5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa
Tanaman kelapa Cocos nucifera L. adalah satu satunya spesies dari cocos yang merupakan anggota dari subfamili Cocoideae dan famili Aracaceae
Palmaceae. Kelapa merupakan tanaman diploid yang memiliki jumlah kromosom 32 2n=2×=32. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan perenial
yang bersifat monoecious yaitu memiliki bunga jantan dan betina pada tandan atau infloresensia yang sama Chan dan Elevitch 2006.
Ciri-ciri pohon kelapa menurut Chan dan Elevitch 2006 adalah memiliki batang tunggal dan beruas dengan tinggi mencapai 30 m dan diameter kanopi 8-9
m. Akar berbentuk serabut, tebal, berkayu dan adaptif pada lahan berpasir pantai. Daun tersusun secara majemuk dan menyirip sejajar tunggal, pelepah terletak pada
ibu tangkai daun, duduk pada batang roset batang. Warna pada tangkai daun petiole mengindikasikan warna buah pada kelapa. Bunga kelapa merupakan bunga
majemuk yang dilindungi oleh spatha. Bunga jantan dan betina terdapat pada satu tangkai utama yang disebut spadix, setiap spadix terdiri atas 40-60 cabang spikelet
dengan ribuan bunga jantan. Letak bunga bunga betina terletak di pangkal, sedangkan bunga jantan di bagian atas bunga betina hingga ujung spikelet. Buah
kelapa memiliki tiga lapisan yaitu eksokarp kulit tipis terluar yang memiliki lapisan lilin berwarna kuning, hijau, jingga atau coklat, mesokarp berupa lapisan
serat yang lebih tebal atau sering disebut sabut dan endokarp yang keras disebut batok yang melindungi biji. Endokarp dan biji hanya dipisahkan oleh membran
yang melekat pada sisi dalam dari endokarp. Biji kelapa memiliki tiga mikrofil micropyle dan hanya satu yang mengindikasikan keberadaan embrio. Embrio
kelapa berukuran kecil dan akan membesar ketika buah siap untuk berkecambah. Endosperma biji kelapa terdiri atas endosperma cair yang mengandung banyak
enzim dan endosperma padat yang mengendap pada dinding endokarp ketika buah menua kernel.
Secara umum tanaman kelapa dibedakan atas dua tipe yaitu tipe Dalam typica dan tipe Genjah nana Kumar et al. 2011. Penggolongan kedua tipe ini
terutama didasarkan atas sifat munculnya pembungaan pertama, tinggi tanaman, komponen buah dan tipe penyerbukan. Kelapa Dalam mempunyai tinggi sekitar
15-18 m, batang kekar dengan dasar membengkak atau disebut bole. Bunga pertama muncul pada umur 6-10 tahun setelah tanam tetapi umur produktif dapat
mencapai 90 tahun. Mahkota pohon memiliki 25-40 daun yang terbuka penuh, dengan panjang daun sekitar 5-7 m. Umumnya kelapa Dalam menyerbuk silang
dan dari penyerbukan sampai buah masak memerlukan waktu sekitar 12 bulan dengan jumlah buah pertandan 6-12 butir. Ukuran buah besar sehingga produksi
kopra, minyak dan sabut umumnya berkualitas baik.
Pohon kelapa tipe Genjah berpenampilan pendek sekitar 8-10 m saat berumur 20 tahun dengan batang agak kecil dan tanpa bole. Daunnya terbuka
penuh dengan panjang ≤ 4 m. Mulai berbunga umur 3-4 tahun setelah tanam tetapi pembungaannya tidak teratur. Umumnya kelapa genjah menyerbuk sendiri,
dengan waktu yang diperlukan dari penyerbukan sampai buah masak 11-12 bulan. Produksi buah sekitar 10-30 butir pertandan dengan ukuran buah kecil sehingga
6 kualitas buah dan kopranya kurang baik. Produksi akan mulai menurun setelah
tanaman berumur 25 tahun Chan dan Elevitch 2006. Penyerbukan atau polinasi adalah jatuhnya serbuk sari dari kotak sari
antera ke kepala putik stigma dalam satu bunga atau bunga yang berbeda. Penyerbukan tumbuhan dapat terjadi secara biotik dan abiotik. Penyerbukan biotik
terjadi dengan bantuan hewan, sedangkan penyerbukan abiotik terjadi dengan bantuan angin, air dan gravitasi Liferdi 2008. Jarak persebaran serbuk sari pada
tanaman yang menyerbuk sendiri autogamy lebih rendah dibandingkan dengan tanaman menyerbuk silang Boer 2007.
