusan kelompok ini adalah sebagai berikut: Peran Jabatan Orang PetugasAnggota Ketua Pak Trimo Wakil Pak Ramlan Sekertaris Pak Yeni Bendahara Pak Iswanto Penelengkapan Pak Sukardi Sesepuh Pak Ramlan Pak Muryanto Pak Munasri Pak Waji Penari Kategori anak-anak = 24 orang Kategori dewasa = 7 orang Panjakpemukul Sepuluh orang Gambuh Lima orang Pawang Pak Trimo Wakil Pawang Pak Ndut dan Pak Muhari SindenPenyanyi Dua orang Universitas Sumatera Utara 2. Visi Dan Misi Sanggar Turonggo Madiyo Budoyo Adapun Visi dari sanggar Turonggo Madiyo Budoyo ini yaitu: - Untuk tetap melestarikan dan mempertahankan kesenian tradisional Jawa meskipun berada di daerah Perantauan. - Menanamkan nilai tradisi Jawa sejak dini kepada generasi penerus. Adapun Misi dari sanggar Turonggo Madiyo Budoyo ini yaitu: - Mengajak kepada generasi muda agar tetap melestarikan kesenian tradisional jawa dan menghindari perjudian dan minuman berakohol. - Mengenalkan kesenian tradisional Jawa kepada masyarakat umum yang memiliki latar belakang suku yang berbeda-beda. 4.2. Interpretasi Data Penelitian 4.2.1. Profil Sosial-Ekonomi Orang Tua di Kalangan Anak yang Menjadi Anggota Kuda Lumping Berdasarkan data yang dikutip dari lapangan bahwa sebagian besar orang tua dari anak yang menjadi anggota kuda lumping di sanggar Turonggo Madiyo Budoyo rata-rata memiliki mata pencaharian seperti masyarakat umumnya yaitu bertani sawit dan karet serta memiliki hewan ternak seperti sapi. Bertani sawit ataupun karet menjadi mata pencaharian yang utama bagi orang tua untuk dapat menafkahi keluarga, sedangkan memiliki hewan ternak hanya dijadikan mata pencaharian sampingan serta tabungan untuk keperluan anak yang sewaktu-waktu dibutuhkan. Hasil dari bertani sawit ataupun karet tergantung dari luas tanah yang dimiliki masing-masing orang tua anak yang menjadi anggota kuda lumping. Ada orang tua yang mampu menghasilkan mata pencaharian Universitas Sumatera Utara tiap bulan sekitar Rp. 2.000.000,- - Rp. 4.000.000,- dari hasil sawit serta dari hasil karet menghasilkan tiap bulan sekitar Rp. 1.000.000,- - Rp. 2.000.000,-. Dengan hasil mata pencaharian yang dimiliki oleh orang tua, orang tua juga memberikan hasil mata pencaharian tersebut kepada anak untuk memenuhi segala kebutuhannya. Baik itu kebutuhan di dalam rumah, di lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat sekitar. Tabel 4.4: Kepemilikan Tanah Orang Tua NO Nama Usia Luas TanahJenis Tanaman 1 Dimah 43 Tahun 3 HaSawit dan 2 HaKaret 2 Suratih 36 Tahun 1 HaSawit dan ½ HaKaret 3 Ramlan 60 Tahun 1, ½ HaSawit dan 1 HaKaret 4 Su’alman 60 Tahun 2, ½ HaSawit 5 Poka 40 Tahun 1 HaSawit dan 1, ½ HaKaret Sumber: Wawancara Penelitian Dengan hasil perekonomian yang dimiliki orang tua, anak tetap saja tidak menghiraukan larangan orang tuanya untuk tidak menjadi anggota kuda lumping. Ibu Dimah 43 Tahun menuturkan: “ ya ibu ma bapak inikan memenuhi kebutuhan hidup dengan bertani sawit dan karet. Adekkan tau sendiri semua orang-orang di sini ngasih makan anak-anaknya dengan hasil panen sawitkan. Kami punya ladang sawit tu 3 hektar kalau karetnya 2 hektar gitu, ya adek kalikan sendiri berapa hasil yang diperolehnya, adek kan tau, wong adek orang sini. Tapi biarpun kami ini sudah memenuhi kebutuhan anak, kok masih di anggap kuranglah buat anak ibu itu. Malah ikut jaranan, padahal hasilnya gak seberapa lo”. Sumber: wawancara pada tanggal 5 Februari 2013 .” Hal ini diperkuat oleh penuturan Yadi 18 tahun yakni: “ memang sih orang tua ku itu slalu ngasih apa yang aku ma mbak, tapi biarpun gitu kan aku pengen punya uang sendiri, kerja tempat orang gak di kasih ya udah aku ikut jaranan ajah mbak, kalau dijaranankan bisa sekalian jadi pemain terus dapat uang, orang tua pun gak bisa ngelarang, mau ngelarangpun kayak mana aku kan udah masuk duluan tanpa izin dulu.beda loh mbak uang yang di kasih orang tua dengan uang yang di dapat dengan usaha sendiri, lebih enak uang yang di dapat sendiri, mau di Universitas Sumatera Utara habiskanpun semuanya gak ada yang marah. Lagian jadi anggota jaranan itu b isa terkenal lo mbak,siapa yang gak tau jaranan turongo ini,semua orang tau, ya kalu aku ikut jaranan pasti orang pada kenal aku” Sumber: wawancara pada tanggal 8 Februari 2013. Dari data di atas terlihat bahwa perekonomian orang tua yang sudah mapan, ternyata tidak memiliki pengaruh untuk melarang anak menjadi anggota kuda lumping. Bagi anak, menjadi anggota kuda lumping memberikan trance bagi dirinya sehingga anak mudah dikenal oleh masyarakat. Selain itu untuk mencari kebutuhan yang dihasilkan sendiri, anak ikut manjadi anggota kuda lumping dengan tujuan memperoleh uang dan bisa menjadikan kepuasan tersendiri bagi anak. Uang yang diperoleh dari hasil pertunjukan kuda lumping tersebut, membuat anak merasa bangga karena dapat menghasilkan uang dari hasil pekerjaannya. Sebagian uang yang diperoleh dari hasil pertunjukan kuda lumping ditabung oleh anak. Hal ini bertujuan jika suatu waktu orang tua tidak memberikan uang jajan atau uang yang dibutuhkan anak untuk keperluan tertentu, anak bisa menggunakan uang yang ditabungnya tersebut. Ciplek 11 tahun menuturkan: “ kalau saya sudah tampil dan terkadang bapak itu gak sengaja melihat, ya habis tampil jaranan saya pulang ke rumah pasti dimarahi bapak, makanya kalau habis tampil saya jarang pulang ke rumah, malas selalu ribut sama bapak. Udah gitu nanti dihukum lah saya ini ma bapak. Ya hukumannya saya gak dikasih uang jajan kalau gak dikurangi gitu uang jajanya, ya gak apa-apalah mbak. Toh saya juga masih punya sisa uang dari tampil jaranan, jadi gak begitu takutlah