Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi Desa Sibagasi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara
Lampiran Poto Dokumentasi
(2)
(3)
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay, 2007.Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi, Jakarta
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, Jakarta
Mawardi, Erman, 2007. Desain Hidraulik Bangunan Irigasi. Alfabeta, Jakarta
Radjualini, 2008. Perencanaan Sistem irigasi. Pend. Teknik Sipil Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2001 Tentang Irigasi, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria
Perencanaan 01. Galang Persada, Bandung
Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria
Perencanaan 03. Galang Persada, Bandung
Chow, Ven Te, 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Erlangga, Jakarta
Rangga, Mochamad A. P, 2012. Studi Efisiensi Pemberian Air Irigasi Desa Kutoharjo
Kecamatan Pati Kabupaten Pati Jawa Tengah. Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang, Semarang
Triatmodjo, Bambang, 1994. Hidraulika I. Beta Offset, Yogyakarta
Sosrodarsono, Suyono, 2003. Hidrologi untuk Pertanian. Pradya Paramita, Jakarta Priyantoro, D., 1987. Teknik Pengangkutan Sedimen. Himpunan Mahasiswa Pengairan
Brawijaya, Malang
Soemarto, C. D., 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta
Soewarno, 1993. Hidrologi : Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai
(5)
Agung N, Ferdian, 2011. Pengendalian Sedimentasi Di Saluran Irigasi Dengan
Penempatan Benda Apung. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret,
Surakarta
Saud, Ismail, 2008. Prediksi Sedimentasi Kali Mas Surabaya. Fakultas Teknik Sipil Institut Teknologi Surabaya, Surabaya
Howay, Zakarias, 2012. Pengukuran Laju Sedimentasi Di Daerah Saluran Irigasi
Macuan Distrik Prafi Kabupaten Manokwari. Fakultas Pertanian dan
Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua, Manokwari
Firman, D. Setiawan, dkk, 2011. Analisis Tegangan Geser dan Total Angkutan
Sedimen Pada Gelombang Asimetris. Fakultas Teknik Kelautan
Wirosoedarsono, Ruslan, Alexander T, dkk, 2011. Prilaku Sedimentasi dan
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Saluran Pada Jaringan Irigasi Waru Turi Kanan Kediri. Fakultas Teknik Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
Aisyah, Alimuddin, L.,2012. Pendugaan Sedimentasi Pada Das Mamasa Di
Kabupaten Mamasa Propinsi Sulawesi Barat. Fakultas Teknik Pertanian
(6)
Lokasi Penelitian BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dimulai pada semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 dan lokasi penelitian dilaksanakan pada saluran irigasi Batang Ilung Desa Sibagasi, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utarayang berjarak ± 60 km dari Padang Sidimpuan.
Secara geografis Kabupaten Padang Lawas Utara terletak pada garis 1°13′50′′
–2°2′32′′ Lintang Utara dan 99°20′44′′ –100°19′10′′ Bujur Timur dengan ketinggian
0–1.915 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara
±3.918,05 km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kabupaten Labuhan Batu
- Sebelah Selatan : Kabupaten Padang Lawas
- Sebelah Barat : Kabupaten Tapanuli Selatan
- Sebelah Timur : Propinsi Riau
Berikut peta lokasi penelitian:
(7)
Gambar 3.2 Lay Out Skema Jaringan Daerah Irigasi Batang Ilung (Sumber: PU medan)
A =220.00 Ha Q = 0.342m3/dt L = 1916.00 m A =358.00 Ha
Q = 0.557 m3/dt L = 499.00m A =489.00 Ha Q = 0.761
m L = 1433.00 Q
A =569.00 Ha 0.885 =
2136.10 m3/dt L = m =
A 755.00Ha Q =1.174m3/dt L =1529.80m 798.00 A = Ha
= Q1.241 L m3/dt = 1459.40 = m A 839.00Ha
1.305 Q = m3/dt L = A
1388.90 m Q
=862.00 Ha = 1.341 m3/dt
1364.20 L = m A =989.00
1.538 Ha Q = m3/dt
1016.60 L = m
B. 1 Kr.
43.00Ha60.00l/dt
B. 1 Kn.
19.00Ha27.00l/dt
B. 2 Kr.
100.00 Ha 140.00 l/dt
B. 2 Kn.
34.00Ha48.00l/dt
B. 3 Kn.
43.00Ha60.00l/dt
B. 4 Kr. 1
112.00 Ha 157.00 l/dt
B. 4 Kr. 1
74.00Ha 104.00 l/dt
B. 4 Kr. 2
108.00 Ha 151.00 l/dt
B. 4 Kr. 2
40.00Ha56.00l/dt
B. 5 Kr. 1
91.00Ha 127.00 l/dt
B. 5 Kr. 2
25.00Ha35.00l/dt
B. 6 Kn.
41.00Ha57.00l/dt
B. 7 Kr. 1
98.00Ha 137.00 l/dt
B. 7 Kr. 2
145.00 Ha 203.00 l/dt
B. 8 Kn.
59.00Ha83.00l/dt
B. 9 Kn.
140.00 Ha 196.00 l/dt
B. 7 Kr. 1
88.00Ha 123.00 l/dt
B. 10 Kn.
82.00Ha 115.00 l/dt
B. 7 Kr. 2
116.00 Ha 162.00 l/dt
B. 11 Kr.
82.00Ha 115.00 l/dt
B. 11 Kn.
90.00Ha 126.00 l/dt
B. 7 Kn.
52.00Ha73.00l/dt A = 1682.00 Ha
Q = 2.616 m3/dt L = 939.79 m
A = 1620.00 Ha Q = 2.520 m3/dt L = 1333.70 m
A = 1486.00 Ha Q = 2.312 m3/dt L = 596.90 m
A = 1443.00 Ha Q = 2.245 m3/dt L = 1073.40 m
A = 1109.00 Ha Q = 1.725 m3/dt L = 517.60 m
A = 993.00 Ha Q = 1.545 m3/dt L = 1021.50 m
A = 952.00 Ha Q = 1.481 m3/dt L = 763.90 m
A = 657.00 Ha Q = 0.920 m3/dt L = 784.40 m
A = 598.00 Ha Q = 0.930 m3/dt L = 893.40 m
A = 458.00 Ha Q = 0.712 m3/dt L = 543.90 m
A = 172.00 Ha Q = 0.267 m3/dt L = 1393.80 m
39.00l/dt
S. 5 Kr.
31.00Ha43.00l/dt
S. 5 Kn.
13.00Ha18.00l/dt
S. 6 Kr.
126.00 Ha 176.00 l/dt
S. 7 Kr.
55.00Ha77.00l/dt
S. 8 Kr.
68.00Ha95.00l/dt
S. 9 Kr.
81.00Ha 113.00 l/dt
S. 10 Kr.
80.00Ha 112.00 l/dt
S. 10 Kn.
35.00Ha49.00l/dt
S. 11 Kr.
25.00Ha35.00l/dt
S. 12 Kr.
83.00Ha 116.00 l/dt
S. 13 Kr.
55.00Ha77.00l/dt A =55.00 Ha Q =85.58 l/dt L = 1525.00 m A =138.00 Ha Q = 214.728 l/dt L = 538.00m A = 163.00 Ha Q = 253.628 l/dt L = 2924.00 m A = 278.00 Ha Q = 432.568 l/dt L = 688.00m A = 359.00 Ha Q = 558.604 l/dt L = 2182.00 m A = 427.00 Ha Q = 664.412 l/dt L = 1542.00 m A = 482.00 Ha Q = 749.992 l/dt L = 393.00m A = 608.00 Ha Q = 946.048 l/dt L = 2611.00 m A = 652.00 Ha Q = 1014.51 l/dt L = 2013.95 m A = 680.00 Ha
Q = 1058.08 l/dt L = 1738.60 m A = 787.00 Ha
Q = 1224.57 l/dt L = 1320.70 m A = 986.00 Ha Q = 1534.22 l/dt L = 646.30m A = 1019.00 Ha Q = 1585.56 l/dt L = 2768.75 m
Gm. 1 Kn.
127.00 Ha 178.00 l/dt 23.00
Gm. 2 Kn.
m3/dt Ha32.00l/dt
Gm. 3 Kn.
41.00Ha57.00l/dt
Gm. 4 Kn.
43.00Ha60.00l/dt
Gm. 5 Kn.
186.00 Ha 260.00 l/dt
Gm. 6 Kn.
80.00Ha 112.00 l/dt
Gm. 7 Kn.
131.00 Ha 183.00 l/dt
B. 8 Kn. 1
10.00Ha14.00l/dt
B. 8 Kn. 2
128.00 Ha 179.00 l/dt
Gm. 9 Kn.
63.00Ha88.00l/dt
Gm. 10 Kn.
35.00Ha49.00l/dt
Gm. 11 Kn.
56.00Ha78.00l/dt
Gm. 12 Kn.
39.00Ha55.00l/dt
Gm. 1 Kn.
27.00Ha38.00l/dt A =27.00 Ha Q = 0.042m3/dt L = 396.00m A =66.00 Ha Q = 0.103m3/dt L = 2276.00 m A =122.00 Ha Q = 0.190 m3/dt L = 393.00m A =157.00 Ha Q = 0.244m3/dt L = 571.00m
BI. 1 Kr.
67.00Ha94.00l/dt
BI. 2 Kr.
19.00Ha27.00l/dt
BI. 3 Kr.
34.00Ha48.00l/dt
BI. 4 Kr.
44.00Ha62.00l/dt
BI. 4 Kn.
32.00Ha45.00l/dt
BI. 5 Kr.
36.00Ha50.00l/dt
BI. 6 Kn. 2
93.00Ha 130.00 l/dt
BI. 6 Kn. 1
39.00Ha55.00l/dt
BI. 6 Kr.
53.00Ha74.00l/dt A = 2856.00 Ha
Q = 4935.17 l/dt L = 379.60m A = 2892.00 Ha
Q = 4997.38 l/dt L = 848.00m A = 3987.00 Ha
Q = 6889.54 l/dt L = 1269.50 m A = 4021.00 Ha
Q = 6948.29 l/dt L = 587.21m A = 4040.00 Ha
Q = 6981.12 l/dt L = 630.49m A = 4107.00 Ha
Q = 7096.90 l/dt L = 3092.95 m
S. 1 Kr.
33.00Ha46.00l/dt
S. 2 Kr.1
28.00Ha39.00l/dt
S. 2 Kr. 2
92.00Ha 129.00 l/dt
S. 2 Kr. 3
79.00Ha 111.00 l/dt
S. 3 Kr.
107.00 Ha 150.00 l/dt
S. 4 Kr.
(8)
Secara geografis lokasi Irigasi Batang Ilung terletak pada garis 1°30′ Lintang
Utara dan 99°37′ Bujur Timur, yang dibatasi oleh Batang Sigama dibagian barat, Batang Sirumambe dibagian selatan, Batang Pane dibagian timur dan bagian utara dibatasi oleh kota Gunung Tua. Jaringan irigasi pada Irigasi Batang Ilung terdiri dari saluran induk/primer dengan panjang saluran 6.241 meter, saluran sekunder dengan total panajang saluran 53.510 meter dan saluran tersier yang terdiri dari 61 petak tersier dengan luas persawahan 4.194 Ha.
