1. Sistem Pembuktian
Menurut doktrin mengenai sistem pembuktian ini, terdapat empat sistem pembuktian, yaitu sebagai berikut:
a Sistem pembuktian semata-mata berdasarkan keyakinan hakim conviction
intime . Dalam sistem ini, penentuan seorang terdakwa bersalah atau tidak
hanya didasari oleh penilaian hakim. Hakim dalam melakukan penilaian memiliki subjektifitas yang absolut karena hanya keyakinan dan penilaian
subjektif hakim lah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Mengenai dari mana hakim mendapat keyakinannya, bukanlah suatu
permasalahan dalam sisitem ini. Hakim dapat memperoleh keyakinannya dari mana saja.
170
b Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan logis La
Conviction Raisonee Conviction Raisonee. Dalam hal sistem pembuktian ini,
faktor keyakinan hakim telah dibatasi. Keyakian hakim dalam sistem pembuktian ini tidak seluas pada sistem pembuktian conviction intime karena
keyakinan hakim harus disertai alasan logis yang dapat diterima akal sehat. Sistem yang disebut sebagai sistem pembuktian jalan tengah ini disebut juga
pembuktian bebas karena hakim diberi kebebasan untuk menyebut alasan keyakinannya vrije bewijstheorie.
171
170
Andi Hamzah IV., Pengantar Hukum Acara Pidana di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, hal. 230.
171
Ibid., hal. 231.
Universitas Sumatera Utara
c Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif positief
wettelijk bewijstheorie . Sistem pembuktian ini merupakan kebalikan dari
sistem pembuktian conviction in time. Dalam sistem ini, keyakinan hakim tidak diperlukan, karena apabila terbukti suatu tindak pidana telah memenuhi
ketentuan alat bukti yang disebutkan dalam undang-undang, seorang terdakwa akan langsung mendapatkan vonis. Pada teori pembuktian formalpositif
positief bewijstheorie ini, penekanannya terletak pada penghukuman harus berdasarkan hukum. Artinya, seorang terdakwa yang dijatuhi hukuman tidak
semata-mata hanya berpegang pada keyakinan hakim saja, namun berpegang pada ketentuan alat bukti yang sah menurut undang-undang. Sistem ini
berusaha menyingkirkn semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan pembuktian yang keras.
172
d Sistem pembuktian undang-undang secara negatif negatief wettelijk
bewijstheori . Sistem pembuktian ini menggabungkan antara faktor hukum
positif sesuai ketentuan perundang-undangan dan faktor keyakinan hakim. Artinya, dalam memperoleh keyakinannya, hakim juga terikat terhadap
penggunaan alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. Mengenai sistem pembuktian mana yang digunakan dalam hukum acara
pidana di Indonesia dapat terlihat dalam Pasal 183 KUHAP yang menyatakan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan, suatu tindak pidana
172
Ibid., hal. 245.
Universitas Sumatera Utara
benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
173
UUPTPT tidak secara khusus diatur mengenai syarat minimum alat bukti, atau pun ketentuan mengenai keyakinan hakim, sehingga tidak terlihat sistem
pembuktian apa yang digunakan dalam UUPTPT. Namun, dengan menggunakan penafsiran secara a contrario terhadap prinsip lex specialis derogat legi generalis,
ketentuan mengenai sistem pembuktian dalam UUPTPT menggunakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu sistem pembuktian undang-undang
secara negatif. Dengan demikian
dapat disimpulkan sistem pembuktian di Indonesia menggunakan teori pembuktian undang-undang secara negatif negatief wettelijk bewijstheori.
174
2. Beban Pembuktian