Pengaruh Volume Lindi Putih Yang Digunakan Terhadap Kadar Lignin Pulp Pada Proses Pemasakan Di Digester Fl#2 Di PT.RAPP Kerinci

(1)

PENGARUH PEMAKAIAN WHITE LIQUOR (LINDI PUTIH) TERHADAP KADAR LIGNIN PADA PROSES PEMASAKAN SERPIHAN KAYU

KARYA ILMIAH

JAKA KELANA 072409030

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PENGARUH VOLUME LINDI PUTIH YANG DIGUNAKAN TERHADAP KADAR LIGNIN PULP PADA PROSES PEMASAKAN DI DIGESTER FL#2 DI

PT.RAPP KERINCI

KARYA ILMIAH

JAKA KELANA 072409030

PROGRAM DIPLOMA-3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010

PENGARUH VOLUME LINDI PUTIH YANG DIGUNAKAN TERHADAP KADAR LIGNIN PULP PADA PROSES PEMASAKAN DI DIGESTER FL#2 DI PT.RAPP


(3)

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

JAKA KELANA 072409030

PROGRAM DIPLOMA-3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(4)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH VOLUME LINDI PUTIH YANG DIGUNAKAN TERHADAP KADAR LIGNIN PULP PADA PROSES PEMASAKAN DALAM DIGISTER FL#2 DI PT.RAPP KERINCI

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : JAKA KELANA

Nomor Induk Mahasiswa : 072409030

Program Studi : D3 KIMIA INDUSTRI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juli 2010

Diketahui/Disetujui oleh :

Departemen KIMIA FMIPA USU

Ketua, Dosen Pembimbing

(Dr. Rumondang Bulan Nst, MS) (Drs. Darwis Surbakti ,M.Sc) NIP : 195408301985032001 NIP : 195307071983031001


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH VOLUME LINDI PUTIH YANG DIGUNAKAN TERHADAP KADAR LIGNIN PULP PADA PROSES PEMASAKAN DI DIGESTER FL#2

DI PT.RAPP KERINCI

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

JAKA KELANA 072409030


(6)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, Segala puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas berkat, rahmad dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagaimana mestinya.

Tujuan disusunnya karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi pada program studi diploma tiga Kimia Industri (D3 KIN) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil kerja praktek yang dilaksanakan di PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) dari tanggal 05 Januari 2010 sampai dengan 05 Februari 2010. Adapun Judul dari karya ilmiah ini adalah ”Pengaruh Volume Lindi Putih Yang Digunakan Terhadap Kadar Lignin Pulp Pada Proses Pemasakan Di Digester FL#2 Di.PT.RAPP Kerinci.”

Secara khusus penulis persembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Tugirin dan Ibunda tercinta Rosnani, juga pada adik-adikku tersayang, serta seluruh keluarga besarku atas dukungan moril, materil dan semangat yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini

Selama penulisan karya ilmiah ini, banyak kendala yang penulis hadapi. Berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulisan dapat diselesaikan tepat waktu. Oleh karena itu, tiada kata yang patut untukpenulis sampaikan kecuali ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Drs. Darwis Surbakti,M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis dan memberikan saran-saran yang membangun sampai penyelesaian karya ilmiah ini


(7)

2. Bapak Rifai dan Aki selaku pembimbing lapangan, dan karyawan PT. RAPP yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan kerja praktek

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst,MS selaku ketua jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU

4. Bapak Prof.Dr. Harry Agusnar,M.Sc,M.Phil selaku koordinator Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU

5. Untuk teman-teman seperjuangan stambuk 2007 Kimia Industri FMIPA USU 6. Untuk sahabat dan teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan

karya ilmiah.

7. Untuk teman-temanku Bayu, Anza, Richard, Hendra, Putra, Rozi, Sukamto, Novi, Titin, Hilda, Renie, Gugun, Emir, Agus, Nanda dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan karya ilmiah ini, baik dari segi penulisan maupun substansinya, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis tidak menutup kemungkinan bagi para pihak untuk memberikan saran maupun kritik yang bersifat membangun guna penyempurnaan karya ilmiah ini.

Medan, Juli 2010 Penulis


(8)

ABSTRAK

Proses pemasakan serpihan kayu merupakan proses terpenting dalam pembuatan pulp. Salah satu variabel yang mempengaruhi proses pemasakan adalah jumlah volume lindi putih yang digunakan pada proses pemasakan. Karena volume lindi putih yang digunakan sangat berperan dalam delignifikasi pada saat proses pemasakan serpihan. Untuk mendapatkan mutu pulp yang baik dapat diatur pada proses pemasakan. Dimana volume lindi putih yang digunakan disesuaikan dengan berat serpihan kayu yang dimasak serta memperhatikan variabel-variabel yang berpengaruh pada proses pemasakan sehingga dicapai mutu pulp yang baik. Untuk mengetahui mutu pulp yang dihasilkan pada proses pemasakan ditentukan oleh kadar lignin yang tersisa setelah pemasakan yang diketahui dengan penentuan bilangan kappa.


(9)

ABSTRACT

THE EFFECT USING OF VOLUME WHITE LIQUOR TOWARD LIGNIN CONTENT IN THE COOKING PROCESS IN DIGESTER FIBERLINE # 2

The process of cooking chips is the importance of process in making pulp. The one variabels that can be influence in the cooking process is using of white liquor volume in cooking process. Because used volume of white liquor very importance role in delignifikation when the process of cooking chips. To get quality of good pulp can be arranged in cooking process where volume of white liquor used is accorded with the weight of chip and take care the influence variabels in cooking process so that is reached the quality of good pulp. To know the quality of pulp has produced in cooking rocess is content of lignin residu after cooking and can be knowing by determine of kappa number


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 4

1.3 Tujuan 4

1.4 Manfaat 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum Tentang Kayu 5 2.2 Komponen Kimia Kayu 6

2.2.1 Selulosa 6

2.2.2 Hemiselulosa 7

2.2.3 Lignin 7

2.2.4 Zat Ekstraktif 9

2.3 Pembuatan Pulp Kayu 10

2.3.1 Pembuatan Pulp Secara mekanis 10

2.3.2 Secara semikimia 12


(11)

2.4 Kondisi Proses dan Parameter-parameter Pada Pemasakan 14

2.5 Pembuatan pulp kraft 17

2.5.1. Reaksi dengan lignin 19 2.5.2 Reaksi dengan karbohidrat 20 2.5.3 Reaksi dengan ekstraktif 21

2.6 Komposisi Lindi Hitam 22

2.7 Digester 22

BAB 3 METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan 26

3.1.1 Alat 26

3.1.2 Bahan 26

3.3 Prosedur 27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data 29

4.2 Perhitungan 30

4.3 Pembahasan 31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 34

5.2 Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbandingan komponen kimia jenis hardwood dan softwood 10 Tabel 2.2 Perbedaan Batch Digester dan Continuous Digester 24 Tabel 4.1 Data pengamatan pada bahan baku Akasia 29 Tabel 4.2 Perbandingan volume lindi putih terhadap bilangan


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Rumus struktur dari lignin kayu lunak 8 Gambar 2.2 Reaksi-reaksi utama struktur β aril eter fenol selama

pembuatan pulp alkali dan kraft. 20 Gambar 4.1 Grafik pengaruh volume lindi putih yang digunakan


(14)

ABSTRAK

Proses pemasakan serpihan kayu merupakan proses terpenting dalam pembuatan pulp. Salah satu variabel yang mempengaruhi proses pemasakan adalah jumlah volume lindi putih yang digunakan pada proses pemasakan. Karena volume lindi putih yang digunakan sangat berperan dalam delignifikasi pada saat proses pemasakan serpihan. Untuk mendapatkan mutu pulp yang baik dapat diatur pada proses pemasakan. Dimana volume lindi putih yang digunakan disesuaikan dengan berat serpihan kayu yang dimasak serta memperhatikan variabel-variabel yang berpengaruh pada proses pemasakan sehingga dicapai mutu pulp yang baik. Untuk mengetahui mutu pulp yang dihasilkan pada proses pemasakan ditentukan oleh kadar lignin yang tersisa setelah pemasakan yang diketahui dengan penentuan bilangan kappa.


