POLLEN DISPERSAL IN PATI TALL COCONUT INDICATED NEGATIVE XENIA EFFECT FOR KOPYOR FRUIT YIELD

50

V. POLLEN DISPERSAL IN PATI TALL COCONUT INDICATED NEGATIVE XENIA EFFECT FOR KOPYOR FRUIT YIELD

Abstract Kopyor coconut is one of the many unique coconut type existed in Indonesia. Kopyor coconut is a naturally occuring coconut mutant. Efforts to address the problem of low kopyor fruit yield is conducted by studying effect of xenia on kopyor fruit yield. Xenia is a genetic phenomenon in the form of a direct effect of pollen to the phenotype of fruits yielded by the female parents. The mixture of kopyor and normal coconut population was selected in the farmers coconut plantations. All adults trees surrounding the 9 kopyor heterozygous Kk palms were evaluated as potential male candidate parents pollen donors. Results of the analysis indicated xenia reduce kopyor fruit yields. Kopyor heterozygous Kk female parents produced low number of kopyor fruits when they are surrounded by many normal homozygous KK pollen donors. Out of 99 harvested progeny arrays from the kopyor heterozygous Kk female parents, none exhibited kopyor phenotype. The results also indicated the pollen dispersal from normal homozygous KK donor palms range from 0 m self pollination to 54 m outcrossing. The highest frequency of pollens are dispersed from a distance of less than 20 m 30 pollination events. The occurence of outcrossing frequency is at least 95 and the selfing frequency is 5. Key Words : Tall kopyor coconut, xenia, pollen dispersal ---------------------- This chapter has been submitted to Buletin Palma : entitled ; Persebaran serbuk sari pada kelapa dalam dukuh seti membuktikan potensi pengaruh negatif kelapa normal terhadap hasil buah kopyor 51 Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa terbesar kedua di dunia setelah Filipina. Selain memiliki areal pertanaman terluas, Indonesia juga mempunyai keanekaragaman genetika kelapa yang besar. Hasil eksplorasi Balai Penelitian Palma Manado diperoleh kurang lebih 105 aksesi kelapa Dalam dan kelapa Genjah. Saat ini hasil eksplorasi tersebut dikoleksi secara ex situ di sam beberapa kebun koleksi plasma nutfah kelapa Novarianto et al. 2000. Diantara berbagai jenis kelapa yang ada di Indonesia terdapat salah satu tipe kelapa yang unik yaitu kelapa berbuah kopyor. Buah kopyor ini diduga berasal dari tanaman kelapa yang mengalami mutasi genetik secara alamiah. Sebagai hasil mutasi alamiah, jumlah tanaman kelapa berbuah kopyor sangat sedikit dibandingkan dengan tanaman kelapa berbuah normal. Menurut Falconer 1985 peluang terjadinya mutasi alamiah secara umum sangat rendah yaitu sebesar 10 -5 sampai 10 -6 untuk setiap generasi. Hal ini berarti bahwa hanya 1 diantara 100.000 sampai 1.000.000 peluang terjadinya mutasi alamiah di alam. Selain itu organisme hasil mutasi cenderung letal, sehingga perkembangbiakannya terhambat dan akhirnya punah. Berdasarkan hal tersebut, kelapa mutan ini seharusnya tidak berkembang, tetapi ternyata kelapa ini banyak ditemukan di beberapa sentra produksi kelapa di Indonesia. Sifat kopyor dikendalikan oleh gen mutan pada lokus K. Buah kopyor mempunyai embrio zigotik denga genotipe homozigot kk dan endosperma kkk. Buah kelapa normal mempunyai embrio zigotik dengan genotipe homozigot KK atau heterozigot Kk dan alternatif endosperma KKK, KKk atau Kkk. Buah kopyor secara alami tidak dapat berkecambah sedangkan buah normal