subjek dengan skor tinggi pada need for autotomi kebutuhan untuk bebas dan lepas dari tekanan dan need for change kebutuhan untuk membuat
perubahan memiliki kecenderungan untuk memilih paling tidak satu gaya resolusi konflik yang membuat konflik semakin intensif
B. Perkawinan
Duvall dan Miller 1986 mendefinisikan perkawinan sebagai hubungan antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan
seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, dan saling mengetahui tugas masing-masing sebagai suami dan istri.
Gardiner Myers dalam Papalia, Olds Feldman, 2004 menambahkan bahwa perkawinan menyediakan keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan
kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan emosional seperti sumber baru bagi identitas dan harga diri.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan perkawinan adalah hubungan antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan
seksualdan kesempatan untuk pengembangan emosional seperti sumber baru bagi identitas dan harga diri
C. Perkawinan Campuran
1. Definisi Perkawinan Campuran
Menurut Cohen dalam Hariyono, 1993 perkawinan campur merupakan perkawinan yang terjadi antara individu dari kelompok etnis yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sunarto 2004 dalam hubungan perkawinan berlaku aturan eksogami dan endogami, yaitu:
a. Eksogami
Eksogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang berbeda. Eksogami dapat dibagi menjadi dua macam,
yakni : 1.
Eksogami connobium asymetris terjadi bila dua atau lebih lingkungan bertindak sebagai pemberi atau penerima gadis seperti pada perkawinan suku
batak dan ambon. 2.
Eksogami connobium symetris apabila pada dua atau lebih lingkungan saling tukar-menukar jodoh bagi para pemuda.
Eksogami melingkupi heterogami dan homogami. Heterogami adalah perkawinan antar kelas sosial yang berbeda seperti misalnya anak bangsawan
menikah dengan anak petani. Homogami adalah perkawinan antara kelas golongan sosial yang sama seperti contoh pada anak saudagar atau pedagang yang
kawin dengan anak saudagar atau pedagang. b.
Endogami Endogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan
dalam lingkungan yang sama. perkawinan campuran adalah bersatunya jiwa, kepribadian, sifat dan
perilaku dua insan berlawanan jenis yang berbeda etnislatar belakang budaya untuk disyahkan secara resmi sebagai pasangan suami istri. Dalam perkawinan
campur ini terjadi proses akulturasi budaya antara pasangan yang mungkin
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan konflik stres akulturasi. Melalui adaptasi secara psikologis dan sosiokultural segala hal yang berkaitan dengan pasangannya serta latar belakang
yang berbeda dapat diterima untuk menjalani rumah tangga bersama-sama.
2. Alasan Melakukan Perkawinan Campuran
Porterfield dalam Hariyono, 1993 menyebutkan ada enam alasan
seseorang melakukan perkawinan campur: a.
Seseorang mungkin melakukan perkawinan campur dengan alasan idealisme b.
Seseorang bersifat kosmopolitan atau memilih teman secara personal bukan alasan budaya.
c. Seseorang melakukan perkawinan campur untuk menentang otoritas orang tua
baik secara sadar ataupun tidak sadar. d.
Seseorang melakukan perkawinan campur karena tertarik secara psikoseksual
D. Etnis Tionghoa
Etnis Tionghoa di Indonesia berperan penting dalam perjalanan sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Sejak
berdirinya Partai Tionghoa Indonesia, beberapa orang Tionghoa seperti Kho Sien Hoo bergabung dengan gerakan kemerdekaan. Setelah Negara Indonesia
terbentuk, maka secara otomatis etnis Tonghoa yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan menjadi salah satu suku dalam lingkup Indonesia
dan sejajar dengan suku-suku lain Liem, 2000. Kebudayaan dan kehidupan suatu masyarakat banyak dipengaruhi oleh
sistem kepercayaannya.Kepercayaan yang dianut etnis Tionghoa adalah Budha,
Universitas Sumatera Utara
Taoisme, dan Konfusionisme dimana ajaran Konfisionisme lebih dominan dianut oalh Tionghoa dimanamengajarkan tentang moralitas yang harus dimiliki oleh
setiap orang.Kunci ini dipakai Konfusius untuk mengatur hubungan antar manusia dalam hidup bermasyarakat Lubis, 1995.