(15)

ABSTRACT

THE EFFECT USING OF VOLUME WHITE LIQUOR TOWARD LIGNIN CONTENT IN THE COOKING PROCESS IN DIGESTER FIBERLINE # 2

The process of cooking chips is the importance of process in making pulp. The one variabels that can be influence in the cooking process is using of white liquor volume in cooking process. Because used volume of white liquor very importance role in delignifikation when the process of cooking chips. To get quality of good pulp can be arranged in cooking process where volume of white liquor used is accorded with the weight of chip and take care the influence variabels in cooking process so that is reached the quality of good pulp. To know the quality of pulp has produced in cooking rocess is content of lignin residu after cooking and can be knowing by determine of kappa number


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kayu adalah bahan utama penghasil serat selulosa, dan selulosa merupakan bahan baku dalam pembuatan pulp. Pulp (bubur kertas) itu sendiri merupakan bahan baku dalam pembuatan kertas, rayon dan senyawa-senyawa kimia turunan selulosa lainnya. Kayu dipilih sebagai bahan penghasil serat selulosa karena memiliki rendemen serat yang tinggi. Kandungan bahan kimia yang terdapat dalam kayu baik komposisinya maupun sifat-sifatnya sangat berperan dalam pembuatan pulp.

Proses pembuatan kertas diawali dengan pembuatan pulp yaitu dengan memasak serpihan kayu dalam suatu bejana yang besar dan tinggi yang disebut digester. Proses pembuatan pulp yang paling banyak dipakai saat ini adalah proses sulfat atau sering disebut juga proses kraft. Keuntungan yang diperoleh dari proses kraft ini yaitu menghasilkan pulp yang memiliki kekuatan yang tinggi, dapat dipakai untuk pembuatan pulp dari bahan baku kayu dari spesies yang berbeda, terdapat bahan kimia pengganti, tersedianya peralatan yang standart dan dapat dihasilkan berbagai jenis pulp. Proses ini menggunakan bahan kimia alkali aktif sebagai cairan pemasak (lindi putih) yaitu natrium


(17)

sulfida (Na2S) dan natrium hidroksida (NaOH) yang merupakan variabel yang perlu diperhatikan karena baik tidaknya pulp yang dihasilkan tergantung kepada jumlah pemakaian alkali aktif. Jika pemakaian alkali aktif terlalu banyak maka akan merusak pulp yang dihasilkan. Fungsi dari sulfida tersebut adalah mempercepat reaksi delignifikasi sehingga waktu pemasakan lebih pendek.

Tujuan dari pemasakan serpihan kayu adalah memisahkan serat dari pengikatnya. Dalam kayu yang berperan sebagai serat adalah selulosa dan hemiselulosa dan zat pengikatnya adalah lignin. Jumlah kadar lignin pulp dinyatakan sebagai kappa number. Kappa number adalah banyaknya jumlah volume lindi putih yang dibutuhkan untuk menghasilkan mutu pulp yang bagus. % kadar lignin = 0,147 x kappa number.

Dalam pemasakan serpihan kayu dengan proses kraft digunakan larutan pemasakan lindi putih (white liquor). Lindi putih yaitu cairan pemasak utama yang mengandung Natrium Hidroksida (NaOH) dan Natrium Sulfida (Na2S) yang mempunyai perbandingan 5 NaOH + 2 Na2S dan dengan pH 13,5 – 14,0. Garam – garam natrium yang terdapat pada lindi putih dalam jumlah yang kecil adalah Natrium karbonat , Natrium Sulfat, Natrium tiosulfat, natrium sulfit, dan natrium silikat.

Pemasakan dilakukan pada suhu 160oC – 180oC selama sekitar 120-180 menit. Sebagian besar lignin akan terlarut dan serat-serat terlepas. Serat-serat ini dipisahkan dari cairan pemasak. Cairan pemasak melarutkan senyawa-senyawa lain selain selulosa. Sisa pemasakan dipisahkan dengan pencucian.

Secara umum standart mutu pulp setelah proses pemasakan biasanya ditentukan dengan jumlah kandungan lignin yang terdapat pada pulp, banyaknya kandungan lignin diukur sebagai kappa number (bilangan kappa), bilangan kappa yang diharapkan pada


(18)

proses pemasakan adalah 10,5 – 13,0. Untuk mencapai bilangan kappa tersebut, maka harus diperhatikan jumlah pemakaian lindi putih yang digunakan. Jika penambahan lindi putih kurang pada proses pemasakan maka akan menyebabkan tingginya kandungan lignin pada pulp, tingginya kappa number yang diperoleh dan juga menyebabkan serpihan kayu tidak masak. Akan tetapi jika volume lindi putih yang digunakan terlalu banyak akan menyebabkan pemborosan biaya. Oleh sebab itu jumlah penambahan volume lindi putih perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan berat serpihan kayu yang dimasak, agar tercapai bilangan kappa pulp yang diharapkan.

Siklus pemasakan pada superbatch digester adalah: A.chip filling (pengisian serpihan kayu)

B.Impregnation (impregnasi)

C.Hot Filling (pengisian cairan pemasak panas)

1.Pengisian lindi hitam panas pada suhu 1500C sampai 1700C 2.Pengisian lindi putih dengan suhu 1500C sampai 1700C D.Heating and cooking (pemanasan dan pemasakan)

E.Displacement (pegantian) F.Discharge (pengisian)

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini sebagai pembahasan dalam tugas akhir dengan judul :

” PENGARUH VOLUME WHITE LIQUOR ( LINDI PUTIH ) YANG DIGUNAKAN TERHADAP KADAR LIGNIN PADA PROSES PEMASAKAN SERPIHAN KAYU DI FIBERLINE 2 P.T RIAU ANDALAN PULP AND PAPER (RAPP). ”


(19)

1.2 Permasalahan

Dalam proses pemasakan serpihan kayu (chip) di dalam digester, volume lindi putih yang digunakan harus disesuaikan dengan berat serpihan kayu yang dimasak. Jika volume lindi putih yang digunakan dalam proses pemasakan tidak sesuai dengan berat serpihan kayu maka mutu pulp yang dihasilkan kurang bagus. Mutu pulp yang dihasilkan dapat dilihat dari kadar lignin yang terdapat pada pulp yang dihitung dengan rumus : % kadar lignin = 0,147 x kappa number. Dari uraian di atas maka yang diangkat sebagai rumusan masalah adalah” bagaimanakah pengaruh pemakaian volume lindi putih ( white liquor) terhadap kadar lignin pulp dan bagaimana akibatnya jika volume lindi putih yang digunakan tidak sesuai dengan serpihan kayu yang dimasak ?”.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh dari volume lindi putih (white liquor) yang digunakan terhadap kandungan lignin dalam pulp yang dihasilkan yang diketahui sebagai jumlah bilangan kappa (kappa number) yang dihasilkan.

1.4 Manfaat

Sebagai pemberi informasi mengenai pengaruh jumlah volume lindi putih yang digunakan dalam proses pemasakan serpihan kayu terhadap kualitas pulp yang akan dehasilkan dengan menentukan kadar lignin pulp yang dihitung sebagai bilangan kappa (kappa number).


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Umum Tentang Kayu

Pulp adalah produk dasar dari kayu, sebagian besar digunakan untuk pembuatan kertas, akan tetapi ini diproses dengan selulosa yang berbeda, seperti sebagai rayon sutera selophane. Bahan baku pulp dapat berasal dari kayu, bagasse, lalang, jerami, rumput-rumputan dan bahan-bahan yang mengandung selulosa dan hemisolulosa. Sedangkan bahan dasar yang terpenting dalam pembuatan pulp adalah selulosa. Kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dapat dibedakan atas dua jenis yaitu kayu serat panjang (soft wood) dan kayu serat pendek (hard wood).