homozigot KK atau heterozigot Kk dapat berkecambah dan menghasilkan bibit kelapa. Keberadaan tanaman kelapa kopyor di Kab. Pati, Jawa Tengah sudah diketahui oleh masyarakat luas terutama di daerah Jawa sejak tahun 1960an dan pengembangannya terus dilakukan hingga saat ini Dishutbun Pati 2004. Tanaman ini tersebar di tujuh kecamatan yaitu Dukuhseti, Margoyoso, Tayu, Wedarijaksa, Trangkil, Gunung Wungkal dan Cluwak. Luas pertanaman kelapa kopyor di Kabupaten Pati 378.09 Ha dan areal terluas terdapat di tiga kecamatan, yaitu Dukuhseti, Margoyoso dan Tayu, berturut-turut seluas 132.60 Ha, 131.55 Ha dan 69.50 Ha Anonim 2004. Menteri Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2010 telah melepas secara resmi tiga varietas unggul lokal kelapa Genjah Kopyor asal Pati. Tiga varietas yang dimaksud adalah Genjah Hijau Kopyor, Genjah Coklat Kopyor dan Genjah Kuning Kopyor. Selain di tempat asalnya, ketiga varietas kelapa kopyor tersebut telah ditanam sebagai koleksi di Kebun Percobaan Kima Atas, Balitka Manado pada tahun 2006. Salah satu permasalahan yang dihadapi petani adalah produksi buah kopyor yang dipanen belum optimal. Tanaman kelapa kopyor di Pati dapat menghasilkan jumlah buah kopyor sebanyak 1-4 butir per tandan dari jumlah total buah 7-15 butir. Secara teori, berdasarkan pola segregasi Hukum Mendel, maka peluang terbentuk buah kopyor seharusnya mencapai 25 dari jumlah buah toal yang dipanen Maskromo 2005. Upaya untuk mengatasi masalah produktifitas buah kopyor yang rendah salah satunya adalah dengan mempelajari efek xenia pada populasi kopyor. Xenia merupakan gejala genetik berupa pengaruh langsung serbuk sari pada fenotipe biji 52 dan buah yang dihasilkan tetua betina. Pada kajian pewarisan sifat, ekspresi dari gen yang dibawa tetua jantan dan tetua betina diekspresikan pada generasi berikutnya. Dengan adanya xenia, ekspresi gen yang dibawa tetua jantan dapat diekspresikan pada tetua betina buah Bulant et al. 2000. Fenomena xenia pada tanaman kelapa telah diketahui berpengaruh terhadap ukuran buah, berat kopra dan ketegaran hibrida Satyabalan 1995. Xenia berhubungan dengan fenotipe yang dikendalikan oleh gen resesif. Terbentuknya buah kopyor pada kelapa tergantung pada genotipe serbuk sari yang menyerbuki bunga betina tanaman kelapa kopyor, sehingga merupakan contoh xenia. Adapun tujuan spesifik penelitian ini untuk mengevaluasi efek negatif xenia pada pertanaman kelapa kopyor Dalam Pati dan mengetahui kisaran besarnya penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang yang terjadi pada populasi Kelapa Dalam Pati. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2013 hingga Desember 2013. Kegiatan lapang dilakukan di perkebunan kelapa kopyor di Desa Dukuh Seti Kabupaten Pati, Jawa Tengah dengan lokasi GPS S6 27.649 E111 02.747. Tipe tanah yang dievaluasi pada perkebunan kelapa kopyor merupakan tipe tanah berpasir. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman PMB Lab Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pemilihan Tetua dan Pemanenan Progeni Populasi yang dipilih adalah area pertanaman di pekarangan rumah penduduk. Populasi tersebut merupakan campuran dari pohon kelapa kopyor heterozigot Kk dengan pohon kelapa normal KK atau kelapa yang tidak pernah menghasilkan buah kopyor dengan total pohon dewasa 42 pohon. Pohon kelapa yang ada di areal pertanaman terdiri atas pohon kelapa berbuah normal sebanyak 33 pohon dan