3.2 Peralatan Penelitian
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut :
a. Stopwatch f. Oven
b. Meteran g. Cawan petri
c. Current meter/Pelampung h. Alat tulis, dan
d. Timbangan digital i. Spidol permanen
e. Botol sampel j. Kamera (alat pemotret)
3.3 Pelaksanaan Penelitian 3.3.1 Deskripsi Data Penelitian
Guna memudahkan penyusunan laporan dalam menyatakan saluran yang diukur, peneliti menggunakan penamaan titik lokasi pengamatan di lapangan sebagai berikut :
Saluran Primer (P) adalah saluran primer BBI.0-BBI.1 dengan luas areal
irigasi 4107 Ha
Saluran Sekunder Titik 1 (S1) adalah saluran sekunder BBI.6-BGm.1 dengan
(9)
Saluran Sekunder Titik 2 (S2) adalah saluran sekunder BGm.10-BGm.11 dengan luas areal irigasi 122 Ha
Saluran Tersier Titik 1 (T1) dan Saluran Tersier Titik 2 (T2) adalah saluran
tersier BGm.1-Gm.1kn bagian hulu dan hilir saluran dengan luas areal irigasi 127 Ha
Saluran Tersier Titik 3 (T3) dan Saluran Tersier Titik 4 (T4) adalah saluran
tersier BGm.11-Gm.11kn bagian hulu dan hilir dengan luas areal irigasi 56 Ha
3.3.2 Persiapan Alat
Sebelum dilakukan survei pengukuran dan pengambilan sampel dilapangan, harus dilakukan persiapan peralatan. Adapun persiapan alat yang dilakukan sebelum melaksanakan pengukuran dan pengambilan sampel dilapangan seperti pembuatan mistar duga, pembuatan benda apung dan botol sampel.
Mistar duga dibuat dari kayu berukuran panjang 200 cm, pada mistar tersebut dibuat skala pengukuran. Mistar ini digunakan untuk mempermudah pengukuran kedalaman aliran, lebar dasar saluran, dan sebagainya.
Pembuatan benda apung digunakan untuk mengukur kecepatan aliran. Adapun benda apung yang digunakan dalam penelitian ini adalah bola pimpong yang diisi dengan air hingga setengah volume bola pimpong tersebut dengan tujuan untuk menstabilkan pergerakan bola pimpong dari pengaruh angin pada saat pengukuran, sehingga diharapkan benda bergerak benar-benarkarena pengaruh air.
Botol sampel digunakan untuk mengambil/tempat sampel sedimen sebelum di analisis di laboratorium. Botol sampel tersebut berupa botol plastik bekas air kemasan dengan volume botol 0,6 liter. Setelah sampel sedimen melayang diperoleh kemudian dibuat label pada botol sampel dengan spidol sesuai dengan titik pengukuran.
(10)
Gambar 3.3 Deskripsi Titik Pengukuran
A =220.00 Ha Q = 0.342m3/dt L = 1916.00 m A =358.00 Ha
Q = 0.557m3/dt L = 499.00m A =489.00 Ha Q = 0.761
m L = 1433.00 Q
A =569.00 Ha 0.885 =
2136.10m3/dt L = m =
A 755.00Ha Q =1.174 m3/dt L =1529.80m 798.00 A = Ha
= Q1.241 L= 1459.40m3/dt =
m A 839.00Ha
1.305 Q = m3/dt L = A
1388.90 m Q
=862.00 Ha = 1.341 m3/dt
1364.20 L = m A =989.00
1.538 Ha Q = m3/dt
1016.60 L = m
B. 1 Kr.
43.00Ha60.00l/dt
B. 1 Kn.
19.00Ha27.00l/dt
B. 2 Kr.
100.00 Ha 140.00 l/dt
B. 2 Kn.
34.00Ha48.00l/dt
B. 3 Kn.
43.00Ha60.00l/dt
B. 4 Kr. 1
112.00 Ha 157.00 l/dt
B. 4 Kr. 1
74.00Ha 104.00 l/dt
B. 4 Kr. 2
108.00 Ha 151.00 l/dt
B. 4 Kr. 2
40.00Ha56.00l/dt
B. 5 Kr. 1
91.00Ha 127.00 l/dt
B. 5 Kr. 2
25.00Ha35.00l/dt
B. 6 Kn.
41.00Ha57.00l/dt
B. 7 Kr. 1
98.00Ha 137.00 l/dt
B. 7 Kr. 2
145.00 Ha 203.00 l/dt
B. 8 Kn.
59.00Ha83.00l/dt
B. 9 Kn.
140.00 Ha 196.00 l/dt
B. 7 Kr. 1
88.00Ha 123.00 l/dt
B. 10 Kn.
82.00Ha 115.00 l/dt
B. 7 Kr. 2
116.00 Ha 162.00 l/dt
B. 11 Kr.
82.00Ha 115.00 l/dt
B. 11 Kn.
90.00Ha 126.00 l/dt
B. 7 Kn.
52.00Ha73.00l/dt A = 1682.00 Ha
Q = 2.616 m3/dt L = 939.79 m
A = 1620.00 Ha Q = 2.520 m3/dt L = 1333.70 m
A = 1486.00 Ha Q = 2.312 m3/dt L = 596.90 m
A = 1443.00 Ha Q = 2.245 m3/dt L = 1073.40 m
A = 1109.00 Ha Q = 1.725 m3/dt L = 517.60 m
A = 993.00 Ha Q = 1.545 m3/dt L = 1021.50 m
A = 952.00 Ha Q = 1.481 m3/dt L = 763.90 m
A = 657.00 Ha Q = 0.920 m3/dt L = 784.40 m
A = 598.00 Ha Q = 0.930 m3/dt L = 893.40 m
A = 458.00 Ha Q = 0.712 m3/dt L = 543.90 m
A = 172.00 Ha Q = 0.267 m3/dt L = 1393.80 m
39.00l/dt
S. 5 Kr.
31.00Ha43.00l/dt
S. 5 Kn.
13.00Ha18.00l/dt
S. 6 Kr.
126.00 Ha 176.00 l/dt
S. 7 Kr.
55.00Ha77.00l/dt
S. 8 Kr.
68.00Ha95.00l/dt
S. 9 Kr.
81.00Ha 113.00 l/dt
S. 10 Kr.
80.00Ha 112.00 l/dt
S. 10 Kn.
35.00Ha49.00l/dt
S. 11 Kr.
25.00Ha35.00l/dt
S. 12 Kr.
83.00Ha 116.00 l/dt
S. 13 Kr.
55.00Ha77.00l/dt A =55.00 Ha Q =85.58 l/dt L = 1525.00 m A =138.00 Ha Q = 214.728 l/dt L = 538.00m A =163.00 Ha Q = 253.628 l/dt L = 2924.00 m A =278.00 Ha Q = 432.568 l/dt L = 688.00m A =359.00 Ha Q = 558.604 l/dt L = 2182.00 m A =427.00 Ha Q = 664.412 l/dt L = 1542.00 m A =482.00 Ha Q = 749.992 l/dt L = 393.00m A =608.00 Ha Q = 946.048 l/dt L = 2611.00 m A =652.00 Ha Q = 1014.51 l/dt L = 2013.95 m A =680.00 Ha
Q = 1058.08 l/dt L = 1738.60 m A =787.00 Ha
Q = 1224.57 l/dt L = 1320.70 m A =986.00 Ha Q = 1534.22 l/dt L = 646.30m A = 1019.00 Ha Q = 1585.56 l/dt L = 2768.75 m
Gm. 1 Kn.
127.00 Ha 178.00 l/dt 23.00
Gm. 2 Kn.
m3/dt Ha32.00l/dt
Gm. 3 Kn.
41.00Ha57.00l/dt
Gm. 4 Kn.
43.00Ha60.00l/dt
Gm. 5 Kn.
186.00 Ha 260.00 l/dt
Gm. 6 Kn.
80.00Ha 112.00 l/dt
Gm. 7 Kn.
131.00 Ha 183.00 l/dt
B. 8 Kn. 1
10.00Ha14.00l/dt
B. 8 Kn. 2
128.00 Ha 179.00 l/dt
Gm. 9 Kn.
63.00Ha88.00l/dt
Gm. 10 Kn.
35.00Ha49.00l/dt
Gm. 11 Kn.
56.00Ha78.00l/dt
Gm. 12 Kn.
39.00Ha55.00l/dt
Gm. 1 Kn.
27.00Ha38.00l/dt A =27.00 Ha Q =0.042m3/dt L = 396.00m A =66.00 Ha Q = 0.103 m3/dt L = 2276.00 m A =122.00 Ha Q = 0.190m3/dt L = 393.00m A =157.00 Ha Q = 0.244m3/dt L = 571.00m
BI. 1 Kr.
67.00Ha94.00l/dt
BI. 2 Kr.
19.00Ha27.00l/dt
BI. 3 Kr.
34.00Ha48.00l/dt
BI. 4 Kr.
44.00Ha62.00l/dt
BI. 4 Kn.
32.00Ha45.00l/dt
BI. 5 Kr.
36.00Ha50.00l/dt
BI. 6 Kn. 2
93.00Ha 130.00 l/dt
BI. 6 Kn. 1
39.00Ha55.00l/dt
BI. 6 Kr.
53.00Ha74.00l/dt A = 2856.00 Ha
Q = 4935.17 l/dt L = 379.60m A = 2892.00 Ha
Q = 4997.38 l/dt L = 848.00m A = 3987.00 Ha
Q = 6889.54 l/dt L = 1269.50 m A = 4021.00 Ha
Q = 6948.29 l/dt L = 587.21m A = 4040.00 Ha
Q = 6981.12 l/dt L = 630.49m A = 4107.00 Ha
Q = 7096.90 l/dt L = 3092.95 m
S. 1 Kr.
33.00Ha46.00l/dt
S. 2 Kr.1
28.00Ha39.00l/dt
S. 2 Kr. 2
92.00Ha 129.00 l/dt
S. 2 Kr. 3
79.00Ha 111.00 l/dt
S. 3 Kr.
107.00 Ha 150.00 l/dt
S. 4 Kr.
28.00Ha Tersier3 (T3) Primer (P) Sekunder 1 (S1) Sekunder 2 (S2) Tersier 1 (T1) Tersier 2 (T2) Tersier4 (T4)
(11)
3.3.3 Pengumpulan Data
Pengukuran dan pengambilan sampel sedimen melayang dilakukan pada dua priode pengukuran yaitu pada bulan februari dan bulan maret 2016. Pengukuran dan pengambilan sampel yang dilakukan pada bulan februari yaitu pada saat musim hujan (hujan kecil).
Pengukuran dan pengambilan sampel sedimen melayang dilakukan pada satu titik untuk saluran primer di Desa Pagaran Tonga, dua titik untuk saluran sekunder Desa Gunung Manaon, empat titik untuk saluran tersier Desa Saba Bangun dan Rondaman Lombang. Setiap titik pengambilan sampel dilakukan pada sisi kanan, tengah dan kiri penampang saluran.
