10 zaman Kamakura dan zaman Edo sering dikatakan sebagai zaman yang banyak terjadi
peperangan,pada saat perang seperti ini banyak para samurai memakai tenaga Ashigaru untuk dipekerjakan sebagai pembantu mereka. Dalam situasi perang
Ashigaru diberi tugas oleh Samurai untuk melayani segala kebutuhan samurai dalam suasana perang sebagai pelayan. Berdasarkan uraian diatas maka penulis memilih
judul “Fungsi dan Tugas Ashigaru Dalam Situasi Perang Pada Zaman Kamakura HIngga zaman Edo” dalam kertas karya ini.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis memilih judul kertas karya ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah Ashigarudi Jepang
2. Untuk mengetahui fungsi dan tugas ashigarupada masa peperangandi zaman
kamakura dan edo
1.3 Batasan Masalah
Penulis akan memfokuskan pembahasan kertas karya ini pada fungsi dan tugasAshigaru dalam peperangan di Jepang pada zaman Kamakura hingga zaman Edo.
Untuk mendukung pembahasan ini penulis akan mengembangkan juga perekrutan, pembagian tugas , dan juga perlengkapan Ashigaru.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan library research, yakni dengan cara mengumpulkan sumber-sumberbacaan yang ada
11 yakni berupa buku sebagai referensi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang
dibahas, kemudian dirangkum dan dideskripsikan ke dalam kertas karya ini. Selain itu, penulis juga memanfaatkan informasi teknologi internet sebagai referensi tambahan
agar data yang didapatkan menjadi lebih akurat dan lebih jelas.
12
BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAIASHIGARU
2.1KonsepAshigaru
Ashigaru merupakan usaha awal yang dilakukan oleh penguasa Jepang untuk mengendalikan dan mensistematiskan pasukan militer yang dimilikinya. Hingga
akhirnya Kaisar Tenmu masa pemerintahan 673-686 memperkirakan pasukan militer yang dimilikinya terlalu banyak diisi oleh pasukan wajib militer pejalan
kakiAshigaru, tetapipada akhirnya, program wajib militer tersebut terpaksa dihentikan karena banyak dari wajib militer tersebut yang melarikan diri.
Pada abad ke-10, pemerintah Jepang mulai mengandalkan jasa militer yang disediakan oleh para pemilik tanah dan menjamin posisi ‘perwira’ dari para wajib
militer. Mereka ini lah yang nantinya disebut samurai yang pertama, yang dibantu oleh pasukan dari kelas bawah yang pada saat itu merupakan pasukan yang diisi oleh para
petani. Beberapa pejuang pejalan kaki yang memiliki kelas rumpun yang tertentu akan bertanggung jawab dalam merawat dan mengontrol para Genin pembantu militer.
Para Genin ini yang bertugas untuk membawa peralatan perang dan merawat kuda, dan juga beberapa dari mereka memerankan peran yang cukup penting yang
ditugaskan untuk tujuan tertentu yang merupakan arahan dari para pemiliknya. Para Genin akan ikut berperang jika dibutuhkan, khususnya ketika hidup para samurai
dalam bahaya, tetapi kebanyakan pertarungan para samurai merupakan pertarungan
13 yang sangat pribadi, yang membuat para Genin hanya bersifat pendukung kecil. Jika
jasa mereka diakui dan dihargai, para Genin memperoleh kesempatan untuk
mendapatkan promosi dan diangkat statusnya menjadi samurai.