Kelapa Dalam pada umumnya merupakan tanaman menyerbuk silang sehingga tampilannya sangat beragam Pandin 2009b. Kelapa Dalam memiliki
bunga jantan yang matang lebih dulu dibanding bunga betina. Bunga betina siap diserbuki ketika bunga jantan umumnya sudah rontok sehinga terjadi penyerbukan
silang. Kelapa Genjah pada umumnya memiliki pola penyerbukan sendiri meskipun memungkinkan terjadinya penyerbukan silang sehingga menyebabkan
tingginya tingkat kemiripan genetik pada kelapa Genjah. Bunga betina dan bunga jantan pada kelapa Genjah masak secara bersamaan sehingga peluang untuk
menyerbuk sendiri sangat besar Hannum et al. 2003.
Penelitian Ramirez et al. 2004 menyatakan sebanyak 59 penyerbukan kelapa dibantu oleh serangga lebah madu. Lebah membantu proses penyerbukan
silang, sehingga meningkatkan produktivitas tanaman budidaya. Potensi ini dimanfaatkan dengan cara meletakkan koloni lebah pada areal tanaman budidaya
yang daya serbuknya rendah. Perpindahan lebah dari satu bunga ke bunga yang lain mempercepat proses polinasi karena serbuk sari banyak menempel pada kaki
dan perut dari lebah Liferdi 2008.
Kelapa Kopyor
Kelapa berbuah kopyor dari segi morfologi sama dengan tanaman kelapa lainnya. Maskromo et al. 2007 mengatakan buah kelapa kopyor hanya bisa
dipastikan setelah buah dipanen dengan cara mengguncang buah kelapanya. Pada saat diguncang kelapa kopyor akan menghasilkan bunyi yang kurang nyaring
dibanding kelapa normal, karena sebagian atau seluruh endosperma fase padatnya sudah lepas dari tempurungnya. Buah kopyor juga dapat diidentifikasi dengan
ketukan, tetapi memerlukan keterampilan khusus untuk dapat melakukannya. Tukang ketuk kelapa yang sudah ahli dalam identifikasi buah kopyor disebut
“tukang totok”. Tingkat akurasi penentuan buah kopyornya dapat mencapai 99 Sudarsono et al. 2014a. Buah dengan sifat kopyor dihasilkan dari pohon kelapa
tertentu yang sebagian besar buahnya mempunyai endosperma normal dan sebagian kecil abnormal kopyor. Pohon kelapa kopyor hanya mempunyai buah
kelapa kopyor dengan frekuensi antara 3-4 buah kopyor per tandan.
Abnormalitas fenotipe endosperma kelapa Kopyor diduga juga sebagai akibat dari defisiensi enzim penting tertentu selama dalam proses perkembangan
endospermanya. Namun demikian, identitas enzim yang mengalami defisien dari endosperma kelapa Kopyor sampai saat ini masih belum diketahui. Karakteristik
mutan pada kelapa Kopyor juga dapat diturunkan secara genetik dari tetua ke progeninya Sukendah 2009. Berdasarkan hasil penelitian Maskromo 2005
yang membedakan adalah bagian endospermanya seperti pada Gambar 2.1.
7
Gambar 2.1 Perbedaan fenotipe kelapa normal kiri dan kelapa kopyor kanan Melalui serangkaian penelitian yang dilakukan sejak tahun 2005, pada tahun
2010 Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Manado telah berhasil melepas tiga varietas unggul lokal kelapa Genjah kopyor asal Pati, Jawa Tengah
dengan potensi persentase rata-rata buah kopyor sekitar 40 pertandannya. Potensi produksi buah kopyor tersebut masih berpeluang untuk ditingkatkan
dengan pemuliaan tanaman melalui penyerbukan silang buatan dengan tetua yang memiliki persentase buah kopyor tinggi yaitu dengan serbuk sari dari tanaman
hasil kultur embryo yang menghasilkan buah kopyor mencapai 100 Novarianto dan Miftahorrachman 2000.