Nilai-nilai Sosial Budaya Tionghoa:
1. Sistem Kekerabatan
Etnis tionghoa pada masa lalu membuat sebuah pembaharuan yang berdasarkan ideology-nya.Kehidupan etnis tionghoa sejak dulu telah teratur
dan teroganisir. Saat suku lain masih berpindah-pindah tempat, etnis ini sudah mulai menetap. Dimana suatu kelompok sudah mulai hidup menetap,
kelompok itu akan lebih berkembang karena waktu yang dimilki-nya untuk kebutuhan hidup lebih banyak. Sehingga hal tersebut dapat memacu
berkembangnya teknologi guna melengkapi kebutuhan hidup. 2.
Pemilihan Jodoh Sama halnya dengan suku bangsa lain yang ada di Indonesia, etnis Tionghoa
juga memiliki aturan sendiri dalam hal penentuan jodoh guna meneruskan kehidupannya. Mereka sangat pantang melakukan pernikahan dengan marga
yang sama, namun guna menjaga harta keluarga agar kelak tidak jatuh ke tangan orang lain etnis ini mengusahakan adannya pernikahan satu nenek
moyang yang berbeda marga. Untuk perkawinan antara pihak laki-laki yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan wanita menjadi sebuah
pantangan bilamana pihak laki-laki berasal dari generasi yang lebih muda. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini memiliki filosofi tersendiri, karna di maksudkan bahwa seorang suami haruslah lebih tua dan tinggi derajatnya dari sang istri. Pada masa lalu, saat
kerajaan-kerajaan masih banyak berdiri di Indonesia etnis Tionghoa mengadakan ikatan-ikatan terhadap penguasa lokal serta pihak istana.Hal
seperti itu dianggap sebagai syarat yang harus ada pada masa itu, karena hal inimenjadi sangat penting untuk keberhasilan perdagangan mereka di
pedalaman. 3.
Perkawinan Pada umumnya pernikahan adalah sebuah bagian metamorfosis kehidupan
manusia sebagai final kedewasaanya. Dimana seseorang akan memiliki tanggung jawab lain atas kehidupan barunnya. Bagi etnis Tionghoa sendiri
pernikahan dianggap sebagai tolak ukur kesuksesan seseorang dalam hidupnnya. Oleh karena itu mereka akan membuat pesta pernikahan ini
dengan mahal, mewah, sarat tradisi bahkan rumit. Karena siklus ini merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan setiap insan.Upacara
pernikahan pada etnis ini tidak seragam di semua tempat, melainkan tergantung pada tempat diadakannya, adat lain, adat setempat, agama,
pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa sebuah pernikahan dalam etnis tionghoa didasarkan kekerabatan,
keleluhuran , kemanusiaan dan sebagai pelindung keluarga.
Universitas Sumatera Utara
4. Adat menetap sesudah menikah
Dalam adat Tionghoa, ahli waris akan di teruskan oleh anak laki-laki tertua dalam suatu keluarga dan akan meneruskan pemujaan leluhur yang dilakukan
oleh ayahnnya. Oleh karena itu pihak wanita yang telah menikah di wajibkan hidup dan tinggal bersama keluarga pihak suami.Karena pada prinsipnya
setiap anak di wajibkan untuk tetap berbakti pada orang tua-nya sebelum maupun setelah mereka menikah. Hal ini akan menjadi gambaran bagi
generasi seterusnnya dalam berbakti pada orang tuannya. Namun untuk anak laki-laki selanjutnnya diberi kebebasan dalam menentukan tempat tinggalnya
sesudah menikah. 5.
Kedudukan Wanita Pada masa lalu para wanita etnis tionghoa mengalami diskriminasi gender
yang sangat kuat. Adannya perbedaan perlakuan yang diterimanya sangat berbeda dengan pria. Saat para wanita etnis Tionghoa mulai beranjak dewasa,
ia mulai mengalami larangan untuk keluar rumah di pingit. Dan saat sudah menikah para wanita juga tidak di perkenankan untuk memilih tempat tinggal,
melainkan harus tinggal bersama suaminnya serta mereka wajib untuk patuh dan tunduk pada mertuanya.Para wanita juga mendapat larangan untuk
mendapat bagian kehidupannya diluar rumah. Pada masa kini hal tersebut sudah mulai di tinggalkan, para wanita sudah
mulai bergabung dengan perkumpulan-perkumpulan di luar. Selain itu para wanita juga berhak mnedapatkan harta yang sama. Bahkan dalam memuja
para leluhur terdahulu telah di warisakan kepadannya, hal ini membuat para
Universitas Sumatera Utara
suami terkadung harus tinggal bersama dengan istrinnya.Dengan adanya pembaharuan kedudukan wanita saat ini, sehingga kecenderungan untuk
memilki anak laki-laki tidak lagi sekuat seperti pada masa lalu.
E. Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11
derajat garis lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan AustraliaOceania.
Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan,
sosial, politik, dan ekonomi.
Penduduk Indonesia dapat dibagi secara garis besar dalam dua kelompok.Di bagian barat Indonesia penduduknya kebanyakan adalah suku Melayu sementara
di timur adalah suku Papua, yang mempunyai akar di kepulauan Melanesia.Banyak penduduk Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai bagian
dari kelompok suku yang lebih spesifik, yang dibagi menurut bahasa dan asal daerah, misalnya Jawa, Sunda atau Batak.
Selain itu juga ada penduduk pendatang yang jumlahnya minoritas diantaranya adalah Etnis Tionghoa, India, dan Arab.Mereka sudah lama datang ke
nusantara dengan jalur perdagangan sejak abad ke 8 SM dan menetap menjadi bagian dari Nusantara.Di Indonesia terdapat sekitar 3 populasi etnis Tionghoa.
Angka ini berbeda-beda karena hanya pada tahun 1930-an terakhir kalinya
Universitas Sumatera Utara
pemerintah melakukan sensus dengan menggolong-golongkan masyarakat Indonesia ke dalam suku bangsa dan keturunannya.
Karakter orang di Indonesia berbeda-beda berdasarkan etnisnya. Berikut beberapa streotype karakter orang Indonesia berdasarkan etnisnya
1. Orang Batak adalah dua kata yang banyak difahami oleh orang diluar suku
Batak sebagai gambaran orang yang tidak mau kalah, bersuara keras, terbuka, spontan, agresif, pemberani, tetap orang batak juga dikenal sebagai pekerja
keras, gigih dan selalu berorientasi kedepan, solidaritasnya tinggi, kekeluargaan, dan keakrabannya erat.
2. Orang Jawa, suku Jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan,
menyembunyikan perasaan alias tidak suka langsung-langsung, menjaga etika berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataan maupun objek yang
diajak berbicara, selain itu orang Jawa dikenal dengan keegoisannya yang tinggi dan kurang mau bergaul dengan suku lain yang ada di Indonesia.
3. Orang Aceh, lembut dan penuh kasih sayang adalah sifat masyarakat Aceh
sesungguhnya, orang Aceh juga dikenal dengan watak militan yang artinya memiliki semangat juang yang tinggi, reaktif atas keberadaanya, optimis, dan
loyal, selain itu ada anggapan bahwa orang Aceh itu orang yang pendendam. 4.
Orang Sunda terkenal dengan karakter yang lemah lembut, halus perkataan, ramah, selain itu orang-orang Sunda dikatakan boros dan malas karena tidak
mau merantau ke tempat yang di luar daerahnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan
secara sistematik dan akurat, fakta, karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu.Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan semata-
mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis,
membuat prediksi maupun mempelajari implikasi Hadi, 2002.
Punch dalam Hasan 2003 menyatakan bahwa ada dua kegunaan penelitian deskriptif. Pertama, untuk pengembangan teori dan area penelitian yang
baru. Kedua, untuk mendapatkan deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks sehingga dapat membantu kita untuk memahami faktor apa
saja yang mempengaruhi suatu variabel dan faktor apa yang perlu diteliti lebih
lanjut dalam penelitian berikutnya secara lebih mendalam.
Jenis penelitian ini tidak mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel, dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Pengolahan dan analisis data
menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif Hasan, 2003.
A. Identifikasi Variabel
Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah gaya resolusi konflik.
26
Universitas Sumatera Utara
B. Definisi Operasional
Resolusi konflik adalah strategi atau metode yang digunakan seseorang untuk mengatasi atau mengelola suatu konflik tertentu. Gaya resolusi konflik yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima gaya yaitu: 1.