Khususnya dalam pasukan, mereka yang terikat kewajiban secara social atau tidak memiliki jasa apapun ditempatkan selayaknya pasukan pejalan kaki. Mereka
direkrut secara terburu-buru, tidak ditraining dengan layak dan merupakan prajurit yang sangat buruk. Dalam serangkaian cerita peperangan luar biasa para samurai,
selalu ada orang-orang hebat yang tak diketaui namanya, dan itu hanya akan diketahui jika semua teks tentang peperangan yang ada ditelaah dengan teliti. Anehnya, catatan
tentang para pejuang pejalan-kaki yang disia-siakan itu tidak banyak ditemukan dalam catatan sejarah yang tersirat dalam lukisan atau gulungan catatan tentang sejarah yang
bertahan hingga masa kini. Dalam Heiji monogatari Emaki dan beberapa sampul yang menggambarkan
para pejuang yang bertarung dengan berjalan kaki. Para pelukis telah membuat lukisan yang membuat perbedaan antara para pejuang pejalan-kaki dan para samurai yang
memakai pelinduung tubuh yang kuat dan terlihat gagah, dalam tampilan fisik juga digambarkan para pejuang pejalan-kaki tersebut terlihat sangat kasar, karakter yang
jelek, wajah berewokan dan tampilan yang menunjukkan kurangnya dedikasi dbandingkan pasukan kelas yang lain. Contoh lain menunjukkan perbedaan antara
para samurai dan pejuang pejalan-kaki dalam fungsi yang mereka kerjakan pada saat itu. Para samurai yang menunjukkan kekuatan yang sangat luarbiasa dalam memanah
14 sementara para pejuang pejalan-kaki hanya membabibuta menghancurkan bangunan-
bangunan. Pada perang Gempei 1180-1185 keluarga Minamoto memperoleh
kemenangan atas lawannya Taira dan shogun yang pertama. Pada saat itu juga diktator militer yang kekuatan perangnya menurun diangkat oleh kaisar. Tetapi perang masih
berlanjut dengan para pejuang pejalan kaki yang kadang-kadang muncul sebagai petarung dan korban. Sebagai contoh dalam sejarah azuma kagami pada tahun 1221
kami membaca “tentara barat sudah memenuhi Negara tetangga dan mencari para pejuang pejalan kaki yang sudah meninggalkan medan peperangan. Kepala
berlepasan, pisau menyambar-nyambar, lagi dan lagi.” Pada tahun 1274 dan 1281 para elite samurai yang didukung oleh para pejuang
pejalan kaki memukul mundur dua serangan pasukan Mongolia. Selama bertahun- tahun jepang menikmati masa damai sampai kurangnya keyakinan untuk usaha
memperbaiki kekaisaran mengarah pada perang Nanbokucho yang melibatkan dua kaisar besar yang berseteru dan bertahan hingga abad ke-14.
Kebanyakan aksi dari peperangan ini dilaksanakan melalui posisi bertahan didaerah pegunungan hingga cara baru dalam penggunaan pemanah memasuki tahap
perkembangan. Pada saat ini tidak lagi digambarkan para samurai yang menembakkan satu persatu busurnya melainkan busur dalam jumlah yang sangat besar ditembakkan
oleh pasukan sekelas pasukan pejalan kaki. Ini merupakan teknik yang digunakan
15 pasukan Mongol untuk melawan pasukan Jepang. Taiheiki menyebutkan julukan dari
pemanah kelas bawah sebagai Shashu no ashigaru Ashigaru sang pemanah. Disini merupakan ungkapan Ashigaru pertama sekali diucapkan dalam sejarah Jepang. Lebih
dari 2000 prajurit yang berjuang untuk Shasaki dalam peperangan Shiijo Nawate pada tahun 1348-1800 adalah para pemanah kelas bawah ini.