3.3.4 Pengukuran Luas Penampang dan Kecepatan Aliran
Luas penampang basah titik pengamatan diukur dengan mengukur kedalaman aliran dan lebar dasar saluran dilakukan dengan menggunakan mistar duga pada masing-masing penampang titik pengamatan. Pengukuran kedalaman aliran pada saluran dilakukan tanpa mengukur tebal sedimen, dengan tujuan untuk melihat perubahan penampang saluran yang disebabkan oleh sedimentasi. Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali dalam satu titik untuk mendapatkan kedalaman rata-rata.
Kecepatan aliran air diukur berdasarkan metode apung dengan cara menghanyutkan benda apung pada aliran, kemudian mencatat waktu yang diperlukan benda apung tersebut dari titik awal hingga titik akhir lintasan pengamatan yang telah ditentukan jaraknya. Untuk mengubah data kecepatan menjadi kecepatan rata-rata maka dengan menggunakan rumus kecepatan aliran air dipermukaan dikalikan koefisien kalibrasi alat pelampung. Pada penelitian ini, jarak lintasan benda apung sejauh 20 meter, koefisien kalibrasi yang digunakan sebesar 0,90.
(12)
3.3.5 Pengambilan Sampel Sedimen Melayang
Pengambilan sampel sedimen dilakukan secara langsung di saluran primer, sekunder, dan tersier. Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan ember yang telah diikat dengan tali tampar dan telah diberi pemberat, kemudian dimasukkan ke dalam saluran irigasi hingga pada kedalaman dimana terdapat sedimen melayang.
Tabel 3.1 Pengambilan Sampel
Saluran Jumlah Titik Jumlah Sampel
Primer 1 3
Sekunder 2 6
Tersier 4 12
Total 7 21
Botol sampel atau ember tersebut dimasukkan ke kebagian sisi saluran yang berlawanan dengan arus aliran pada 0,5 cm dari kedalaman aliran dimana diperkirakan terdapat sedimen melayang. Pada masing-masing titik pengamatan, sampel sedimen dan air diambil dari sisi kanan, tengah, dan kiri penampang saluran untuk mendapatkan rata-rata laju sedimentasi pada saluran tersebut. Sampel sedimen melayang dan air yang diperoleh dari saluran kemudian dianalisis di laboratorium.
(13)
Di laboratorium, berat kering sedimen diperoleh dengan cara menguapkan sampel dalam oven dengan temperatur 105°C. Konsentrasi sedimen diperoleh dengan perbandingan berat kering sedimen dan volume total sampel. Pada penelitian ini, analisis konsentrasi sedimen dilakukan di laboratorium mekanika tanah USU.
Gambar 3.5 Analisis Laboratorium 3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu :
1. Variabel terikat, yaitu laju sedimentasi dan energi spsifik yang terjadi pada
saluran irigasi Desa Sibagasi.
2. Variabel bebas, terdiri dari debit aliran, kecepatan aliran, luas penampang
saluran, jari-jari hidrolis penampang saluran, keliling penampang saluran, kedalaman air dan kemiringan saluran.
(14)
3.5 Rancangan Penelitian
Gambar 3.4 Diagram alur penelitian
Pengolahan Data :
- Laju Kadar Sedimen Melayang - Energi Spesifik
Hasil Perhitungan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Analisis Kinerja Saluran
Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi Desa Sibagasi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara
Pengumpulan Data
Data Laboratorium - Sampel Sedimen Melayang Data Lapangan
- Kecepatan Aliran - Penampang Basah - Kedalaman air
Studi Pustaka
Perhitung Luas Penampang dan Debit Aliran
Perhitungan Berat Kering dan Konsentrasi Sedimen Melayang
(15)
Metodologi yang digunakan untuk mengolah data dalam penulisan ini adalah metode kuantitatif deskriptif, yaitu metode perhitungan dan penjabaran hasil pengolahan data lapangan dari lokasi yang ditinjau. Studi penelitian dilakukan sesuai urutan di bawah ini:
1. Studi Pustaka
Tahap ini adalah untuk referensi yang dibutuhkan dalam proses pengerjaan dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Pada tahap ini, penulis mengumpulkan berbagai teori yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.
2. Pengumpulan Data
Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu data primer, meliputi data :
- Kecepatan aliran air pada saluran, kedalaman air, lebar dasar saluran dan
ukuran penampang basah saluran irigasi
- Sampel sedimen melayang pada saluran
3. Perhitungan dan Pengolahan Data
Setelah semua data yang dibutuhkan diperoleh, langkah selanjutnya adalah pengolahan data, sehingga diperoleh besar debit aliran air pada saluran, luas penampang basah dan energi spesifik saluran. Berat isi kering dari sampel sedimen yang diperoleh dari laboratorium selanjutnya diperoleh juga kadar konsentrasi sedimen melayang.
4. Hasil Perhitungan dan Analisis Kinerja Saluran
Setelah konsentrasi sedimen dan energi spesifik diperoleh maka diketahui besar laju sedimentasi, hasil perbandingan kinerja saluran dan perilaku sedimen melayang terhadap penampang saluran, kecepatan aliran serta terhadap kinerja saluran irigasi.
(16)
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti akan menyajikan data penelitian yang telah dilakukan di lapangan, analisis data hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian tentang pengaruh perilaku sedimentasi terhadap saluran irigasi. Adapun data penelitian tersebut yaitu data teruktur dan data terhitung. Data teruktur meliputi data kecepatan aliran, kedalaman air, lebar atas saluran, lebar dasar saluran dan data laboratorium berupa sampel sedimen. Data terhitung meliputi luas penampang saluran, kecepatan rata-rata, jari-jari hidrolis, debit aliran lapangan, konsentrasi sedimen, laju sedimentasi, energi spesifik dan sebagainya.
4.1 Analisis Debit Aliran
4.1.1 Perhitungan Kecepatan Aliran
Berdasarkan pengukuran di lapangan dengan menggunakan metode apung, kecepatan diperoleh dengan perbandingan jarak dan waktu pengukuran. Untuk mengubah data kecepatan menjadi kecepatan rata-rata maka dengan menggunakan rumus kecepatan aliran air dipermukaan dikalikan koefisien kalibrasi alat pelampung, pada penelitian ini koefisien kalibrasi sebesar 0,90.
Dari Tabel 4.1 perhitungan kecepatan aliran pengukuran ke-1, kecepatan aliran air pada saluran primer, sekunder titik 1,sekunder titik 2, tersier titik1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 0,577 m/s; 0,278 m/s; 0,273 m/s; 0,259 m/s; 0,239 m/s; 0,151 m/s; 0,145 m/s.
Dari Tabel 4.2 perhitungan kecepatan aliran pengukuran ke-2, kecepatan aliran air pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 0,494 m/s; 0,258 m/s, 0,202 m/s; 0,181 m/s; 0,176 m/s; 0,129 m/s; 0,127 m/s.
(17)
Tabel 4.1 Perhitungan Kecepatan Aliran Pengukuran 1
Saluran No Jarak
(m) Waktu (s) Kecepatan aliran (m/s) Kecepatan aliran rata-rata (m/s) P
1 20 32.44 0.555
0.577
2 20 31.53 0.571
3 20 30.55 0.589
4 20 31.34 0.574
5 20 30.19 0.596
S1
1 20 64.55 0.279
0.278
2 20 63.24 0.285
3 20 64.12 0.281
4 20 68.32 0.263
5 20 63.37 0.284
S2
1 20 68.28 0.264
0.273
2 20 70.35 0.256
3 20 68.27 0.264
4 20 60.49 0.298
5 20 63.14 0.285
T1
1 20 70.53 0.255
0.259
2 20 72.49 0.248
3 20 65.25 0.276
4 20 67.26 0.268
5 20 72.54 0.248
T2
1 20 77.16 0.233
0.239
2 20 75.27 0.239
3 20 68.12 0.264
4 20 77.38 0.233
5 20 80.42 0.224
T3
1 20 112.23 0.160
0.151
2 20 120.16 0.150
3 20 125.45 0.143
4 20 116.18 0.155
5 20 122.34 0.147
T4
1 20 126.47 0.142
0.145
2 20 120.18 0.150
3 20 121.53 0.148
4 20 130.11 0.138
5 20 124.32 0.145
(18)
Tabel 4.2 Perhitungan Kecepatan Aliran Pengukuran 2
Saluran No Jarak
(m) Waktu (s) Kecepatan aliran (m/s) Kecepatan aliran rata-rata (m/s) P
1 20 35.51 0.507
0.302
2 20 38.32 0.470
3 20 35.53 0.507
4 20 36.44 0.494
5 20 36.49 0.493
S1
1 20 70.55 0.255
0.258
2 20 67.32 0.267
3 20 70.43 0.256
4 20 69.45 0.259
5 20 71.23 0.253
S2
1 20 82.59 0.218
0.202
2 20 90.17 0.200
3 20 91.51 0.197
4 20 94.11 0.191
5 20 87.60 0.205
1 20 90.21 0.200
0.188
2 20 99.40 0.181
T1 3 20 97.19 0.185
4 20 98.33 0.183
5 20 95.29 0.189
T2
1 20 105.45 0.171
0.176
2 20 102.70 0.175
3 20 99.60 0.181
4 20 101.75 0.177
5 20 103.27 0.174
T3
1 20 139.46 0.129
0.129
2 20 142.15 0.127
3 20 140.30 0.128
4 20 138.52 0.130
5 20 139.38 0.129
T4
1 20 140.54 0.128
0.127
2 20 141.72 0.127
3 20 141.86 0.127
4 20 142.30 0.126
5 20 140.78 0.128
(19)
m 1 1,07 m
2,00 m
1,40 m
3,50 m
4.1.2 Perhitungan Luas Penampang Saluran
Luas penampang basah diperoleh dari perkalian antara lebar dasar saluran dan kedalaman air. Berdasarkan pengukuran di lapangan, bentuk saluran di ukur pada titik pengukuran yaitu saluran berbentuk persegi dan berbentuk trapesium. Pada penelitian ini, lebar dasar saluran dianggap sama pada pengukuran priode 1 dan priode 2. Contoh perhitungan luas penampang basah pada saluran primer dengan lebar dasar saluran 3,50 m dan kedalaman air 1,40 m, serta contoh perhitungan luas penampang basah pada saluran sekunder titik 1 dengan lebar dasar saluran 2,0 m dan kedalaman air 1,07 m. Maka:
A = B . y = 3,50 x 1,40
= 4,900 m2
Gambar 4.1 Sketsa Penampang
Saluran
Dari Tabel 4.3 Perhitungan luas penampang saluran pengukuran ke-1 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier
titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 4,900 m2; 3,285 m2; 1,575
m2; 0,551 m2; 0,523 m2; 0,159 m2; 0,151 m2 dan pada pengukuran ke-2 pada saluran
primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh luas penampang saluran sebesar 4,186
(20)
Pada pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2 diperoleh besar luas penampang basah yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi kedalaman air pada saluran, semakin besar kedalaman air maka akan semakin besar luas penampang basah yang diperoleh pada saluran tersebut.
Kedalaman aliran rata-rata saluran pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar 1,298 m; 0,988 m; 0,638 m; 0,379 m; 0,366 m; 0,248 m; 0,243 m.