untuk kekurangan uang jajan. Apalagi uang yang dikasih pawang kalau habis main jaranan itu sekali tampil saya di kasih Rp. 30.000,- ,kadang kalau yang nyelenggarakan bayar mahal saya di kasih Rp.50.000,-. Kan itu sudah banyak sih mbak, apalagi kalau dalam 1 minggu itu kelompok jaranan kami bisa 2 kali tampil pasti saya punya uang lebih kan mbak.” Sumber: wawancara pada tanggal 10 Februari 2013 Seperti yang diungkapkan informan di atas dapat digambarkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perekonomian orang tua dengan alasan anak menjadi angota kuda lumping. Perekonomian keluarga yang sudah mapan tidak membuat anak untuk mengurungkan niatnya menjadi anggota kuda lumping. Adapun alasan anak yang tetap menjadi anggota anggota kuda lumping meskipun perekonomianya orang tua mereka sudah mapan, dikarenakan anak ingin membangun komunitas yang ada di sanggar kuda lumping Turonggo Madyo Budoyo. Dengan komunitas yang telah terbentuk, anak merasa Universitas Sumatera Utara memiliki ketenaran di masyarakat karena telah menjadi anggota kuda lumping. Sehingga anak memiliki kepuasan tersendiri bagi dirinya yang tidak didapat dari keluarganya. Selain itu, latar belakang keluarga berdasarkan kualitas pendidikanya juga memiliki sikap tidak memberikan izin kepada anaknya untuk menjadi anggota kuda lumping. Tabel 4.5: Pendidikan Orang Tua dan Cara pandang Orang Tua Terhadap Kuda Lumping No Nama Pendidikan Terakhir Pandangan Mengenai Kuda Lumping 1 Suratih Sekolah Dasar Merusak masa depan anak, karena anak jadi malas belajar dan sekolah. 2 Su’alman Sekolah Rakyat Kekuatan supranatural atau endang yang dimiliki anak dapat menguasai pikiran anak 3 Bejo Sekolah Menengah Pertama Seharusnya anak-anak hanya dijadikan penari pembuka saja jangan yang jadi kesurupan,biar anak itu bisa sama-sama patuh dengan peraturan sanggar dan peraturan di keluarga. 4 Kariman Sekolah Rakyat kesenian kuda lumping yang sekarang lebih banyak mengandung unsur uangnya 5 Paenem Sekolah Menengah Pertama Tidak menecerminkan nilai yang menghormati peninggalan para leluhur. Sumber: Wawancara Penelitian Ibu Suratih 36 tahun mengatakan: “…. Biarpun Ibu ini berasal dari suku Jawa, ibu tetap tidak mendukung anak ibu menjadi anggota jaranan. bukan ibu tidak mau melestarikan kesenian jawa, toh kesenian jawa sekarang ini lebih banyak main-mainnya. Apalagi ibu tidak mau anak ibu itu seperti ibu yang hanya tamatan Sekolah Dasar ajah, ibu kan kepengen anak ibu itu lebih baik dari ibu, kalau bisa sekolahnya ampe kuliah. Bisa punya kerjaan yang lebih baik dari bapaknya juga, dan bisa membanggakan keluarga dengan prestasi belajarnya. Tapi Universitas Sumatera Utara belum juga dewasa, waktu belajar anak ibu saja sudah diganggu dengan jaranan, anak ibu jadi malas sekolah loh dek, malas belajar, kayak gitu bagaimana anak ibu bisa maju, apalagi sekarang dunia itu semakin keras, kadang juga tamatan S1 pun bisa jadi pengangguran kan.” Sumber: wawancara pada tanggal 1 Februari 2013. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Bapak Su’alman 60 tahun yakni: “ biarpun kita ini tinggal di desa tapi kita juga harus punya pemikiran yang maju biar gak di bodoh-bodohin orang. Bapak sangat miris melihat anak sekarang ini, disuruh belajar banyak kali alasannya,yang capeklah yang ngantuklah ada saja jawabanya. Bapak itu maunya anak bisa sekolah yang benar yang serius jangan maen-maen kayak sekarang ini, maunya maen saja gak mikirin masa depan kayak mana. Udah bapaknya gak bisa baca tulis masa iya anaknya mau sengsara juga gak bisa baca tulis. Nanti mau jadi orang yang sukses dan benar gak punya ijazah kayak mana, baru nyesal.” Sumber: wawancara pada tanggal 14 Februari 2013 Dari data di atas, terlihat jelas bahwa semakin tinggi tingkat rasionalitas keluarga terhadap pendidikan anak, maka semakin rendahnya izin yang diberikan keluarga terhadap anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Sebaliknya semakin rendahnya kepedulian keluarga terhadap pendidikan dan perkembangan anak, dapat menjadikan anak tidak berpikir secara baik untuk menyeleksi perbuatan yang baik atau buruk untuk dilakukan dalam proses interaksi. Keluarga tidak menginginkan hal yang sama terjadi pada anaknya, keluarga berusaha memberikan yang terbaik untuk masa depan anaknya. Hal ini sudah sangat berbeda dengan orang-orang tua terdahulu yang mendukung kuda lumping, di mana mereka berpandangan dengan menjadi anggota kuda lumping mereka dapat lebih terlindungi dari marabahaya. Budiono 1984: 127 menjelaskan, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan teknologi modern berpengaruh terhadap pandangan hidup orang Jawa dalam melanjutkan tradisi nenek moyangnya. Penghayatan akan makna simbolis tradisional dan religius sudah berubah, sekarang lebih rasional dan daya simboliknya sudah berubah makna. Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut membuat para orang tua ingin anaknya dapat sekolah lebih maju. Ada kekhawatiran dengan berhubungan dengan makhluk halus dapat mengganggu pikiran Universitas Sumatera Utara anaknya. Hal ini sudah sangat berbeda dengan orang-orang tua terdahulu yang mendukung kuda lumping, di mana mereka berpandangan dengan menjadi anggota kuda lumping mereka dapat lebih terlindungi dari marabahaya Selain itu, sebagian besar keluarga tidak memberikan izin kepada anak untuk menjadi anggota kuda lumping karena anak yang menjadi anggota kuda lumping sekarang ini sudah dijadikan sebagai anggota yang kesurupan sehingga mengganggu pola pikir anak, waktu belajar anak, dan anak-anak lebih banyak meluangkan waktunya untuk kesenian kuda lumping.

