perdagangan Indonesia dalam menyusun kebijakan dan implikasinya yang berguna untuk pengembangan industri perkaretan di Indonesia ke depannya.
Manfaat khususnya diharapkan penelitian ini dapat diterapkan pada strategi pengembangan permintaan dan penawaran karet alam Indonesia maupun strategi
peningkatan daya saing ekspor karet alam Indonesia di pasar internasional.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mencoba untuk mengembangkan model ekonometrika dinamis yang dapat menangkap efek jangka pendek dan jangka panjang dari
perubahan pendapatan dan harga pada perdagangan karet alam Indonesia ke China yang dapat dipergunakan untuk melakukan prediksi dan simulasi kebijakan dalam
berbagai alternatif kondisi yang diasumsikan.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dibedakannya bentuk dan kualitas dari jenis karet alam yang akan diekspor dan diperdagangkan. Permintaan
karet alam dibatasi pada negara importer yaitu China. Sedangkan penawaran karet alam berasal dari tiga negara produsen karet utama yakni Thailand, Indonesia dan
Malaysia.
2. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Industri Karet Dunia
Industri karet didunia telah dimulai sejak abad ke XIX dimana pada saat ini ditemukannya alat penghalus, pencampur dan pembentuk karet yang diberi
nama musticator. Menjelang pertengahan abad XX, terjadi perubahan penting dibidang industri perkaretan yakni karet yang biasanya diproduksi dengan
pengambilan karet dari tumbuhan liar di hutan Afrika dan Brasil akhirnya digantikan oleh karet alam dari Asia Timur. Perubahan tersebut menjadi awal baru
di berkembangnya perkebunan karet dan awal mula perbaikan dari peningkatan dari produktivitas karet alam.
Pertumbuhan produksi karet dunia dari abad ke XX hingga sekarang tidak lepas dari sumbangan produksi karet rakyat hingga saat ini memiliki luasan yang
tidak sedikit didunia, namun dikarenakan permintaan karet semakin meningkat dengan cepat laju permintaan 3 persen per tahun menyebabkan para ahli atau
peneliti menciptakan karet buatan yang berbahan dasar dari bahan bakar minyak BBM fosil yang diberi nama dengan karet sintetik. Semenjak penemuan karet
sintetik tersebut, pada tahun 1945 negara Amerika Serikat yang mengalami pertumbuhan industri yang tinggi semenjak perang dunia I PD I, melalui industri
kimianya berhasil memproduksi satu juta ton karet sintetik pertahun untuk memenuhi kebutuhan industri perkaretannya. Tidak ketinggalan negara Kanada,
Jerman dan Uni Soviet juga berhasil memproduksi karet sintetik dalam jumlah yang cukup besar.
Struktur pasar karet dunia mengalami berubah semenjak perang dunia ke-II PD II meletus dari tahun 1940-an hingga tahun 1970-an. Pada masa ini
tekhnologi berkembang pesat yang menyebabkan kebutuhan akan karet sintetis meningkat yang mengakibatkan monopoli dari karet alam sebelumnya mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Sekarang ini hampir selama kurang lebih
66 tahun terakhir, kedua jenis karet inilah yang dipasarkan pada pasar internasional dengan berbagai macam variasi produk dari kedua jenis karet yang
ada.
Karet merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi iklim tropis, sehingga negara yang menghasilkan atau memproduksi karet alam
merupakan negara yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Pada saat ini terdapat beberapa negara yang memproduksi karet alam utama di dunia yakni
Thailand, Indonesia, Malaysia, India dan China. Indonesia menempati posisi kedua dengan jumlah produksi rata-rata selama lima tahun terakhir adalah 2,5 juta
ton per tahun, sedangkan Thailand menempati posisi pertama sebagai negara produsen dengan jumlah produksi rata-rata sebesar 3 juta ton per tahun.