Dari Tabel 4.3 Perhitungan luas penampang saluran pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2 diperoleh rata-rata luas penampang pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara
berturut-turut sebesar 4,543 m2; 2,959 m2; 1,281 m2; 0,486 m2; 0,465 m2; 0,137 m2;
(21)
Tabel 4.3 Perhitungan Luas Penampang Saluran
Saluran
Priode 1 Priode 2 Rata-rata
Lebar dasar saluran
(m)
Kedalaman air (m)
Luas penampang
basah (m2)
Lebar dasar saluran
(m)
Kedalaman air (m)
Luas penampang
basah (m2)
Kedalaman air (m)
Luas penampang
basah (m2)
P 3.50 1.40 4.900 3.50 1.20 4.186 1.298 4.543
S1 2.00 1.07 3.285 2.00 0.91 2.633 0.988 2.959
S2 1.35 0.75 1.575 1.35 0.53 0.987 0.638 1.281
T1 0.90 0.42 0.551 0.90 0.34 0.422 0.379 0.486
T2 0.90 0.40 0.523 0.90 0.33 0.406 0.366 0.465
T3 0.30 0.28 0.159 0.30 0.22 0.114 0.248 0.137
T4 0.30 0.27 0.151 0.30 0.22 0.114 0.243 0.132
(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)
Persamaan: A = B.y
(22)
4.1.3 Perhitungan Debit Aliran
Debit aliran diperoleh dengan perkalian antara kecepatan aliran dan luas penampang saluran. Contoh perhitungan debit aliran pada saluran primer pengukuran
ke-1 dengan kecepatan aliran 0,577 m/s dan luas penampang basah 4,900 m2. Maka:
Debit (Q) = V.A
= 0,577 x 4,900
= 2,828 m3/s
Dari Tabel 4.4 Perhitungan debit aliran pengukuran ke-1 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier
titik 4 secara berturut-turut diperoleh debit aliran sebesar 2,828 m3/s; 0,914 m3/s;
0,430 m3/s; 0,143 m3/s; 0,125 m3/s; 0,024 m3/s; 0,022 m3/s. Pengukuran ke-2 pada
saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier
titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh debit aliran sebesar 2,068 m3/s;
0,679 m3/s; 0,200 m3/s; 0,079 m3/s; 0,071 m3/s; 0,015 m3/s; 0,015 m3/s.
Pada pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2 diperoleh debit aliran yang berbeda, hal ini dikarenakan besarnya luas penampang dan kecepatan aliran yang berbeda, semakin besar kecepatan aliran maka debit aliran pada saluran tersebut juga akan semakin besar. Kecepatan rata-rata dari pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 0,536 m/s; 0,268 m/s; 0,238 m/s; 0,223 m/s; 0,207 m/s; 0,140 m/s; 0,136 m/s.
Dari Tabel 4.4 Perhitungan debit aliran pengukuran ke-1 dan ke-2 diperoleh rata-rata debit aliran pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar 2,448
(23)
Tabel 4.4 Perhitungan Debit Aliran
Saluran
Pengukuran ke-1 Pengukuran ke-2 Rata-rata
Kecepatan aliran
(m/s)
Luas penampang
basah (m2)
Debit aliran (m3/s)
Kecepatan aliran
(m/s)
Luas penampang
basah (m2)
Debit aliran (m3/s)
Kecepatan aliran
(m/s)
Debit aliran (m3/s)
P 0.577 4.900 2.828 0.494 4.186 2.068 0.536 2.448
S1 0.278 3.285 0.914 0.258 2.633 0.679 0.268 0.797
S2 0.273 1.575 0.430 0.202 0.987 0.200 0.238 0.315
T1 0.259 0.551 0.143 0.188 0.422 0.079 0.223 0.111
T2 0.239 0.523 0.125 0.176 0.406 0.071 0.207 0.098
T3 0.151 0.159 0.024 0.129 0.114 0.015 0.140 0.019
T4 0.145 0.151 0.022 0.127 0.114 0.015 0.136 0.018
(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)
Persamaan: Q = V.A
(24)
Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Debit Rencana Dengan Debit Pengukuran
Berdasarkan Gambar 4.2 grafik perbandingan debit rencana dengan debit pengukuran diatas dapat dilihat bahwa debit pengukuran pada saluran primer, sekunder titik 1, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 tidak mencapai debit rencana. Hal ini disebabkan oleh adanya sedimen yang mengendap pada saluran, sesuatu yang menghambat aliran air seperti sampah, potongan-potongan kayu,dan sebagainya sehingga mempengaruhi kecepatan aliran pada saluran. Pada saluran sekunder titik 2 dapat dilihat bahwa debit pengukuran lebih besar dari pada debit rencana. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penggerusan didasar saluran sehingga kedalaman air bertambah serta mempengaruhi luas penampang saluran sehingga mempengaruhi debit aliran.
Perbedaan debit saat pengukuran dengan debit rencana dipengaruhi oleh keadaan saluran yang sudah mulai rusak, terjadinya penggerusan atau pengendapan di dasar saluran, kecepatan aliran air yang tidak sesuai lagi dengan perencanaan dan kondisi di sekitar saluran yang mempengaruhi kinerja saluran dalam menyalurkan air irigasi.
P S1 S2 T1 T2 T3 T4
Debit Perencanaan 7.099 1.538 0.190 0.178 0.178 0.078 0.078 Debit Pengukuran 2.448 0.797 0.315 0.111 0.098 0.019 0.018
0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000
D
e
b
it
A
li
ra
n
(
m
3/s
)
(25)
4.2 Analisis Sedimentasi
4.2.1 Perhitungan Konsentrasi Sedimen Melayang
Konsentrasi muatan sedimen melayang (suspended load) pada suatu penampang dapat diketahui dari perbandingan dari berat sedimen kering terhadap volume total dari sampel. Untuk mendapatkan berat kering sedimen, di laboratorium sampel sedimen yang berisi air di saring kemudian sampel tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven. Sedimen kering kemudian ditimbang dan dinyatakan dalam bentuk berat kering total gabungan air dengan sedimen.
Dari Tabel 4.5 Perhitungan konsentrasi sedimen pengukuran ke-1 diperoleh hasil rata-rata konsentrasi sedimen melayang yang terdapat pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar 102,50 mg/liter; 111,11 mg/liter; 132,50 mg/liter; 140,83 mg/liter; 135,56 mg/liter; 167,78 mg/liter; 152,22 mg/liter.
Dari Tabel 4.6 Perhitungan konsentrasi sedimen pengukuran ke-2 diperoleh hasil rata-rata konsentrasi sedimen melayang yang terdapat pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar 67,22 mg/liter; 49,44 mg/liter; 43,33 mg/liter; 72,50 mg/liter; 62,78 mg/liter; 99,17 mg/liter; 93,61 mg/liter.
Dari Tabel 4.9 Rata-Rata Konsentrasi dan Rata-Rata Laju Sedimenasi, pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh rata-rata konsentrasi sedimen sebesar 84,861 mg/liter; 80,278 mg/liter; 87,917 mg/liter; 106,667 mg/liter; 99,167 mg/liter; 133,473 mg/liter; 122,917 mg/liter.
(26)
Tabel 4.5 Perhitungan Konsentrasi Sedimen Pengukuran 1 Sampel
Sedimen
Berat Kering
(mg)
Volume (liter)
Konsentrasi Sedimen (mg/liter)
Konsentrasi Sedimen
(g/liter)
Konsentrasi Sedimen rata-rata (mg/l)
Kanan 62.50 0.6 104.17 0.10
P Tengah 58.50 0.6 97.50 0.10 102.50
Kiri 63.50 0.6 105.83 0.11
Kanan 69.50 0.6 115.83 0.12
S1 Tengah 57.00 0.6 95.00 0.10 111.11
Kiri 73.50 0.6 122.50 0.12
Kanan 80.50 0.6 134.17 0.13
S2 Tengah 69.50 0.6 115.83 0.12 132.50
Kiri 88.50 0.6 147.50 0.15
Kanan 85.50 0.6 142.50 0.14
T1 Tengah 81.00 0.6 135.00 0.14 140.83
Kiri 87.00 0.6 145.00 0.15
Kanan 87.00 0.6 145.00 0.15
T2 Tengah 72.50 0.6 120.83 0.12 135.56
Kiri 84.50 0.6 140.83 0.14
Kanan 90.50 0.6 150.83 0.15
T3 Tengah 114.00 0.6 190.00 0.19 167.78
Kiri 97.50 0.6 162.50 0.16
Kanan 92.00 0.6 153.33 0.15
T4 Tengah 102.50 0.6 170.83 0.17 152.22
Kiri 79.50 0.6 132.50 0.13
(27)
Tabel 4.6 Perhitungan Konsentrasi Sedimen Pengukuran 2 Sampel
Sedimen
Berat Kering
(mg)
Volume (liter)
Konsentrasi Sedimen (mg/liter)
Konsentrasi Sedimen
(g/liter)
Konsentrasi Sedimen rata-rata
(mg/l)
Kanan 48.50 0.6 80.83 0.08
P Tengah 30.00 0.6 50.00 0.05 67.22
Kiri 42.50 0.6 70.83 0.07
Kanan 23.50 0.6 39.17 0.04
S1 Tengah 40.50 0.6 67.50 0.07 49.44
Kiri 25.00 0.6 41.67 0.04
Kanan 20.50 0.6 34.17 0.03
S2 Tengah 27.50 0.6 45.83 0.05 43.33
Kiri 30.00 0.6 50.00 0.05
Kanan 50.00 0.6 83.33 0.08
T1 Tengah 48.50 0.6 80.83 0.08 72.50
Kiri 32.00 0.6 53.33 0.05
Kanan 47.50 0.6 79.17 0.08
T2 Tengah 30.50 0.6 50.83 0.05 62.78
Kiri 35.00 0.6 58.33 0.06
Kanan 60.50 0.6 100.83 0.10
T3 Tengah 61.00 0.6 101.67 0.10 99.17
Kiri 57.00 0.6 95.00 0.09
Kanan 50.50 0.6 84.17 0.08
T4 Tengah 57.50 0.6 95.83 0.10 93.61
Kiri 60.50 0.6 100.83 0.10
(28)
4.2.2 Perhitungan Laju Sedimentasi
Laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen melayang (suspended load) diperoleh berdasarkan hasil perkalian konsentrasi sedimen dengan debit aliran dan factor konversi. Contoh perhitungan laju sedimentasi pengukuran ke-1 pada saluran primer dengan konsentrasi sedimen sebesar 104,17 mg/liter dan debit aliran 2,828
m3/s, maka :
Laju sedimentasi (Qs) = 0,0864 x Cs x Q
= 0,0864 x 0,10417 x 2,828 = 0,0255 kg/s
= 1,199 ton/hari
Dari Tabel 4.7 Perhitungan Laju Sedimentasi Pengukuran ke-1 diperoleh rata-rata laju sedimentasi dengan sampel sedimen melayang pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar2,164 ton/hari; 0,758 ton/hari; 0,426 ton/hari; 0,150 ton/hari; 0,126 ton/hari; 0,030 ton/hari; 0,025 ton/hari.
Dari Tabel 4.8 Perhitungan Laju Sedimentasi Pengukuran ke-2 diperoleh rata-rata laju sedimentasi dengan sampel sedimen melayang pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar 1,038 ton/hari; 0,251 ton/hari; 0,065 ton/hari; 0,043 ton/hari; 0,033 ton/hari; 0,011 ton/hari; 0,010 ton/hari.