Perbedaan utama antara softwood dengan hardwood adalah panjang seratnya. Serat hardwood sekitar 1/3-1/5 dari panjang serat softwood. Perbedaan lainnya adalah jumlah tipe-tipe sel yang berbeda. Softwood memiliki fraksi serat yang lebih tinggi daripada hardwood. Umumnya, pulp dari softwood menghasilkan pulp yang lebih kuat daripada hardwood. Karena serat softwood lebih panjang. Softwood biasanya memberikan yield(rendemen) yang lebih rendah daripada hardwood dalam kondisi pengolahan yang sama. Ini karena hemiselulosa pada softwood lebih mudah larut daripada hemiselulosa pada hardwood. softwood umumnya mengandung lebih banyak


(21)

lignin daripada hardwood. Pulp dari kraft hardwood yang diputihkan menghasilkan kertas dengan kualitas yang bagus dan membutuhkan formasi lembaran dan permukaan untuk cetakan yang bagus. Kekuatan yang tinggi tidak terlalu dibutuhkan. Serat

hardwood memiliki permukaan yang halus karena ukurannya yang kecil.

2.2. Komponen kimia kayu

2.2.1. Selulosa

Selulosa adalah bagian utama dari dinding sel kayu. Selulosa adalah suatu polimer karbohidrat yang kompleks yang memiliki persentasi komposisi yang sama dengan tepung(kanji) dimana nilai glukosa dapat ditentukan dengan hidrolisis menggunakan asam. Unit molekul penyusun selulosa adalah glukosa yang merupakan gula. Banyak molekul glukosa yang bergabung bersama-sama membentuk rantai selulosa. Rumus kimia selulosa adalah ( C6H10O5)n dimana n adalah jumlah unit pengulangan glukosa, n juga disebut derajat polimerisasi (DP).

Nilai dari n bervariasi tergantung sumber selulosa yang berbeda . Selama pengolahan pulp dalam digester, derajat polimerisasi akan menurun beberapa derajat. Ini penting untuk tidak turun terlalu banyak, karena rantai selulosa yang lebih pendek pada akhirnya menghasilkan pulp yang kurang bagus.

Selulosa dalam kayu mempunyai nilai derajat polimerisasi rata-rata 3500 dimana selulosa dalam pulp mempunyai rata-rata derajat polimerisasi dalam rentang 600-1500. Selulosa adalah polimer lurus tidak bercabang.


(22)

2.2.2. Hemiselulosa

Hemiselulosa juga polimer yang umumnya dibentuk oleh unit-unit gula. Berbeda dengan selulosa, dimana selulosa hanya terdiri dari polimer glukosa, hemiselulosa adalah polimer dengan 5 gula berbeda yaitu glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, dan arabinosa.

Rantai hemiselulosa jauh lebih pendek dibandingkan rantai selulosa karena memiliki derajat polimerisasi lebih rendah. Sebuah molekul hemiselulosa mengandung sampai 300 unit gula. Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa bukan polimer rantai lurus tetapi polimer bercabang dimana tidak membentuk unsur kristal dan mikrofibril seperti selulosa. Dalam pengolahan pulp, hemiselulosa bereaksi lebih cepat dari pada selulosa. Dalam kayu, hemiselulosa kebanyakan ditemukan di sekeliling mikrofibril selulosa , dimana hemiselulosa membantu ikatan selulosa. Dalam pembuatan kertas, hemiselulosa berperan untuk membuat kertas lebih kuat.

2.2.3. Lignin

Setelah Selulosa, lignin merupakan zat organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan. Penyatuan lignin ke dalam dinding sel tumbuhan memungkinkan lignin menguasai permukaan bumi. Lignin menaikkan sifat-sifat kekuatan mekanik sedemikian rupa sehingga tumbuhan yang besar seperti pohon yang tingginya lebih dari 100 m tetap dapat kokoh berdiri.

Lignin merupakan komponen kimia dan morfologi yang karakteristik dari jaringan tumbuhan tinggi seperti pteridofita dan spermatofita (gimnosperm dan


(23)

angiosperm), dimana ia terdapat pada jaringan vaskuler yang khusus untuk mengangkut cairan dan kekuatan mekanik.

Lignin adalah partikel amorf yang bersama selulosa membentuk dinding sel kayu dari pohon . Lignin memperat material diantara sel dan menambah kekuatan mekanis kayu. Lignin adalah polimer tiga dimensi yang sangat bercabang. Unit penyusun molekul lignin adalah fenilpropan.

Suatu molekul lignin memiliki derajat polimerisasi yang tinggi karena ukuran dan struktur tiga dimensinya. Lignin dalam kayu berfungsi sebagai perekat. Lamela tengah dimana kebanyakan terdiri dari lignin mengikat sel bersama-sama dan memberi bentuk pada kayu. Dinding sel juga mengandng lignin. Dalam dinding sel, lignin bersama hemiselulosa membentuk matriks dimana mikrofibril selulosa disusun.


(24)

Istilah ekstraktif kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan nonpolar. Dalam arti yang sempit ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik, dan dalam pengertian ini nama ekstrakstif digunakan dalam analisis kayu. Tetapi senyawa-senyawa karbohidrat dan anorganik yang larut dalam air jjuga termasuk dalam senyawa-senyawa yang dapat diekstraksi.

Kayu biasanya mengandung sejumlah kecil berbagai partikel yang disebut ekstraktif. Partikel ini dapat diekstraksi dari kayu dengan air atau pelarut organik seperti eter atau alkohol.

Asam lemak, asam resin, wax, terpen, dan senyawa fenol adalah beberapa kelompok ekstraktif . kebanyakan ekstraktif ini dipisahkan pada pulp sulfat. Terpentin mentah dapat diperoleh kembali dari buangan gas pada digester karena terpen mudah menguap. Lemak, asam lemak dan asam resin dapat diubah menjadi sabun dengan proses sulfat dan larut dalam cairan pemasak. Sabun ini kemudian dipisahkan dari lindi hitam dan diperoleh kembali sebagai ”tall oil”. Beberapa dari ekstraktif yang sedikit terlarut dapat menyebabkan masalah pitch (benjolan atau pengotor atau getah) dalam pulp sulfat dan pembuatan kertas . Bentuk ini dapat tertahan dalam peralatan seperti saringan.


(25)

Komponen Hardwood Softwood 1. Selulosa

2. Hemiselulosa 3. Lignin 4. Ekstraktif

45% ( + 2%) 30% ( + 2%) 20% ( + 4%) 5% ( + 3%)

42% ( + 2%) 27% ( + 2%) 28% ( + 3%) 3% ( + 2%)

2.3. Pembuatan Pulp Kayu

Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat dikerjakan secara kimia, secara mekanik atau dengan kombinasi kedua perlakuan tersebut.

2.3.1. Pembuatan Pulp Secara mekanis

Proses pengasahan kayu dimana kayu gelondongan yang dikuliti diperlakukan dalam batu asah yang berputar dengan diberi semprotan air merupakan dasar pembuatan pulp secara mekanis. Di samping serat yang utuh. Bahan kayu dirobek-robek dalam bentuk bagian-bagian serat yang kurang lebih rusak. Kerusakan serat secara fisik ini tidak dapat dihindari dan karena itu kekuatan kertas yang dibuat dari pulp - pulp mekanik agak rendah. Kelemahan-kelemahan lain dari pembuatan pulp mekanik adalah pemakaian energi yang tinggi dan praktis hanya kayu-kayu lunak, terutama spurace, yang berguna sebagai bahan baku.


(26)

menghasilkan proses kayu asah yang dimodifikasi dalam mana pengasahan dilakukan pada tekanan tinggi. Karena suhu pada batu asah tinggi, lignin melunak, yang memudahkan defebrasi. Akibatnya, pulp kayu asah tekan (PGW) memiliki sifat-sifat kekuatan yang agak lebih baik dari pada pulp GW biasa.

Cara lain defibrasi mekanik kayu adalah dengan menggunakan penggiling bentuk cakram, yang tentu saja membutuhkan pembuatan serpih lebih dahulu. Teknologi defibrasi yang diperbaiki dikembangkan dalam tahun 1960-an yang menghasilkan yang disebut pulp termomekanik (TMP). Tipe pembuatan pulp mekanik ini berarti penggilingan setelah pengukusan awal yang bertekanan dan ini menghasilkan perbaikan sifat-sifat kekuatan. Namun kerugiannnya adalah penggunaan energi tinggi.