pohon kelapa berbuah kopyor sebanyak 9 pohon. Semua pohon- pohon dewasa yang berada di sekitar pohon induk betina dijadikan sebagai calon induk jantan untuk dijadikan donor serbuk sari. Pemilihan pohon yang dijadikan sebagai induk betina dilakukan dengan metode purpossive random sampling. Induk betina yang digunakan sejumlah 7 pohon kelapa Dalam kopyor. Masing-masing pohon induk betina dipanen tiga tandan buah kelapa progeni dengan kisaran jumlah progeni per induk betina antara 2 sampai 12 buah. Progeni buah kelapa normal langsung diisolasi DNA dari embrio zigotiknya. Semua pohon-pohon dewasa yang berada di sekitar pohon induk betina dijadikan sebagai calon tetua jantan untuk dijadikan donor serbuk sari. Satu tandan buah kelapa progeni dipanen dari setiap induk betina yang terpilih dengan kisaran jumlah progeni per induk betina antara 1 sampai 10 buah. Progeni dari setiap pohon induk betina dipanen masing-masing satu tandan dengan jumlah total progeni 102 buah. Progeni buah kelapa tadi langsung diisolasi dari embrio zigotiknya untuk diperoleh DNA-nya. 53 Genotyping tetua dan progeni Isolasi DNA dilaksanakan menggunakan metode CTAB Rohde et al. 1995 dengan modifikasi. Daun kelapa muda maupun embrio kelapa 0.3-0.4 g digerus dengan buffer lisis 2 ml, yang mengandung PVP 0.007 g dan 2-mercaptoetanol sebanyak 10 μl. Hasil gerusan daun atau embrio diinkubasi dalam waterbath pada suhu 65 °C selama 60 menit dan dihomogenkan menggunakan sentrifugasi Eppendorf Centrifuge 5416 dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke tube eppendorf kemudian ditambahkan kloroform:isoamil-alkohol 24:1 sebanyak volume supernatant lalu disentrifugasi dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit dan dipindahkan ke mikrotube baru. Supernatan dipindah ke tube eppendorf baru kemudian ditambahkan isopropanol dingin 0.8 volume dari supernatan dan sodium asetat 0.1 volume supernatant. Setelah diinkubasi dalam freezer semalaman,suspensi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh pellet DNA. Pellet DNA dicuci dengan menggunakan ethanol 70 dingin 500 μl. lalu disentrifugasi dan dikeringkan. Pellet DNA diencerkan menggunakan aquabidest sebagai suspensi DNA. Kontaminan RNA dihilangkan dengan menggunakan RNase sesuai standar prosedur Sambrook dan Russel 2001. Primer SSR yang diseleksi dari 36 primer Lebrun et al. 2001 Lampiran 1 diperoleh 6 primer yang polimorfik. Sebagai tambahan, empat lokus marka SNAP berdasarkan keragaman sekuens nukleotida gen SUS dan WRKY Lampiran 2 juga digunakan untuk menganalisis seluruh tetua dan progeni. Amplifikasi PCR dilakukan dengan menggunakan 2µl DNA working solution, 0.625 µl primer, 6.25 pcr mix KAPA Biosystem, dan 3 µl ddH 2 O untuk setiap reaksi. Amplifikasi dilakukan sebanyak 35 siklus, yang dimulai pada suhu 95 °C selama 3 menit sebagai denaturasi awal, diikuti 95 °C selama 15 detik sebagai denaturasi siklus pertama, penempelan primer spesifik - suhu disesuaikan dengan masing-masing pasangan primer - selama 15 detik, pemanjangan primer pada suhu 72 °C selama 5 detik. Final extention 72 °C selama 10 menit sesuai rekomendasi kit KAPA Biosystem. Produk amplifikasi PCR untuk primer SSR dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamid 6 menggunakan Buffer SB 1x Brody dan Kern 2004 dan pewarnaan gel dengan pewarna silver. Pewarnaan silver mengikuti metode Creste et al. 2001 dengan modifikasi. Elektroforegram di visualisasi diatas meja UV transluminesen, di foto menggunakan kamera digital. Pemberian skor setiap genotype dilakukan juga di atas light table. Produk amplifikasi PCR untuk primer SNAP dipisahkan menggunakan gel agarose 1 menggunakan buffer TBE 1x dan pewarnaan menggunakan gel untuk melihat hasil skoring yang dihasilkan Sambrook and Russel 2001. Elektroforegram di visualisasi diatas meja UV transluminesen di foto menggunakan kamera digital. Pemberian skor setiap genotipe dilakukan untuk setiap sampel. 