Latar Belakang Penelitian PENDAHULAN

ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1

BAB I PENDAHULAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Menurut Muhibinsyah 2003, hlm. 10 yang dikutip oleh Sagala 2003, hlm. 3, menjelaskan bahwa ‘dalam pengertian yang agak luas pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai de ngan kebutuhan’. Sedangkan menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 Sagala, 2003, hlm. 3, bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan dimana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian peserta didik secara menyeluruh. Proses pendidikan yang dilakukan pada semua jenjang mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat akhir tidak hanya menekankan pada pembelajaran yang bersifat teoritis saja, artinya yang hanya menggunakan kemampuan kognitif, seperti mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, dan lain- lain. Akan tetapi, ada juga pembelajaran yang mengharuskan peserta didik untuk ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu menggunakan kemampuan fisik atau psikomotornya, afektif, dan kognitif secara bersamaan, yaitu mata pelajaran pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani adalah kegiatan jasmani yang diselenggarakan untuk menjadi wahana bagi kegiatan pendidikan. Sedangkan olahraga dalam lingkup intrakurikuler adalah kegiatan jasmani sebagai alat pelatihan jasmani untuk memeliharameningkatkan derajat sehat dinamis yang adekuat bagi siswa Giriwijoyo, 2012, hlm. 78. Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan jasmani dan olahraga seolah sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan lagi dalam proses pembelajaran di sekolah. Pendidikan jasmani dan olahraga Penjas- Or merupakan bagian dari kurikulum standar bagi Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah. Dengan pengelolaan yang tepat, maka akan dirasakan pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial peserta didik. Berkaitan dengan olahraga, Giriwijoyo 2012, hlm. 37, mengungkapkan bahwa “olahraga dapat dibagi menjadi empat, yaitu olahraga prestasi, olahraga rekreasi, olahraga keseh atan, dan olahraga pendidikan”. Dalam dunia pendidikan, olahraga prestasi dapat dilakukan dalam kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk menyalurkan minat dan bakat para peserta didik pada olahraga kecabangan. Olahraga rekreasi dapat dilakukan salah satunya dengan cara melakukan wisata lintas alam sehingga akan menumbuhkan rasa senang pada diri siswa aspek rohani dan sosial. Pada olahraga kesehatan, para peserta didik bisa melakukan olahraga massal seperti senam aerobik, poco-poco, dan lain-lain dengan arahan dari guru atau dari siswa sebagai instruktur. Sedangkan olahraga pendidikan atau olahraga intrakurikuler merupakan kegiatan jasmani yang bertujuan untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar peserta didik. Pendidikan jasmani memiliki definisi yang beragam dalam bentuk redaksi yang berbeda dari setiap orang atau tokoh yang mengungkapkannya, hal tersebut didasarkan pada pandangan seseorang terhadap pelaku penjas itu sendiri. Pandangan terhadap pendidikan jasmani dapat kita temui dalam UU no 4 tahun ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1950 Bab VI pasal 9 dalam Suherman 2009, hlm. 3 sebagai berikut, “Pendidikan jasmani yang menuju keselarasan antara tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa dan merupakan usaha untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat kuat lahir batin, diberikan pada seluruh jenjang pendidikan”. Pandangan lain mengenai pendidikan jasmani dikemukakan oleh Lutan 2001, hlm. 18, bahwa: Pendidikan jasmani adalah suatu proses aktivitas jasmani yang dirancang dan disusun secara sistematis, untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan, meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, kecerdasan dan pembentukan watak, serta nilai dan sikap yang positif bagi setiap warga negara, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dari pengertian pendidikan