Dari Tabel 4.9 Rata-Rata Konsentrasi dan Rata-Rata Laju Sedimentasi pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh rata-rata laju sedimentasi sebesar 1,601 ton/hari; 0,505 ton/hari; 0,245ton/hari; 0,096 ton/hari; 0,080 ton/hari; 0,020 ton/hari; 0,017 ton/hari.
(29)
Tabel 4.7 Perhitungan Laju Sedimentasi Priode 1 Saluran
Konsentrasi Sedimen (mg/liter)
Konsentrasi Sedimen
(kg/m3)
Debit Aliran (m3/s)
Laju Sedimentasi
(kg/s)
Laju Sedimentasi (ton/hari)
Kanan 104,17 0,104 2,828 0,02545 2,199
P Tengah 97,50 0,098 2,828 0,02382 2,058
Kiri 105,83 0,106 2,828 0,02586 2,234
Kanan 115,83 0,116 0,937 0,00938 0,811
S1 Tengah 95,00 0,095 0,937 0,00769 0,665
Kiri 122,50 0,123 0,937 0,00992 0,857
Kanan 134,17 0,134 0,430 0,00499 0,431
S2 Tengah 115,83 0,116 0,430 0,00431 0,372
Kiri 147,50 0,148 0,430 0,00548 0,474
Kanan 142,50 0,143 0,143 0,00176 0,152
T1 Tengah 135,00 0,135 0,143 0,00166 0,144
Kiri 145,00 0,145 0,143 0,00179 0,154
Kanan 145,00 0,145 0,125 0,00156 0,135
T2 Tengah 120,83 0,121 0,125 0,00130 0,113
Kiri 140,83 0,141 0,125 0,00152 0,131
Kanan 150,83 0,151 0,024 0,00031 0,027
T3 Tengah 190,00 0,190 0,024 0,00039 0,034
kiri 162,50 0,163 0,024 0,00034 0,029
kanan 153,33 0,153 0,022 0,00029 0,025
T4 tengah 170,83 0,171 0,022 0,00032 0,028
kiri 132,50 0,133 0,022 0,00025 0,022
(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan) Persamaan:
(30)
Tabel 4.8 Perhitungan Laju Sedimentasi Priode 2 Saluran
Konsentrasi Sedimen (mg/liter)
Konsentrasi Sedimen
(kg/m3)
Debit Aliran (m3/s)
Laju Sedimentasi
(kg/s)
Laju Sedimentasi (ton/hari)
kanan 80,83 0,081 2,068 0,01444 1,248
P tengah 50,00 0,050 2,068 0,00894 0,772
kiri 70,83 0,071 2,068 0,01266 1,094
kanan 39,17 0,039 0,679 0,00230 0,199
S1 tengah 67,50 0,068 0,679 0,00396 0,342
kiri 41,67 0,042 0,679 0,00245 0,211
kanan 34,17 0,034 0,200 0,00059 0,051
S2 tengah 45,83 0,046 0,200 0,00079 0,068
kiri 50,00 0,050 0,200 0,00086 0,074
kanan 83,33 0,083 0,079 0,00057 0,049
T1 tengah 80,83 0,081 0,079 0,00055 0,048
kiri 53,33 0,053 0,079 0,00036 0,031
kanan 79,17 0,079 0,071 0,00049 0,042
T2 tengah 50,83 0,051 0,071 0,00031 0,027
kiri 58,33 0,058 0,071 0,00036 0,031
kanan 100,83 0,101 0,015 0,00013 0,011
T3 tengah 101,67 0,102 0,015 0,00013 0,011
kiri 95,00 0,095 0,015 0,00012 0,010
kanan 84,17 0,084 0,015 0,00011 0,009
T4 tengah 95,83 0,096 0,015 0,00012 0,010
kiri 100,83 0,101 0,015 0,00013 0,011
(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan) Persamaan:
(31)
Tabel 4.9 Rata-Rata Konsentrasi dan Rata-Rata Laju Sedimentasi
Saluran Cs Priode 1 (mg/liter)
Cs Priode 2 (mg/liter)
Cs Rata-rata (mg/liter)
Qs Priode 1 (ton/hari)
Qs Priode 2 (ton/hari)
Qs Rata-rata (ton/hari)
P 102,50 67,22 84,861 2,164 1,038 1,601
S1 111,11 49,44 80,278 0,758 0,251 0,505
S2 132,50 43,33 87,917 0,426 0,065 0,245
T1 140,83 72,50 106,667 0,150 0,043 0,096
T2 135,56 62,78 99,167 0,126 0,033 0,080
T3 167,78 99,17 133,472 0,030 0,011 0,020
T4 152,22 93,61 122,917 0,025 0,010 0,017
(32)
Gambar 4.3 Grafik Laju Sedimentasi
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi 2.164
0.758
0.426
0.150 0.126
0.030 0.025 1.038
0.251
0.065 0.043 0.033
0.011 0.010 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500
P S1 S2 T1 T2 T3 T4
La ju S e d im e n ta si ( to n /h a ri ) Saluran
Laju Sedimen Pengukuran 1 Laju Sedimen Pengukuran 2
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
La ju S e d im e n ( to n /h a ri )
Debit Aliran (m3/s)
(33)
Berdasarkan Gambar 4.3 grafik laju sedeimentasi diatas dapat dilihat bahwa laju sedimentasi terbesar terjadi pada pengukuran ke-1 yaitu pengukuran saat musim hujan (hujan kecil). Laju sedimentasi terbesar terjadi pada saluran primer dibandingkan dengan saluran sekunder dan saluran tersier, hal ini disebabkan debit aliran pada saluran primer lebih besar serta akan mempengaruhi laju sedimentasi.
Berdasarkan Gambar 4.4 grafik hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi dapat dilihat pengaruh debit aliran terhadap besar laju sedimentasi. Debit aliran pada saluran akan mempengaruhi besar laju sedimentasi yang terjadi pada saluran tersebut. Laju sedimentasi terbesar yaitu sebesar 2,164 ton/hari terjadi pada saluran primer
pengukuran ke-1 dengan debit aliran 2,828 m3/s dan laju sedimentasi terkecil terjadi
pada saluran tersier titik 4 pengukuran-2 yaitu sebesar 0,010 ton/hari dengan debit
aliran 0,015 m3/s.
Laju sedimentasi yang terjadi pada bagian sisi kanan atau kiri saluran lebih besar dibandingkan laju sedimentasi yang terjadi pada bagian tengah saluran. Hal ini disebabkan karena kecepatan aliran air pada sisi saluran lebih kecil dari pada bagian tengah saluran, sehingga menyebabkan banyaknya sedimen yang mengendap pada bagian pinggir saluran.
Besarnya laju sedimentasi bukan hanya dipengaruhi kadar konsentrasi sedimen tetapi dapat juga dipengaruhi debit aliran, perubahan musim, kebutuhan petani serta perubahan kecepatan akibat aktivitas manusia. Laju sedimentasi pada saluran akan mengakibatkan terjadinya penggerusan di beberapa tempat serta terjadinya pengendapan di tempat lain pada dasar saluran, dengan demikian dimensi saluran tersebut akan berubah sehingga volume air yang dialirkan juga berkurang serta akan mempengaruhi kinerja saluran dalam mengalirkan air.
(34)
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi Saluran
Primer
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi Saluran
Sekunder
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi Saluran
Tersier
y = 0.885x + 0.752 R² = 1
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500
D e b it A li ra n ( m 3/s )
Laju Sedimentasi (ton/hari)
y = 0.993x + 0.217 R² = 0.813
R = 0,902
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800
D e b it A li ra n ( m 3/s )
Laju Sedimentasi (ton/hari)
y = 0.896x + 0.013 R² = 0.883
R = 0,940
0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140 0.160
0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140 0.160
D e b it A li ra n ( m 3/s )
(35)
Berdasarkan titik lokasi pengukuran, baik pengukuran dimensi saluran, pengukuran kecepatan untuk mendapatkan debit aliran, maupun pengambilan sampel sedimen dan pengukuran konsentrasi sedimen untuk mendapatkan laju sedimentasi, pada saluran sekunder yang ditunjukkan pada gambar 4.6 diperoleh hubungan antara laju sedimentasi berbanding terbalik dengan debit aliran. Sedangkan pada gambar 4.5 dan gambar 4.7 hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi pada saluran primer dan tersier diperoleh hubungan antara laju sedimentasi benbanding lurus dengan debit aliran.
Berdasarkan persamaan regresi linier, pada saluran primer diperoleh persamaan regresi yaitu y = 0.885x + 0.752 dengan koefisien kolerasi (R) = 1 menunjukkan hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi menggunakan sampel sedimen melayang pada saluran primer yaitu hubungan positip sempurna. Pada saluran sekunder diperoleh persamaan regresi yaitu y = 0,993x + 0,217 dengan koefisien korelasi (R) = 0,902, dan pada saluran tersier diperoleh persamaan regresi yaitu y = 0,896x + 0,013 dengan koefisien korelasi (R) = 0,940. Persamaan regresi pada saluran sekunder dan tersier menunjukkan hubungan debit alirandan laju sedimentasi menggunakan sampel sedimen melayang padasaluran sekunder dan tersier yaitu hubungan langsung positip baik yaitu berada antara 0,6<R<1,0 (Soewarno, 1995).
(36)
4.3 Analisis Hidrolik 4.3.1 Dimensi Asal Saluran
Data dimensi asal/perencanaan meliputi data lebar dasar saluran, kedalaman air, kekasaran manning, kemiringan talud, kemiringan dasar saluran, dan sebagainya.
1. Data dimensi saluran primer
B = 3,5 m n = 2,92 S = 0,001248 y = 1,20 m
Q = 7,099 m3/s V = 1,69 m/s A = 4,200 m2 Areal= 4170 Ha
2. Data dimensi saluran sekunder titik 1
B = 1,8 m n = 1,89 S = 0,000198 y = 0,95 m
Q = 1,538 m3/s V = 0,589 m/s A = 2,613 m2 Areal = 989 Ha
3. Data dimensi saluran sekunder titik 2
B = 1,2 m n = 2,00 S = 0,000254 y = 0,60 m
Q = 0,190 m3/s V = 0,264 m/s A = 1,080 m2 Areal =122 Ha
4. Data dimensi saluran tersier titik 1
B = 0,5 m n = 1,00 S = 0,000618 y = 0,50 m
Q = 0,178 m3/s V = 0,436 m/s A = 0,500m2 Areal = 127 Ha
5. Data dimensi saluran tersier titik 2
B = 0,5 m n = 1,00 S = 0,000618 y = 0,50 m
Q = 0,178 m3/s V = 0,436 m/s A = 0,500m2 Areal = 127 Ha
6. Data dimensi saluran tersier titik 3
B = 0,3 m n = 1,00 S = 0,001833 y = 0,30 m
Q = 0,078 m3/s V = 0,336 m/s A = 0,180m2 Areal = 56 Ha
7. Data dimensi saluran tersier titik 4
B = 0,3 m n = 1,00 S = 0,001833 y = 0,30 m
(37)
Tabel 4.10 Data Dimensi Perencanaan Saluran B (m) y (m) V
(m/s)
Q
(m3/s) N m S
Areal (Ha)
P 3.50 1.20 1.690 7.099 2.92 0 0.001248 4170
S1 1.80 0.95 0.589 1.538 1.89 1 0.000198 989
S2 1.20 0.60 0.264 0.190 2.00 1 0.000254 122
T1 0.50 0.50 0.436 0.178 1.00 1 0.000618 127
T2 0.50 0.50 0.436 0.178 1.00 1 0.000618 127
T3 0.30 0.30 0.336 0.078 1.00 1 0.001833 56
T4 0.30 0.30 0.336 0.078 1.00 1 0.001833 56
Sumber: Dinas PU Medan
4.3.2 Karakteristik Saluran Pada Pengukuran
Data dimensi saluran yang diperoleh dari pengukuran dilapangan meliputi data lebar dasar saluran, kedalaman air, kecepatan aliran dan sebagainya. Dari data dimensi saluran yang telah diukur tersebut akan diperoleh data karakteristik hidrolik saluran, seperti keliling tampang basah, jari-jari hidrolis, kemiringan dasar saluran, dan sebagainya.