Perdagangan Karet Alam
Karet alam merupakan salah satu dari beberapa komoditi perkebunan yang di perdagangkan di dunia. Komoditi ini merupakan komoditi yang memiliki nilai
guna yang cukup penting bagi kalangan industri di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, China dan lain sebagainya. Negara-negara berkembang yang
wilayahnya berada disekitar khatulistiwa pada umumnya merupakan negara yang dapat menghasilkan komoditi karet ini, termasuk diantaranya negara-negara yang
berada di kawasan Asia Tenggara ASEAN. Permintaan karet alam juga mengalami peningkatan seiring meningkatnya sektor industri yang memerlukan
bahan baku karet seperti bola, sarung tangan, alat kontrasepsi dan lain sebagainya.
Perdagangan karet alam telah dikenal semenjak revolusi industri merebak di dunia. Sifat karet yang elastis dan mudah untuk dibentuk membuat komoditi ini
menjadi bahan baku yang cukup diminati oleh kalangan industri. Awalnya karet merupakan tumbuhan yang berasal dari negara Brazil, kemudian dikembangkan
oleh Sir Joseph Hooker dikawasan Asia. Setelah berbagai macam percobaan dan menunjukan kesesuaian dan kecocokan, perkebunan karet mulai dibuka di
kawasan Asia terutama Asia Tenggara yang memiliki kondisi alam yang sesuai sehingga menjadikan kawasan ini merupakan kawasan ekspor karet nomor satu di
dunia.
Negara-Negara Pengimpor Karet Alam di Dunia
Permintaan terhadap karet alam dari negara-negara maju terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan
karet alam sebagai bahan baku industri. Permintaan lebih cenderung dilakukan oleh negara-negara maju yang telah memiliki teknologi di bidang industri yang
telah maju. Pada saat ini terdapat empat negara yang merupakan negara pengimpor karet terbesar pada tahun 2012 menurut Internasional Trade Center
ITC permintaan terhadap karet alam di dunia pada tahun 2012 sebesar 8,238,487 ton yang didominasi oleh China RRC sebesar 2,176,969 ton, Amerika Serikat
USA sebesar 968,890 ton, Malaysia sebesar 871,788 dan Jepang sebesar 709,994 ton.
Gambar 10. Permintaan Karet Alam di Dunia 2005-2012. Intrance.2013 China merupakan konsumen terbesar untuk komoditi karet alam di dunia,
setelah China berhasil menetapkan kebijakan untuk melakukan perdagangan bebas dengan negara-negara di sekitranya. Hal tersebut didukung dengan
memburuknya perekonomian Amerika Serikat beberapa tahun belakangan ini menyebabkan China menjadi negara yang menarik bagi negara-negara produsen
karet alam disekitarnya sebagai tujuan perdagangan pemasaran karetnya.
Gambar menunjukan walaupun permintaan terhadap karet alam oleh pasar dunia relatif fluktuatif namun dapat dilihat permintaan tersebut cenderung
tumbuh dan meningkat. Semakin meningkatnya permintaan secara tidak langsung akan mempengaruhi harga dari karet alam tersebut.
Tabel 2 . Laju Pertumbuhan Permintaan Karet Alam Negara-Negara Importir.
Tahun World
China United
Stated Japan
Malaysia Republic
of Korea 2007
7,937,014 1,648,109
1,028,658 855,794
634,944 393,752
2008 7,534,272
1,681,485 1,052,315
857,688 522,474
373,579 2009
6,500,864 1,710,678
704,831 605,429
739,412 346,337
2010 7,832,892
1,861,367 944,969
758,097 678,882
402,140 2011
8,438,885 2,100,916
1,048,854 795,430
667,812 415,234
2012 8,202,480
2,176,969 968,890
709,994 871,788
410,333 laju
pertumbuhan karet alam
0.66 5.72
1.19 3.67
6.55 0.83
Sumber: intrance. 2013 diolah
Sampai tahun 2012 dapat dilihat negara China merupakan pengkosumsi karet alam yang terbesar di dunia 26.5 persen dengan laju pertumbuhan
konsumsi karet sebesar 5.72 persen. Berbanding terbalik dengan negara Amerika dan jepang yang mengalami penurunan laju konsumsi sebesar
– 1.19 persen dan 3.67 persen. Penurunan laju konsumsi kedua negara maju tersebut disebabkan
karena semenjak tahun 2008 negara-negara didunia mengalami krisis ekonomi, negara Amerika, Jepang dan negara-negara yang berada di dataran Eropa
merasakan efek dari krisis ini secara langsung sehingga mengakibatkan
perekonomian mereka mengalami penurunan. Hal tersebut menimbulkan dampak terhadap impor karet alam negara-negara tersebut dari negara-negara pengimpor.