jasmani di atas, dapat dikatakan bahwa sudah sepatutnya penjas dapat mendidik dan membimbing peserta didik agar sehat jasmani maupun rohani, cerdas dan berkembang baik kemampuan kognitif, afektif, psikomotor maupun sosialnya. Dalam pendidikan jasmani, peserta didik diberi kesempatan yang banyak untuk mempelajari sekaligus melaksanakan beragam kegiatan yang membina dan mengembangkan potensi peserta didik baik dalam aspek fisik, mental sosial, emosial dan moral. Jelasnya pendidikan jasmani bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam hal ini ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Mengenai hal itu, Rink 2002 mengungkapkan bahwa “tujuan pendidikan jasmani meliputi tiga ranah domain, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor”. Pada domain kognitif peserta didik diharapkan mampu mengetahui dan memahami tentang materi pembelajaran penjas. Hal ini penting karena dengan mengetahui serta memahami materi penjas secara teoritis diharapkan akan membantu peserta didik dalam pelaksanaan praktisnya. Kemudian pada domain afektif, peserta didik harus bisa menampilkan sikap positif dalam pembelajaran penjas seperti menghargai teman, kerjasama, percaya diri, terlibat aktif dalam pembelajaran, dan lain sebagainya. Pada domain ini juga keterampilan sosial peserta didik akan berkembang karena dalam pembelajaran penjas hubungan sosial antar peserta didik harus terjalin dengan baik, contohnya dalam materi yang ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu mengharuskan peserta didik berkelompok atau beregu, mau tidak mau harus ada komunikasi dan kerjasama agar regu atau kelompoknya bisa menjadi yang terbaik. Sedangkan pada domain psikomotor, peserta didik lebih ditekankan pada pengembangan bahkan penguasaan gerak dan keterampilan motorik. Hal ini sangat penting karena dengan banyaknya pengalaman serta penguasaan gerak akan membekali peserta didik pada tugas-tugas gerak yang lebih berat atau lebih kompleks di masa yang akan datang. Ketiga domain tujuan penjas tersebut sangatlah penting untuk dicapai sebagai bekal bagi peserta didik. Tujuan-tujuan pendidikan jasmani dan olahraga tersebut akan dicapai melalui materi-materi dalam pembelajaran pendidikan jasmani, diantaranya yaitu aktivitas permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, aktivitas uji diri, aktivitas ritmik, aktivitas air, dan aktivitas luar sekolahalam bebas. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Salah satu standar kompetensi lulusan untuk tingkat Sekolah Dasar adalah mempraktekkan gerak ritmik meliputi senam pagi, senam kesegaran jasmani SKJ, dan aerobik. Akan tetapi, dalam kenyataannya macam-macam gerak ritmik tersebut sudah mulai dilupakan dan jarang dilakukan di sekolah dengan beragam alasan yang mengiringinya. Lebih tepatnya macam-macam gerak ritmik tersebut pada saat ini dilakukan di sanggar-sanggar senam atau tempat-tempat umum sebagai olahraga massal bagi masyarakat. Selain itu, standar kompetensi lulusan yang harus dilaksanakan pada tingkat Sekolah Dasar adalah mempraktekkan gerak ketangkasan seperti ketangkasan dengan dan tanpa alat, serta senam lantai. Dari pemaparan tersebut, dapat dipahami bahwa pada tingkat sekolah dasar materi-materi pendidikan jasmani pada umumnya ditekankan terhadap pengembangan kemampuan gerak dasar, hal ini bertujuan untuk mempersiapkan kemampuan jasmani peserta didik ketika akan beranjak kejenjang atau tingkat pendidikan selanjutnya, yaitu tingkat menengah dan tingkat akhir. Dengan pengembangan serta penguasaan kemampuan gerak dasar dari materi-materi yang ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu tertuang dalam kurikulum, diharapkan bisa membekali peserta didik pada kehidupannya di masa yang akan datang. Dalam kenyataannya, banyak sekali tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran penjas. Seperti yang dikemukakan oleh Suherman 2009, hlm. 44 dalam bukunya yang berjudul Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani, memaparkan: Banyak para ahli mengatakan bahwa kegiatan