Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan - aturan lama dan merivisinya apabila aturan - aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar - benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka
harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide - ide.
Teori ini dapat di terapkan dalam pembelajaran dikelas melalui pendekatan CTL Contextual Teachhing and Learning. Menurut konstruktivisme, satu prinsip
yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa harus membangun
sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan dalam proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan ide
– ide mereka sendiri, dan mengajarkan siswa menjadi sadar diri untuk belajar.
2.1.1 Hubungan Teori Kognitif Terhadap Teori Kontruktivisme
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungannya. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa
pengalaman – pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubahan perkembangan. Sementara menurut Trianto 2007:14 bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas
pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.
Teori kognitif mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman
realitas melalui pengalaman – pengalaman dan interaksi – interaksi mereka. Menurut Peaget
proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap - tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi penyeimbangan. Proses asimilasi merupakan proses pengintregasian atau penyatuan
informasi baru kedalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan
proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Dr. C. Asri Budiningsih 2004 : 60 beranggapan bahwa proses belajar menurut
konstruktivisme yaitu ; secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam
diri siswa, melainkan sebagai pemberi makna oleh siswa kepada pengalamannya melaluai proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran. Pemberian makna
terhadap objek dan pengalaman oleh individu tidak hanya dilakukan oleh siswa tetapi tidak terlepas dari kondisi sosial dalam kelas.
a. Peranan Siswa
Menurut pandangan konstruktivisme, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa.
Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal - hal yang sedang di pelajari. Pandangan
konstruktivisme, siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.
b. Peranan Guru
Dalam belajar konstruktivisme, guru berperan membantu agar proses pengkonstruksian belajar oleh siswa lancar. Guru hanya membantu siswa
untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian yang meliputi :
1. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan
untuk mengambil keputusan dan bertindak. 2.
Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan
belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih. c.
Sarana Belajar Pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa peran utama dalam
kegiatan adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan
untuk membantu pembentukan tersebut. d.
Evaluasi belajar Teori belajar konstruktivisme mengakui bahwa siswa akan dapat
menginterpretasikan informasi ke dalam pikirannya hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakan
dan minatnya. Apabila hasil belajar dikonstruksi secara individual maka guru dapat melakukan evaluasi belajar dalam bentuk evaluasi yang
diarahkan pada tugas - tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi, mengkonstruksi
pengalaman siswa dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas sebagai perspektif.
2.1.2 Matematika Menurut Pandangan Teori Belajar Kontruktivisme