Berbeda dengan China, tingginya permintaan karet alam China disebabkan karena pertumbuhan sektor industri negara tersebut yang cukup tinggi 10 Persen
per tahun yang dipicu karena adanya proses industrilisasi di negara tersebut. pertumbuhan industri China yang sangat mengesankan terutama dunia otomotif
dan perkapalannya membuat negara ini membutuhkan karet alam dalam jumlah yang besar, sehingga dapat dilihat hasilnya pada saat ini China merupakan negara
konsumen karet alam terbesar didunia. Secara tidak langsung kondisi yang terjadi pada saat ini menandai adanya pergeseran peta konsumsi dari kawasan Amerika-
Eropa ke kawasan Asia.
Walaupun konsumsi karet alam mengalami penurunan paska tahun 2008, namun berlahan-lahan dapat dilihat terjadi pertumbuhan yang positif di tahun-
tahun berikutnya. Hal ini menunjukan komoditas karet alam masih merupakan komoditas yang menguntungkan untuk dikembangkan.
Negara-Negara Penghasil Karet Alam di Dunia
Pada saat ini terdapat beberapa negara yang dapat menghasilkan karet di wilayahnya ITC,2013, namun tidak semua negara dapat menjadi produsen karet
alam yang bertujuan untuk memperdagangkannya, hal tersebut tergantung dari kebutuhan karet alam di masing-masing negara tersebut. Apabila kebutuhan karet
alam besar di negara tersebut maka produksi akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya terlebih dahulu.
Semakin bertambahnya konsumsi karet alam dari tahun ke tahun menunjukan bahwa komoditi karet alam masih menjadi primadona ekspor bagi
negara-negara produsen karet alam. Didukung dengan pertumbuhan industri di setiap negara terutama negara pengimpor menyebabkan kebutuhan akan karet
alam ini terus mengalami peningkatan. Tabel 3. Ekspor Karet Alam Negara-Negara Penghasil Karet Alam 2012
Eksporter 2012
Kuantitas ton
Ranking Value Ranking
Thailand 2,998,897
1 8,745,795
1 Indonesia
2,445,667 2
7,864,528 2
Malaysia 771,214
3 2,545,628
3 Viet Nam
644,307 4
1,953,165 4
Côte dIvoire 275,252
5 927,145
5 Germany
118,597 6
398,861 6
Singapore 90,639
8 315,207
7 Guatemala
103,136 7
294,191 8
Liberia 80,373
9 263,843
9 Belgium
69,514 10
227,563 10
Nigeria 62,135
11 206,559
11
India 16,415
13 84,182
12 Philippines
53,174 12
61,626 13
Sumber : ITC. 2012
Berdasarkan data Tabel 3 dapat diketahui bahwa terdapat tiga negara penghasil karet karet alam yang juga merupakan negara eksportir karet alam
didunia yakni Thailand, Indonesia dan Malaysia. Ketiga negara ini dapat menjadi negara produsen karet disebabkan karena beberapa kondisi yakni memiliki luas
areal yang cukup luas, memiliki kondisi alam yang sesuai dengan pertumbuhan untuk budidaya komoditi karet, dan kebijakan pemerintah yang mendukung. Lain
halnya dengan negara Malaysia dimana ekspor dan produksi karetnya akan cenderung mengalami penurunan disebabkan karena kebijakan pemerintahannya
yang mengarah kepada sektor industri sehingga karet yang dihasilkan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dari negara tersebut.
