Aedes Aegypti TINJAUAN PUSTAKA

c. Kasus DBD derajat III dan IV. Dengue shock syndrome termasuk kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan pengganti secara cepat. Biasanya dijumpai kelainan asam basa dan elektrolit.

2.1.2. Aedes Aegypti

2.1.2.1. Daur Hidup Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya, mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur-jentik-kepompong-nyamuk Depkes RI, 2007. Stadium jentik, telur, dan kepompong hidup di dalam air. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran kurang lebih 0,08 mm. Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, stadium pupa kepompong berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan Depkes RI, 2007. Gambar 2.2. Metamorfosis sempurna Aedes aegypti Sumber: Depkes RI, 2007

2.1.2.1.1. Stadium Telur Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti biasanya meletakan telurnya pada tempat- tempatwadah buatan kontainer dekat dengan kehidupan dan lingkungan manusia. Telur diletakkan pada dinding kontainer yang basah di atas permukaan air sebanyak 10-100 butir sekali bertelur. Telur membutuhkan tempat hidup yang lembab selama 48 jam sesudah diletakkan. Telur akan menetas beberapa menit setelah tenggelam di dalam air dan beberapa dapat menetas setelah beberapa kali terendam di air. Selama musim panas dimana di waktu siang hari yang panjang, presentase penetasan biasanya lebih tinggi pada waktu tenggelam di dalam air. Apabila waktu siang lebih pendek, jumlah telur yang menetas biasanya lebih sedikit Boewono, DT, 2013. Gambar 2.3. Telur Aedes aegypti Sumber: Depkes RI, 2007 Telur Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampungan air.

2.1.2.1.2. Stadium Larva Aedes aegypti

Periode perkembangan larva jentik tergantung pada temperatur air, kepadatan larva, serta ketersediaan bahan organik sebagai makanan larva. Jumlah larva tidak terlalu padat dan tersedia makanan yang cukup maka larva akan berkembang menjadi pupa dan nyamuk dewasa dalam waktu 5-7 hari pada temperatur antara 25-30 o C. Larva dapat bertahan hidup pada suhu 5-8 o C dalam periode yang pendek dan berakibat fatal bagi larva pada suhu 10 o C dalam waktu yang lama. Larva akan menjadi rusak pada temperatur air di atas 32 o C. Kepadatan larva akan dapat berakibat pula larva yang mati karena berdesakan, larva dapat bertahan sampai 13 hari di tanah lembab dan sering ditemukan pada tempat-tempat yang berisi air jernih. Larva juga dapat bertahan pada lingkungan yang bersuasana asam 5,8-8,8pH, alkalisbasa, serta mengandung kadar garam. Apabila larva diganggu atau melihat bayangan maka larva dengan cepat bergerak dengan menyelam ke dasar kontainer Boewono, DT, 2013. Adapun ciri-ciri larva Aedes aegypti yaitu : a Adanya corong udara siphon pada segmen terakhir. Pada corong udara tersebut memiliki pecten serta sepasang rambut dan jumbai. b Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas palmate hairs. c Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8 – 21 atau berjejer 1 – 3 . d Bentuk individu dari comb scale seperti duri. e Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala Gambar 2.4. Larva Aedes aegypti Sumber: Boewono, DT, 2013

2.1.2.1.3. Ciri-ciri Pupa Aedes aegypti

Pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada cephalothorax lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perut, pupa tampak seperti tanda baca „koma‟. Tahap pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang pupa. Pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa Achmadi, 2011. Pupa Aedes sp mempunyai bentuk tubuh bengkok dengan bagian kepala-dada chepalothorax lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca koma. Pada bagian punggung dorsal dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke 8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomor 7 pada ruas perut ke 8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak bila gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air Soegijanto, S, 2006. \ Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti Sumber : Depkes RI, 2005

2.1.2.1.4. Ciri-ciri nyamuk dewasa

Nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan, dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama, nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan Achmadi, 2011. Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap piercing-sucking dan termasuk lebih menyukai manusia anthropophagus, sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan phytophagus. Nyamuk betina mempunyai antena tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose Soegijanto, S, 2006. Gambar 2.6. Nyamuk Aedes aegypti Dewasa Sumber: Boewono, DT, 2013

2.1.2.2. Bionomik Nyamuk Aedes Aegypti

1. Tempat Perindukan atau Berkembang biak. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 yang dikutip oleh Supartha 2008, tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah Supartha, 2008. Tempat perindukan utama tersebut dapat dikelompokkan menjadi: 1. Tempat Penampungan Air TPA untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya. 2. Tempat Penampungan Air TPA bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan sebagainya. 3. Tempat Penampungan Air TPA alamiah yang terdiri dari lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, dan lain-lain Soegijanto, S, 2006. 2. Perilaku Menghisap Darah. Nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk pemenuhan kebutuhan protein. Nyamuk betina menghisap darah manusia Antropofilik setiap 2-3 hari sekali. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB. Mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100 meter Depkes RI, 2004. 3. Perilaku Istirahat. Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telur. Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Di luar rumah, nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah Depkes RI, 2004. 4. Penyebaran. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah dengan jarak kurang lebih 100 meter dari lokasi kemunculan. Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata - rata lama hidup hanya delapan hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, resiko penyebaran virus semakin besar. Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Ketinggian di atas 1.000 m nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian 1.000 m suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memunginkan bagi kehidupan nyamuk Depkes RI, 2005. 5. Variasi Musim. Pada saat musim hujan tiba, tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, akan mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti akan meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue Depkes RI, 2005.

2.1.3. Pencegahan Penyakit DBD

Dokumen yang terkait

Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Dan Pelaksanaan 3m Plus Dengan Kejadian Penyakit Dbd Di Lingkungan XVIII KELURAHAN BINJAI KOTA MEDAN TAHUN 2012

4 98 88

Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

3 26 120

Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

3 21 116

Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

1 13 116

Hubungan antara Pengetahuan dan Praktik Ibu PKK tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti pada Tandon Air.

0 0 2

Hubungan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti di Kelurahan Jrakah Kecamatan Tugu Kota Semarang Tahun 2007 - UDiNus Repository

0 0 4

Hubungan antara Perilaku Masyarakat dalam Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Kelurahan Telaga Biru Banjarmasin 2006 - UDiNus Repository

0 0 2

HUBUNGAN PERILAKU (PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK) PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK AEDES aegypti PADA TEMPAT PENAMPUNGAN AIR (TPA) DI RT02 II KELURAHAN TAMBAKAJI KOTA SEMARANG TAHUN 2006 - UDiNus Repository

0 0 3

Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Vektor Chikungunya di Kampung Taratak Paneh Kota Padang

0 0 10

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU MAHASISWA TENTANG PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) TERHADAP KEBERADAAN JENTIK AEDES AEGYPTI

0 0 5