Satu abad kemudian kata Ashigaru muncul lagi dalam konteks yang berbeda dan membawa malapetaka pada perang Onin, pada tahun 1467-1477 khususnya
perang kebiadaban yang terjadi secara rutin disekitar Kyoto yang merupakan ibukota dari Jepang yang pada saat itu merupakan pusat kebobrokan yang diisi penuh oleh
para pencuri, para pembakaran rumah dan pemerasan. Kyoto merupakan tempat kedudukan para Shogun tetapi kekuatan nya
menurun seiring pertumbuhan Daimyo. Para jenderal yang licik membutuhkan para pejagal untuk keamanan dari para petani yang tidak memiliki lahan dan terpuruk oleh
kurangnya rasa keadilan yang pada saat itu merupakan pusat pasar. Kata Ashigaru menunjukkan kurangnya pakaian perang, alas kaki bahkan alat perang sampai
akhirnya mereka mencuri dari pasukan musuh yang mereka kalahkan. Beberapa orang terlihat sangat mudah menyesuaikan dirinya bersama para pejuang samurai dan
mereka berjuang bersama menjarah, dan akhirnya pergi. Pada saat itu Daimyo yang sangat ambisius berhasil meningkatkan jumlah
pasukan pejalan kakinya hingga sepuluh kali lipat dari tambahan seperti pencuri dan
16 para pemberontak. Sayangnya mereka yang sudah direkrut lebih sering melarikan diri
dan menghilang untuk membalikkan keadaan dan menambah pasukan lawan. Para petani yang tidak terlatih yang hanya direkrut karena kebutuhan personal
bukan kandidat yang tepat untuk pertarungan yang terorganisir oleh grup dan memegang persenjataan yang jauh lebih pengalaman. Oleh karena itu dibutuhkan
sebuah tindak lanjut untuk meningkatkan kemampuan dan pelatihan berulang – ulang yang pada dasarnya sudah diharapkan dari penguasa daimyo. Kedua pengembangan
ini terus berlanjut pada masa peperangan antara Negara, peperangan dan pengepungan dimana-mana.
Keputusan akhir adalah pengakuan bahwa, walaupun pada dasarnya ashigaru berbeda dengan para elit samurai, kemampuan berperang mereka sangat melengkapi.
Sangat perlu diketahui bahwa kata ashigaru bukan hanya mengindikasikan prajurit yang diambil dari para petani. Pada awal peperangan antar kota, status yang
membedakan antara para samurai dan petani yang kaya sangat tidak jelas kesamaannya, tetapi diantara mereka terdapat samar-samar kehadiran orang-orang
yang dinamakan ji-samurai. Kebanyakan ji-samurai mengambil posisi dalam samurai sebagau kerja tambahan dan terkadang mereka bekerja sebagai petani paruh waktu,
dan tanah pinjaman yang mereka gunakan jelasdalam bahaya yang kebanyakan dating dari Daimyoo. Hal iini yang pada akhirnya membuat para ji-samurai gamang untuk
mengambil keputusan apakah harus tetap menjadi petani atau harus ikut dalam
17 pasukan Daimyo. Tetapi banyak juga yang lebih memilih untuk meninggalkan
tanahnya dan hidup dalam barak perlindungan dan ada juga yang lebih memilih untuk menjadi ashigaru.
Sejarah paling cemerlang dalam kesatuan ashigaru yang merangkak naik jabatan adalah Toyotomi Hideyoshi 1536-1598, orang yang dijuluki sebagai
Napoleon-nya Jepang. Ayahnya adalah seorang Ashigaru pada masa pemerintahan Oda Nobuhide yang merupakan ayah dari Oda Nobunaga.