54 Identifikasi Kandidat Tetua Jantan Setiap progeni yang disampling sudah diketahui induk betinanya tetapi tidak diketahui pohon yang menjadi donor serbuk sarinya. Kandidat tetua jantan bisa menjadi salah satu induk betina dalam populasi pohon dewasa tersebut. Tahapan ini dilakukan untuk memprediksi calon pendonor serbuk sari diantara calon tetua jantan yang dievaluasi di setiap progeni. Identifikasi donor serbuk sari dilakukan dengan menganalisis genotipe progeni versus seluruh induk jantan yang dievaluasi. Semua induk jantan atau induk betinanya dievaluasi dan berpotensi sebagai donor serbuk sari. Analisis molekuler menggunakan software CERVUS analysis parentage program komputer Cervus 2.0 Marshall 1998. Hasil Cervus diperoleh data alel frekuensi, PIC, heterozigositas, homozigositas. Dilanjutkan dengan data simulasi dan data analisis tetua. Data analisis tetua akan diperoleh kandidat tetua dengan lambang : artinya tingkat kepercayaan 95. +: tingkat kepercayaan 80. dan -: tingkat kepercayaan 80 . Analisis Pola Persebaran Serbuk Sari Lokasi induk betina dan tetua jantan terpilih hasil analisis Cervus diplotkan menggunakan perangkat lunak pemetaan Garmin MapSource GPS versi 76C5x. Jarak antara induk betina dan tetua jantan dihitung menggunakan software yang sama. Jarak dan posisi dari kedua induk betina dan tetua jantan yang dihasilkan kemudian digunakan untuk mengilustrasikan pola persebaran serbuk sari di lokasi penelitian. Penyerbukan sendiri didefinisikan jika induk jantan yang teridentifikasi sama dengan tetua betinanya. Selain itu semuanya didefinisikan sebagai penyerbukan silang. Penyerbukan silang bisa dikelompokkan dengan kategori penyerbukan silang genjah induk betina genjah diserbuki oleh tetua jantan genjah lainnya, penyerbukan silang dalam induk betina dalam diserbuki oleh tetua jantan dalam lainnya, penyerbukan silang hibrida induk betina hibrida diserbuki oleh tetua jantan hibrida lainnya, penyerbukan silang antara induk betina genjah dengan Dalam atau hibrida, atau sebaliknya. Kedua tipe persilangan dan kuantitasnya semuanya dihitung. Hasil dan Pembahasan Pemetaan Populasi Tanaman Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.1. Pohon kelapa berbuah normal diberi warna merah, sedangkan untuk pohon kelapa berbuah kopyor diberi warna hijau. jumlah total pohon Kopyor sebanyak 9 pohon Dalam kopyor 8 pohon dan Genjah kopyor 1 pohon dan pohon normal sebanyak 33 pohon Dalam normal 33 pohon dan Genjah normal 3. Yang dijadikan sebagai pohon induk betina adalah semua pohon berbuah kopyor dengan pertimbangan ingin melihat pengaruh pohon normal disekitar pohon berbuah kopyor tadi. 55 Gambar 5.1. Peta lokasi penelitian dengan tegakan kelapa kopyor pada desa Dukuh Seti Kabupaten Pati Jawa Tengah. Simbol mengidentifikasikan posisi induk betina Dalam kopyor , …. induk betina genjah kopyor, tetua jantan Dalam normal, tetua jantan Dalam kopyor, tetua jantan genjah