Kelapa kopyor ditemukan baik pada kelapa tipe Dalam maupun tipe Genjah, dengan perbanyakan melalui kultur embrio dan menggunakan bibit alami. Pada
pengembangan menggunakan bibit alami, kelapa kopyor tipe Dalam hanya menghasilkan buah kopyor antara 10
– 20 , sedangkan tipe Genjah berpotensi mencapai di atas 50 pertandannya, dengan tingkat produksi yang beragam. Ini
terkait dengan pola pembungaan masing-masing tipe kelapa tersebut. Kelapa tipe Dalam memiliki pola penyerbukan silang, sedangkan tipe Genjah menyerbuk
sendiri. Hal tersebut menyebabkan masih rendahnya jumlah buah kopyor yang diperoleh petani, dan berdampak pada rendahnya produksi buah kopyor.
Penanda Genetik
Konservasi dan penggunaan sumber genetik tanaman sangat penting dalam rangka produksi tanaman pertanian dan perkebunan serta pemeliharaan tanaman
secara berkesinambungan. Oleh karena itu plasma nutfah merupakan sumber genetik tanaman yang perlu mendapat perhatian, tidak hanya pada tahap
pengumpulan dan pemeliharaan tetapi juga bagaimana mengkarakterisasi keanekaragaman genetiknya, mengevaluasi sifat sifat yang dikehendaki dan
memanfaatkan untuk pemuliaan tanaman.
Penggunaan penanda sebagai alat karakterisasi sangat diperlukan untuk pengkarakteran tanaman secara genetik. Penanda dapat dikategorikan sebagai
penanda morfologi, sitologi dan perkembangan terakhir adalah penenda molekuler. Penanda yang banyak dilakukan adalah penanda morfologi, yaitu
dengan mengamati secara langsung karakter morfologi tanaman, namun penanda
8 tersebut mempunyai kelemahan karena karakter yang diamati kemungkinan
dipengaruhi oleh lingkungan. Suatu metode karakterisasi yang dikenal dengan nama penanda molekuler telah dikembangkan untuk pengulangan keterbatasan
penanda morfologi.
Pemecahan kendala dalam pemuliaan konvensional mulai mendapat titik terang dengan ditemukannya marka molekuler. Marka molekuler yang pertama
kali dikenal adalah marka protein yang secara genetik dikenal sebagai isozim Amar et al. 2011. Meskipun marka telah banyak digunakan dalam analisis
genetik tanaman namun dalam perkembangannya marka isozim masih sangat terbatas jumlahnya. Beberapa sistem enzim tertentu dipengaruhi oleh regulasi
perkembangan jaringan, yaitu hanya mengekspresikan suatu sifat pada jaringan tertentu dan pada stadia pertumbuhan tanaman. Kedua faktor tersebut merupakan
kendala utama pengunaan marka isozim dalam mengeksploitasi potensi genetik tanaman Mondini et al. 2009.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, maka pada awal tahun 1980-an ditemukan teknologi molekuler yang berbasis pada DNA. Marka molekuler
tersebut dapat menutpi kekurangan dari marka isozim, karena jumlah yang tidak terbatas dan dapat melingkupi seluruh genom tanaman, tidak dipengaruhi oleh
regulasi perkembangan jaringan, sehingga dapat dideteksi pada seluruh jaringan, dan memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam menganalisis keragaman
karakter antar individu. Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi yang berbasis marka DNA, maka saat ini telah ditemukan tiga tipe marka DNA dengan
segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Semagn et al 2006 menyatakan bahwa penanda molekuler secara garis besar dibagi menjadi tiga
kelompok berdasarkan metode deteksinya, yaitu i marka berbasis hibridisasi seperti RFLP, ii marka berbasis PCR seperti RAPD, AFLP, ISSR, SSR, dan iii
marka berbasis sekuens DNA seperti SNP.