Metode secara mekanis adalah metode yang paling tua dan masih digunakan adalah groundwood process, dimana satu blok kayu sesuai panjangnya dipres dengan batu giling yang lembab dan kasar yang berputar dengan kecepatan 1000 – 1200 m/menit. Serat dipisahkan dari kayu dan dicuci dari permukaan batu dengan air. Larutan encer dari serat dan potongan-potongan serat disaring untuk memisahkan pecahan dan partikel berukuran besar dan dipadatkan (dengan penghilangan air) untuk membentuk pulp dan untuk pembuatan kertas. Proses pada dasarnya sederhana tetapi efisiensi produksinya sama, pulp yang berkualitas bagus membutuhkan penanganan yang hati-hati menngenai kekasaran permukaan batu, tekanan pada batu, suhu dan laju alir dari air pencuci.

Metode ini memiliki keuntungan mengubah 95% berat kering kayu menjadi pulp tetapi membutuhkan jumlah energi yang sangat besar untuk mengerjakannya. Pulp membentuk kertas tak tembus cahaya yang bagus untuk printing tapi lembarannya lemah dan dapat pudar dengan mudah jika terkena cahaya.


(27)

2.3.2. Secara semikimia

Proses-proses pembuatan pulp secara semikimia pada dasarnya ditandai dengan perlakuan kimia didahului dengan tahap penggilingan secara mekanik. Proses ini menggabungkan proses kimia dan proses mekanis. Bahan baku mengalami perlakuan kimia untuk menghilangkan ikatan ligno selulosa secara parsial dan perlakuan mekanis untuk mendapatkan pemishan serat yang sempurna. Hasil yang diperoleh dengan proses ini lebih rendah dibandingkan dengan proses mekanis

2.3.3. Secara kimia

Dalam metode ini, serpihan kayu dimasak dengan bahan kimia yang tepat dalam larutan berair dengan menaikkan suhu dan tekanan. Tujuannya adalah mendegradasi dan melarutkan lignin dan meninggalkan sebagian besar selulosa dan hemiselulosa dalam bentuk serat utuh. Ada tiga metode pembuatan pulp secara kimia yaitu proses Kraft(basa), proses sulfit(asam), dan proses soda.

A. Proses sulfat(Kraft)

Sistem pemasakan alkali bertekanan pada suhu tinggi dikenal dalam tahun 1850 –an. Menurut metode yang diusulkan oleh C. Watt dan H. Burgess, larutan natrium hidroksida digunakan sebagai lindi pemasak dan lindi bekas yang dihasilkan dipekatkan dengan cara penguapan dan dibakar. Leburan, yang terdiri atas natrium karbonat, diubah kembali menjadi natrium hidroksida dengan kalium hidroksida (kostisisasi). Karena natrium karbonat digunakan untuk imbuhan, maka proses pemasakn disebut proses soda.


(28)

Dalam tahun 1870, A.K. Eaton di Amerika Serikat mematenkan penggunaan natrium sulfat sebagai pengganti natrium karbonat. Gagasan yang mirip diikuti oleh C.F. Dahl, yang sekitar 15 tahun kemudian menyajikan proses pembuatan pulp yang mudah dilakukan secara teknik di Danzig. Penemuan-penemuan ini mengawali proses (kraft). Namun terobosan proses kraft pertama-tama terjadi dalam tahun 1930-an setelah dikenalkan sistem-sistem pengelantangan bertingkat banyak. Yang paling penting adalah kerja yang dirintis oleh G.H. Tomlinson di kanada, yang mengembangkan tungku pemulihan yang cocok untuk pembakaran lindi-lindi hitam kraft. Dalam proses kraft natrium sulfat ditambahkan untuk imbuhan. Yang direduksi didalam tungku pemulihan menjadi natrium sulfida, yang merupakan bahan kimia kunci yang dibutuhkan untuk delignifikasi.

Saat ini proses sulfat tidak hanya merupakan proses pembuatan pulp alkalis yang utama untuk kayu, tetapi sekaligus juga merupakan proses pulp yang paling penting. Proses sulfat melibatkan pemasakan chip dengan larutan NaOH dan Na2S. Reaksi dengan alkali menyebabkan pemecahan lignin menjadi kelompok yang lebih kecil dimana garam natrium dapat larut dalam cairan pemasak. ”Kraft” dalam bahasa Jerman berarti dan proses sulfat menghasilkan kertas yang kuat tetapi pulp yang belum diputihkan berwarna coklat tua. Proses ini ditemukan lebih dari 100 tahun yang lalu sebagai modifikasi dari proses soda (yang memanfaatkan hanya NaOH sebagai bahan kimia aktif) ketika Carl S. Dahl memasukkan Na2SO4 ke dalam sistem pemasakan.


(29)

Dalam proses ini, campuran asam sulfit (H2SO3) dan ion bisulfit (HSO3-) digunakan untuk menyerang dan melarutkan lignin. Sulfit bersatu dengan lignin membentuk garam dari asam lignosulfonik yang dapat larut dalam larutan pemasak dan struktur kimia dari lignin masih utuh. Bahan kimia dasar untuk bisulfit dapat berupa ion kalsium, magnesium, natrium atau ammonium. Pulp sulfit dapat dilakukan dalam rentang PH yang besar. Asam sulfit menunjukkan proses pulp dengan kelebihan asam sulfur bebas (pH 1-2), dimana bisulfit memasak dalam keadaan sedikit asam. Pulp sulfit berwarna lebih cerah daripada pulp kraft dan dapat dibleach lebih mudah tetapi lembaran kertas lebih lemah daripada kertas Kraft.

C. Proses Soda

Dalam proses ini, kayu dimasak dengan NaOH. Cairan pemasak yang tersisa diuapkan dan dibakar menghasilkan Na2CO3 dan ketika ditambahkan dengan kapur menghasilkan NaOH. Disebut proses soda karena dihasilkan dari bahan kimia Na2CO3. Proses ini sekarang jarang digunakan.

2.4. Kondisi Proses dan Parameter-parameter Pada Pemasakan

Pada dasarnya serpihan kayu dimasukkan ke dalam bejana pemasak bersama-sama dengan lindi pemasak yang segar (lindi putih). Sistem-sistem bejana pemasak yang pokok adalah sistem terputus (sistem batch). Bejana pemasak khas yang digunakan dalam proses kraft adalah bejana aliran kebawah vertikal. Dalam pembuatan pulp kraft senambung serpihan kayu dipanasi awal dengan uap dalam bejana pengukus awal sebelum dimasukkan ke dalam bejana pemasak.


(30)

Sistem - sistem bejana pemasak yang ditingkatkan meliputi : - pencucian pulp dalam bejana.

- penghembusan suhu rendah (pulp yang sudah dimasak didinginkan di bawah 100oC sebelum dialirkan).

- pemasakan melawan arus ( cairan putih dimasukkan dalam bagian tengah bejana dan mengalir ke atas).

- Gerakan bejana ( pendidihan dilakukan dibagian bawah ketel dengan pengurangan tekanan dibagian atas).

Proses pembuatan pulp kraft dan pulp yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa parameter :

- Bahan baku ( spesies dan kualitas kayu ) - Nisbah lindi pemasak terhadap kayu - Waktu dan suhu pemasakan

- Banyaknya dan konsentrasi bahan kimia pemasak - Komposisi bahan kimia pemasak.

Proses kraft tidak terlalu sensitif terhadap bahan baku dan sangat cocok untuk kayu lunak dan kayu keras dengan kerapan dan umur yang berbada bahkan dalam campuran dan sangat toleran terhadap terhadap sisa-sisa kulit, yang mencapai sekitar 2% untuk kualiatas pulp yang dikelantang.

Nisbah lindi pemasak dengan kayu terutama ditentukan oleh ukuran bejana pemasak dan kemampuan pengisian serpih dalam bejana, dan bervariasi menurut kondisi proses pemasak.


(31)

Waktu dan suhu pemasakan sangat erat hubungannya. Pada dasarnya waktu pemasakan dapat dikurangi beberapa saat dengan menaikkan suhu pemasakan , namun dalam kisaran suhu pembuatan pulp normal antara 160 dan 180oC tidak ada pengaruh yang jelas pada laju pembuatan pulp. Biasanya pada suhu tinggi rendemen dan kaualitas pulp turun.