normal, dan tetua jantan genjah kopyor Tabel 5.1. Jumlah alel, heterozigositas observasi O dan ekspektasi E serta kandungan informasi polimorfis PIC pada 10 lokus marka molekuler hasil analisis Cervus pada populasi kelapa Dalam Pati Nama lokus Jumlah Alel Jumlah Heterozigositas PIC Het Hom O E CnCir_87 2 64 80 0.444 0.496 0.372 CnCir_86 4 89 54 0.622 0.687 0.635 CnZ-18 4 116 28 0.806 0.741 0.691 CnZ_51 5 89 55 0.618 0.707 0.66 CnCir_B12 5 107 37 0.743 0.745 0.699 CnCir_56 5 81 63 0.563 0.695 0.647 CnSus114 2 39 100 0.281 0.252 0.22 CnSus13 2 96 43 0.691 0.483 0.365 WRKY191 2 116 24 0.829 0.5 0.374 WRKY 63 2 123 21 0.854 0.495 0.371 Keterangan: PIC= Polymorphic Information Content. Ho= Observed heterozigosity. He= Expected 56 Genotyping tetua dan progeni Nilai PIC pada lokus-lokus dengan menggunakan marka SSR menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokus-lokus dengan marka SNP Tabel 5.1. Semakin rendah tingkat polimorfisme, maka tingkat keragaman juga semakin rendah. Hal ini disebabkan karena jumlah lokus pada marka SSR yang digunakan lebih banyak dari pada jumlah lokus pada marka SNP. Nilai PIC merupakan ukuran polimorfisme antar genotipe dalam suatu lokus yang menggunakan informasi jumlah alel Sajib et al. 2012. Jumlah populasi homozigot dengan menggunakan lokus-lokus marka SSR tergolong lebih rendah dibandingkan dengan lokus pada marka SNP. Demikian juga nilai He pada lokus dengan marka SSR lebih tinggi dibandingkan dengan lokus pada marka SNP. Alel-alel heterozigot banyak dijumpai pada marka SSR menyebabkan nilai He lebih tinggi dibandingkan dengan marka SNP.Dari hasil analisis cervus juga bisa diperoleh persentasi donor normal dan donor kopyor yang menyerbuki pohon betina Dalam Kopyor yang ditunjukkan pada Tabel 5.2. Pada penelitian ini juga memperlihatkan tidak adanya buah kopyor yang bisa dipanen oleh petani. Hal ini mengindikasikan adanya dugaan bahwa kelapa kopyor yang heterozigot Kk diserbuki oleh pohon normal KK. maka nilai harapan produksi buah kopyornya menjadi nol dan semua buah yang dihasilkan merupakan buah normal dengan genotipe embrio zigotik homozigot KK 50 atau heterozigot Kk 50. Keberadaan pohon normal KK di sekitar pohon kopyor heterozigot Kk dapat berpengaruh langsung terhadap fenotipe buah yang dipanen sehingga dikategorikan sebagai efek xenia. Efek xenia ini bisa juga dipelajari melalui analisis serbuk sari dengan mengidentifikasi tetua pendonor polen yang terbaik untuk meningkatkan produksi buah. Hal ini juga dilakukan oleh Olfati et al. 2010 dengan melihat efek xenia pada buah dan biji cucumber. Sifat kopyor dikendalikan oleh satu lokus dengan alel resesif k. sedangkan sifat normal dikendalikan oleh alel K. Pohon kelapa kopyor di lokasi penelitian mempunyai genotipe heterozigot Kk. yang jika diserbuki oleh pohon kopyor heterozigot Kk lainnya. menghasilkan nilai harapan 25 hasil buah kopyor genotipe embrio zigotik kk dan 75 hasil buah normal Sudarsono et al. 2014a Tabel 5.2. Skema persilangan dan tipe polinasi yang diidentifikasi berdasarkan hasil analisis persebaran polen dari uji progeni pada populasi kelapa Dalam Dukuh Seti, Pati Skema polinasi Tipe polinasi Jumlah kejadian Persentase Kopyor x Kopyor Self 3 3 Kopyor x Kopyor Outcross 25 25 Kopyor x Normal Outcross 74 73 Total progeni 102 100.00 57 Gambar 5.2. Jumlah progeni dipanen dan jumlah tetua jantan untuk tetua betina tertentu populasi kelapa Dalam Dukuh Seti, Pati