4.2.2. Profil Pendidikan Anak yang Menjadi Anggota Kuda Lumping

Di zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, manusia juga dituntut untuk dapat berkembang sesuai perkembangan zaman. Seperti halnya anak, anak juga harus mampu menghadapi perkembangan zaman yang menuntut pola pikir yang luas dan kemampuan untuk bisa bersaing dengan perkembangan zaman. Dengan memiliki kesadaran tersebut, maka pendidikan merupakan salah satu alternative bagi anak agar dapat menyeimbangi perkembangan zaman. Pendidikan yang dapat menyeimbangi perkembangan zaman ternyata tidak begitu penting untuk di raih bagi anak-anak yang menjadi anggota kuda lumping. Anak-anak meninggalkan dunia pendidikan formal mereka dan lebih memilih menjadi anggota kuda lumping. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.6: Pandangan Anak Terhadap Pendidikan No Nama Usia Pendidikan Terakhir Pandangan Terhadap Pendidikan 1 Mugiyono 15 tahun SMP Pendidikan membuat pikiran jenuh karena pelajaran yang berat dan membingungkan tidak seperti kuda lumping yang bebas berekpresikan diri. 2 Putri 16 tahun SMP Belajar untuk sekolah itu tidak Universitas Sumatera Utara membuat dia senang dan tidak memiliki arti apa-apa karena setinggi-tingginya perempuan sekolah ujung-ujungnya menjadi ibu rumah tangga. 3 Yadi 18 tahun SD Sudah bisa baca dan menghitung saja lebih sudah cukup, setidaknya orang lain tidak bisa membodohinya lagian orang kuliah atau S1 saja jadi pengangguran. 4 Ciplek 11 tahun SD Belajar kuda lumping lebih enak dibandingkan belajar untuk sekolah terlalu banyak peraturan dan tingkatan yang harus ditempuh dari SD –SMP-SMA-kuliah. 5 Juliandi 13 tahun SMP Banyak orang-orang pintar yang pada akhirnya membodohi orang, memakan uang rakyat dan biaya pendidikan yang semakin mahal membuat orang-orang susah tidak bisa belajar kan. Sumber: Wawancara Penelitian Dalam dunia pendidikan, anak diajarkan berbagai macam pengetahuan yang mengarah pada pembentukan kepribadian yang baik. Anak diberi bekal sesuai dengan aturan nilai dan norma yang berlaku baik di lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat. Pendidikan tidak hanya membantu membentuk kepribadian saja tetapi menuntun kita menuju kehidupan yang lebih baik. Dimana semakin tinggi kesadaran seseorang akan pendidikan maka semakin rendah tingkat kebodohan manusia untuk berada di dalam kehidupan yang tidak layak. Selain itu, pendidikan dapat membantu seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru dalam menyaingi perkembangan zaman yang semakin maju. Bapak Ramlan 60 tahun yakni: “….anak zaman saiki angel dilurui, dikongkon sing apik ora gelem, isone ngelawan wae, sakareppe awake dewe ngelakoni urip iki. Kongkon sekolah wae uwes ora gelem, opomeneh di kongkon bayar sekolah, wes ora makin gelem. Sakjane bayar sekolah iki kan nganggo duit, opo-opokan zaman saiki larang. Oleh-oleh wae nduwe kerjanan neng jobo sekolahan, contoe: dadi anggota pramuka, latihan atletik kan podo-podo ndukong bocah semanget sekolah. ora koyok jaranan, uwes awake lorro, pikiran ora Universitas Sumatera Utara karuan dadi bocah ora nggenah sekolah. Sakjane bapak kepengene iku bocah dadi wong sing apik, sekolah ne tinggi, iso mbanggane wong tuo, ora nggae isin wong tuo, dadi kan urippe iso di segeni wong liyo.uwes bapak iki tamatan SMP masa iyo bocah e tamatan SMP, podo kambe bapake. Yang artinya: anak zaman sekarang ini susah di kasih tau,disuruh yang benar gak mau,bisanya hanya melawan saja, sesuka hatinya saja menjalani hidup ini. Disuruh sekolah saja tidak mau, apalagi disuruh bayar sekolah, semakin tidak mau. Padahal sekolah itukan bayar pake duit,apalagi di zaman sekarang ini serba mahal. Boleh-boleh saja punya kegiatan di luar sekolah, seperti: mengikuti kegiatan pramuka, latihan atletik yang sama-sama mendukung kegiatan sekolah. tidak seperti jaranan, udah badan capek dan sakit, pikiran pun tidak karuan sehingga membuat anak menjadi tidak teratur sekolahnya. Sebenarnya Bapal itu mau anak Bapak jadi orang benar, sekolah tinggi, bisa membanggakan oramg tua, tidak membuat malu orang tua, dan orang lain dapat menghargai hidupnya. Masa bapaknya tamatan SMP anaknya juga tamatan SMP,kan sekarang zaman udah maju,segala sesuatunya membutuhkan kekratifan diri yang dimiliki.” Sumber: wawancara pada tanggal 7 Februari 2013. Hal yang sama juga dituturkan oleh perkataan Ibu Poka 40 tahun yakni: “…. Kalau anak itu sekolah yang baik, belajar yang tekun dan kalau bisa sekolah ampe kuliahkan pastinya buat orang tua bangga. Apalagi sekarang udah banyak orang-orang di sini yang pergi sekolah ke berbagai kota hanya untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik dan maju, terus kakak-kakak atau abang alumninya di sekolah juga udah pada kuliah dan punya kerjaan yang mapan ampe gak lagi nyusahin orang tuanya bahkan ngirimin tiap bulan untuk keluarga di kampung. Ini apa, anak ibu itu di suruh nyontoh kakaknya yang udah sukses di bilang itukan karena kakak itu pintar lagian rezeki itu kan udah Tuhan yang ngatur bu. Ya kayak ibu inilah, kalau adek-adeknya ngerjain Pr terus ibu gak tau kan kasihan sih nak, ibu ini kayak gak berguna jadinya. Ya udah ibu ini gak pernah makan bangku sekolahan dulu ya sekarang yang diharapkan anak-anaknya bisa sekolah tinggi-tinggi.”. Sumber: wawancara pada tanggal 9 Februari 2013. Kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak yang lebih baik tidak dihiraukan bagi anak yang menjadi anggota kuda lumping. Anak tidak begitu memperdulikan bagaimana pendidikan yang seharusnya ia peroleh untuk masa depan mereka. Pendidikan dianggap sesuatu yang membuat pikiran mereka jenuh dan membosankan. Mugiyono 15 tahun menuturkan: “ Mbak ini kok nyaranin aku ngelanjutkan sekolah lagi lo, lah orang tuaku ajah udah nyerah nyuruh aku lanjut ke SMA. Aku itu udah gak mampu lagi mbak belajar dan nerima ilmu-ilmu dari pelajaran di sekolah itu, buat aku pusing ajh, lah waktu masih SMP ajah aku jarang masuk sekolah karena malas. Dah aku bilang ma bapak ku, dari pada bapak capek-capek ngabisin uang itu untuk aku sekolah lebih baik bapak belikan aku tanah biar aku urus ajh, nanti aku di sekolahpun sering bolos lagi kayak mana,kan buat bapak malu ajah jadinya .jadi anggota jaranan juga kan lebih berguna sih mbak,berguna melestarikan kesenian tradisional jawa.” Sumber: wawancara pada tanggal 10 Februari 2013. Universitas Sumatera