Jumlah bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan pulp dinyatakan sebagai banyaknya alkali yang efektif dan tergantung pada faktor-faktor seperti spesies kayu, kondisi pemasakan dan sisa lignin yang diperlukan dalam pulp. Banyaknya alkali efektif berkisar antara 11% (didasarkan ada kayu yang kering tanur) untuk kualitas kasar tidak dikelantang dan 17% untuk kualitas kertas yang dapat dikelantang, dan lebih tinggi untuk kualitas pulp pelarut.

Konsentrasi alkali merupakan parameter utama dari pelarutan lignin dan polisakarida. Konsentrasi natrium hidroksida pada pemulaan pemasakan sangat bervariasi dari 20 hingga 80 g/l.

Komposisi lindi pemasak dalam pembuatan pulp sulfat dinyatakan dengan yang disebut sulfiditas, yang menyatakan nisbah Na2S terhadap alkali aktif, keduanya dinyatakan sebagai Na2O. Sulfiditas yang digunakan bervariasi menurut perubahan banyaknya alkali, suhu pemasakan dan sejumlah faktor lain. Biasanya banyaknya sulfida untuk kayu keras lebih rendah (15-20%) daripada untuk kayu lunak (25-35%).

2.5. Pembuatan pulp kraft

Pembuatan pulp kraft dilakukan dengan larutan yang terdiri dari natrium hidroksida dan natrium sulfida, yang dinamakan lindi putih. Menurut terminologi digunakan


(32)

definisi-definisi berikut, dimana semua bahan kimia dihitung sebagai ekuivalen natrium dan dinyatakan sebagai berat NaOH dan Na2O.

Alkali total Semua garam natrium Alkali yang dapat dititrasi NaOH + Na2S + Na2CO3

Alkali aktif NaOH + Na2S

Alkali efektif NaOH + ½Na2S

Sulfiditas adalah persentase perbandingan dari Na2S dan alkali aktif dinyatakan sebagai Na2O.

Na2S

X 100% NaOH + Na2S

% kaustik adalah persentase perbandingan NaOH dengan alkali aktif yang dinyatakan sebagai Na2O

NaOH

X 100% NaOH + Na2S

Kraft berarti kuat dalam bahasa Jerman. Kraft pulping menghasilkan serat pulp yang kuat

dalam proses pemasakan dengan menggunakan bahan kimia yang merupakan campuran dari NaOH dan Na2S (lindi putih). Tujuan dari pengolahan kraft (sulfat) pulp adalah untuk memisahkan serat dalam kayu secara kimia dan melarutkan sebagian besar lignin yang terdapat dalam dinding serat atau untuk memasak serpihan kayu sesuai dengan target bilangan kappa. Pemisahan serat terjadi dengan melarutkan lignin yang terdapat di dalam lamela tengah yang berfungsi menyatukan antar serat. Bahan kimia dalam larutan pemasak juga melakukan penetrasi ke dalam dinding serat dan melarutkan lignin yang terdapat di situ.


(33)

- semua spesies kayu dapat digunakan sebagai bahan baku - prosesnya relatif tidak sensitif terhadap kulit kayu - waktu pemasakan relatif singkat

- masalah pitch dalam pulp relatif kecil - pulp lebih kuat

- efisien dalam penggunaan kembali bahan kimia dan energi

- memiliki hasil samping seperti turpentine dan tall oil yang cukup bernilai

Bahan kimia pemasak yang digunakan adalah lindi putih. Lindi putih memiliki pH 13-14.

Dalam jumlah yang kecil juga terdapat NaCl, garam potasium, silika, dan kalsium. Bahan kimia yang aktif dalam reaksi pengolahan pulp hanya NaOH dan Na2S (alkali aktif). Komponen yang aktif dalam lindi putih adalah ion hidroksil (OH-) dan ion hidrosulfida (SH-) yang terbentuk menurut reaksi berikut.

NaOH Na+ + OH

-Na2S + H2O NaOH + NaSH

Na2S 2Na+ + S

2-S2- + H2O SH- + OH

-Na2CO3 + H2O 2Na+ + CO32- + H2O CO32- + H2O CO3- + OH

-OH- + lignin lignin terdegradasi SH- + lignin lignin terdegradasi

Dengan adanya Na2S yang menghasilkan ion SH- akan meningkatkan penghilangan lignin dan menghasilkan pulp yang lebih kuat.


(34)

Bahan kimia yang lainnya tidak mempunyai pengaruh langsung dalam pengolahan pulp yang disebut bahan kimia yang tidak aktif. Na2SO4 terbentuk karena reduksi yang tidak sempurna dalam tungku pada recovery boiler. Na2CO3 terbentuk karena proses kaustisasi yang tidak sempurna dan Na2S2O3 terbentuk karena sulfida yang teroksidasi. Meskipun bahan kimia tidak aktif ini tidak berperan dalam pengolahan pulp, tetapi jumlah yang tinggi dalam lindi putih tidak diharapkan karena dapat menimbulkan kerak di digester dan khususnya di evaporator dan juga meningkatkan buangan dari tungku recovery boiler.

Selama reaksi pemasakan di digester 85-95% lignin, 50% hemiselulosa, dan 10% selulosa akan larut. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pemasakan

2.5.1. Reaksi dengan lignin

Reaksi lignin yang terjadi dalam kraft pulping sangat kompleks. Kehadiran ion SH- meningkatkan kelarutan lignin tanpa meningkatkan kelarutan dari selulosa. Efek keseluruhan dari semua reaksi antara lignin, ion SH-, dan ion OH- adalah polimer lignin diputus menjadi molekul yang lebih kecil. Molekul yang kecil ini tidak lagi berfungsi sebagai perekat dan tertinggal dalam struktur kayu dan akan terlarut dalam larutan pemasak dan terpisah dari serat kayu.


(35)

Gambar 2.2. Reaksi-reaksi utama struktur β aril eter fenol selama pembuatan pulp alkali dan kraft.

2.5.2 Reaksi dengan karbohidrat

Idealnya, hanya lignin yang larut dalam kraft pulping tetapi hal itu tidak terjadi. Selulosa dan hemiselulosa bereaksi dengan ion OH- selama pemasakan. Reaksi ini tidak diinginkan karena degradasi karbohidrat menjadi molekul yang lebih kecil dan dapar terlarut akan menurunkan yield (rendemen).

Lebih dari 20% selulosa dan hemiselulosa akan hilang. Hemiselulosa terdegradasi lebih cepat dan lebih banyak daripada selulosa karena hemiselulosa memiliki molekul lebih kecil dan bercabang dan juga terdapat dalam kadar yang lebih tinggi dalam stuktur kayu.

Satu reaksi yang terjadi selama pemasakan disebut peeling. Dalam reaksi peeling, unit gula pada bagian akhir rantai selulosa atau hemiselulosa dipisahkan satu demi satu. Reaksi yang lain disebut stopping dimana pada reaksi ini bagian akhir dari rantai


(36)

1700C adalah hidrolisis alkali. Dalam reaksi ini, rantai selulosa dipotong menjadi dua bagian, membentuk gugus akhir baru yang dapat melangsungkan peeling. Reaksi ini tidak bagus karena akan melarutkan selulosa lebih banyak dan menurunkan yield.

2.5.3 Reaksi dengan ekstraktif

Selama pembuatan pulp kraft ester-ester asam lemak terhidrolisis hampir sempurna meskipun lilin jauh lebih stabil dari pada lemak. Asam-asam lemak larut bersama-sama dengan asam-asam resin sebagai garam-garam natrium dalam lindi pemasak. Terutama sabun-sabun asam resin nerupakan bahan-bahan pelarut yang efektif yang mempermuda h penghilangan sebagian senyawa – senyawa netral yang sedikit larut seperti sitosterol dalam kayu pinus dan betulanol dan betulaprenol dalam birch. Karena kayu keras tidak mengandung sam-asam resin, maka sabun tall biasanya ditambahkan pada pemasakan untuk mengurangi kandungan ekstraktif dalam pulp akhir sampai tingkat yang cukup rendah sehingga ”persoalan pengkerakan” dapat dicegah.

