Hasil Belajar STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU ANTARA PEMBELAJARAN MODEL MIND MAPPING DAN MODEL GROUP INVESTIGATION DENGAN MEMPERHITUNGKAN SIKAP SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN IPS TERPADU (Studi Pada Kelas VIII SMP Satya Dharma Sudjana PT Gunun

kognisi dipelajari dari tingkat-tingkat perkembangan kognisi mereka. Hamzah B. Uno 2009: 211 Dalam taksonominya Bloom terhadap hasil belajar mengkategorikan hasil belajar pada tiga ranah atau kawasan, yaitu 1 ranah kognitif cognitive domain, 2 ranah afektif affective domain, dan 3 ranah psikomotor motor skill domain. Ketiga ranah tersebut saling berkaitan karena ketiga ranah itu bertujuan untuk menacapai pembelajaran yang lebih baik. a. Segi Kognitif Gagne 1967 dalam James Popham dan Eva L. Baker 2003: 58 berpendapat bahwa perilaku kognitif yang kompleks selalu merupakan perpaduan dari tugas-tugas yang lebih sederhana, dan tugas ini perlu dikuasai lebih dahulu sebelum perilaku yang kompleks itu dapat diperlihatkan. Untuk mencapai prestasi akhir yang diharapkan siswa harus menyelesaikan tugas-tugas terlebih dahulu dengan taraf-taraf yang telah ditentukan. M. Dalyono 2007: 34-35 Tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenai atau memikirkan situasi di mana tingkah laku itu terjadi. Hamzah B. Uno 2008: 185 Pengetahuan tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran. James Popham dan Eva L. Baker 2003: 29-30 segi kognitif memiliki enam taraf, meliputi pengetahuan taraf yang paling rendah sampai evaluasi taraf yang paling tinggi. Pengetahuan. Pengetahuan mencakup ingatan; tentang hal-hal yang khusus, atau hal- hal yang umum; tentang metode-metode dan proses-poses; atau tentang pola struktur atau seting. Hendaknya diperhatikan bahwa cirri pokok taraf ini ialah ingatan. Dalam rangka penilaian, tes ingatan hampir tidak menuntut lebih daripada mengingat kembali suatu bahan tertentu. Pemahaman. Taraf ini mencakup bentuk pengertian yang paling rendah; taraf ini berhubungan dengan sejenis pemahaman yang menunjukkan bahwa siswa mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan pengetahuan atau ide tertentu tanpa perlu menghubungkannya dengan bahan lain tanpa perlu melihat seluruh implikasinya. Aplikasi. Aplikasi mencakup digunakannya abstraksi dalam situasi yang khusus atau konkret. Abstraksi yang diterapkan dapat berbentuk prosedur, gagasan umum, atau metode yang digeneralisasikan, dapat juga berupa ide, prinsip-prinsip teknis atau teori-teori yang harus diingat dan diterapkan. Analisis. Analisis mencakup penguraian suatu ide ke dalam unsur-unsur pokoknya sedemikian rupa sehingga hierarkinya menjadi jelas, atau hubungan antar unsurnya menjadi jelas. Analisis seperti itu dimaksudkan memperjelas ide yang bersangkutan, atau untuk menunjukkan bagaimana ide itu disusun. Di samping itu, juga dimaksudkan untuk menunjukkan caranya menimbulkan efek maupun dasar dan penggolongannya. Sintesis. Sintesis mencakup kemampuan menyatukan unsur-unsur dan bagian-bagian sehingga merupakan suatu keseluruhan. Sintesis ini menyangkut kegiatan menghubungkan potongan-potongan, bagian-bagian, unsur-unsur, dan sebagainya, serta menyusunnya sedemikian rupa terbentuklah pola atau struktur yang sebelumnya belum tampak jelas. Evaluasi. Evaluasi menyangkut penilaian bahan dan metode untuk mencapai tujuan tertentu. Penilaian kuantitatif dan kualitatif diadakan untuk melihat sejauh mana bahan dan metode memenuhi kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan itu boleh kriteria yang ditentukan oleh siswa sendiri, boleh juga yang ditentukan oleh orang lain. Berdasarkan taraf-taraf tersebut pembagian segi kognitif dibagi menjadi beberapa katagori, yaitu taraf yang paling rendah, pengetahuan dan taraf yang lebih tinggi, meliputi pemahaman sampai evaluasi. Jadi, segi kognitif merupakan kemampuan intelektual siswa dalam memecahkan jenis soal yang membutuhkan pemikiran. Diharapkan juga dengan adanya pengetahuan terhadap gaya kognitif tujuan materi, serta metode pembelajaran, hasil belajar siswa dapat dicapai semaksimal mungkin. b. Segi afektif Pada umumnya untuk mencapai tujuan afektif guru hanya menunjukkan faktor positif dari mata pelajaran yang bersangkutan kalau ingin respon siswa yang lebih positif. James Popham dan Eva L. Baker 2003: 78 berdasarkan teori “persinggungan” mengenai belajar – menyarankan agar guru sedapat mungkin berusaha menciptakan suasana belajar yang segar, terbuka, menyenangkan, dan sebagainya. Bila dalam mencapai tujuan afektif menemukan kesulitan merumusakan bentuk-bentuk perilaku yang diamati, maka guru sebaiknya memodifikasi progam pengajarannya guna mencapai hasil yang diinginkan. Made Pidarta 2007: 107 metode mengembangkan afeksi bisa dibagi dua yaitu: a. Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk bidang studi, tekanan proses belajarnya adalah pada aplikasi konsep-konsep yang dipelajari. Artinya sila-sila Pancasila dan ajaran-ajaran agama diberi dan dibahas secukupnya, kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku sehari-hari peserta didik inilah yang menjadi pusat perhatian para pendidik afeksi. b. Untuk pendidikan afeksi yang diselipkan pada bidang-bidang studi lain, pendidik cukup menyinggung afeksi tertentu yang kebetulan tepat dimunculkan saat itu untuk dipahami oleh peserta didik, dihayati, dan dilaksanakan. Jadi, setiap pendidik ketika mengajar atau tidak mengajar mendapat kesempatan yag baik untuk menyinggung afeksi, haruslah hal itu dididikkan kepada anak. Hasil belajar afeksi seharusnya dimasukkan kedalam rapor seperti pada bidang- bidang studi lainnya. Setiap ujian dan tes haruslah mengikutsertakan aspek afeksi. Made Pidarta 2007: 17 ada dua alternatif cara memasukkannya: 1. Hasil pengamatan afeksi oleh semua guru atau semua dosen diserahkan kepada guru atau dosen agama, kewarganegaraan, dan pelajaran afeksi lainnya untuk disatukan sebelum sampai kepada peserta didik. 2. Hasil pengamatan afeksi baik oleh guru maupun oleh dosen dimasukkan sendiri- sendiri ke dalam rapor atau transkrip hasil studi untuk mata pelajaran atau bidang studi mereka masing-masing. James Popham dan Eva L. Baker 2003: 31 segi afektif dibagi menjadi lima taraf. Pembagaian atas taraf-taraf ini sedikit banyak berguna juga dalam arti merangsang guru memikirkan berbagai jenis tujuan. Memperhatikan. Taraf pertama ini adalah mengenai kepekaan siswa terhadap fenomena-fenomena dan perangsang-perangsang tertentu, yaitu menyangkut kesediaan siswa untuk menerima atau memperhatikannya. Taraf ini dibagi lagi menjadi tiga kategori sejalan dengan ketiga tingkatan dalam memperhatikan fenomena, yaitu kesadaran akan fenomena, kesediaan menerima fenomena, dan perhatian yang terkontrol atau terseleksi terhadap fenomena. Merespons. Pada taraf kedua ini siswa sudah meresnpons; respons ini sudah lebih dari hanya memperhatikan fenomena. Siswa sudah memiliki motivasi yang cukup sehingga ia bukan saja “mau memperhatikan”, melainkan sudah memberikan respons. Menghayati nilai. Pada taraf ini tampak bahwa siswa sudah menghayati nilai tertentu. Perilaku siswa sudah cukup konsisten dalam situasi-situasi sehingga ia sudah dipandang sebagai orang yang sudah menghayati nilai yang bersangkutan Mengorganisasikan. Dalam mempelajari nilai-nilai, siswa-siswa menghadapi situasi yang mengandung lebih dari satu nilai. Karena itu perlu siswa menoragnisasikan nilai-nilai itu menjadi suatu sistem sehingga nilai-nilai sejarah yang lebih memberikan pengarahan kepadanya. Memperhatikan nilai atau seperangkat nilai. Pada taksonomi afektif tertinggi ini siswa telah mendarah-dagingkan nilai-nilai sedemikian rupa sehinga prakteknya ia sudah dapat digolongkan sebagai orang yang memegang nilai atau seperangkat nilai tertentu. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa, segi afektif pada dunia pendidikan sangat dibutuhkan karena baik perilaku siswa negatif maupun perilaku siswa positif sangat berpengaruh terhadap tercapainya hasil belajar. Hal ini dikarenakan segi afektif berbicara mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup, dan apresiasi siswa. c. Segi Psikomotor Hamzah B. Uno 2009: 210 Belajar dalam bidang psikomotor berarti mengembangkan suatu kemampuan kinerja tertentu. Hamzah B. Uno 2009: 211 Menurut Harrow, ranah psikomotor dinyatakan sebagai bentuk kemampuan yang mencakup 1 gerakan refleks atau gerak yang tidak disengaja refleks movement, 2 gerakan dasar basic fundamental, 3 kemampuan preseptual mengahayati perpetual abilities, 4 kemampuan fisik physical abilities, 5 gerakan-gerakan yang menunjukkan keterampilan skiled movements, dan 6 komunikasi berkesinambungan non discursive communication. James Popham dan Eva L. Baker 2003: 27 segi psikomotor adalah mengenai reaksi fisis siswa seperti yang ditampakkannya pada waktu melakukan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot, seperti kegiatan-kegiatan atletik. E.J. Simpon 2 dalam James Popham dan Eva L. Baker 2003: 32-33 suatu taksonomi untuk segi ini dapat dijelaskan di bawah ini. Persepsi. Langkah pertama dalam melakukan kegiatan yang bersifat motoris ialah menyadari objek, sifat, atau hubungan-hubungan melalui alat indra. Langkah inilah bagian utama dalam rangkaian situasi-situasi interprestasi-tindakan yang menimbulkan kegiatan motoris. Set. Set adalah kesiapan untuk melakukan suatu tindakan atau untuk bereaksi terhadap sesuatu kejadian menurut cara tertentu. Ada tiga aspek set, yaitu aspek intelektual, aspek fisis, dan aspek emosional. Respon terbimbing. Inilah tingkat permulaan dalam mengembangkan keterampilan motoris. Yang ditekankan ialah kemampuan-kemampuan yang merupakan bagian dari keterampilan yang lebih kompleks. Respon terbimbing adalah perbuatan individu yang dapat diamati, yang terjadi dengan bimbingan individu lain. Respon mekanistis. Pada taraf ini siswa sudah yakin akan kemampuannya dan sedikit banyak terampil melakukan suatu perbuatan. Sudah terbentuk kebiasaan dalam dirinya untuk ber-respon sesuai dengan jenis-jenis perangsang dan situasi yang dihadapi. Respon kompleks. Pada taraf ini individu dapat melakukan perbuatan motoris yang boleh dianggap kompleks, karena pola gerakan yang dituntut sudah kompleks. Perbuatan itu dapat dilakukan secara efisien dan lancar, yaitu dengan menggunakan tenaga dan waktu yang sesedikit mungkin. Dari pemamaparan di atas dapat dijelaskan bahwa psikomotor merupakan pembinaan dalam kemampuan kinerja tertentu yang lebih menekankan pada keterampilan motorik. Belajar keterampilan motorik menuntut kemampuan sejumlah gerak-gerik jasmani sampai menjadi satu kesatuan yang harus dilakukan.