1. Saluran primer
B = 3,5 m y = 1,30 m V = 0,536 m/s Q = 2,448 m3/s A= 4,543 m2
P = B+2.y = 3,5 + 2 x 1,30 = 6,096 m
R = =
= 0,745 m
S = ⁄ =
⁄
= 1,62079
2. Saluran sekunder titik 1
B = 2,00 m y = 0,99 m V = 0,268 m/s Q = 0,797 m3/s A= 2,959 m2
P = B+2y√ = 2,0 + 2 x 0,99√ = 4,794 m
R = =
(38)
S = ⁄ =
⁄
= 0,48907
3. Saluran sekunder 2
B = 1,35 m y = 0,64 m V = 0,238m/s Q = 0,315 m3/s A= 1,281 m2
P = B+2y√ = 1,35 + 2 x 0,64√ = 3,922 m
R = =
= 0,406 m
S = ⁄ =
⁄
= 0,75198
4. Saluran tersier titik 1
B = 0,90 m y = 0,38 m V = 0,223m/s Q = 0,111m3/s A= 0,486 m2
P = B+2y√ = 0,9 + 2 x 0,38√ = 1.972 m
R = =
= 0,247 m
S = ⁄ =
⁄
= 0,32274
5. Saluran tersier titik 2
B = 0,90 m y = 0,37 m V = 0,207m/s Q = 0,098m3/s A= 0,465 m2
P = B+2y√ = 0,9 + 2 x 0,37√ = 1.935 m
R = =
= 0,240 m
S = ⁄ =
⁄
= 0,28768
6. Saluran tersier titik 3
B = 0,30 m y = 0,25 m V = 0,140m/s Q = 0,019m3/s A= 0,137 m2
P = B+2y√ = 0,3 + 2 x 0,25√ = 1,001 m
R = =
(39)
S = ⁄ =
⁄
= 0,27880
7. Saluran tersier titik 4
B = 0,30 m y = 0,24 m V = 0,136m/s Q = 0,018 m3/s A= 0,132 m2
P = B+2y√ = 0,3 + 2 x 0,24√ = 0,987 m
R = =
= 0,134 m
S = ⁄ =
⁄
(40)
Tabel 4.11 Data Dimensi Saluran Pengukuran Lapangan
Saluran
Lebar Dasar Saluran
(m)
Kedalaman Air (m)
Kecepatan Aliran
(m/s)
Debit Aliran
(m3/s)
Luas Penampang
(m2)
Keliling Tampang
(m)
Jari-Jari Hidrolis
(m)
Kemiringan Dasar Saluran
P 3,50 1,40 0,577 2,828 4,900 6,300 0,778 1,97076
S1 2,00 1,09 0,278 0,937 3,368 5,083 0,663 0,47920
S2 1,35 0,75 0,273 0,430 1,575 3,471 0,454 0,85652
Priode 1 T1 0,90 0,42 0,259 0,143 0,551 2,082 0,265 0,39537
T2 0,90 0,40 0,239 0,125 0,523 2,037 0,257 0,34889
T3 0,30 0,28 0,151 0,024 0,159 1,081 0,147 0,29455
T4 0,30 0,27 0,145 0,022 0,151 1,052 0,143 0,28007
P 3,50 1,20 0,494 2,068 4,186 6,883 0,608 1,04102
S1 2,00 0,91 0,258 0,679 2,633 4,563 0,577 0,49509
S2 1,35 0,53 0,202 0,200 0,987 2,838 0,348 0,66929
Priode 2 T1 0,90 0,34 0,188 0,079 0,422 1,862 0,226 0,25509
T2 0,90 0,33 0,176 0,071 0,406 1,833 0,221 0,23040
T3 0,30 0,22 0,129 0,015 0,114 0,922 0,124 0,26777
T4 0,30 0,22 0,127 0,015 0,114 0,922 0,124 0,26217
(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan) Persamaan:
A = ( B + m.y ) y P = B + 2.y √
A = B . y P = B + 2.y
(41)
Tabel 4.12 Data Dimensi Saluran Pengukuran Lapangan
Saluran
Lebar Dasar Saluran
(m)
Kedalaman Air (m)
Kecepatan Aliran
(m/s)
Debit Aliran
(m3/s)
Luas Penampang
(m2)
Keliling Tampang
(m)
Jari-jari Hidrolis
(m)
Kemirangan Dasar Saluran
P 3,50 1,30 0,536 2,448 4,543 6,096 0,745 1,62079
S1 2,00 0,99 0,268 0,797 2,959 4,794 0,617 0,48907
S2 1,35 0,64 0,238 0,315 1,281 3,155 0,406 0,75198
T1 0,90 0,38 0,223 0,111 0,486 1,972 0,247 0,32274
T2 0,90 0,37 0,207 0,098 0,465 1,935 0,240 0,28768
T3 0,30 0,25 0,140 0,019 0,137 1,001 0,136 0,27880
T4 0,30 0,24 0,136 0,018 0,132 0,987 0,134 0,26948
(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)
Persamaan:
A = ( B + m.y ) y P = B + 2.y √
A = B . y P = B + 2.y
(42)
Gambar 4.8 Grafik Perbandingan Luas Penampang
Berdasarkan gambar 4.8 grafik perbandingan luas penampang dapat dilihat bahwa luas penampang asal atau luas penampang perencanaan berbeda dengan luas penampang pengukuran di lapangan. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya proses penggerusan atau pengendapan, sehingga dimensi saluran mengalami perubahan. Salah satu penyebab terjadinya penggerusan dan pengendapan yaitu terjadinya sedimentasi pada saluran tersebut.
Laju sedimentasi pada saluran irigasi mempengaruhi dimensi saluran, seperti kedalaman air dan lebar dasar saluran. Terjadinya penggerusan pada saluran yang disebabkan laju sedimentasi akan mengakibatkan kedalaman air dan lebar dasar saluran bertambah besar sehingga luas penampang saluran juga akan bertambah besar dan terjadinya pengendapan pada saluran yang disebabkan laju sedimentasi akan mengakibatkan kedalaman air dan lebar dasar saluran semakin kecil sehingga luas penampang saluran juga akan semakin kecil.
P S1 S2 T1 T2 T3 T4
A Perencanaan 4.200 2.613 1.080 0.500 0.500 0.180 0.180 A Pengukuran 4.543 2.959 1.281 0.486 0.465 0.137 0.132
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000
Lu
a
s
P
e
n
a
m
p
a
n
g
(
m
(43)
4.4 Perhitungan Energi Spesifik dan Bilangan Froude
Energi spesifik dalam suatu penampang saluran dinyatakan sebagai jumlah energi tekanan dan energi kecepatan di suatu titik pengamatan. Perubahan tinggi tekanan terhadap energi spesifik dalam suatu penampang saluran merupakan unsur penentu laju pengaliran air pada saluran, dan berpengaruh terhadap kinerja saluran dalam pendisribusian air irigasi. Pengaruh sedimen terhadap energi spesifik penampang saluran dapat diketahui dari hasil perhitungan mengkombinasikan data dimensi asal saluran atau data perencanaan dengan data pengukuran di lapangan.
4.4.1 Energi Spesifik Minimum
Energi spesifik minimum merupakan energi spesifik yang diperoleh dengan menggunakan data asal/perencanaan yang meliputi data kedalaman air dan kecepatan aliran. Kedalaman air dan kecepatan aliran tersebut merupakan kedalaman kritis dan kecepatan keritis. Contoh perhitungan energi spesifik minimum pada saluran primer dengan kedalaman air 1,20 m dan kecepatan aliran 1,69 m/s, maka:
Emin = y +
= 1,20 +
= 1,343 m
Dari Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran diperoleh energi spesifik minimum pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut yaitu 1,343 m; 0,967 m; 0,603 m; 0,510 m; 0,510m; 0,306m; 0,306m.
(44)
4.4.2 Energi Spesifik Lapangan
Energi spesifik lapangan merupakan energi spesifik yang diperoleh dengan menggunakan data pengukuran lapangan yang meliputi data kedalaman aliran dan kecepatan aliran setelah terjadi sedimentasi pada saluran. Contoh perhitungan energi spesifik lapangan pengukuran ke-1 pada saluran primer dengan kedalaman air 1,40 m dan kecepatan aliran 0,577 m/s, maka:
Emin = y +
= 1,40 +
= 1,417 m
Dari Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran diperoleh energi spesifik lapangan pengukuran ke-1 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut yaitu 1,417 m; 1,074 m; 0,754 m; 0,421 m; 0,405 m; 0,277 m; 0,267 m. Energi spesifik lapangan pengukuran ke-2 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut yaitu 1,208 m; 0,909 m; 0,528 m; 0,342 m; 0,332 m; 0,221 m; 0,221 m.
Energi spesifik saluran pengukuran lapangan pada saluran primer dengan
kemiringan dasar saluran 0,001248o yaitu 1,312 m, energi spesifik pada saluran
sekunder titik 1 dengan kemiringan dasar saluran 0,000198o yaitu 0,992 m, energi
spesifik pada saluran sekunder titik 2 dengan kemiringan dasar saluran 0,000254o
yaitu 0,641 m, energi spesifik pada saluran tersier titik 1 dengan kemiringan dasar
saluran 0,000618o yaitu 0,382 m, energi spesifik pada saluran tersier titik 2 dengan
kemiringan dasar saluran 0,000618o yaitu 0,368 m, energi spesifik pada saluran
tersier titik 3 dengan kemiringan dasar saluran 0,001833o yaitu 0,249 m, dan energi
spesifik pada saluran tersier titik 4 dengan kemiringan dasar saluran 0,001833o yaitu
(45)
4.4.3 Perhitungan Bilangan Froude
Bilangan Forude (Fr) didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata (V) dibagi akardari gravitasi (g) dan kedalaman air (y). Aliran pada saluran terbuka berdasarkan bilangan froude dapat digolongkan menjadi tiga bagian dengan ketentuan masing-masing yaitu:
Aliran sub kritis : bila Fr < 1
Aliran kritis : bila Fr = 1
Aliran super kritis : bila Fr > 1
Contoh perhitungan angka froude pada saluran primer dengan kecepatan aliran air 0,536 m/s dan kedalaman air 1,3 m, maka:
Fr =
√
=
√
= 0,149 < 1 Subkritis
Pada saluran primer dengan kecepatan aliran air 0,536 m/s dan kedalaman air 1,3 m diperoleh froude number sebesar 0,149 (subkritis), pada saluran sekunder titik 1 dengan kecepatan aliran 0,268 m/s dan kedalaman air 0,99 m diperoleh froude number sebesar 0,085 (Subkritis), pada saluran sekunder titik 2 dengan kecepatan aliran 0,238 m/s dan kedalaman air 0,64 m diperoleh froude number sebesar 0,094 (Subkritis), pada saluran tersier titik 1 dengan kecepatan aliran 0,223 m/s dan kedalaman air 0,38 m diperoleh froude number sebesar 0,115 (Subkritis), pada saluran tersier titik 2 dengan kecepatan aliran 0,207 m/s dan kedalaman air 0,37 m diperoleh froude number sebesar 0,108 (Subkritis), pada saluran tersier titik 3 dengan kecepatan aliran 0,140 m/s dan kedalaman air 0,25 m diperoleh froude number sebesar 0,089 (Subkritis), pada saluran tersier titik 4 dengan kecepatan aliran 0,136 m/s dan kedalaman air 0,24 mdiperoleh froude number sebesar 0,087 (Sub kritis).