Ekstraktif bereaksi dan mengkonsumsi cukup banyak larutan pemasak. Kebanyakan ektraktif dilarutkan selama pemasakan. Beberapa ektraktif yang terlarut dapat diolah sebagai hasil samping dari proses kraft. ”minyak tall” dan ”turpentine” adalah beberapa contoh produk. Beberapa material dari ekstraktif yang sangat sulit dilarutkan dan tersisa dalam pulp disebut material yang tidak disabunkan (non saponifiables). Tumpukan pitch (getah) dalam alat proses juga menimbulkan masalah kerusakan pada alat.


(37)

Bahan organik dalam lindi hitam yang dihasilkan setelah pembuatan pulp kraft pada dasarnya terdiri atas lignin dan produk-produk degradasi karbohidrat disamping bagian-bagian kecil ekstraktif dan produk-produk reaksi. Lindi hitam merupakan campuran yang sangat kompleks yang mengandung sejumlah besar komponen dengan struktur dan susunan yang berbeda.

Bagian terbesar dari fraksi lignin terdiri atas bahan yang mempunyai berat molekul tinggi, yang diendapkan bila lindi diasamkan. Komposisi lignin-lignin kraft adalah kompleks dan bervariasi tergantung pada spesies kayu dan kondisi pemasakan.

2.7. Digester

Digester adalah suatu bejana tempat proses pemasakan atau reaksi delignifikasi dari serpihan kayu berlangsung. Dengan penambahan larutan pemasak kimia, panas, dan tekanan maka lignin akan larut dan serpihan kayu diubah menjadi pulp. Digester dirancang untuk tahan terhadap temperatur dan tekanan tinggi, mempunyai volume yang cukup untuk menampung serpihan kayu dan ciran pemasak, memiliki konstruksi yang tahan terhadap korosi dan tidak terpengaruh lingkungan luar, serta mempunyai sistem sirkulasi tekanan dan larutan pemasak.

Ada dua jenis digester yang umum digunakan untuk pemasakan yaitu batch

digester (superbatch) dan continuous digester. Batch digester berbentuk tabung,

berukuran lebih kecil dan lebih pendek dengan volume 300-400 m3 . Batch digester pada prinsipnya mempunyai tahapan (schedulling) dalam proses pemasakan chip. Jadi dalam

batch digester prosesnya dari chip filling hingga discharge dijalankan bertahap atau


(38)

silinder yang tinggi dan besar mencapai 60-70 m dengan kapasitas 1000-2000 ton. Dalam

continuous digester proses berlangsung secara kontinyu (terus-menerus), artinya proses

mulai dari chip filling sampai discharge tidak dijalankan secara bertahap atau satu per satu karena di dalam continuous digester terdapat zona-zona yang sudah terbagi mulai dari atas hingga ke bawah dinataranya zona impregnasi, heating, cooking, dan washing. Kedua jenis digester terbuat dari stainless steel atau carbon steel karena kraft liquor yang bersifat basa tidak terlalu menyebabkan korosi. Konstruksinya menggunakan plat-plat baja berukuran 2 inchi (51 mm) yang dilas dan bagian bawah digester terkadang diperkuat dengan plat yang lebih tebal. Plat-plat baja tidak selamanya tahan terhadap

kraft liquor. Kraft liquor juga menyebabkan korosi yang relatif kecil hingga 0,5-1 mm

per tahunnya. Korosi dapat tejadi karena adanya NaCl, sulfida, karbonat, logam (kontaminan) dan zat ekstraktif. Oleh karena itu, plat baja perlu dipertebal secara bertahap agar tahan lama.


(39)

Batch Digester Continuous Digester - Lebih fleksibel (mudah mengganti

spesies chip dan mengatur variabel proses)

- Laju produksi lebih tinggi (jika satu digester rusak, masih ada yang lain) - Lebih mudah untuk start up dan

shut down

- Pemeliharaan lebih mudah

- Tidak terlalu sensitif terhadap chip fines

- Banyak memakai steam

- Banyak membutuhkan peralatan pendukung dan lahan

- Pengolahan non-condensible gas lebih sulit

- Kualitas pulp tidak seragam (berbeda antara digester)

- Sulit untuk mengganti chip spesies dan mengatur variabel proses (tidak bisa dioperasikan jauh dari spesifikasi

- Jika digester rusak maka tidak dapat berproduksi sama sekali

- Pemeliharaan lebih sulit - Sensitif terhadap chip fines

- Lebih hemat pemakaian steam (hemat energi)

- Kebutuhan steam lebih stabil

- Lebih ringkas, tidak butuh banyak lahan dan peralatan pendukung

- Pengolahan non-condensible gas lebih mudah

- Ada zona washing (pulp lebih bagus)

Proses delignifikasi dapat ditunjukkan dari hasil pemasakan melalui penentuan bilangan kappa (kappa number). Kappa number digunakan untuk menyatakan berapa jumlah lignin yang masih tersisa di dalam pulp setelah pemasakan . pengujian kappa


(40)

- merupakan indikasi terhadap derajat delignifikasi yang tercapai selama proses pemasakan, artinya kappa number digunakan untuk mengontrol pemasakan

- menunjukkan kebutuhan bahan kimia yang akan digunakan untuk proses selanjutnya yaitu proses bleaching (pemutihan).

Pada pengujian kappa number, jumlah larutan kalium permanganat (KMnO4) yang sudah diketahui konsentrasinya ditambahkan ke dalam sampel pulp. Setelah waktu tertentu, jumlah permanganat yang bereaksi dengan pulp ditentukan dengan mentitrasi sampel. Kappa number selanjutnya didefinisikan sebagai jumlah mililite KMnO4 0,1N yang dikonsumsi oleh 10 gram pulp selama 10 menit pada temperatur 25oC. Hasilnya dikoreksikan terhadap konsumsi 50% permanganat yang ditambahkan. Untuk pulp kraft hubungan antara kappa number dengan lignin adalah sebagai berikut :


(41)

BAB 3

METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Peralatan

- conveyor (pengumpan) - chip silo

- digester (bejana pemasak) - blower

- displacement tank - Acccumulator - Discharge tank - Pemompa - Steam packer

3.1.2 Bahan

- Accept Chip (serpihan kayu yang sesuai) - White liquor (lindi putih)


(42)

3.3.3. Prosedur kerja

Siklus pemasakan pada digester

A. Chip Filling ( pengisian serpihan kayu )

- Serpihan kayu yang sesuai (accept chip) didistribusikan dengan conveyor dan ditampung di dalam chip silo

- Serpihan kayu yang berada di dalam chip silo kemudian didistribusikan dengan screw conveyor dan dimasukkan ke dalam digester melalui bagian atas dari digester

- Pada saat pengisian serpihan kayu dibantu dengan steam yang bertekanan tinggi yaitu dengan tekanan 3-4 barr melalui steam packer

B. Impregnasi

- lindi hitam hangat yang suhunya 90oC dipompakan ke digester melalui bagian bawah dari digester sampai berlebih

- suhu dalam digester setelah impregnasi mencapai 90oC – 95oC C. Hot Filling (pengisian Cairan panas)

- lindi hitam panas yang bersuhu 160oC – 170oC dipompakan ke digester melalui bagian bawah dari digester sehingga perlahan-lahan lindi hitam hangat yang bersuhu 90oC keluar dari digester

- setelah penuh lalu dipompakan lindi putih panas yang bersuhu 150oC – 170oC ke dalam digester melalui bagian bawah sehingga perlahan-lahan lindi hitam panas yang bersuhu 160oC – 170oC keluar.