Utara Hal yang sama juga dituturkan oleh Putri 16 tahun yakni: “ dari dulupun masih zaman aku sekolah kalau di suruh milih belajar untuk sekolah atau belajar jaranan ya aku lebih senang belajar jaranan Kak. Lebih enak belajar jaranan, bisa nari-nari, buat pikiran senang terus gak kayak di sekolah, selalu ajah buat aku pening dan malas belajar, apalagi kalau udah belajar matematika ma IPA aduh buat aku gak bisa berpikir kak, lagi-lagi selalu harus diulang, kalau belajar jaranan gak perlu diulang berapa kali aku udah ngerti kak. Udah mending aku tamat SMP dari pada aku gak sekolah sama sekali kan makin parah. Lagian cewek itukan mau sekiolah setinggi apapun ujungnya ngurus suami, masak dan ngurus anak-anaknya juga. Kalau itukan gak harus sekolahpun bisa kak.” Sumber: wawancara pada tanggal 18 Februari 2013. Rendahnya pendidikan anak yang menjadi anggota kuda lumping tidak memiliki pengaruh terhadap kuda lumping. Akan tetapi, anak yang menjadi anggota kuda lumping memiliki pengaruh yang buruk terhadap pendidikan anak. Anak lebih mengutamakan waktu untuk belajar kuda lumping dari pada belajar untuk pendidikannya. Anak lebih menikmati perananya sebagai anggota kuda lumping dibandingkan sebagai anak sekolahan. Pendidikan dianggap tidak memiliki peranan yang berarti untuk hidup mereka, akan tetapi dengan menjadi anggota kuda lumping memiliki peranan telah mewarisi kesenian yang diwariskan secara turun-temurun. Dari hasil data di atas dapat digambarkan bahwa masih kurangnya kesadaran anak akan pentingnya pendidikan. Pendidikan tidak menjadi tujuan utama bagi anak untuk bisa mengarahkan kepribadian yang baik dan mencapai kehidupan yang layak. Bagi anak yang menjadi anggota kuda lumping tidak perlu memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya seperti apa yang diharapkan oleh orang tua mereka untuk mencapai tujuan hidup mereka. Tanpa pendidikan yang tinggi, dengan mewarisi kesenian tradisional saja sudah sangat berarti bagi hidup mereka. Kini masa kanak-kanak yang seharusnya adalah masa yang dipergunakan untuk sekolah guna menuntut ilmu yang akan menjadi bekal hidupnya dikemudian hari dan masa dimana melewati umur untuk mulai belajar mengenal dan memahami segala hal tentang kehidupan dihilangkan begitu saja oleh anak- anak pemain kuda lumping. Anak menghilangkan sendiri haknya untuk belajar dikarenakan anak lebih Universitas Sumatera Utara memilih menjadi anggota kuda lumping yang bisa membuat diri mereka dikenal oleh masyarakat, mengapresiasikan jiwa seni yang dimiliki anak tanpa proses yang lama dan membosankan sehingga anak merasa nyaman untuk tetap berada di sanggar kuda lumping. Hal di atas mempertegas pernyataan Scott 1976, dalam Hariadi, 1987 : 48, bahwa hubungan patron klien merupakan hubungan antara dua pihak yang menyangkut persahabatan, dimana seorang individu dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi patron menggunakan pengaruh dan sumber- sumber yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan dan atau keuntungan bagi seseorang yang statusnya lebih rendah klien, dan sebaliknya si klien membalas dengan memberikan dukungan dan bantuan secara umum termasuk pelayanan pribadi kepada patron.Dalam hubungan ini pertukaran tersebut merupakan jalinan yang rumit dan berkelanjutan, biasanya baru terhapus dalam jangka panjang. Imbalan yang diberikan klien bukan imbalan berupa materi melainkan dalam bentuk lainnya. Oleh karena itu, anak-anak klien tetap merasa nyaman berada di sanggar meskipun di dalam kehidupan keluarga anak selalu bertentangan dengan orang tuanya. Anak-anak lebih banyak meluangkan waktu di sanggar kuda lumping karena anak-anak klien merasa dirinya sangat dilindungi dan dihargai oleh pawang patron. Sementara patron tidak merasa rugi untuk memberikan perlindungan kepada anak, saat anak bertentangan dengan keluarganya, karena dengan memberikan perlindungan kepada anak-anak klien akan membuat rasa nyaman bagi anak dan tetap memiliki keinginan untuk menjadi anggota kuda lumping.

4.2.3. Faktor-Faktor yang Mendukung Anak Menjadi Anggota Kuda Lumping

Kesenian kuda lumping Turonggo Madyo Budoyo yang ada di Desa Batang Pane III masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi. Agar tetap memperlihatkan daya tarik yang Universitas Sumatera Utara tinggi di masyarakat, kesenian kuda lumping Turonggo Madiyo Budoyo saat pertunjukan berlangsung tidak hanya menampilkan anggota penunggang kuda saja tetapi menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan tubuh, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan arang panas, memakan ayam hidup-hidup dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Sanggar Turonggo Madiyo Budoyo juga menampilkan aksi kesurupan yang lebih banyak diperankan oleh anak-anak. Anak-anak yang menjadi anggota sanggar Turonggo Madyo Budoyo sangat antusias untuk menjadi yang kesurupan. Hal ini tidak sama dengan sanggar lain yang ada di daerah tersebut. Anak-anak pada sanggar lain hanya diperbolehkan menjadi anggota penari atau pelengkap saja. Selain itu, sanggar Turonggo Madyo Budoyo juga tetap memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin menjadi anggota kuda lumping tanpa batasan umur. Meskipun anak-anak yang ingin menjadi anggota kuda lumping tidak diberi izin oleh orang tuanya, pawang tetap saja menerima anak-anak tersebut menjadi anggota kuda lumping. Bagi pawang memberikan kebebasan bagi anak yang ingin menjadi anggota kuda lumping meskipun tidak memperoleh izin dari orang tuanya tidak menjadi masalah yang berat untuk dihadapi, karena anak-anak dengan sendirinya ingin menjadi anggota kuda lumping tanpa paksaan siapapun. Selain itu, pawang juga sangat mendukung anak-anak masuk menjadi anggota kuda lumping di sanggar Turonggo Madyo Budoyo karena dengan kehadiran anak-anak akan membuat keberadaan sanggar semakin dikenal oleh masyarakat dan sanggar-sanggar lain tidak bisa menyaingi pertunjukan kuda lumping di Desa Batang Pane III yang hanya dikuasai oleh sanggar Turonggo Madyo Budoyo. Inilah yang membedakan sanggar Turonggo Madyo Budoyo dengan sanggar lain. Saat peneliti mewawancarai anak-anak yang menjadi anggota kesurupan di sanggar Turonggo Madiyo Budoyo, ternyata mereka sangat senang menjadi anggota kuda lumping di sanggar tersebut dan merasa bangga bila diperkenankan menjadi yang kesurupan. Adapun alasan anak-anak yang bangga menjadi