(46)
4.5 Analisis Kinerja Saluran
Irigasi Batang Ilung dibangun dengan tujuan sebagai penyediaan air irigasi persawahan dan perkebunan yang dialirkan melalui saluran irigasi. Aliran pada saluran irigasi merupakan aliran yang tidak seragam atau berubah karena pengaruh kebutuhan air untuk persawahan dan faktor cuaca.
Pada saat musim tanam, debit air yang dialirkan pada saluran lebih besar dibandingkan setelah panen, dilakukan untuk menjaga kebutuhan air agar tetap memenuhi kebutuhan persawahan dan perkebunan. Pada musim hujan debit air pada saluran berbeda dengan musim kemarau sehingga kecepatan aliran dan kedalaman air pada saluran juga berbeda. Perbedaan kecepatan aliran dan kedalaman air pada setiap musimnya akan mempengaruhi luas penampang basah pada saluran.
Pada saluran primer (BBI.0-BBI.1) dengan panjang 3092,95 m dan
kemiringan dasar saluran rencana 0.001248o diperoleh laju sedimentasi sebesar 1,601
ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran primer sebesar 584,295 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran primer diperoleh sebesar 0,00011
ton/m3/hari atau 0,042 ton/m3/tahun.
Pada saluran sekunder titik 1 (BBI.6-BGm.1) dengan panjang saluran 1016,60
m dan kemiringan dasar saluran rencana 0.000198o diperoleh laju sedimentasi sebesar
0,505 ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran sekunder titik 1 sebesar 184.160 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran sekunder titik 1 diperoleh
(47)
Pada saluran sekunder titik 2 (BGm.10-BGm.11) dengan panjang saluran 393
m dan kemiringan dasar saluran rencana 0.000254o diperoleh laju sedimentasi sebesar
0,245 ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran sekunder titik 2 sebesar 89,440 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran sekunder titik 2 diperoleh
sebesar 0,00049ton/m3/hari atau 0,178 ton/m3/tahun.
Pada saluran tersier titik 1 (BGm.1-Gm.1kn) dengan kemiringan dasar saluran
rencana 0.000618o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,096 ton/hari. Jika
diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 1 sebesar 35,190 ton/tahun.
Laju sedimentasi per volume saluran tersier titik 1 diperoleh 0,00018 ton/m3/hari atau
0,064 ton/m3/tahun.
Pada saluran tersier titik 2 (BGm.1-Gm.1kn) dengan kemiringan dasar saluran
rencana 0.000618o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,080 ton/hari. Jika
diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 2 sebesar 29,160 ton/tahun.
Laju sedimentasi per volume saluran tersier titik 2 diperoleh 0,00015 ton/m3/hari atau
0,056 ton/m3/tahun.
Pada saluran tersier titik 3 (BGm.11-Gm.11kn) dengan kemiringan dasar
saluran rencana 0.001833o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,020 ton/hari. Jika
diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 3 sebesar 7,480 ton/tahun. Laju
sedimentasi per volume saluran tersier titik 3 diperoleh 0,00020 ton/m3/hari atau
(48)
Pada saluran tersier titik 4 (BGm.11-Gm.11kn) dengan kemiringan dasar
saluran rencana 0.001833o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,017 ton/hari. Jika
diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 4 sebesar 6,374 ton/tahun. Laju
sedimentasi per volume saluran tersier titik 4 diperoleh 0,00018 ton/m3/hari atau
0,064 ton/m3/tahun.
Berdasarkan besarnya laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen melayang yang diperoleh dari pengamatan, diperediksikan akan terjadi pengendapan atau penggerusan pada saluran yang sangat cepat. Jika sedimentasi pada saluran tersebut dibiarkan semakin banyak maka akan berpengaruh pada saluran itu sendiri, kualitas air yang disalurkan dan kinerja saluran dalam penyaluran air yang sampai ke petak persawahan. Dari besarnya sedimentasi yang terjadi pada saluran, disarankan agar dilakukan perawatan berupa pengerukan sedimen yang terdapat pada saluran pada priode waktu yang lebih cepat agar kinerja saluran dalam menyalurkan air tetap normal seperti yang di rencanakan.
Proses penggerusan dan pengendapannya tidak hanya tergantung dari sifat-sifat aliran tetapi juga tergantung pada sifat-sifat-sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sedimen yang terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi saluran dari dimensi asal saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik penampang saluran sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja saluran irigasi.
Proses sedimentasi akan mengakibatkan penggerusan ataupun pengendapan pada saluran sehingga mempengaruhi kedalaman dan kecepatan aliran pada saluran, hal ini juga akan mengakibatkan luas penampang basah pada saluran akan berubah.
(49)
Pada saluran primer (BBI.0-BBI.1) dengan luas penampang asal atau luas
penampang perencanaan 4,200 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,352 ton/m2/hari
mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang
saluran membesar menjadi 4.543 m2.
Pada saluran sekunder titik 1 (BBI.6-BGm.1) dengan luas penampang asal
atau luas penampang perencanaan 2,613 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,171
ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas
penampang saluran mengecil menjadi 2,959 m2.
Pada saluran sekunder titik 2 (BGm.10-BGm.11) dengan luas penampang asal
atau luas penampang perencanaan 1,080 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,191
ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan airpada saluran sehingga luas
penampang saluran membesar menjadi 1,281 m2.
Pada saluran tersier titik 1(BGm.1-Gm.1kn) dengan luas penampang asal atau
luas penampang perencanaan 0,500 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,198 ton/m2/hari
mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang
saluran mengecil menjadi 0,486 m2.
Pada saluran tersier titik 2 (BGm.1-Gm.1kn) dengan luas penampang asal atau
luas penampang perencanaan 0,500 m2, terjadi sedimentasi sebesar ton/m2/hari
mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang
saluran mengecil menjadi 0,465 m2.
Pada saluran tersier titik 3 (BGm.11-Gm.11kn) dengan luas penampang asal
atau luas penampang perencanaan 0,180 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,150
ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas
(50)
Pada saluran tersier titik 4 (BGm.11-Gm.11kn) dengan luas penampang asal
atau luas penampang perencanaan 0,180 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,132
ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas
penampang saluran mengecil menjadi 0,132 m2.
Berdasarkan bilangan froude, aliran air pada saluran yang telah diamati merupakan sifataliran subkritis karena angka froude lebih kecil dari 1. Pada saluran primer dengan kecepatan aliran 0,536 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,149. Pada saluran sekunder titik 1 dengan kecepatan aliran 0,268 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,085. Pada saluran sekunder titik 2 dengan kecepatan aliran 0,238 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,094. Pada saluran tersier titik 1 dengan kecepatan aliran 0,223 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,115. Pada saluran tersier titik 2 dengan kecepatan aliran 0,207 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,108. Pada saluran tersier titik 3 dengan kecepatan aliran 0,140 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,089. Pada saluran tersier titik 4 dengan kecepatan aliran 0,136 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,087.
Keadaan aliran pada saluran yang bersifat subkritis menunjukkan peranan gaya tarik bumi lebih menonjol sehingga aliran mempunyai kecepatan rendah dan sering dikatakan tenang dan keadaan gelombang air akan disebarkan ke hulu akibat adanya gangguan atau hambatan di saluran.
Kecapatan aliran tidak sesuai dengan kecepatan yang dianjurkan sehingga akan mengakibatkan terjadinya sedimentasi. Pada perencanaan saluran pasangan, kecepatan maksimum dianjurkan pada pemakaian untuk aliran subkritis yaitu untuk pasangan batu kecepatan maksimum 2 m/s, untuk pasangan beton kecepatan maksimum 3 m/s, untuk ferrocemen kecepatan maksimum 3 m/s.
(51)
Saluran ferrocemen dengan penampang tapal kuda disyaratkan tidak timbul atau terjadi endapan dalam saluran. Kecepatan minimum aliran ditetapkan V >0,6 m/s agar pasir ataulumpur tidak mengendap disepanjang saluran.
Kecepatan aliran akan mempengaruhi laju sedimentasi, kecepatan yang rendah terjadi akibat adanya gangguan atau hambatan yang mengakibatkan pengendapan sedimen pada saluran. Pengendapan yang lebih besar terjadi pada bagian hilir saluran yang lebih dekat dengan bangunan bagi di mana kecepatan aliran yang lebih kecil. Jika sedimen terus terjadi pengendapen akan menimbulkan kerusakan pada saluran dan akan mempengaruhi kualitas air yang di alirkan ke petak persawahan. Pada saluran sekunder, pengendapan terjadi pada bagian sisi kanan dan kiri saluran serta terjadi penggerusan pada dasar saluran yang mengakibatkan luas penampang akan berubah.
Perubahan tinggi tekanan terhadap energi spesifik dalam suatu penampang saluran merupakan unsur penentu laju pengaliran air pada saluran dan akan berpengaruh terhadap kinerja saluran dalam pendisribusian air irigasi. Pengaruh sedimen terhadap energi spesifik pada penampang saluran dapat diketahui dari hasil perhitungan mengkombinasikan data dimensi asal/perencanaan saluran dengan data pengukuran di lapangan.
Apabila keadaan kinerja saluran pada perencanaan atau data asal dikatakan dengan energi spesifik sebesar 100% dalam mendistribusikan air irigasi, maka berdasarkan hasil perhitungan tinggi tekanan dan energi spesifik dapat diketahui bahwa sedimen yang terdapat di saluran irigasi akan menyebabkan penurunan kinerja saluran.
(52)
Dari Tabel 4.13 perhitungan energi spesifik saluran, apabila keadaan kinerja saluran pada perencanaan dikatakan dengan energi spesifik sebesar 100%, maka pada saluranprimer hanya bekerja 98,97% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,03%, saluran sekunder titik 1 hanya bekerja 99,02% dari kinerja yang dikerjakan dengan penurunan kinerja 0,98%, saluran sekunder titik 2 hanya bekerja 99,03% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 0,97%, saluran tersier titik 1 hanya bekerja 98,65% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,35%,saluran tersier titik 2 hanya bekerja 98,60% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,40%,saluran tersier titik 3 hanya bekerja 98,76% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,24%, saluran tersier titik 4 hanya bekerja 98,74% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,26%.