Gambar 5.3. Jumlah serbuk sari yang didonasikan oleh tetua jantan terhadap tetua betina tertentu populasi kelapa Dalam Dukuh Seti, Pati Gambar 5.4. Jumlah polinasi setiap kelas jarak dari tetua kelapa jantan terpilih terhadap tetua betina pada pertanaman kelapa kopyor populasi Desa Dukuh Seti Kabupaten Pati Jawa Tengah 26 5 27 1 10 15 18 18 2 13 1 8 9 13 10 20 30 R1 R3 R6 R7 R10 R21 R32 4 11 4 3 1 4 1 2 5 10 15 1 2 3 4 5 6 7 8 5 21 30 15 22 5 1 10 20 30 10 20 30 40 50 60 60 Kelas Jarak antara tetua jantan terhadap betina m Jumlah peristi wa penyer bukan 58 Dari gambar 5.2. di atas terlihat bahwa jumlah progeni yang didapatkan dari 7 tetua betina adalah sebanyak 102 progeni batang hitam dengan 64 pohon tetua jantan batang putih. Pada Gambar 5.3 menunjukkan terdapat 1-8 serbuk sari yang dapat di donorkan oleh satu tetua jantan dengan frekuensi tertinggi sebanyak 11 kali dengan 2 serbuk sari. Gambar 5.4 menunjukkan kelas jarak polen dengan jarak terdekat 0 m selfing dan terjauh 60 m yaitu 54 m. Frekuensi tertinggi terdapat pada jarak 20 m dengan 30 kali penyerbukan terjadi. Analisis Pola Persebaran Serbuk Sari Evaluasi pola persebaran polen dari tetua jantan yang sudah ditentukan terhadap induk betina, posisi tetua jantan sebagai donor polen ke salah satu induk betina di plotkan di peta menggunakan posisi GPS. Contoh gambaran dari posisi tetua jantan yang sudah ditentukan terhadap induk betina resipien dipresentasikan pada gambar 5.5 - 5.11. Gambar 5.5. Pola persebaran serbuk sari kelapa kopyor Dukuh Seti dengan tetua betina nomor R1. Simbol mengidentifikasikan posisi induk betina Dalam kopyor, tetua jantan Dalam normal, tetua jantan Dalam kopyor, dan tetua jantan genjah kopyor 59 Gambar 5.6. Pola persebaran serbuk sari kelapa kopyor Dukuh Seti dengan tetua betina nomor R10. Simbol mengidentifikasikan posisi induk betina Dalam kopyor tetapi sekaligus menjadi tetua jantan bagi dirinya sendiri selfing, tetua jantan Dalam normal dan tetua jantan Dalam kopyor. Gambar 5.7. Pola persebaran serbuk sari kelapa kopyor Dukuh Seti dengan tetua betina nomor R21. Simbol mengidentifikasikan posisi induk betina Dalam kopyor, tetua jantan Dalam normal, tetua jantan Dalam kopyor dan tetua jantan genjah normal. 60 Gambar 5.8. Pola persebaran serbuk sari kelapa kopyor Dukuh Seti dengan tetua betina nomor R32. Simbol mengidentifikasikan posisi induk betina Dalam kopyor tetapi sekaligus menjadi tetua jantan bagi dirinya sendiri selfing, tetua jantan Dalam normal, tetua jantan Dalam kopyor dan tetua jantan genjah normal Gambar 5.9. Pola persebaran serbuk sari kelapa kopyor Dukuh Seti dengan tetua betina nomor R6. Simbol mengidentifikasikan posisi induk betina Dalam kopyor tetapi sekaligus menjadi tetua jantan bagi dirinya sendiri selfing, tetua jantan Dalam normal, tetua jantan Dalam kopyor, tetua jantan genjah normal, dan tetua jantan genjah kopyor 61 Gambar 5.10. Pola persebaran serbuk sari kelapa kopyor Dukuh Seti dengan tetua betina nomor R7. Simbol mengidentifikasikan posisi induk betina genjah kopyor dan tetua jantan Dalam normal Gambar 5.11. Pola persebaran serbuk sari kelapa kopyor Dukuh Seti dengan tetua betina nomor R3. Simbol mengidentifikasikan posisi induk betina Dalam kopyor tetapi sekaligus menjadi tetua jantan bagi dirinya sendiri selfing dan tetua jantan Dalam normal. 