Selama peperangan ia terkena tembakan pada bagian kaki dan harus mengambil keputusan untuk berhenti dari tugas pertempuran. Dan hasil dari
keputusannya untuk berhenti ia kehilangan hubungannya dengan keluarga Oda dan kembali kepertanian. Anaknya, mendapat kepercayaan dari keluarga Oda dan
perlahan-lahan merangkak naik jabatan. Setelah kematian Nobunaga, hideyoshi memimpin sejumlah peperangan dan berhasil mendapatkan tampuk kekuasaan
diseluruh jepang. Pada tahun 1588, ketika kemenangannya atas seluruh negeri hampis selesai, ia mengeluarkan perintah untuk melucuti setiap senjata yang ada pada seluruh
kaum petani. Itu merupakan sebuah keputusan pemimpin yang sangan berani yang bahkan belum ada pemerintahan sebelumnya yang berani melaksanakan perintah itu,
tetapi kekuatan hideyoshi sangat besar dan perintah ini sangat berhasil. Setelah pelucutan senjata, kebutuhan akan para ashigaru pada akhirnya hilang,
memaksa seluruh Daimyo di jepang untuk mengandalkan orang-orang mereka sendiri
18 untuk menjadi prajurit, dan pada than 1591, ketika seluruh Daimyo sudah sadar akan
kekuatan yang dimiliki pemerintahnya, hideyoshi mengeluarkan mandat untuk membekukan seluruh kehormatan yang diberikan oleh Daimyo. Yaitu, melarang
perubahan status apapun baik dari seorang samurai menjadi petani atau sebaliknya, dan perubahan status dalam bentuk apapun. Berikut adalah kutipan dari maklumat
yang dikeluarkan Hideyoshi: “jika ada diantara para penduduk yang sebelumnya berasal dari kemiliteran
dan memilih untuk hidup sebagai petani dari mulai bulan ketujuh pada tahun lalu, dengan surat perintah daerah Mutsu, kalian ditugaskan untuk memantau dan
mengasingkan mereka” “jika ada petani yang meninggalkan ladangnya, atau berganti profesi menjadi
pedagang atau mempekerjakan buruh, bukan hanya dia yang mendapat hukuman, tetapi seluruh penghuni desanya akan mendapat hukuman”
“tidak ada pembantu militer yang meninggalkan tuannya tanpa izin dan mendapat pekerjaan ditempat lain.”
Para Ashigaru yang diambil dari pasukan Daimyo yang telah kalah dilarang kembali ke pertanian. Dari mulai tahun 1591, terjadi situasi yang sangat berbeda dari
situasi sebelumnya. Petani yang memenuhi posisi militer hanya akan berubah menjadi buruh, dan jika ada ashigaru yang bertugas sebagai pengangkut peluru dapat bersyukur
19 dirinya beruntung tidak mendapat status yang lebih rendah, dan hanya satu tingkat
dibawah status samurai. Penerapan setiap maklumat mengambil waktu yang cukup panjang, dan hanya
bisa dilaksanakan oleh pengganti hideyoshi yaitu Tokugawa leyasu 1542-1616. Ashigaru dikenal dengan sebagai pasukan yang berbeda dari kesatuan militer jepang,
tanpa mendapat jaminan apapun. Dengan pendirian kekuasaan dari Tokugawa membuat pemisahan status dalam kehidupan social di jepang menjadi sangat keras.
Samurai menempati posisi paling atas sementara ashigaru berada diantara mereka, dan menghilangkan jabatan apapun dibawah para samurai.
Buku yang dikeluarkan pemimpin jepang pada masa itu yang berjudul Zohyo Monogatari yang berarti kisah para prajurit yang ditulis pada tahun 1649 oleh samurai
yag bertugas sebagai pemimpin para ashigaru yang diharapkan dapat diwariskan sampai anak cucunya dan bagaimana cara mendapatkan yang terbaik dari mereka.
Penulisnya adalah Matsudaira Nobuoki, merupakan anak dari matsudaira nobutsuna yang mengepalai pasukan shogun selama masa pemberontakkan shimabara pada tahun
1638, yang merupakan aksi terakhir dari pasukan samurai untuk menyerang sebagaimana pemberontakkan shimabara yang dirancang oleh seorang samurai Kristen
yang murtad dan para petani yang kecewa, Matsudaira Nobuoki telah mendapatkan beberapa pelajaran dalam memantau dengan gigih kemampuan bertarung musuhnya.
20 Tujuan yang sebenarnya zohyo monogatari adalah fakta yang telah tertulis
dengan sebenarnya. Perang pada abad 12 yang menghasilkan catatan-catatan sejarah yang hanya berkonsentrasi pada kehebatan samurai . zohyo monogatari adalah buku
pegangan untuk pemimpin ashigaru.
2.2 Perekrutan Ashigaru