(53)
Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran
Pengukuran Saluran
Data Perencanaan Data Pengukuran Lapangan
E%
Kinerja Saluran
(%) Kedalaman
Air (m)
Kecepatan Aliran
(m/s)
Energy Spesifik minimum
(m)
Kedalaman Air (m)
Kecepatan Aliran
(m/s)
Energy Spesifik Lapangan
(m)
P ke-1 1.20 1.690 1.343 1.40 0.577 1.417 0.95 98.97
ke-2 1.20 0.494 1.208 1.11
S1 ke-1 0.95 0.589 0.967 1,07 0.278 1.074 0.90 99.02
ke-2 0.91 0.258 0.909 1.06
S2 ke-1 0.60 0.264 0.603 0.75 0.273 0.754 0.80 99.03
ke-2 0.53 0.202 0.528 1.14
T1 ke-1 0.50 0.436 0.510 0.42 0.259 0.421 1.21 98.65
ke-2 0.34 0.188 0.342 1.49
T2 ke-1 0.50 0.436 0.510 0.40 0.239 0.405 1.26 98.60
ke-2 0.33 0.176 0.332 1.54
T3 ke-1 0.30 0.336 0.306 0.28 0.151 0.277 1.10 98.76
ke-2 0.22 0.129 0.221 1.38
T4 ke-1 0.30 0.336 0.306 0.27 0.145 0.267 1.14 98.74
ke-2 0.22 0.127 0.221 1.38
(54)
Tabel 4.14 Perhitungan Sedimen Dalam Penampang Saluran Saluran Laju Sedimentasi (ton/hari) Panjang Saluran (m) Lebar Dasar Saluran (m) Luas Penampang Saluran (m2)
Sedimentasi / VolumeSaluran
(ton/m3/hari)
Sedimentasi / Volume Saluran (ton/m3/tahun)
Sedimentasi / Luas Memanjang (ton/m2/hari)
Sedimentasi/ Luas Memanjang (ton/m2/tahun)
Sedimentasi / Luas Penampang (ton/m2/hari)
Sedimentasi / Luas Penampang (ton/m2/tahun)
P 1,601 3092,95 3,50 4,543 0,0001 0,042 0,00015 0,054 0,352 128,614
S1 0,505 1016,60 2,00 2,959 0,0002 0,061 0,00025 0,091 0,171 62,240
S2 0,245 393,00 1,35 1,281 0,0005 0,178 0,00046 0,169 0,191 69,827
T1 0,096 1126,94 0,90 0,486 0,0002 0,064 0,00010 0,035 0,198 72,369
T2 0,080 1126,94 0,90 0,465 0,0002 0,056 0,00008 0,029 0,172 62,757
T3 0,020 748,33 0,30 0,137 0,0002 0,073 0,00009 0,033 0,150 54,724
T4 0,017 748,33 0,30 0,132 0,0002 0,064 0,00008 0,028 0,132 48,111
(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)
Tabel 4.15 Perhitungan Bilangan Froud Saluran Kecepatan Aliran (m/s) Kedalaman Air (m) Angka Froud
P 0.536 1.30 0.149
S1 0.268 0.99 0.085
S2 0.238 0.64 0.094
T1 0.223 0.38 0.115
T2 0.207 0.37 0.108
T3 0.140 0.25 0.089
T4 0.136 0.24 0.087
(55)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti yang diuraikan dalam pembahasan studi pengaruh perilaku sedimentasi pada saluran irigasi Batang Ilung, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Laju sedimentasi dengan menggunakan sampel sedimen melayang (suspended
load) pada saluran primer sebesar 1,601 ton/hari dengan konsentrasi sedimen
84,861 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran sekunder titik 1 sebesar 0,505ton/hari dengan konsentrasi sedimen 80,278 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran sekunder titik 2 sebesar 0,245 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 87,917 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 1 sebesar 0,096 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 106,667 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 2 sebesar 0,080 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 99,167 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 3 sebesar 0,020 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 133,473 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 4 sebesar 0,017 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 122,917 mg/liter.
2. Laju sedimentasi pada saluran irigasi mempengaruhi luas penampang saluran
karena terjadinya perubahan kedalaman dan kecepatan air pada saluran. Pada
saluran primer terjadi sedimentasi 0,352 ton/m2/hari mengakibatkan luas
penampang bertambah besardari 4,200 m2 menjadi 4.543 m2. Pada saluran
sekunder titik 1 terjadi sedimentasi 0,171 ton/m2/hari mengakibatkan luas
penampang bertambah besar dari 2,613 m2 menjadi 2,959 m2. Pada saluran
(1)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR NOTASI... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Pembatasan Masalah ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
1.6 Metode Penelitian ... 4
1.6.1 Studi Literatur ... 5
1.6.2 Survey dan Pengumpulan Data ... 5
1.7 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Irigasi. ... 7
2.2 Air Irigasi ... 8
2.3 Jaringan Irigasi ... 10
2.4 Saluran Irigasi ... 12
(2)
vi
2.4.2 Saluran Pasangan ... 15
2.5 Hidrolika Saluran Terbuka ... 16
2.6 Aliran Air Pada Saluran Terbuka ... 17
2.6.1 Aliran Seragam ... 20
2.6.2 Aliran Berubah ... 21
2.7 Geometris Penampang Saluran ... 22
2.8 Debit Aliran Pada Saluran ... 24
2.9 Erosi ... 26
2.10 Sedimentasi ... 29
2.10.1 Proses Transpor Sedimen ... 32
2.10.2 Sedimen Melayang Pada Saluran Irigasi ... 35
2.10.3 Pengukuran Sedimen Melayang Pada Saluran Irigasi ... 37
2.11 Energi Spesifik ... 39
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 42
3.2 Peralatan Penelitian ... 44
3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 44
3.3.1 Deskripsi Data Penelitian ... 44
3.3.2 Persiapan Alat ... 45
3.3.3 Pengumpulan Data ... 47
3.3.4 Pengukuran Luas Penampang dan Kecepatan Aliran ... 47
3.3.5 Pengambilan Sampel Sedimen Melayang ... 48
3.4 Variabel Penelitian ... 49
(3)
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 52
4.1 Analisis Debit Alian ... 52
4.1.1 Perhitungan Kecepatan Aliran ... 52
4.1.2 Perhitungan Luas Penampang ... 55
4.1.3 Perhitungan Debit Aliran ... 58
4.2 Analisis Sedimentasi ... 61
4.2.1 Perhitungan Konsentrasi Sedimen Melayang ... 61
4.2.2 Perhitungan Laju Sedimentasi ... 64
4.3 Analisis Hidrolik ... 72
4.3.1 Dimensi Asal Saluran ... 72
4.3.2 Karakteristik Saluran Pada Pengukuran... 73
4.4 Energi Spesifik dan Bilangan Froude ... 79
4.4.1 Energi Spesifik Minimum ... 79
4.4.2 Energi Spesifik Lapangan ... 80
4.4.3 Perhitungan Bilangan Froude ... 81
4.5 Analisis Kinerja Saluran ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91
5.1 Kesimpulan ... 91
5.2 Saran ... 93
(4)
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk saluran terbuka ... 17
Gambar 2.2 Aliran pada saluran terbuka ... 18
Gambar 2.3 Aliran seragam ... 20
Gambar 2.4 Aliran berubah ... 21
Gambar 2.5 Penampang trapezium dan persegi panjang ... 23
Gambar 2.6 Sketsa pengukuran kecepatan metode pelampung ... 25
Gambar 2.7 Klasifikasi angkutan sedimen ... 34
Gambar 2.8 Transpor sedimen pada aliran air ... 34
Gambar 2.9 Angkutan sedimen pada penampang memanjang ... 35
Gambar 2.10 Sketsa daerah sedimen suspensi... 37
Gambar 2.11 Hubungan energy spesifik dengan kedalaman air ... 40
Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian ... 42
Gambar 3.2 Lay out skema jaringan daerah irigasi Batang Ilung ... 43
Gambar 3.3 Deskripsi titik pengukuran ... 46
Gambar 3.4 Sampel sedimen melayang ... 48
Gambar 3.5 Analisis laboratorium ... 49
Gambar 3.6 Diagram alur penelitian... 50
Gambar 4.1 Sketsa penampang saluran ... 55
Gambar 4.2 Grafik perbandingan debit rencana dengan debit pengukuran 60 Gambar 4.3 Grafik laju sedimentasi ... 68
Gambar 4.4 Grafik hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi ... 68
Gamabr 4.5 Grafik hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi saluran primer ... 70
Gambar 4.6 Grafik hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi saluran sekunder ... 70
Gambar 4.7 Grafik hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi saluran tersier... 70
(5)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengukuran kecepatan aliran dengan current meter ... 25
Tabel 2.2 Kelas bahaya erosi ... 27
Tabel 2.3 Jenis sedimen dan ukuran partikel penyusunnya ... 29
Tabel 3.1 Pengambilan sampel ... 48
Tabel 4.1 Perhitungan kecepatan aliran pengukuran 1 ... 53
Tabel 4.2 Perhitungankecepatanaliranpengukuran 2 ... 54
Tabel 4.3 Perhitungan luas penampang saluran ... 57
Tabel 4.4 Perhitungan debit aliran ... 59
Tabel 4.5 Perhitungan konsentrasi sedimen pengukuran 1 ... 62
Tabel 4.6 Perhitungan konsentrasi sedimen pengukuran 2 ... 63
Tabel 4.7 Perhitungan laju sedimentasi pengukuran 1 ... 65
Tabel 4.8 Perhitungan laju sedimentasi pengukuran 2 ... 66
Tabel 4.9 Rata-rata konsentrasi dan rata-rata laju sedimentasi ... 67
Tabel 4.10 Data dimensi perencanaan ... 73
Tabel 4.11 Data dimensi saluran pengukuran lapangan ... 76
Tabel 4.12 Data dimensi saluran pengukuran lapangan ... 75
Tabel 4.13 Perhitungan energy spesifik saluran ... 88
Tabel 4.14 Perhitungan sedimen dalam penampang saluran ... 89
(6)
x
DAFTAR NOTASI
A = luas penampang ( )
B = lebar dasar saluran (m)
m = kemiringan talud
y = kedalaman air (m)
P = keliling tampang saluran (m)
R = jari-jari hidrolis tampang basah (m)
V = kecepatan aliran rata-rata ( )
L = jarak pengamatan (m)
t = waktu yang diperlukan (s)
k = koefisien kalibrasi alat pelampung (0,85 < k < 0,95)
Fr = bilangan froude
Q = debit aliran( )
Cs = konsentrasi muatan sedimen (mg/l)
BK = berat kering sedimen (mg)
Vol = volume total sampel (liter)
Qs = debit sedimen (ton/hari)
E = energy spesifik (m)
g = percepatan gravitasi
n = koefisien kekasaran manning
S = kemiringan atau gradient hidrolik
θ = sudut kemiringan
Δh = beda tinggi elevasi titik awal dan akhir
ΔL = panjang dari titik awal ke titik akhir
Emin = energy spesifik minimum (m)