62 Gambar 5.5-5.11 menunjukkan pola persebaran serbuk sari induk betina kelapa Dalam kopyor memperlihatkan kecenderungan pohon pendonor serbuk sari sebagian besar dari kelapa normal. Pengaruh negatif xenia ini terlihat pada produktifitas buah kopyor dimana persentase buah yang dipanen semuanya menjadi buah normal disebabkan populasi pohon kelapa normal KK lebih besar di populasi tersebut. Sesuai dengan hasil penelitian Novarianto dan Lolong 2012 bahwa dalam kondisi pertanaman campuran dengan sejumlah tanaman kelapa normal rasio hanya menghasilkan rataan buah kopyor 15.8. Sehingga dalam rekomendasi penelitian Sudarsono et al 2014b dalam proyek Hi Link bahwa penebangan sebagian kelapa normal KK di antara pertanaman kelapa Genjah Kopyor Pati Kk menyebabkan terjadinya peningkatan persentase buah kopyor yang dipanen hingga 10. Peningkatan persentase buah kopyor yang dipanen diduga terkait dengan menurunnya pengaruh xenia pada pertanaman akibat jumlah pohon normal KK yang semakin sedikit di lokasi penelitian. Populasi pertanaman yang cenderung kelapa Dalam juga terlihat 7 kali terjadi persilangan sendiri self pollination berdasarkan hasil analisis cervus. Kemungkinan ini juga bisa terjadi karena adanya tipe bunga kelapa dengan morfologi terbuka. Xenia merupakan gejala genetik berupa pengaruh langsung pollen pada fenotipe biji dan buah yang dihasilkan tetua betina. Pada kajian pewarisan sifat. ekspresi dari gen yang dibawa tetua jantan dan tetua betina diasumsikan baru diekspresikan pada generasi berikutnya. Dengan adanya xenia, ekspresi gen yang dibawa tetua jantan secara dini sudah diekspresikan pada organ tetua betina buah embrio danatau endosperm . Gejala xenia tidak hanya mempengaruhi warna tetapi juga bentuk kadar gula, kadar minyak, bentuk buah dan waktu pemasakan. Xenia bukanlah penyimpangan dari Hukum Pewarisan Mendel melainkan konsekuensi langsung dari pembuahan berganda double fertilisation yang terjadi pada tumbuhan berbunga dan proses perkembangan embrio tumbuhan hingga biji masak. Pada tahap perkembangan embrio sejumlah gen pada embrio dan endosperm berekspresi dan mempengaruhi penampilan biji, bulir atau buah Denney 1992. Metaxenia tidak seperti xenia, tidak dapat dijelaskan dengan elemen-elemen hereditas kromosom yang terbawa di dalam polen karena tidak seperti kromosom yang terdapat pada jaringan yang menunjukkan pengaruh langsung dari polen tetua Bodor et al. 2008. Metaxenia menguraikan tentang pengaruh polen pada jaringan buah maternal asal seperti pericarp dan komponen buah yang lain tidak dipengaruhi oleh polen. Sedangkan xenia menguraikan tentang pengaruh polen pada jaringan yang berisi sedikitnya satu satuan gen dari tetua jantan yakni embrio dan endosperm Ehlenfeldt 2003. Simpulan Pertanaman kelapa Dalam kopyor Pati di desa Dukuh Seti cenderung mengalami pengaruh negatif xenia dengan keberadaan pohon-pohon kelapa normal yang dalam jumlah lebih banyak di sekitar pohon kopyor. Selain itu, pengaruh negatif xenia menyebabkan hasil buah kopyor yang dipanen hanya sebesar 1 dan buah normal yang dipanen sebesar 99 dari total buah yang 63 dipanen. Jarak penyebaran serbuk sari yang terdekat sejauh 0 m self pollination dan terjauh sejauh 54 m. Frekuensi jarak penyebaran serbuk sari tertinggi terdapat pada jarak 20 m dengan sebanyak 30 kali penyerbukan. Persentase terjadinya penyerbukan silang outcrossing sebesar 95 dan penyerbukan sendiri selfing sebesar 5. 64 65

VI. LEBAH MADU SEBAGAI POLINATOR MERUBAH POLA PERSEBARAN SERBUK SARI KELAPA KOPYOR GENJAH PATI