Tabel 3 menunjukan laju pertumbuhan dari masing-masing negara produsen karet alam di dunia berdasarkan organisasi ITC 2013. Dapat dilihat
laju pertumbuhan produksi karet alam dunia hanya sebesar 0,07 persen sedangkan permintaan karet alam dari negara-negara produsen memiliki angka sebesar 0,66
persen tabel 3, hal ini menunjukan bahwasannya permintaan terhadap karet alam memiliki laju lebih besar dibandingkan produksi yang dihasilkan negara-negara
maju. Sedangkan dari segi pertumbuhan produksinya negara Indonesia merupakan negara produsen karet alam yang memiliki pertumbuhan sebesar 0.31 persen
tertinggi di dunia, yang diikuti negara Thailand. Pesatnya laju pertumbuhan karet alam dari negara Indonesia disebabkan karena luasan areal perkebunan karet alam
negara Indonesia relatif lebih besar dibandingkan negara-negara produsen lain, didukung oleh iklim yang sesuai menyebabkan Indonesia masih memiliki potensi
untuk meningkatkan karet alamnya. Tabel 4. Laju Pertumbuhan Produksi Karet AlamNegara Produsen ton.
Negara World
Thailand Indonesia
Malaysia Vietnam Singapore
2007 8210325
2966128 2407848
1018107 673743
158149 2008
8040802 2832071
2296476 915563
641673 137740
2009 7454726
2740089 1992001
703080 630263
106592 2010
8009325 2733607
2352776 900922
672181 122989
2011 8683353
2997018 2557093
946085 713520
104048 2012
8238487 2998897
2445667 771214
644307 90639
Laju pertumbuhan
rata-rata per Tahun
0.07 0.22
0.31 -5.40
-0.89 -10.54
Sumber : International Trade Center.2013
Pertumbuhan areal tanam di Indonesia dan Thailand cenderung mengalami peningkatan.
Sebaliknya dengan
negara Malaysia
dapat dilihat
bahwa pertumbuhannya mengalami penurunan semenjak tahun 1980an. Apabila dilihat
dari produktivitas karet alamnya dapat dilihat bahwa produktivitas karet Indonesia berada dibawah Thailand, hal ini disebabkan karena sebagian besar tanaman karet
yang berada di Indonesia merupakan tanaman yang telah berumur puluhan tahun,
dan tidak dilakukan peremajaan terhadap tanaman-tanaman ini dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki petani, hal itu dikarenakan sebagian besar
perkebunan karet yang ada di Indonesia merupakan perkebunan karet alam milik rakyat 84,85 persen, milik negara 7,15 persen dan milik swasta 7,70 persen
Gapkindo,2013. Data tersebut juga menunjukan bahwa produksi yang paling cepat laju pertumbuhannya adalah Indonesia dengan dengan laju pertumbuhan
sebesar 0,31 persen, yang kemudian diikuti oleh Thailand dengan pertumbuhan 0,22 persen.
Sumber : FAO. 2013
Gambar 11. Luas Areal Tanam Karet Alam di Indonesia, Thailand dan Malaysia Ha
Sumber : FAO. 2013
Gambar 12. Produksi Karet Alam dari Tiga Negara Produsen Utama Karet Alam ton
Persaingan Antara Karet Alam dengan Karet Sintetik di Dunia
Perdagangan terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan suatu negara dalam memproduksi suatu bahan baku mengakibatkan timbulnya permintaan
terhadap suatu produk, akibat dari timbulnya permintaan tersebut maka timbullah penawaran. Penawaran untuk karet alam di pasar internasional cenderung
mengikuti seberapa besar permintaan terhadap produk ini juga kemampuan negara produsen untuk menghasilkan karet alam. Namun dilihat dari prospek kedepannya
pertumbuhan terhadap industri-industri yang membutuhkan bahan baku karet alam semakin bertambah, hal ini menunjukan bahwa karet mempunyai prospek
yang masih baik untuk dikembangkan bagi negara-negara produsen.