Teknologi marka DNA berdasarkan teknik PCR dapat bersifat spesifik atau acak sesuai dengan tipe primer yang digunakan Gupta et al. 2002. Marka DNA
hasil amplifikasi primer spesifik adalah marka yang bersifat kodominan. Pengembangan marka-marka kodominan membutuhkan informasi sekuen dari
DNA target yang digunakan untuk merancang primer spesifik, umumnya memiliki ukuran panjang 18-24 basa. Marka DNA hasil amplifikasi primer acak
random primer adalah marka DNA yang bersifat dominan, yaitu tidak dapat membedakan antara genotipe tanaman homozigot dan heterozigot. RAPD
Random Amplified Polymorphic DNA adalah generasi pertama dari teknologi marka DNA yang bersifat dominan. Generasi kedua dari marka-marka
berdasarkan teknik PCR adalah Amplified Fragment Length Polymorphisms AFLP yang bersifat dominan dan Simple Sequence Repeats SSR yang bersifat
kodominan Panaud et al. 1996.
Simple sequence repeats juga dikenal dengan mikrosatelit terdiri atas pengulangan beberapa basa nukleotida, berupa dinukleotida, trinukleotida, atau
tetranukleotida, yang tersebar disepanjang genom kebanyakan spesies eukariotik Powell et al. 1996. Jumlah pengulangan nukleotida berkisar antara 5-40 kali
Selkoe dan Toonen 2006 atau kurang dari 100 kali Karp et al. 1997. Panjang pengulangan ini bervariasi tergantung individuvarietas dan diwariskan kepada
generasi berikutnya. Motif pengulangan nukleotida yang paling banyak ditemukan pada tanaman adalah AT, AG dan TC Powell et al. 1996.
9 Primer spesifik dirancang pada runutan basa yang terkonservasi dan
selanjutnya digunakan untuk mengamplifikasi dan mengidentifikasi lokus yang polimorfik dengan menggunakan metode standar elektroforesis pada gel
poliakrilamida Jannati et al. 2009. Keunggulan analisis SSR adalah : 1 mengidentifikasi polimorfisme secara akurat, 2 bersifat kodominan, dan 3 sangat
reproducible.
Kemampuan teknik
SSR membedakan
individu-individu berdasarkan kombinasi alel, menjadikan teknik ini sering digunakan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis tetua Zane et al. 2002 pada berbagai populasi spesies tanaman Holton et al. 2002. Kelemahan teknologi SSR adalah
memerlukan biaya dan curahan waktu yang tinggi untuk mengembangkannya, sehingga penggunaan marka SSR terbatas pada tanaman-tanaman yang memiliki
nilai ekonomi tinggi Ruan 2010.
Teknologi marka SSR telah mendominasi analisis genotyping tanaman sebelum teknologi SNPs dikembangkan. Sejak sepuluh tahun terakhir, teknologi
marka SNPs mulai menggantikan teknologi marka SSR pada penelitian-penelitian genetika. Marka SNPs adalah marka berdasarkan variasi perubahan satu basa A,
T, G, atau C pada situs-situs tertentu dari runutan basa DNA dalam genom organisme Ganal et al. 2009. Polimorfisme SNP tersedia paling melimpah dan
terdistribusi secara merata pada genom organism hidup Aitken et al. 2009 sehingga metode analisis marka DNA berdasarkan SNP mampu mengidentifikasi
variasi keragaman yang lebih tinggi dari metode analisis marka DNA berdasarkan SSR Li et al. 2009.