- Suhu dalam digester setelah hot filling mencapai 140oC – 155oC D. Heating and Cooking (pemanasan dan pemasakan)


(43)

- setelah pengisian cairan panas suhu dalam digester belum mencapai suhu pemasakan yaitu masih sekitar 140oC – 155oC dan suhu pemasakan yaitu 160oC – 165oC

- dilakukan pemanasan yaitu dengan bantuan middle pressure steam atau steam yang bertekanan sedang yaitu 13 – 14 bar sehingga dicapai suhu yang diperlukan untuk pemasakan dan tekanan pada saat pemasakan adalah 7 – 11 bar

- setelah mencapai suhu pemasakan midle presure steam dihentikan

- selanjutnya lindi putih panas disirkulasikan dengan pompa sirkulasi agar proses pemasakan dapat merata keseluruh bagian digester dan serpihan kayu masak secara merata

- suhu di dalam digester selama pemasakan harus dijaga

- waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan dan pemasakan yaitu sekitar 60 – 75 menit

E. displacement ( penggantian )

- setelah serpihan telah masak mencadi pulp pompa sirkulasi dihentikan

- dipompakan lindi hitam yang bersuhu 70oC – 75oC dipompakan melalui bagian bawah dari digester untuk menggantikan cairan pemasak yang bersuhu 160oC – 165oC turun menjadi 100oC

F. discharge ( pengisian )

- serpihan yang telah masak kemudian dipompakan ke discharge tank untuk selanjutnya dikirim ke proses pencucian

- pada proses pemasakan diharapkan pulp yang dihasilkan memiliki kappa number 13 – 14


(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 : Data pengamatan pada bahan baku Akasia

Date Number of Cook White Liquor TAA (g/l) Chip to digester (BDt) Chip to Digester per day (tons) Active alkali as Na2O on BD chips (%) White liquor to digester per day (m3)

Kappa Number

Pre O2

22/08/2009 67.0 100.02 5864.6 9192.1 18.0 10566.3 14.1 23/08/2009 74.0 102.72 6045.6 10025.9 19.1 11242.9 13.4 24/08/2009 73.0 101.05 5861.9 9952.2 18.4 10647.7 13.5 25/08/2009 70.0 99.47 5645.3 9886.7 18.7 10607.4 12.9 26/08/2009 73.0 100.70 5799.9 10193.1 19.2 11050.7 12.8 27/08/2009 73.0 103.37 6303.6 10594.3 17.6 10743.3 12.7 28/08/2009 75.0 102.25 5942.6 10611.8 19.0 11033.9 13.7 29/08/2009 73.0 103.47 5978.5 10237.1 18.5 10677.4 13.7 30/08/2009 75.0 102.13 6069.9 10447.4 18.1 10751.1 14.3 31/08/2009 73.0 103.58 5710.6 10234.0 19.0 10494.3 14.3

Maximum - 103.58 6303.6 10611.8 19.2 11242.9 14.3

Minimum - 99.47 5645.3 9192.1 17.6 10494.3 12.7


(45)

4.2 Perhitungan

Perhitungan % (persent) kadar lignin pulp % Kadar lignin = bilangan roe x bilangan kappa

Bilangan roe = 0.147 sehingga, % kadar lignin = 0.147 x bilangan kappa % Kadar lignin pulp pada proses pemasakan

Misalnya untuk kappa number 14.1 % kadar lignin = 0.147 x 14.1 = 2.07 %

Berdasarkan perhitungan di atas, telah diketahui besarnya kadar lignin pulp dalam % (persent). Dari semua data dan dengan perhitungan yang sama, maka diperoleh % kadar lignin pulp sebagai berikut :

Tabel. 4.2. Perbandingan volume lindi putih terhadap bilangan kappa dan kadar lignin pulp

Date White liquor to digester per cook (m3)

Kappa Number Pre O2 Kadar lignin (%)

22/08/2009 157.71 14.1 2.07

23/08/2009 151.93 13.4 1.97

24/08/2009 145.86 13.5 1.98

25/08/2009 151.53 12.9 1.90

26/08/2009 151.38 12.8 1.88

27/08/2009 147.17 12.7 1.87

28/08/2009 147.12 13.7 2.01

29/08/2009 146.27 13.7 2.01

30/08/2009 143.35 14.3 2.1

31/08/2009 143.76 14.3 2.1

Maximum 157.71 14.3 2.1

Minimum 143.35 12.7 1.87


(46)

4.3. Pembahasan

Data pada tabel 4.2. yang diperoleh menunjukkan bilangan kappa yang dihasilkan dari tahap pemasakan dan persen kadar lignin untuk masing-masing pemasakan dengan volume yang berbeda. Sampel dianalisa dari laboratorium dan juga dari alat Kappa

analyzer yang terpasang pada tahap pemasakan. Tujuan diadakannya pengujian secara

laboratorium adalah untuk mendapatkan data yang lebih teliti dan mencocokkannya dengan hasil analyzer. Target kappa number setelah tahap pemasakan adalah 13-14.

Pada tahap pemasakan kappa number dari laboratorium dan analyzer menunjukkan hasil sesuai target yaitu 13-14. Ini menunjukkan proses pemasakan chip di dalam digester berlangsung dengan baik dan berhasil mendapatkan target.

Kappa number yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dalam

suatu tahap. Kalau kappa number lebih besar dari target artinya lignin yang terkandung dalam pulp masih banyak sehingga bahan kimia yang digunakan pada proses selanjutnya lebih banyak, khususnya pada proses bleaching dan menunjukkan bahwa banyak chip yang tidak matang . Kalau kappa number lebih kecil dari target artinya tidak hanya lignin yang terpisahkan dalam jumlah besar pada proses pemasakan tetapi juga terjadi degradasi selulosa dalam jumlah besar pula. Semakin rendah kappa number maka degradasi selulosa semakin tinggi dan kekuatan pada fiber juga menurun. Kekuatan serat berbanding terbalik dengan tingkat delignifikasi. Semakin tinggi tingkat delignifikasi atau semakin rendah kappa number maka kekuatan serat akan menurun. Pada akhirnya kappa

number yang tidak sesuai target akan mempengaruhi kualitas dan rendemen pulp.

Volume lindi putih yang digunakan pada proses pemasakan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah kappa number. Jika volume lindi putih yang


(47)

digunakan tidak sesuai dengan berat serpihan kayu yang dimasak maka hasil yang diharapkan juga tidak sesuai. Jika volume lindi putih yang digunakan kurang maka akan terjadi tingginya jumlah kappa number yang berarti banyaknya serpihan kayu yang tidak masak dan masih banyaknya kadar lignin pada pulp yang dihasilkan sehingga membutuhkan bahan pemutih yang lebih tinggi pada tahap bleaching.

Variabel - variabel yang digunakan untuk menentukan jumlah volume lindi putih yang digunakan adalah persent (%) alkali aktif yang digunakan dan berat bone dry chip yang dimasak berbanding lurus dengan volume lindi putih yang digunakan dan berbanbing terbalik terhadap konsentrasi lindi putih yang digunakan. Penentuan volume lindi putih yang digunakan mengikuti rumus :

Alkali Active (%) / Bone Dry Chips (ton)

Volume lindi putih (m3) = x 100

Konsentrasi lindi putih (g/l)

Pengaruh volume lindi putih yang digunakan terhadap bilangan kappa yang menyatakan kadar lignin dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Gambar 4.1. Grafik pengaruh volume lindi putih yang digunakan terhadap kappa number 135 140 145 150 155 160 22/8/ 2009 23/8/ 2009 24/8/ 2009 25/8/ 2009 26/8/ 2009 27/8/ 2009 28/8/ 2009 29/8/ 2009 30/8/ 2009 31/8/ 2009

Kap p a number

WL ( m 3) 11.5 12 12.5 13 13.5 14 14.5

WL to digester Kap p a Pre O2


(48)

Dari gambar 4.1. dapat dilihat bahwa pada umumnya jika white liquor yang dimasukkan ke dalam digester lebih besar maka kappa number akan semakin kecil dan sebaliknya jika white liquor yang dimasukkan lebih kecil maka kappa number akan semakin besar. Namun terkadang jumlah white liquor yang dimasukkan lebih banyak tidak lantas membuat kappa number turun. Ini disebabkan oleh variabel proses yang lainnya. Volume lindi putih yang digunakan sesuai target kappa number 13-14 adalah 146,27-151,93 m3 yang terdapat pada tanggal pada tanggal 23,25,26,28,dan 29 Agustus 2009.


