totalitas terhadap hubungan antar atau intern umat beragama, tetapi juga tidak boleh melakukan pembiaran dan acuh tak acuh. Seluruh golongan
masyarakat, lebih khusus umat serta tokoh beragama, harus terus mengambil prakarsa agar terjadi relasi umat beragama yang semakin
dewasa, rukun, dan damai. Kalaupun sesekali terjadi konflik, tidak berskala besar dan meluas, serta mampu diredam dan dipecahkan dengan resolusi
konflik yang cepat dan elegan. Agar tindakan yang diambil oleh pemerintah dan stakeholders
dalam penguatan kerukunan umat beragama di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan tata nilai norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia
maka perlu adanya regulasi berupa undang-undang yang mengatur tentang kerukunan umat beragama yang dapat dijadikan sebagai pedoman
bersama. Tulisan ini bermaksud menguraikan lebih lanjut tentang tri
kerukunan umat beragama di Indonesia, peran pemerintah dalam kerukunan beragama, dan urgensi regulasi kerukunan umat beragama di
Indonesia.
II. PEMBAHASAN
A. Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak etnis, budaya, suku dan agama membutuhkan konsep yang memungkinkan
terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh pemerintah Indonesia
dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama yang rukun. Adanya perbedaan pandangan dalam keyakinan agama
sangat berisiko pada kecenderungan konflik di masyarakat apabila perbedaan tersebut tidak dikelola dengan baik. Disinilah arti pentingnya
pengelolaan perbedaan tersebut agar menjadi sebuah potensi positif dalam mengisi pembangunan nasional. Perbedaan jangan sampai menjadi
potensi negatif yang berakibat pada kecenderungan untuk konflik yang dibalut dengan berbagai kepentingan.
Proses perjalanan kehidupan umat manusia dalam kurun waktu yang sangat lama di muka bumi Indonesia dengan wilayah yang luas
tentunya akan menciptakan keberagaman suku dan etnis. Bersamaan dengan itu maka lahir pula banyak kepercayaan dan agama yang
berkembang di setiap suku-suku di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa munculnya perbedaan atau kebhinekaan nusantara tidaklah diciptakan
dalam waktu yang sesaat saja. Pemerintah Indonesia sendiri telah menyadari resistensi konflik
antar umat beragama. Berbagai kebijakan pemerintah telah diterbitkan untuk mengendalikan keadaan tata hubungan pemeluk agama dan
kepercayaan. Berbagai rambu peraturan telah disahkan untuk meminimalisir bentrokan-bentrokan kepentingan antar umat beragama.
Berbagai aturan kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang telah dikeluarkan oleh pemerintah secara garis besar mencakup
beberapa hal, diantaranya yaitu: 1Pendirian rumah ibadah; 2Penyiaran agama; 3Bantuan keagamaan dari luar negeri; dan 4Tenaga asing bidang
keagamaan. Kebijakan pemerintah atau regulasi tentang aturan kerukunan antar umat beragama ini penting dikeluarkan agar tata kelola dan tata
hubungan diantara umat beragama mempunyai standart yang baku dan jelas.
Regulasi tersebut merupakan ketentuan yang mengatur tata hubungan dan juga tata administrasi di luar subtansi ajaran agama.
Pemerintah berkepentingan agar berbagai macam program kegiatan dan
juga pelaksanaan ajaran agama yang dilakukan oleh pemeluk agama tidak terjadi gesekan diantara mereka yang berakibat pada munculnya
pertikaiaan sesama warga masyarakat. Apabila pertikaian atau konflik ini terus dibiarkan dan tidak dikelola dengan benar maka berakibat pada
disintegrasi bangsa. Disinilah arti penting perlunya regulasi tentang tata hubungan kerukunan umat beragama.
Tujuan konsep tri kerukunan umat beragama agar masyarakat Indonesia dapat hidup kebersamaan dalam perbedaan. Konsep ini
dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-
ajaran agama yang diyakininya. Tri kerukunan ini meliputi tiga konsep kerukunan yaitu kerukunan
intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antar umat beragama dan pemerintah.
Pertama, kerukunan intern umat beragama. Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama itu
sendiri. Perbedaan mazhab hukum atau fiqh adalah salah satu contoh perbedaan yang nampak dan nyata. Kemudian lahir pula perbedaan ormas
keagamaan. Walaupun ormas-ormas keagamaan tersebut memiliki satu aqidah yakni aqidah Islam, adanya perbedaan sumber penafsiran,
penghayatan, kajian, pendekatan terhadap al quran dan sunnah terbukti mampu mendisharmoniskan intern umat beragama.
Konsep ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi ketegangan intern umat Islam yang menyebabkan konflik. Konsep
ukhuwah Islamiyah ini mengupayakan berbagai cara agar tiap-tiap kelompok ormas tidak saling klaim kebenaran. Agar tiap-tiap individu
sesama penganut agama Islam tidak saling klaim kebenaran keyakinan.