Negara-negara yang tidak dapat memproduksi karet alam pada dasarnya merupakan negara-negara yang terletak di iklim subtropis dimana tumbuhan karet
tidak dapat tumbuh, namun untuk memenuhi kebutuhan bahan baku karetnya negara-negara tersebut akan melakukan impor dari negara produsen atau
memproduksi karet alam sintetik. Karet sintetis merupakan karet yang diproduksi dari minyak bumi dan batu bara, namun pada saat ini produksi karet sintetik
diramalkan akan berkurang sejalan dengan semakin terbatasnya sumberdaya tersebut serta adanya isu lingkungan Nuhfil Hanani dan Fahriya,2012. Oleh
karena itu persaingan antara karet alam dengan karet sintetik diperkirakan akan semakin melemah. Selain itu, karet alam memiliki keunggulan yang tidak dimiliki
oleh karet sintetis yakni memiliki daya elastis yang sempurna, memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, mempunyai daya aus yang tinggi,
tidak mudah panas dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan.
Karet alam juga memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimianya maupun bisnis dibanding karet sintetis, namun karet alam akan tetap
memiliki pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tertentu akan lebih memilih untuk menggunakan bahan baku karet alam dibandingkan karet sintetis antara lain
industri ban yang merupakan pemakai karet alam terbesar di dunia. Beberapa jenis ban seperti ban radial misalnya walaupun dalam pembuatan menggunakan
campuran antara karet sintetis dengan karet alam namun perbandingan karet alam dua kali lebih besar dibandingkan dengan karet sintetis apabila dibandingkan
dengan pembuatan ban non-radial. Jenis-jenis ban yang memiliki ukuran besar kurang baik apabila dibuat dari karet sintetis yang lebih banyak proporsinya
dibandingkan karet alam. Porsi karet alam justru jauh lebih besar pada ban yang memiliki ukuran lebih besar. Ban pesawat terbang misalnya hampir seluruhnya
dibuat dari bahan karet alam.
Walaupun keberadaan karet sintetis berpengaruh terhadap perdagangan karet alam, kedua karet ini memiliki pasarnya masing-masing. Karet alam maupun
karet sintetis tidak akan saling mematikan atau bersaing secara penuh. Keduanya mempunyai
sifat saling
melengkapi atau
komplementer Zuhra,
2006. Pertumbuhan permintaan karet alam dan karet sintetik menunjukan pertumbuhan
yang positif, ini membuktikan bahwa kedua pasar karet tersebut tidak saling menjatuhkan atau mematikan. Namun permintaan karet sintetik masih jauh lebih
besar dibandingkan karet alam. Hal tersebut disebabkan karena karet sintetik yang bahan bakunya berupa bahan minyak bumi, tidak dapat meningkatkan
produksinya secara signifikan disebabkan semakin langkanya sumber daya tersebut dan banyaknya isu-isu lingkungan. Sehingga dapat dilihat pada masa
yang akan datang karet alam masih memiliki prospek yang bagus.
Gambar 13. Ekspor dan Impor Karet Alam Di Dunia .
Gambar 14. Ekspor dan Impor Karet Sintetik Di Dunia
Industri Karet Indonesia
Indonesia yang termasuk ke dalam lima negara utama produsen karet dunia, merupakan negara dengan pemilikan lahan karet terbesar didunia yakni
mencapai 3,4 juta Ha lahan karet dengan produksi sebesar 2,6 juta ton 2011 serta ekspor sebesar 2,55 juta ton intrance, 2012. Jumlah ini relatif lebih kecil apabila
dibandingkan dengan hasil yang diproduksi oleh negara Thailand sebagai negara dengan produksi karet alamnya terbesar di dunia.
Melihat kondisi Indonesia baik dari segi keadaan alam dan lokasi, sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk
pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2011 tercatat mencapai lebih dari 3.42 juta ha
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85 persen merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7 persen perkebunan besar negara serta
8 persen perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2011 mencapai 2.6 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi
dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosongtidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Indonesia yang memiliki 33 propinsi hanya 24 propinsi yang memiliki keadaan lahan yang sesuai untuk penanaman karet, yakni 10 propinsi di Sumatera
dan empat propinsi di Kalimantan. Bahkan disumatera terdapat tiga propinsi yang menyumbang 70 persen produksi karet nasional yakni Jambi, Bengkulu dan
Sumatera Selatan. Selain itu Sumatera Utara dan Riau juga memberikan kontribusi kepada produksi nasional disebabkan kedua daerah ini memiliki lahan
perkebunan karet yang luas.