(49)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan data dan grafik yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa pada umumnya jika jumlah volume lindi putih yang digunakan besar maka bilangan kappa yang menyatakan jumlah volume lindi putih yang digunakan untuk mencapai mutu pulp yang bagus menurun, begitu juga sebaliknya jika volume lindi putih yang digunakan kecil maka bilangan kappa akan meningkat. Terkadang jumlah volume lindi putih juga tidak berpengaruh kepada bilangan kappa, hal ini disebabkan oleh variabel-variabel lain yang mempengaruhi proses pemasakan misalnya waktu dan temperatur pemasakan, konsentrasi lindi putih, sulfiditas dan lain sebagainya. Jumlah volume lindi putih yang digunakan dan sesuai dengan target bilangan kappa 13-14 adalah 146,27 m3 – 151,93m3.


(50)

5.2 Saran

Proses pemasakan pulp adalah proses yang penting dalam pembuatan pulp dan menentukan kualitas pulp. Serpihan kayu diharapkan dapat masak secara merata dan dengan sempurna sehingga kadar lignin yang dihasilkan sedikit sehingga menghasilkan pulp yang berkualitas, maka variabel-variabel yang mempengaruhi proses pemasakan harus dapat dikontrol dengan baik.

Memperhatikan variabel-variabel pada pemasakan semaksimal mungkin, akan diperoleh tingkat kematangan serpihan kayu yang baik sehingga dapat menjamin produksi pulp dengan kualitas yang baik pula.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Johan, G. dan Carl, J, F . 1999. Paper Making Science and Technology :

Chemical Pulping. Finlandia: TAAP Press Helsinki

Kocurek, M. J dkk. 1989. Pulp and Manufacture : Alkaline pulping. Volume 5. Atlanta.Third Edition.TAPPI Press: Atlanta

Mimms, Agneta.1993.Kraft Pulping: A Compilation of Notes. Third Printing. TAPPI Press.Atlanta.

Smook, G. A. 2002.Handbook for Pulp and Paper Technologists. Third Edition. Canada : Angus Wilde Publications Inc.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar dan Penggunaan. Edisi Kedua.Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Prawinrohatmodjo, Soenardi. 1995. Kayu Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(1)

4.3. Pembahasan

Data pada tabel 4.2. yang diperoleh menunjukkan bilangan kappa yang dihasilkan dari tahap pemasakan dan persen kadar lignin untuk masing-masing pemasakan dengan volume yang berbeda. Sampel dianalisa dari laboratorium dan juga dari alat Kappa analyzer yang terpasang pada tahap pemasakan. Tujuan diadakannya pengujian secara laboratorium adalah untuk mendapatkan data yang lebih teliti dan mencocokkannya dengan hasil analyzer. Target kappa number setelah tahap pemasakan adalah 13-14.

Pada tahap pemasakan kappa number dari laboratorium dan analyzer menunjukkan hasil sesuai target yaitu 13-14. Ini menunjukkan proses pemasakan chip di dalam digester berlangsung dengan baik dan berhasil mendapatkan target.

Kappa number yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dalam suatu tahap. Kalau kappa number lebih besar dari target artinya lignin yang terkandung dalam pulp masih banyak sehingga bahan kimia yang digunakan pada proses selanjutnya lebih banyak, khususnya pada proses bleaching dan menunjukkan bahwa banyak chip yang tidak matang . Kalau kappa number lebih kecil dari target artinya tidak hanya lignin yang terpisahkan dalam jumlah besar pada proses pemasakan tetapi juga terjadi degradasi selulosa dalam jumlah besar pula. Semakin rendah kappa number maka degradasi selulosa semakin tinggi dan kekuatan pada fiber juga menurun. Kekuatan serat berbanding terbalik dengan tingkat delignifikasi. Semakin tinggi tingkat delignifikasi atau semakin rendah kappa number maka kekuatan serat akan menurun. Pada akhirnya kappa number yang tidak sesuai target akan mempengaruhi kualitas dan rendemen pulp.

Volume lindi putih yang digunakan pada proses pemasakan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah kappa number. Jika volume lindi putih yang


(2)

digunakan tidak sesuai dengan berat serpihan kayu yang dimasak maka hasil yang diharapkan juga tidak sesuai. Jika volume lindi putih yang digunakan kurang maka akan terjadi tingginya jumlah kappa number yang berarti banyaknya serpihan kayu yang tidak masak dan masih banyaknya kadar lignin pada pulp yang dihasilkan sehingga membutuhkan bahan pemutih yang lebih tinggi pada tahap bleaching.

Variabel - variabel yang digunakan untuk menentukan jumlah volume lindi putih yang digunakan adalah persent (%) alkali aktif yang digunakan dan berat bone dry chip yang dimasak berbanding lurus dengan volume lindi putih yang digunakan dan berbanbing terbalik terhadap konsentrasi lindi putih yang digunakan. Penentuan volume lindi putih yang digunakan mengikuti rumus :

Alkali Active (%) / Bone Dry Chips (ton)

Volume lindi putih (m3) = x 100

Konsentrasi lindi putih (g/l)

Pengaruh volume lindi putih yang digunakan terhadap bilangan kappa yang menyatakan kadar lignin dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Gambar 4.1. Grafik pengaruh volume lindi putih yang digunakan terhadap kappa number 135 140 145 150 155 160 22/8/ 2009 23/8/ 2009 24/8/ 2009 25/8/ 2009 26/8/ 2009 27/8/ 2009 28/8/ 2009 29/8/ 2009 30/8/ 2009 31/8/ 2009

Kap p a number

WL ( m 3) 11.5 12 12.5 13 13.5 14 14.5

WL to digester Kap p a Pre O2


(3)

Dari gambar 4.1. dapat dilihat bahwa pada umumnya jika white liquor yang dimasukkan ke dalam digester lebih besar maka kappa number akan semakin kecil dan sebaliknya jika white liquor yang dimasukkan lebih kecil maka kappa number akan semakin besar. Namun terkadang jumlah white liquor yang dimasukkan lebih banyak tidak lantas membuat kappa number turun. Ini disebabkan oleh variabel proses yang lainnya. Volume lindi putih yang digunakan sesuai target kappa number 13-14 adalah 146,27-151,93 m3 yang terdapat pada tanggal pada tanggal 23,25,26,28,dan 29 Agustus 2009.


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan data dan grafik yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa pada umumnya jika jumlah volume lindi putih yang digunakan besar maka bilangan kappa yang menyatakan jumlah volume lindi putih yang digunakan untuk mencapai mutu pulp yang bagus menurun, begitu juga sebaliknya jika volume lindi putih yang digunakan kecil maka bilangan kappa akan meningkat. Terkadang jumlah volume lindi putih juga tidak berpengaruh kepada bilangan kappa, hal ini disebabkan oleh variabel-variabel lain yang mempengaruhi proses pemasakan misalnya waktu dan temperatur pemasakan, konsentrasi lindi putih, sulfiditas dan lain sebagainya. Jumlah volume lindi putih yang digunakan dan sesuai dengan target bilangan kappa 13-14 adalah 146,27 m3 – 151,93m3.


(5)

5.2 Saran

Proses pemasakan pulp adalah proses yang penting dalam pembuatan pulp dan menentukan kualitas pulp. Serpihan kayu diharapkan dapat masak secara merata dan dengan sempurna sehingga kadar lignin yang dihasilkan sedikit sehingga menghasilkan pulp yang berkualitas, maka variabel-variabel yang mempengaruhi proses pemasakan harus dapat dikontrol dengan baik.

Memperhatikan variabel-variabel pada pemasakan semaksimal mungkin, akan diperoleh tingkat kematangan serpihan kayu yang baik sehingga dapat menjamin produksi pulp dengan kualitas yang baik pula.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Johan, G. dan Carl, J, F . 1999. Paper Making Science and Technology : Chemical Pulping. Finlandia: TAAP Press Helsinki

Kocurek, M. J dkk. 1989. Pulp and Manufacture : Alkaline pulping. Volume 5. Atlanta.Third Edition.TAPPI Press: Atlanta

Mimms, Agneta.1993.Kraft Pulping: A Compilation of Notes. Third Printing. TAPPI Press.Atlanta.

Smook, G. A. 2002.Handbook for Pulp and Paper Technologists. Third Edition. Canada : Angus Wilde Publications Inc.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar dan Penggunaan. Edisi Kedua.Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Prawinrohatmodjo, Soenardi. 1995. Kayu Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.