Competitive Style adalah individu memaksa pasangannya unttuk menerima dan mengikuti apa yang diinginkan, tidak mau menerima pendapat orang lain,
suka mengintimidasi dan senang berdebat. 2.
Collaborative Style adalah individu memiliki kesadaran terhadap kebutuhan diri sendiri dan pasangan serta ketersediaan untuk berusaha berdamai
merupakan kesempatan yang paling baik dalam resolusi konflik 3.
Compromise Style adalah dimana pasangan membuat kesepakatan yang mengarah pada persetujuan.
4. Accomodting Style adalah individu tidak mementingkan kebutuhan sendiri
tetapi mementingkan kebutuhan pasangannya, mengikuti apa yang menjadi keputusan pasangan, menerima segala pendapat dan keinginan pasangan.
5. Avoidance Style adalah individu memunculkan perilaku menghindari situasi
konflik, menolak membicarakan konflik, dan menyangkal terlibat dalam suatu konflik.
Non kategori adalah dimana pasangan tidak termasuk dalam 5 gaya diatas dalam resolusi konfliknya, dikarenakan pasangan ini tidak konsisten dalam
menggunakan gaya resolusi konflik terhadap konflik yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri
–ciri yang sama dan untuk siapa kenyataan yang diperoleh dari subjek penelitian hendak digeneralisasikan Hadi, 2000.Hadi
2000 mengemukakan bahwa semua individu yang memiliki generalisasi keadaan atau kenyataan yang sama disebut dengan populasi. Populasi adalah seluruh
subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama. Sampel adalah
sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus memiliki paling sedikit satu sifat yang sama Hadi,
2000. Sugiarto 2003 berpendapat bahwa untuk penelitian yang akan
menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah 30, walaupun ia juga mengakui bahwa banyak peneliti lain menganggap bahwa
sampel sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum. Menurut Azwar 2004, secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek
sudah cukup banyak. Namun, sesungguhnya tidak ada angka yang dapat dikatakan dengan pasti. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 109pasangan untuk uji coba
dan 74pasangan untuk uji sebenarnya. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka karakteristik sampel atau subjek dalam penelitian ini adalah pasangan perkawinan
campuran Tionghoa-Indonesia
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasidengan menggunakan prosedur tertentu agar diperoleh sampel yang
mewakili populasi Hadi, 2000. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan non probability sampling.Teknik non probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah incidental sampling. Metode
incidental berarti tidak semua individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dapat dipilih menjadi anggota sampel, hanya individu-individu yang
kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang diteliti dan sesuai dengan kriteria penelitian Hadi, 2000. Alasan menggunakan teknik sampling ini adalah
mengingat subjek yang akan diteliti sulit untuk ditemukan, dan ada kemungkinan akan mendapat penolakan sehingga peluang tidak semua orang mau menjadi
subjek penelitian sangat besar. Teknik pengambilan sampel ini sesuai untuk penelitian mengingat jumlah
populasi yang tidak memiliki jumlah data yang jelas dalam arti tidak ada sumber data yang pasti mengenai jumlah populasi penelitian.Besarnya sampel yang
dipilih adalah berdasarkan pertimbangan ketepatan dan efisiensi biaya, tenaga, waktu dan kemampuan peneliti.
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode skala. Metode skala yang digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa konsep psikologis yang dapat
Universitas Sumatera Utara
diungkapkan secara tidak langsung melaui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam aitem-aitem Azwar, 2004. Skala berisi kumpulan
pernyataan yang diajukan kepada responden untuk diisi oleh responden. Alasan digunakannya alat ukur skala didasarkan atas asumsi :
1.
Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.
2. Interpretasi subjek terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti
adalah sama dengan pemahaman dan interpretasi peneliti.
3. Pernyataan atau tanggapan yang diberikan subjek adalah benar, jujur serta
dapat dipercaya Hadi, 2000.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur berupa skala yang aitemnya disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Killman dan Thomas
dalam Olson DeFrain, 2006 yang terdiri dari lima gaya resolusi konflik yaitu competitive style, collaborative style, compromise style, accomodating style dan
avoidance style. Skala yang digunakan adalah skala dikotomi atau skala Guttman.
Pemberian skor pada penelitian ini menggunakan dua alternatif jawaban pada tiap-tiap
aitem dikotomi, untuk jawaban ”Ya” pada aitem favorabel mendapat skor 1 satu, sedangkan yang menjawab ”Tidak” mendapat skor 0 nol.