3. Model Pembelajaran

Joyce Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum rencana pembelajaran jangka panjang, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Joyce Weil 1980: 1 dalam Rusman 2012: 133. Aunurrahman 2009: 149 model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. http:elnicovengeance.wordpress.com20120902model-pembelajaran Richards I Arends mengemukakan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan di dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Mills juga berpendapat model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses actual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Model dapat juga dikatakan sebagai pola perilaku pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. http:zonainfosemua.blogspot.com201011pengertian-model-pembelajaran- dari.html?m=1 Dari penjelasan di atas, model pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan, sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Rusman 2012: 133 sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu: 1. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah: a. Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan kompetensi akademik, kepribadian, sosial, dan kompetensi vokasional atau yang dulu diistilahkan dengan domain kognitif, afektif, atau psikomotor? b. Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai? c. Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademik? 2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran: a. Apakah materi pembelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu? b. Apakah untuk mempelajarai materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat atau tidak? c. Apakah tersedia bahan atau sumber-sumber yang relevan untuk mempelajari materi itu? 3. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa: a. Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan peserta didik? b. Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi peserta didik? c. Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar peserta didik? 4. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis a. Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja? b. Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya model yang dapat digunakan? c. Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efisiensi? Rusman 2012: 136, model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis. 2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif. 3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang. 4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: 1 urutan langkah-langkah pembelajaran syntax; 2 adanya prinsip-prinsip reaksi; 3 sistem sosial; dan 4 sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. 5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: 1 dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; 2 dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. 6. Membuat persiapan mengajar desain instruksional dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

4. Model Pembelajaran Mind Mapping

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN REACT DAN QUANTUM TEACHING DALAM MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP NEGERI 8 BANDA ACEH

0 4 1

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VIII SMP NEGERI 2 KUTA BARO

0 7 1

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS ANTARA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN IPS TERPADU PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SRAGI LAMPUNG SELATAN TAHU

1 44 120

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT ) DAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE MIND MAPPING DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP SISWA TERHADAP MA TA PELAJARAN IPS TERPADU (Studi P ada S iswa K elas VIII SMP N eg

0 19 113

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU ANTARA PEMBELAJARAN MODEL MIND MAPPING DAN MODEL GROUP INVESTIGATION DENGAN MEMPERHITUNGKAN SIKAP SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN IPS TERPADU (Studi Pada Kelas VIII SMP Satya Dharma Sudjana PT Gunung Madu Plantat

0 9 96

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 23 171

STUDI KOMPARATIF HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DAN THINK PAIR SHARE DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS TERHADAP MATA PELAJARAN IPS TERPADU PADA SISWA KELAS VIII SMP MIFTAHUL ULUM PAMPANGAN TAHUN PELAJARAN 20

0 9 19

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DAN TALKING STICK DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN

0 6 85

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DAN PROJECT-BASED LEARNING

0 12 82

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DENGAN TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 TULANG BAWANG TENGAH TAHUN PELAJARAN 20

0 5 97