Perkebunan karet di Sumatera Utara sebesar 470.202 ha, sedangkan Riau memiliki 393.643 ha.
Kalimantan merupakan wilayah penghasil karet kedua setelah Sumatera. Di wilayah ini terdapat perkebunan karet seluas 829.241 ha yang tersebar di empat
provinsi. Selanjutnya, meskipun wilayah Pulau Jawa memiliki lahan perkebunan karet yang tidak terlalu luas hanya 113.257 ha, namun wilayah ini memiliki
keunggulan sebagai kawasan industri karet karena di Pulau Jawa paling banyak berdiri pabrik-pabrik pengolahan karet alam, untuk menjadi produk-produk
barang dari karet. Berikut ini tabel yang menunjukan ketersediaan lahan karet di Indonesia pada tahun 2013.
Tabel 5. Lahan Karet di Indonesia 2013
No Nama Daerah
Lahan yang sudah Digunakan Ha: 1
Aceh 121.183
2 Bali
95 3
Bangka-Belitung 29.337
4 Banten
23.767 5
Bengkulu 74.498
6 Jambi
446.525 7
Jawa Barat 55.750
8 Jawa Tengah
31.594 9
Jawa Timur 25.913
10 Kalimantan Barat
390.615 11
Kalimantan Selatan 135.862
12 Kalimantan Tengah
267.357 13
Kalimantan Timur 65.407
14 Kepulauan Riau
32.426 15
Lampung 84.887
16 Papua
5.011 17
Papua Barat 34
18 Riau
393.643 19
Sulawesi Barat 1.195
20 Sulawesi Selatan
18.730 21
Sulawesi Tengah 3.216
22 Sumatera Barat
136.337 23
Sumatera Selatan 670.489
24 Sumatera Utara
470.202 Sumber : Bumn.go.id.2013
Industri Karet Malaysia dan Thailand
Malaysia dan Thailand adalah dua negara yang bersama-sama dengan Indonesia memproduksi karet alam. Industri karet di kedua negara ini mengalami
kemajuan yang cukup besar. Menurut International Trade Center ITC di bawah organisasi World Trade Center WTC Malaysia mengekspor karetnya sebesar
900 ribu ton pada tahun 2010 kemudian mengalami penurunan menjadi 771 ribu ton karet alam pada tahun 2012 ke pasar internasional sedangkan impor negara
Malaysia mengalami peningkataan yang signifikan yakni dari 706 ribu ton pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 871 ribu ton pada tahun 2012. Ini
menunjukan bahwa negara Malaysia mengalami perkembangan di sektor hilir industri karet yang membutuhkan bahan baku karet alam yang besar, sehingga
mengubah negara Malaysia menjadi salah satu negara pengimpor karet alam terbesar di dunia Malaysia Rubber Board. 2013.
Gambar 15. Impor Negara Malaysia 2013 Dilihat dari Gambar 15 diketahui bahwa terdapat tiga negara produsen
karet alam yang memenuhi bahan baku karet alam negara Malaysia yakni Thailand sebesar 67,2 persen, Vietnam 19,3 persen dan Kamboja 5,9 persen
Dilihat dari pertumbuhan luas areal perkebunan karet di kedua negara ini juga menunjukan trend peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2009 luas area
perkebunan karet negara Malaysia dan Thailand adalah sebesar 1.237.000 Ha dan 1.856.070 Ha, pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 1.289.700 Ha untuk
negara Malaysia dan 1.929.260 Ha untuk negara Thailand. Hal ini menunjukan terjadinya trend masyarakat di kedua negara tersebut untuk membudidayakan
karet, hal ini pengaruhi oleh permintaan karet alam dunia yang cenderung terus mengalami peningkatan menyebabkan masyarakat tertarik untuk menghasilkan
karet alam.
Karet merupakan salah satu kebutuhan yang vital bagi industri dan penunjang kehidupan sehari-hari, hal ini terkait dengan dengan mobilitas manusia
dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti conveyor
belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun
karet sintetik
terus mengalami peningkatan bersamaan dengan
pertambahan penduduk dunia. Kebutuhan karet sintetik relatif mudah dipenuhi karena sumber bahan
bakunya yang merupakan bahan bakar minyak, namun harganya kian meningkat seiring waktu. Berbeda halnya dengan karet yang diproduksi dari alam, biasanya
dihasilkan oleh tanaman, sehingga harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan karet sintetik.