kesurupan karena jika sudah menjadi yang kesurupan berarti sudah memiliki kelebihan tersendiri Universitas Sumatera Utara dibandingkan anak-anak yang hanya menjadi penari saja. Dengan kesurupan berarti anak tersebut sudah memiliki endang yang dianggap sebagai penjaga dirinya yang kemudian memudahkan anak untuk kesurupan. Adapun faktor-faktor yang mendukung anak menjadi anggota kuda lumping sangat bervariasi , diantaranya: 1. Ingin memiliki endang Roh Halus Alasan karena ingin memiliki endang menjadi alasan yang paling utama bagi anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Endang yang diyakini oleh pemain anggota kuda lumping diartikan sebagai roh halus yang dapat menjaga diri mereka sehingga mereka menjadi kuat dan membantu mereka untuk kesurupan saat pertunjukan berlangsung. Ciplek 11 tahun juga menuturkan: “… kalau aku itu pengen jadi anggota jaranan karena aku pengen punya endang, supaya bisa jaga diri, jadi kalau berantam aku bisa ada yang bantu ngelawan, terus biar banyak yang segan gitu ma aku lo mbak, bisa dapat duit lagi mbak. Ya selain untuk endang, supaya bisa mewarisi kesenian jawa lah mbak …” Sumber : Wawancara pada tanggal 10 Februari 2013. Hal ini dipertegas oleh Mahput 15 tahun yang menuturkan: “… jaranan itu yang udah mengubah diri aku, yang dulunya gak pemberani dan malu-malu sekarang aku udah berani ma orang, siapapun yang berani garain aku ya aku lawan ajah mau itu yang sebaya aku atau orang tua sekalipun. …” Sumber: wawancara pada tanggal 20 Februari 2013. Dari pernyataan di atas dapat digambarkan bahwasanya para anggota kuda lumping meyakini endang memberikan kekuatan supranatural yang bisa menjadikan diri mereka hebat dan bisa menjadi penjaga diri bagi mereka, sehingga orang lain bisa segan dan takut terhadap anak-anak yang sudah menjadi anggota kuda lumping. Selain itu, endang memudahkan anak-anak untuk dapat berinteraksi dengan roh halus sehingga saat pertunjukan kuda lumping berlangsung, anggota yang sudah memiliki endang akan sangat mudah untuk menjadi yang kesurupan. Universitas Sumatera Utara 2. Tertarik pada atraksi kuda lumping Pertunjukan kuda lumping yang menampilkan atraksi kesurupan, memakan beling, memakan arang panas ternyata berhasil memikat anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Anak merasa tertarik dengan atraksi tersebut, sehingga anak merasa memiliki kelebihan di luar kemampuan anak-anak biasa pada umumnya. Teguh 14 tahun yakni: “….aku ikut jaranan itu karena sudah tertarik dengan tarian dan atraksi kuda lumping yang kesurupan dan ingin memiliki endang dan menghibur orang banyak, ya biarpun aku ini gak bisa kesurupan karena gak punya endang tapi seenggaknya aku masih bisa menghibur orang…” Sumber: wawancara pada tanggal 15 Februari 2013 Muji 15 tahun juga menuturkan: “…. Orang-rang disini itu ya udah takutlah ma anak jaranan Turonggo, mana ada yang berani garain mbak, berani garain ya kenalah dia tu ma aku, mau babak belur kami buat orangnya nanti tu….. orang kamikan punya endang, yang bantu kami ngelawan orang tu”. Sumber: wawancara pada tanggal 24 Februari 2013. Dari pernyataan di atas dapat digambarkan bahwasanya pertunjukan kuda lumping yang menampilkan atraksi kesurupan, tahan terhadap deraan pecut, tahan memakan arang panas bahkan memakan ayam hidup-hidup berhasil memikat anak-anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Apa yang mereka lihat pada pertunjukan kuda lumping ternyata secara tidak langsung menyerap pikiran mereka untuk tertarik menjadi anggota kuda lumping meskipun orang tua mereka tidak mengizinkannya untuk menjadi anggota kuda lumping. 3. Menyalurkan jiwa seni yang dimiliki sehingga dapat melestarikan kesenian Jawa. Kesenian kuda lumping dianggap sebagai wadah untuk menyalurkn jiwa seni yang dimiliki anak. Anak dapat mengetahui kesenian kuda lumping yang merupakan salah satu kesenian tradisional Jawa. Selain itu, anak beranggapan menjadi anggota kuda lumping yang aktif berarti anak telah ikut serta mewarisi kesenian kuda lumping yang ada di Desa Batang Pane III. Belong 16 tahun juga menuturkan: Universitas Sumatera Utara “….alasan ku ikut jaranan karena adanya jiwa seni di dalam diriku dan ingin melestarikan kesenian jawa. Selain itu, untuk menghilangkan suntuk, bisa berkumpul bersama teman-teman dan bercanda tawa tidak hanya kepada teman yang seusia ia saja tetapi kepada anggota lainnya…kalau punya endang itu bisa enak lo mbak bisa buat badan jadi kuat, roh halus bisa tunduk pada kita bahkan kalau kami panggil mereka datang juga” Sumber: wawancara pada tanggal 10 Februari 2013 . Hal ini diperkuat oleh Juliandi 13 tahun yakni: “….. jaranan itu udah membantu aku untuk bisa tau peninggalan nenek moyang jawa, biarpun aku belum dewasa tapi aku tau kok jarananlah yang membuat aku jadi punya endang jadinya aku bisa hebat lain dengan anak-anak yang jadi jaranan. aku bisa tahan dipukul pake pecut, bahkan makan ayam hidup- hidup aku gak jorok, endang juga buat aku jadi berani dan selalu menemani aku kemana ajah….” Sumber: wawancara pada tanggal 2 Maret 2013. Dari data di atas dapat digambarkan bahwa dengan menjadi anggota kuda lumping di sanggar Turonggo Madyo Budoyo bararti anak-anak dapat menyalurkan jiwa seni yang dimiliki oleh mereka. Selain sebagai wadah untuk menyalurkan seni, sanggar juga dapat membantu mereka untuk tetap melesatrikan kesenian tradisional Jawa yang kemuadian membentuk komunitas sendiri meskipun berada di tengah-tengah suku yang berbeda. Kemudian, menjadi anggota kuda lumping memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka yang tidak mereka dapat di lingkungan keluarga, seperti: dapat berkumpul dengan teman-teman dan bisa menghilangkan rasa suntuk. 4. Orang Tua yang Lebih Dulu Aktif di Sanggar Turonggo Madyo Budoyo Bahwasanya latar belakang keluarga berdasarkan nilai kultural dimana orang tuanya memang tokoh adat Jawa dan telah berkecimpung di kesenian kuda lumping sangat mudah memberikan izin kepada anak untuk menjadi anggota kuda lumping dan mendukung anak di dalam mengikuti kegiatan kuda lumping. Orang tua mereka yang lebih dulu aktif di sanggar Turonggo Madyo Budoyo merasa perlu untuk dapat mewarisi kesenian kuda lumping secara terus menerus hingga ke anak-cucu mereka. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.7: Orang Tua yang Lebih Dulu Aktif di Sanggar Turonggo Madyo Budoyo No Nama Lamanya Menjadi Anggota Kuda Lumping Kedudukan atau Peran di Sanggar Kuda Lumping 1 Muryanto 12 Tahun Anggota, Pawang, dan Sesepuh 2 Ahmad Yenni 7 Tahun Pendamping Pawang, Pemukul Gendang 3 Munasri 15 tahun Anggota yang kesurupan dan Sesepuh 4 Murtopo 8 Tahun Penyedia sesajen, pemukul gong 5 Komar 7 Tahun Pendamping pawang, seksi perlengkapan Sumber: wawancara penelitian Bapak Muryanto 50 Tahun: “ aku iki bangga kambe anakku, ora diperintah kambe aku njalok ndewe dadi angggota jaranan, ya ora eneng aku larang,biyen ae aku aktif di jaranan malahan ora jadi anggota penari ae dadi pemukul gambuhpun aku iso. La saiki ae aku masih aktif di jaranan meskipun di sesepuh na ae,anak kan dadi ngartos kambe jaranan dan iso menghargai kesenian para leluhur Jawa, yang artinya aku ini sangat bangga terhadap anakku, tidak harus aku perintah untuk masuk menjadi anggota kuda lumpin sudah mau sendiri menjadi anggota kuda lumping, ya tidak aku larang, waktu dulu saja aku aktif menjadi anggota kuda lumping,tidak hanya menjadi penari saja menjadi pemukul gambuhpun aku bisa. Sekarang saja aku masih aktif di kuda lumping ya meskipun hanya menjadi sesepuh saja, denga anak menjadi anggota kuda lumping berarti anak bisa mengerti dan menghargai kesenian kuda lumping yang telah di wariskan oleh leluhur Jawa”. Sumber:Wawancara pada tanggal:25 Januari 2013. Hal yang sama juga dituturkan oleh Bapak Ahmad Yenni 32 Tahun: “ meskipun anak saya masih kecil saya tidak takut jika anak saya lebih pintar untuk menguasai tari-tarian, memainkan alat musik pertunjukan kuda lumping bahkan lebih dalam mempelajari kuda lumping,yang ada saya mendukung dan memberikan semangat kepada anak untuk terus berlatih dan mempelajari kesenian kuda lumping. Kalau perlupun ketiga anak saya menjadi anggota kuda lumping dan bisa tampil bareng saya,kan saya juga ikut menjadi anggota kuda lumping sebagai Gamboh dan sesekali membantu pawang mengobati yang kesurupan”. Sumber: wawancara pada tanggal 29 Januari 2013. Universitas Sumatera Utara Dari hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa latar belakang keluarga yang terlebih dahulu aktif mejadi anggota kuda lumping sangat mendukung anak menjadi anggota kuda lumping. Agar kesenian kuda lumping dapat terus diwariskan secara turun-temurun dan dapat bertahan di daerah perantauan, sehingga keluarga mendukung anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Keluarga beranggapan mendukung anak untuk masuk dan aktif dalam kesenian kuda lumping berarti keluarga telah mewarisi kesenian kuda lumping kepada anak-anaknya. Dengan demikian kuda lumping dapat terus berkembang dari generasi ke generasi selanjutnnya. Dari hasil data di atas dapat digambarkan bahwa sanggar kuda lumping Turonggo Madyo Budoyo memberikan kebebasan bagi siapa saja yang ingin menjadi anggota kuda lumping tanpa batasan umur dan peran apa yang akan dimainkan anggota saat melakukan pertunjukan kuda lumping. Anak-anak diperkenankan pawang untuk kesurupan bertujuan agar memudahkan endang menyatu di dalam diri anak sehingga anak bisa bebas untuk beratraksi dan semakin banyak anak-anak yang menjadi anggota di sanggar Turonggo Madiyo Budoyo bisa menjadi pendukung bagi sanggar agar terus dapat diwarisi ke generasi secara terus menerus dan memberikan kontribusi yang cukup menguntungkan sanggar. Anak-anak yang sudah menjadi anggota kuda lumping berarti memiliki endang yang dapat memberikan gaya hidup yang berbeda dengan anak-anak yang tidak menjadi anggota kuda lumping. Endang yang telah menyatu di dalam jiwa anak-anak pemain kuda lumping diyakini sebagai penjaga diri mereka, memiliki kehebatan dan kekebalan tubuh karena sudah kesurupan atau sudah berani makan arang yang panas bahkan bisa menahan deraan pecut. Di sisi lain, anak yang telah keserupan juga beranggapan dirinya menjadi hebat dan dapat memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan anak-anak biasa yang tidak ikut menjadi anggota kuda lumping. Selain itu, dengan endang yang menyatu di dalam diri anak-anak pemain kuda lumping, digunakan tidak hanya sebagai pertunjukan kuda lumping tetapi sebagai sarana hiburan mereka tersendiri. Seperti upacara Universitas Sumatera Utara memanggil roh halus yang mereka lakukan di luar pertunjukan kuda lumping. Upacara memanggil roh halus dijadikan anak-anak sebagai sarana hiburan yang mereka anggap sudah biasa bahkan dengan keisengan anak-anak tersebut, mereka menakuti warga setempat sehingga ketakutan. Hal inilah yang menjadi faktor pendukung bagi anak untuk menjadi anggota kuda lumping.

4.2.4. Hubungan Pawang Patron- Anak Klien Dalam Kesenian Kuda Lumping

Dari hasil pelaksanaan penelitian di lapangan, ternyata adanya hubungan yang saling ketergantungan dan terikat antara pawang dengan anak-anak anggota kuda lumping. Hubungan yang saling ketergantungan dan terikat itu menciptakan sesuatu yang tidak mudah untuk dihindari oleh masing- masing yang membutuhkannya. Rifin 17 tahun yakni: “….alasan aku tetap bertahan menjadi anggota kuda lumping di sanggar ini yak arena aku ini senang mbak berada di sanggar ini. Sesama anggota disini saling membantu kalau salah satu diantara kami lagi kesusahan gak itu juga pawang juga kalau aku lagi dimarahin ma bapakku karena maen ajah kuda lumping terus dihukum gak boleh makan aku ya datang ajah ke pawang terus tidur di rumah pawang dah gitu makan juga disitu…“. Sumber: wawancara pada tanggal 20 Februari 2013. Hal yang sama diungkapkan oleh Yadi 18 tahun: “….lebih enak jadi anggota jaranan dari pada harus ngelanjutkan sekolah seperti apa yang maunya orang tua ku itu, la aku udah gak bisa mikir lagi udah mumet otak ku ini mbak masa dipaksa terus untuk sekolah, biarin deh dimarahin terus karena aku terus jadi anggota jaranan yang penting aku di jaranan gak pernah dimarahi pawang,malah aku ini dibutuhkan selalu ma pawang untuk kesurupan,lagian dijaranan itu aku udah senag banget lo mbak dah bisa mandiri dan bisa punya endang yang selama ini aku mau..”. Sumber: wawancara pada tanggal 8 Februari 2013. Pernyataan di atas diperkuat oleh Dimas Ari Surya 15 tahun yakni: “….biarpun mamak ku itu ngelarang aku jadi jaranan tapi tetapkan ampe sekarang aku masih jadi anggota jaranan, ya kayak mana mau ngelaranglah aku udah terlanjur jauh ikut jaranan.dari pada aku gak sekolah sama sekali kan lebih parah mbak, aku gak bisa baca tulis. Lagian aku itu lebih senang ama peraturn jaranan dari pada peraturan sekolah yang banyak ini itu. Kalau dijaranan cukup ontime ajah kalau mau latihan ataupun mau tampil. Telatpun pawang gak marah atau aku di hokum gitu, coba kalau di sekolah gak ngerjain pr ekh aku disuruh lari-lari dilapangan..”