mengajar adalah menantang. Sementara itu kegiatan mengajar Penjas lebih menantang lagi. Dengan alasan sebagai berikut: 1 Keadaaan siswa; 2 Isi pelajaran meliputi semua spektrum aktivitas;3 Fasilitas dan alat seringkali di bawah standar kebutuhan; 4 Terkadang guru harus melatih di luar jam pelajaran, 5 Guru harus membina pramuka; 6 Guru harus memegang urusan kesiswaaan. Selain dihadapkan pada masalah-masalah yang sering dialami oleh mata pelajaran penjas seperti dalam kutipan di atas, mata pelajaran penjas juga sering dipandang sebelah mata, negatif, bahkan dianggap kurang penting dibanding mata pelajaran lain. Seperti yang diungkapkan oleh Lutan Juliantine, 2010, hlm. 12 bahwa: Di Indonesia, mata pelajaran pendidikan jasmani masih dianggap tidak penting. Mata pelajaran ini sering disisihkan. Lebih merana lagi, waktu yang seharusnya digunakan untuk kepentingan belajar itu diisi oleh kegiatan lainnya seperti rapat guru, piknik, atau keperluan lainnya. Dari pernyataan negatif di atas terhadap pendidikan jasmani, ini bisa disebabkan oleh proses belajar mengajar yang kurang kondusif sehingga muncul pandangan-pandangan negatif tersebut baik terhadap mata pelajaran penjas bahkan terhadap gurunya juga. Oleh sebab itu, guru dituntut harus bisa memberikan proses pembelajaran yang baik sehingga dapat mewujudkan tujuan penjas yang pada akhirnya mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, proses pembelajaran yang baik merupakan alat untuk mencapai tujuan dan dapat mencerminkan mutu dalam proses belajar mengajar tersebut. Salah satu alat untuk membantu guru dalam proses belajar mengajar adalah dengan mengunakan model pembelajaran. Seperti yang diterangkan oleh ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sagala 2011, hlm. 175, bahwa “untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran, tentu diperlukan model-model pembelajaran yang dipandang mampu mengatasi kesulitan guru dalam melaksanakan tugas mengajar dan juga kesulitan belajar peserta didik ”. Selain itu, Aunurrahman 2010, hlm. 143, menerangkan bahwa: Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam artian sesuai dengan keadaan dan kebutuhan maka akan membantu guru serta peserta didik dalam pencapaian tujuan, dalam konteks ini yaitu tujuan dalam mencapai hasil belajar yang baik. Pada proses pembelajaran penjas di sekolah banyak sekali guru yang mengajarkan pendidikan jasmani tanpa mengetahui model pembelajaran apa yang mereka gunakan, padahal terdapat beberapa macam model pembelajaran dalam penjas yang dapat digunakan oleh guru. Direct Instruction, Personalized System for Instruction PSI, Cooperative Learning, Sport Education, Peer Teaching, Inquiry Teaching, dan Tactical Games Metzler, 2000, hlm. 159 merupkan beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah. Dari ketujuh model pembelajaran penjas di atas, hampir seluruh guru penjas di sekolah mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat akhir menggunakan model pembelajaran direct instruction dalam proses pembelajarannya. Direct instruction menurut Metzler, “Teacher as instructional leader”, jadi guru memegang penuh kendali dalam pembelajaran sehingga siswa hanya tinggal mengikuti perintah dan menerima apa yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran. Hal ini bisa disebabkan karena pengetahuan atau wawasan guru tentang model pembelajaran yang kurang, selain itu juga bisa disebabkan karena hal ini seolah-olah sudah menjadi budaya turun temurun bahwa tugas guru ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu adalah mengajar dan siswa menerima pelajaran yang diberikan guru. Sehingga, jika nantinya seorang siswa menjadi guru pendidikan jasmani dia akan mengikuti tata cara proses pembelajaran langsungdirect instruction sesuai dengan apa yang didapat saat guru tersebut menjadi siswa. Hal ini bisa menghambat proses pembelajaran karena guru tidak mau mencoba dan mengembangkan model pembelajaran lain. Dari pengamatan peneliti terhadap sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian, keadaan serupa dilakukan oleh guru penjasnya yaitu menggunakan model pembelajaran direct instruction dalam proses pembelajarannya. Hal ini bisa dijadikan dasar oleh peneliti untuk menjadikan sekolah tersebut sebagai lokasi penelitian dengan cara mencoba menerapkan model pembelajaran lain, yaitu model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran penjas. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan oleh Robert Slavin pada awal tahun 1970-an dan sekarang digunakan dibanyak sekolah, pada semua tingkatan, dan untuk semua subjek pada kurikulum, termasuk pada pembelajaran penjas. Lebih lanjut Slavin 1990 dalam Metzler 2000, hlm. 227, menjelaskan bahwa: ....cooperative structures create a situation in which the only way group members can attain their own personal goals is if the group is succesful. Therefore, to meet their personal goals, group members must help their group mates to do what help the group to succeed, and perhaps more important, encourage their group mates to exert maximum effort. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa struktur kooperatif membuat situasi dimana anggota kelompok dapat mencapai tujuan pribadi jika kelompok sudah berhasil. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pribadi, anggota kelompok harus saling membantu agar kelompoknya berhasil. Hal tersebut didukung oleh Metzler 2000, hlm. 228, yang menyatakan bahwa “tema utama dari pembelajaran kooperatif yaitu kelompok tidak berhasil sampai semua anggota berhasil”, yang dalam bahasanya yaitu Major Theme for Cooperative Learning: The Group Has Not Achieved until All of Its Members Have Achieved. ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pada model pembelajaran kooperatif terdapat lima strategi belajar yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, yaitu Student Teams Achievement Divisions STAD, Team Games Tournament TGT, Team Assisted Instruction TAI, Jigsaw, dan Group Investigation. Dari kelima strategi pembelajaran tersebut, dalam penelitan ini peneliti menggunakan strategi pembelajaran Student Teams Achievement Divisions STAD untuk kelompok eksperimen dan strategi pembelajaran Jigsaw untuk kelompok kontrol. STAD adalah strategi pembelajaran yang menekankan pada keberhasilan kelompok tanpa adanya kompetisi antar kelompok. Penilaian dilakukan kepada setiap anggota kelompok yang kemudian dijumlahkan menjadi nilai total kelompok. Kelompok yang memiliki total nilai paling besar dapat memberikan motivasi kepada kelompok lain untuk meningkatkan perolehan nilai kelompoknya. Sedangkan Jigsaw adalah strategi pembelajaran yang menempatkan siswa pada kelompok-kelompok tertentu dan kemudian diberikan satu bagian tugas keterampilan, bidang pengetahuan, atau permainan. Jadi, tugas yang diberikan oleh guru berbeda pada setiap kelompoknya. Dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat diharapkan dapat membantu guru dalam mengatasi masalah-masalah yang ditemui dalam proses pembelajaran, sedangkan bagi siswa bisa membantu dalam mengatasi kesulitan belajarnya sehingga pada akhirnya akan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan salah satunya yaitu untuk meningkatkan hasil belajar. Model pembelajaran kooperatif akan peneliti coba terapkan pada salah satu materi ajar dalam penjas, yaitu senam lantai. Senam merupakan aktivitas fisik yang dapat membantu mengoptimalkan perkembangan anak. Gerakan-gerakan senam sangat sesuai untuk mendapat penekanan dalam program pendidikan jasmani, terutama karena tuntutan fisik yang dipersyaratkan, seperti kekuatan dan daya tahan otot dari seluruh bagian tubuh. Disamping itu, senam juga menyumbang besar pada perkembangan gerak dasar fundamental yang penting ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu bagi aktivitas fisik cabang olahraga lain, terutama dalam hal mengatur tubuh secara efektif dan efisien. Senam ialah latihan tubuh yang dipilih dan diciptakan dengan berencana, disusun secara sistematis dengan tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis Hidayat, 