Sebaliknya, untuk jawaban ”Ya” pada aitem unfavorabel mendapat skor 0 nol dan jawaban ”Tidak” mendapat skor 1 satu. Skala ini tidak menyediakan pilihan
netral atau ragu-ragu karena membutuhkan jawaban yang tegas, oleh karena itu skala ini sebenarnya kurang halus dalam mempresentasikan respon, tetapi
adakalanya peneliti membutuhkan jawaban yang tegas Simamora, 2005
Universitas Sumatera Utara
Penilaian skala gambaran gaya resolusi konflik pada pasangan perkawinan campuran Tionghoa-Indonesia dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1. Cara Penilaian Gambaran Gaya Resolusi Konflik pada Pasangan Perkawinan Campuran Tionghoa
– Indonesia
Bentuk Pertanyaan
Skor 1
Favorable Tidak
Ya Unfavorable
Ya Tidak
Penyusunan skala gaya resolusi konflik dalam penelitian ini didasarkan lima gaya resolusi konflikyang dikemukakan oleh Killman dan Thomas dalam
Olson DeFrain, 2006 dengan Blueprint pada Tabel dibawah ini :
Tabel 2. Blue PrintDistribusi aitem Skala Gambaran Gaya Resolusi Konflik
pada Pasangan Perkawinan Campuran Tionghoa-Indonesia
No Komponen
Aitem Jumlah
Bobot Favorable
Unfavorable
1. competitive style 1, 17, 22, 30, 39
4, 10, 19, 37 9
19,15 2.
collaborative style
3, 9, 15, 20, 36, 41
7, 23, 32, 43 10
21,28 3.
compromise style 2, 16, 25, 31, 47 11, 26, 38, 45
9 19,15
4. accommodating
style 5, 18, 29, 35, 42
13, 27, 33, 46 9
19,15 5.
avoidance style 8, 14, 21, 28, 34,
44 6, 12, 24, 40
10 21,28
Jumlah 27
20 47
100
Universitas Sumatera Utara
Skala dalam penelitian ini akan diproses dengan diuji coba untuk mengetahui kualitas aitem-aitem sebelum digunakan pada penelitian yang
sesungguhnya. Aitem-aitem yang kualitasnya kurang baik akan dibuang dan aitem-aitem yang berkualitas baik akan digunakan sebagai alat ukur penelitian
yang sesungguhnya. Aitem-aitem yang berkualitas akan ditunjukkan oleh koefisiensi korelasi yang tinggi, yaitu korelasi antara masing-masing aitem
dengan aitem total. Selain aitem-aitem tersebut, di dalam alat ukur juga tertera identitas yang
harus diisi oleh subjek penelitian. Identitas tersebut terbagi atas identitas pasangan. Identitasnya terdiri dari nama atau inisial, jenis kelamin, usia, etnis atau
suku dan lamanya perkawinan. Setelah uji coba selesai, maka selanjutnya peneliti melakukan penomoran kembali terhadap aitem-aitem skala untuk dijadikan
sebagai alat pengumpulan data penelitian yang sebenarnya.
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial khususnya psikologi adalah cara memperoleh data yang akurat dan objektif. Hal ini menjadi
sangat penting, artinya kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya apabila didasarkan pada info yang juga dapat dipercaya Azwar, 2001. Dengan
memperhatikan kondisi ini, tampak bahwa alat pengumpulan data memiliki peranan penting. Baik atau tidaknya suatu alat pengumpulan data dalam
mengungkap kondisi yang ingin diukur tergantung pada validitas dan reliabilitas alat ukur yang akan digunakan.
Universitas Sumatera Utara
1. Validitas alat ukur
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrument atau alat ukur dalam menjalankan
fungsi ukurnya dan memberikan hasil yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud diadakannya pengukuran tersebut Azwar, 2004. Validitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi content validity. Validitas ini menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam skala telah komprehensif mencakup
semua aspek dalam penelitian dan tingkat relevansinya. Validitas isi dalam penelitian ini diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional
kesesuaian dengan blueprint yang telah disusun oleh peneliti dan diperkuat lewat professional judgement dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing
Azwar, 2004.
2. Reliabilitas alat ukur