. Sumber: wawancara pada tanggal 26 Februari 2013. Universitas Sumatera Utara Dari hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa anak-anak lebih mengutamakan kegiatan kuda lumping dan patuh terhadap peraturan yang ada di sanggar kuda lumping Turonggo Madyo Budoyo dibandingkan peraturan orang tuanya atau peraturan sekolah. Hal ini menggambarkan adanya hubungan patron-klien. Dimana pawang disebut dengan patron dan anggota atau anak-anak yang menjadi anggota kuda lumping disebut dengan klien. Pawang patron dan anak-anak klien memiliki hubungan yang vertikal yaitu memiliki status yang berbeda. Pawang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki kedudukan lebih rendah. Anak klien akan mematuhi segala perintah yang dibuat pawang untuk sanggar kuda lumping pada saat kapanpun. Pawang patron akan selalu memberikan bantuan sekuat kemampuan kepada anak-anak klien baik itu bantuan materi atau non-materi yang dibutuhkan oleh klien. Dengan bantuan yang diberikan pawang patron kepada anak-anak klien akan membuat anak-anak klien menjadi segan untuk melakukan sesuatu yang dapat merusak hubungan antara patron dan klien. Meskipun bantuan yang diberikan pawang tidak hanya dalam bentuk materi, dengan melindungi anak dan memberikan kebebasan bagi anak untuk tetap menjadi anggota kuda lumping dianggap anak sudah sangat berharga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Scoot 1976 dalam Hariadi, 1987:48 dimana teori hubungan patron-client “sekelompok informal yang berkuasa patron dan memiliki posisi memberikan rasa aman, pengaruh atau keduanya. Sebagai imbalan, pengikutnya klien memberikan loyalitas dan bantuan pribadi kepada patronnya dalam kondisi apa pun, baik patronnya dalam keadaan benar atau salah dan sebaliknya Scoot, 1976 dalam Hariadi, 1987:48. Imbalan yang diberikan klien bukan imbalan berupa materi melainkan dalam bentuk lainnya. Si patron tidak akan mengharapkan materi atau uang dari klien tapi mengharapkan imbalan lainnya yang dibutuhkan si patron. Universitas Sumatera Utara Ikatan-ikatan sosial yang khas antara patron dan klien menekankan ide moral, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban timbal balik yang memberikan kekuatan sosial kepada ikatan-ikatan itu. Anak-anak klien kemudian membalas semua pemberian pawangnya patron dengan kesetiannya menjadi anggota kuda lumping, seperti segan untuk keluar dari sanggar atau melanggar paraturan yang ada di sanggar. Anak klien merasa memiliki kewajiban untuk membalas budi kepada pawangnya patron. Dengan membalas budi merupakan salah satu moral bagi hubungan patronase yang terjalin dalam hubungan pawang dan anak-anak pemain yang menjadi anggota kuda lumping. Rasa persaudaraan juga ditanamkan oleh pawang patron kepada anak klien bertujuan supaya tercipta keamanan dan kenyamanan bagi anak klien sehingga anak klien merasa betah dan diperlukan di sanggar kuda lumping Turonggo Madyo Budoyo. Bahkan pawang juga selalu memantau perilaku anak- anak sanggarnya di lingkungan masyarakat. Hubungan patronase yang terjalin antara pawang dengan anak-anak yang menjadi anggota kuda lumping berbentuk kerja sama. Mereka saling membutuhkan, mereka saling percaya dengan yang lain bahkan mereka telah menganggap saudara. Hal ini sesuai dengan pernyataaan Scoot dalam Ibrahim, 2003:24 bahwa hubungan patronase merupakan proses kerja sama antar dua orang yang berbeda status dengan ciri-ciri si patron melindungi klien dalam berbagai bentuk transaksi, saling membutuhkan, dan mempercayai kedua belah pihak. Situasi mengenai anak yang lebih patuh terhadap peraturan sanggar dan lebih banyak meluangkan waktunya untuk kegiatan kuda lumping, ternyata membuat orang tua yang tidak memberikan izin kepada anak untuk menjadi anggota kuda lumping sangat kecewa dan menyesalkan sikap anak tersebut. Orang tua merasa gagal dalam mendidik anaknya, karena orang tua tidak dapat mengarahkan anak untuk dapat menempuh pendidikan yang baik dan menuntun anak untuk belajar sehingga dapat berprestasi di sekolah. Universitas Sumatera Utara Orang tua hanya mampu menasehati bahwa kesenian kuda lumping tidak akan membawa kehidupan masa depan anak untuk menjadi lebih baik. Namun, anak tetap saja tidak menghiraukan perkataan orang tua dan selalu saja memberikan perlawanan kepada orang tuanya. Ibu Dimah 43 tahun yakni: “….malu juga sama tetangga kalau terus-terusan harus berantam terus sama anak ibu sama bapaknya ya mengalah ajahlah, ibu hanya berdo’a saja sama gusti allah agar pikiran anak ibu dapat terbuka dan sadar kalau selama ini perbuatan dia itu udah salah, udah salah dari aturan keluarga dan salah juga telah menentang ajaran agamanya….” Sumber: wawancara pada tanggal 5 Februari 2013 . Hal yang dituturkan oleh Ibu Suratih 36 tahun : “…..ibu itu udah capek harus menghukum anak ibu dengan cara apa lagi dari gak ngasih uang jajan, gak nyakapi dia berminggu-minggu sampai bapaknya itu pernah mukul dia pake ikat pinggang tapi tetap saja anak itu gak mempan dan takut sama hukumannya. Ya udah di pikir-pikir gak ada gunanya juga menghukum anak, kalau dianya terus semakin membangkang kan makin gak enak. Ya ibu sekarang tau kenapa anak itu semakin berubah semenjak jadi anggota jaranan ternyata endangnya udah menyatu di jiwa serta pikiran anak, lah kalau udah menyatu gitu berarti separuh hidupnya udah di kuasai setankan.” Sumber: wawancara pada tanggal 1 Februari 2013. Hal ini diperkuat oleh Ibu Sunarti 50 tahun menuturkan: “….ibu gak mau bersikap keras lagi sama anak ibu dari pada dia terus ngelawan sama ibu kan kasihan dianya juga jadi semakin berdosa dan durhaka sama orang tuanya. Ya biarkanlah dia itu hidup semaunya gitu, paling-paling kalau udah nyesal dia minta maaf ma kami ini orang tuanya. Lagian kita kan hidup bertetangga dan saling tolong-menolong sesama jadi gak enak juga kalau harus berantam sama pawangnya. Pawangnya kan juga banyak disegani orang, lah kalau berantam ma pawang semuanya warga yang berpihak sama dia juga ikut musuhi kami..” Sumber: wawancara pada tanggal 22 Februari 2013 Dari penjelasan di atas dapat digambarkan bahwa orang