1979, hlm. 6. Jadi, fokus senam itu sendiri adalah tubuh, bukan alatnya, bukan pula gerakannya, karena gerak apapun yang digunakan, tujuan utamanya adalah peningkatan kualitas fisik serta penguasaan pengontrolannya. Sehingga dengan demikian akan membantu peserta didik dalam menjalankan kegiatan sehari-hari baik kegiatan sekolah atau kegiatan lain di lingkungannya. Akan tetapi, kenyataan dilapangan menunjukan bahwa salah satu hambatan yang sering ditemui oleh guru penjas dalam mengajarkan senam di sekolah adalah gambaranbayangan bahwa senam itu begitu sulit dilakukan serta memerlukan peralatan khusus yang lengkap seperti pada senam yang selalu dipertandingkan pada PON atau Olimpiade Mahendra, 2003, hlm. 7. Sehingga dengan gambaran-gambaran tersebut akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan bagi guru penjas, seperti bagaimana senam dapat dimanfaatkan secara optimum sesuai harapan-harapan di atas? Jenis senam apakah yang dianggap paling sesuai untuk mendukung upaya pencapaian manfaat senam? Serta bagaimana kesemua itu dapat dicapai dalam situasi persekolahan yang sangat minim alat seperti di Indonesia? Para guru seharusnya menyadari bahwa arti senam dalam pendidikan jasmani berbeda dengan senam pada PON atau Olimpiade. Dalam dunia pendidikan, pembelajaran senam seharusnya diartikan sebagai kegiatan fisik yang didalamnya anak mampu mendemonstrasikan kemampuan untuk menguasai tubuhnya secara meyakinkan dalam situasi yang berbeda-beda sehingga akan mencapai tujuan senam itu sendiri. Terdapat banyak jenis senam yang dapat dilakukan dalam pembelajaran penjas dan disesuaikan dengan keadaan sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh FIG Federation Internationale de Gymnastique bahwa senam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu: ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1. Senam artistik artistic gymnastics 2. Senam ritmik sportif sportive rhytmic gymnastics 3. Senam akrobatik acrobatic gymnastics 4. Senam aerobik sport sports aerobics 5. Senam trampolin trampolinning 6. Senam umum general gymnastics Dalam pelaksanaannya, guru penjas bisa memilih jenis senam yang dapat digunakan dalam pembelajaran penjas. Salah satu jenis senam yang biasanya dilakukan dalam pembelajaran penjas di sekolah dan tertuang dalam kurikulum adalah senam lantai. Senam lantai atau floor Exercises merupakan salah satu jenis senam yang termasuk dalam kelompok senam artistik artistic gymnastics. Jenis senam lantai yang dapat digunakan dalam pembelajaran penjas bisa disesuaikan dengan keadaan sekolah serta alat yang tersedia, bahkan bisa dilakukan tanpa alat sekalipun seperti baling-baling, Twist, Sikap lilin, Lompat lenting Arch Jump, Tuck Jump¸ keseimbangan Balances, Lompat kangkang Straddle Jump, kayang, dan lain-lain. Selain mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif STAD dan Jigsaw dalam pembelajaran senam lantai, peneliti juga akan mencoba menerapkan model rangkaian gerak senam yang dikembangkan dari gerakan-gerakan senam ritmik menurut federasi senam internasional FIG. Model rangkaian gerak senam yang dikembangkan oleh peneliti mengacu pada kenyataan keadaan sekolah pada saat ini yang diantaranya kurang memiliki fasilitas bahkan tidak memiliki fasilitas sama sekali, seperti tidak tersedianya matras. Dengan pengembangan model rangkaian gerakan senam ini, guru penjas pada khususnya di sekolah dasar mempunyai referensi baru mengenai model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran penjas dan juga model rangkaian gerakan senam yang bisa dipakai dalam materi senam lantai. Berdasarkan uraian beberapa masalah di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang penerapan model pembelajaran kooperatif strategi STAD dan Jigsaw dengan variabel atributnya yaitu kemampuan motorik siswa terhadap hasil belajar senam lantai pada siswa sekolah dasar. ANANG SETIAWAN, 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM LANTAI SISWA SD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Identifikasi Masalah Penelitian