SNP Single nucleotide polymorphism adalah kelas mutasi yang disebabkan oleh subsitusi atau insersi-delesi indel yang umum terjadi di genom organisme
hidup dan merupakan unit terkecil dari variasi genetik yang ditransmisikan dari generasi ke generasi. Marka berdasarkan SNPs banyak digunakan pada studi-studi
tentang proses evolusi dari suatu genom atau gen, karena umumnya evolusi pada sifat-sifat penting di tanaman adalah atribut dari keberadaan SNPs dan variasinya
Shamay et al. 2004. SNP adalah perubahan posisi spesifik satu atau dua basa nukleotida yang sifatnya melimpah dalam genom eukariot. Perbedaan basa
nukleotida diduga berpengaruh terhadap sifat fenotipik pada tiap-tiap individu McCouch et al. 2010. Jumlah SNP yang melimpah membuat marka SNAP lebih
menarik dibanding marka lainnya, termasuk dalam mengembangkan penanda bagi gen target tertentu Lestari dan Koh 2013. Deteksi marka SNAP yang bersifat ko-
dominan, berdasarkan pada amplifikasi PCR dengan primer yang berbasis pada informasi sekuen untuk gen spesifik Marka SNAP saat ini telah digunakan
sebagai penanda genetik untuk berbagai fungsi pemuliaan tanaman, misalnya analisis keragaman genetik, pembuatan linkage map dan Marker Assisted
Selection Chen et al. 2011. Kelemahan dari teknik SNAP adalah memerlukan informasi keragaman sekuen untuk suatu gen yang menjadi target analisis
Mammadov et al. 2012.
Persebaran Serbuk Sari
Aliran gen atau gene flow adalah proses perpindahan informasi genetik melalui persebaran serbuk sari persebaran gamet jantan dan melalui persebaran
benih migrasi Mallet 2001. Aliran gen merupakan proses yang alami yang terjadi pada tanaman yang menyebabkan gen-gen dalam tanaman berpindah.
10 Proses aliran gen dapat terjadi pada tanaman yang memiliki keserasian secara
seksual antara tanaman domestik maupun kerabat liarnya Pandin 2009a. Analisis aliran gen melalui serbuk sari dalam suatu populasi dapat digunakan untuk
menduga apakah terjadi perkawinan antara tanaman yang berbeda outcrossing atau dengan tanaman yang sama selfing Boer 2007. Hamrick dan Trapnell
2011 mengatakan bahwa pola persebaran biji dapat dianalisis menggunakan dua metode, yaitu :
a. Metode tak langsung meliputi analisis struktur genetik populasi menggunakan
marka genetik yang diwariskan secara maternal misalnya menggunakan cpDNA DNA kloroplas dan mtDNA DNA mitokondria dalam satu
populasi.
b. Metode langsung menggambarkan pola persebaran biji menggunakan marka molekuler untuk mengidentifikasi induk dari biji atau analisis parental.
Analisis metode langsung dibagi menjadi dua yaitu analisis induk jantan dan betina dari biji dan analisis kecocokan antara induk jantan dengan induk
betina terhadap keturunannya.
Sistem perkawinan pada tanaman dapat diketahui melalui analisis pola persebaran serbuk sari. Penelitian Carneiro et al. 2011 menyatakan bahwa
tanaman Hymenaea coubaril melakukan penyerbukan sendiri. Hal tersebut bertentangan dengan penelitian sebelumnya oleh Dunphy et al. 2004 yang
menyatakan bahwa H. coubaril memiliki ketidaksesuaian secara seksual self incompability. Penebangan pohon H. coubaril secara bebas dalam areal
perhutanan dapat mengakibatkan berkurangnya pohon yang reproduktif. Kondisi tersebut mengakibatkan tanaman terisolasi, sehingga persentase penyerbukan
sendiri dapat meningkat Carneiro et al. 2011.
Informasi genetik dari suatu organisme tidak mengalami perubahan sepanjang hayatnya namun tidak dapat dipertahankan karena masa hidup suatu
organisme tersebut sangat terbatas. Namun demikian setiap organisme mempunyai potensi untuk menurunkan informasi genetik yang dimilikinya ke
keturunannya melalui pertukaran gamet dan hal ini akan menghasilkan rekombinasi baru. Dengan demikian dinamika dari struktur genetik tidak dapat
diamati ditingkat organisme tunggal, tetapi diamati ditingkat populasi dimana setiap anggota dari populasi tersebut saling bertukar gamet Pandin 2009.
11
III. PERSEBARAN SERBUK SARI PADA KELAPA KOPYOR GENJAH PATI MENGINDIKASIKAN PERANAN POLINATOR