Hal ini penting dilakukan untuk menghindari permusuhan karena perbedaan mazhab dalam Islam. Semuanya untuk menciptakan kehidupan
beragama yang tenteram, rukun, dan penuh kebersamaan. Kalau dalam agama Islam mengenal ukhuwah islamiyah maka dalam agama-agama
yang lain dapat menempuh upaya yang sejenis seperti konsep persaudaraan seiman.
Kedua, kerukunan antar umat beragama. Konsep kedua ini mempunyai pengertian kehidupan beragama yang tentram antar
masyarakat yang berbeda agama dan beda keyakinan. Tidak terjadi sikap saling curiga mencurigai dan selalu menghormati agama masing-masing.
Konsep yang dibangun dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama ini adalah konsep ukhuwah basyariyah atau persaudaraan
sesama umat manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Imam Ghozali Hujjatul Islam dalam bukunya Syarah Arbain Nawawi dengan
berani menafsirkan kata ukhuwah dengan pengertian yang sangat luas yaitu persaudaraan lintas agama dan juga lintas ras suku bangsa. Hadits
Nabi Muhammad yang berbunyi la yukminu ahadukum hatta yuhibba li akhihi ma yuhibbu li nafsih keimanan seseorang tidak akan mencapai
derajat keimanan yang sempurna apabila ia tidak mampu mencintai sudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Saudara yang
dimaksud dalam statemen tersebut, dimaknai oleh Imam Ghozali sebagai saudara sesama anak Adam yaitu seluruh umat manusia. Jadi seorang
muslim yang tidak mampu mengasihi menyayangi non muslim sebagaimana ia mengasihi menyayangi dirinya sendiri maka keimanan
muslim tersebut tidak akan sempurna. Konsep persaudaraan sesama umat manusia ini juga harus dilakukan oleh non muslim agar kerukunan dan
persaudaraan antar umat beragama dapat semakin harmonis.
Pemerintah mengeluarkan berbagai aturan tentang tata hubungan antar masyarakat yang berbeda agama atau beda keyakinan. Berbagai
kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah agar tidak terjadi saling mengganggu antar umat beragama, dan semaksimal mungkin
menghindari kecenderungan konflik karena perbedaan agama. Semua lapisan masyarakat bersama-sama menciptakan suasana hidup yang
rukun dan damai di Indonesia. Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih bersifat pengaturan administratif dan tidak memasuki wilayah ajaran
agama. Regulasi ini penting dilakukan agar tidak terjadi gesekan kepentingan atau minimal ada aturan baku yang dijadikan standart yang
dijadikan pedoman bersama dalam tata hubungan pemeluk antar agama. Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah harus mencerminkan
keadilan diantara para pemeluk agama, juga harus mencerminkan kepastian hukum agar tidak menimbulkan multi tafsir atas aturan yang
telah dibuatnya. Tidak ada yang subordinasi atau tirani. Kepentingan berbagai pemeluk agama harus diakomodir dalam regulasi tersebut.
Pelibatan para tokoh pemeluk agama dalam penyusunan regulasi dan juga penegakan hukum mempunyai peran yang sangat vital. Regulasi tentang
tata hubungan lintas agama ini harus merupakan kesepakatan dan kesepahaman para pemeluk agama yang diwakili oleh tokoh-tokoh agama
dan juga pemimpin ormas keagamaan. Tidak ada yang memaksakan kehendaknya demi kepentingan kelompok agama tertentu. Semangatnya
adalah sama yaitu menciptakan adanya kehidupan berdampingan yang harmonis sinergis dan tidak ada yang merasa dirugikan kepentingannya.
Ketiga, kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Pemerintah ikut andil dalam menciptakan suasana tentram, termasuk
kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah sendiri. Semua umat
beragama yang diwakili oleh pemuka agama dari tiap-tiap agama dapat sinergis dengan pemerintah. Bekerjasama dan bermitra dengan
pemerintah untuk menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa. Tri kerukunan umat beragama yang ketiga ini merupakan bentuk
fasilitasi pemerintah terhadap berbagai program kegiatan yang menunjang kerukunan umat beragama. Pemerintah harus memberikan dukungan
pembiayaan yang memadai untuk terselenggaranya kegiatan-kegiatan atau aksi-aksi sosial yang mendukung terciptanya dan terpeliharanya kerukunan
umat beragama. Pejabat pemerintah harus mau duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan tokoh-tokoh agama dan juga pimpinan ormas
keagamaan. Jalinan komunikasi yang sinergis harus terus dilakukan di antara pemerintah dengan tokoh agama dan juga pimpinan ormas
keagamaan. Tri kerukunan umat beragama diharapkan menjadi salah satu solusi
agar terciptanya kehidupan umat beragama yang damai, penuh kebersamaan, bersikap toleran, saling menghormati dan menghargai
dalam perbedaan. Komitmen dari para pihak dan juga stakeholders sangat menentukan pelaksanaan Tri kerukunan umat beragama ini.
B. Peran Pemerintah Dalam Kerukunan Beragama