tua yang anaknya menjadi anggota kuda lumping hanya mampu menerima begitu saja dengan sikap anak yang membantah dan melakukan perlawanan ketika dilarang menjadi anggota kuda lumping. Situasi ini dikarenakan orang tua tidak mampu lagi berbuat apa-apa untuk menuntun anaknya keluar dari kuda lumping. Orang tua menyadari bahwa pikiran anak telah dipengaruhi oleh endang yang menyatu di jiwa dan pikiran anaknya. Itu sebabnya anak selalu membantah dan melanggar peraturan di keluarga. Universitas Sumatera Utara Orang tua juga tidak dapat menyalahkan pihak sanggar atau pawang terhadap sikap anaknya, karena keinginan anak sendiri untuk menjadi anggota kuda lumping. Selain itu, faktor lingkungan yang sangat menghormati keberadaan pawang di tengah-tengah masyarakat, membuat orang tua untuk tidak menegur pawang agar anaknya di keluarkan dari sanggar kuda lumping. Status pawang yang sangat berarti di lingkungan masyarakat juga melindungi keberadaan pawang dan sanggar kuda lumping Turonggo Madyo Budoyo dari gangguan luar. Hal di atas menguatkan pernyataan bahwasanya dalam patron klien, hubungan dibangun tidak berdasarkan pemaksaan atau kekerasan. Hubungan ini identik terjadi dalam bentuk hubungan pertemanan atau hubungan yang sama-sama menguntungkan simbiosis mutualisme. Seperti yang disampaikan oleh Scott 1972 yang mengatakan bahwa hubungan patronase mengandung dua unsur utama yaitu pertama adalah bahwa apa yang diberikan oleh satu pihak adalah sesuatu yang berharga di mata pihak lain, entah pemberian itu berupa barang ataupun jasa, dan bisa berbagai ragam bentuknya. Hal ini yang membuat orang tua lebih baik mengalah terhadap anak dari pada harus bertentangan dengan masyarakat di lingkungan sekitar. Orang tua menyadari bahwa kita hidup saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Jika orang tua memberikan kesan yang buruk terhadap sanggar kuda lumping atau pawang, maka masyarakat di lingkungan sekitar juga akan memberikan kesan yang buruk kepada orang tua bukan kepada pawang. Dengan demikian, jika kita membutuhkan bantuan masyarakat sekitar, tentunya tidak akan menolong karena dari awalnya sudah memiliki kesan yang buruk. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan temuan-temuan data yang diperoleh peneliti di lapangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Latar belakang keluarga berdasarkan nilai pendidikan orang tua tidak memberikan izin kepada anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Orang tua tidak menginginkan hal yang sama terjadi pada anak. Orang tua menginginkan agar anak bisa menempuh pendidikan setinggi- tingginya sehingga dapat menuntun masa depan anak yang lebih baik di bandingkan orang tuanya yang hanya lulusan SR Sekolah Rakyat, Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Saja. 2. Meskipun profil sosial-ekonomi orang tua yang sudah mapan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anak dan keluarga, anak tetap saja menjadi anggota kuda lumping sebagai sarana untuk memiliki komunitas yang dapat menjadikan trance bagi anak. Universitas Sumatera Utara 3. Faktor-faktor anak menjadi anggota kuda lumping sangat bervariasi, namun yang paling utama faktor anak menjadi anggota kuda lumping karena ingin memiliki endang. Endang merupakan istilah dalam kuda lumping untuk memiliki roh halus yang diyakini anggota kuda lumping sebagai penjaga diri, membuat diri menjadi hebat dan bisa memanggil roh halus. Hal ini yang membuat anak mendapatkan status yang berbeda dibandingkan anak-anak yang tidak menjadi anggota kuda lumping. Mereka beranggapan bahwa diri mereka hebat dan dapat ditakuti oleh masyarakat di sekitar. 4. Latar belakang keluarga berdasarkan nilai kultural sangat mendukung anak menjadi anggota kuda lumping. Hal ini bertujuan agar kesenian kuda lumping dapat terus diwarisi sejak dini dan menanamkan nilai budaya tradisional kepada anak untuk dapat mengenal kebudayaan sendiri meskipun zaman yang semakin modern. 5. Pendidikan bagi anak-anak anggota kuda lumping tidak memiliki peranan yang berarti untuk masa depan mereka. Oleh karena itu, anak-anak lebih banyak meluangkan waktu untuk kegiatan kuda lumping dibandingkan kegiatan belajar di sekolah. 6. Di sangar Turonggo Madyo Budoyo anggota yang masih anak-anak tidak hanya dijadikan anggota penari saja tetapi menjadi anggota kuda lumping yang kesurupan saat pertunjukan kuda lumping berlangsung. Menjadi yang kesurupan, anak sudah beranggapan bahwa mereka sudah hebat dan kuat sehingga masyarakat di lingkungan sekitar akan tunduk kepada mereka. 7. Anak-anak yang menjadi anggota kuda lumping lebih banyak mementingkan waktunya untuk kegitan kuda lumping dibandingkan waktu untuk kegiatan sekolah atau mematuhi peraturan di keluarga. Hal ini mengakibatkan adanya konflik yang terjadi antara anak-anak yang tidak diberi izin oleh orang tuanya untuk menjadi anggota kuda lumping dengan orang tua mereka. Universitas Sumatera Utara 8. Orang tua hanya bisa menerima sikap anak yang membantah perintahnya, meskipun terkadang bantahan anak sudah membuat malu keluarga di lingkungan masyarakat. Hal ini dikarenakan orang tua menyadari bahwa diri anak telah dikuasai oleh roh halus sehingga merusak pikiran anak. 9. Orang tua juga tidak dapat dapat menyalahkan sanggar atau pawang atas sikap anak yang berubah menjadi buruk. Karena menjadi anggota kuda lumping merupakan kemauan sendiri dari anak-anak mereka. Selain itu juga, keberadaan pawang yang dihormati oleh masyarakat sekitar memberikan status lebih bagi pawang. Sehingga keberadaan pawang dan sanggar kuda lumping di lindungi oleh masyarakat sekitar dari gangguan luar. 10. Adanya hubungan patron-klien yang tercipta antara pawang dengan anak-anak di dalam sanggar kuda lumping. Dimana anak-anak lebih mematuhi peraturan yang ada di sanggar dibandingkan peraturan yang ada di keluarga, karena anak merasa di dalam sanggar anak lebih dihargai keberadaanya oleh pawang. Sementara pawang memberikan perlindungan bagi anak- anak yang ingin anggota kuda lumping sebagai sarana agar anak-anak tetap menjadi anggota kuda lumping dan memiliki kontribusi yang cukup menguntungkan bagi pawang. Tidak saja dapat melestarikan agar kesenian kuda lumping tersebut tetap bertahan tetapi semakin banyak anak-anak yang menjadi anggota kesurupan akan menghasilkan nilai materi yang cukup menguntungkan bagi pawang dan sanggar.

5.2. Saran