Secara teoritis harga karet alam dipengaruhi oleh permintaan, penawaran serta stock cadangan karet alam itu sendiri Anwar, 2006. Dimana faktor-faktor
tersebut dipengaruhi juga oleh beberapa faktor :
a Pertumbuhan Permintaan konsumsi Karet Alam Dunia.
Pertumbuhan konsumsi karet alam di dunia akhir-akhir ini mengalami peningkatan. Chairul Anwar 2006 menyatakan bahwa dalam dua dekade
terakhir konsumsi terhadap karet mengalami peningkatan yang cukup drastis, walaupun terjadi resesi ekonomi sebanyak dua kali yakni pada
awal tahun 1980-an dan krisis ekonomi Asia pada tahun 19971998. Selama tahun 1980-2005 konsumsi karet alam mengalami pertumbuhan
yang cenderung menurun dan stagnan di kawasan Eropa, dan di Jepang pada tahun 1990 juga mengalami pertumbuhan stagnan, akan tetapi terjadi
pertumbuhan yang sebaliknya di China dan kawasan Asia lainnya yakni konsumsi terhadap karet alam mengalami peningkatan IRSG,2004.
Pertumbuhan ekonomi dunia pada sepuluh tahun belakangan ini terfokus pada beberapa kawasan yakni China, beberapa negara kawasan Asia-
Pasifik dan Amerika latin, India, Korea Selatan dan Brazil, memberikan dampak pertumbuhan terhadap permintaan karet alam yang cukup tinggi,
walaupun permintaan di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang relatif stagnan.
Sumber : Anwar, 2005
Gambar 16. Faktor-Faktor Fundamental yang Mempengaruhi Harga Karet.
b Pertumbuhan Penawaran Karet Alam Dunia
Areal Kom posisi Tanam an
Cuaca
Produksi Natural Rubber
Stok
Harga Internasional
Konsum si Natural Rubber
Harga Relatif Sintetik RubberNatural Rubber
Harga Dom estik Natural Rubber
Nilai Tukar Bunga
Harga Miny ak
Pertum buhan Ekonom i
Ban
Non Ban
Penawaran terhadap karet alam terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya permintaan terhadap karet alam tersebut. Pada tahun
2010 FAO
mengatakan produksi
karet alam
dunia berjumlah
10.537.158 ton, produksi tersebut sebagian besar berasal dari negara produsen Thailand, Indonesia, Malaysia, India, China dan lainnya. Namun
untuk negara China dan India masih merupakan negara net importir karet alam, disebabkan karena produksi dalam negeri yang dihasilkan belum
dapat memenuhi kebutuhan domestiknya akibat peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari ke dua negara ini. Hal tersebut menyebabkan
kedua negara ini merupakan pasar yang menjanjikan bagi negara-negara produsen karet alam.
c Keseimbangan Penawaran dan Permintaan Karet Alam Dunia
Berdasarkan data yang dibuat oleh IRSG 2012 diperoleh informasi bahwa pada tahun 2011 hingga Quarter ke III menunjukan terjadinya
permintaan yang terus meningkat begitu juga dengan penawarannya, pada tahun ini terjadi surplus penawaran karet alam di dunia. Anwar 2006
menyatakan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan sudah terjadi semenjak tahun 1900-an surplusdefisit dari penawaran permintaan karet
alam dan berpengaruh terhadap cadangan stock karet alam dunia. Secara teoritis
harga diharapkan akan bereaksi dengan ketakseimbangan penawaran dan permintaan. Dimana kenaikan harga terjadi karena defisit
penawaran dan turunnya harga karena surplus penawaran, akan tetapi hipotesis tersebut tidak didukung kenyataan di lapangan. Menurut Ng
1986, tidak berpengaruhnya surplusdefisit pasokan dan cadangan terhadap harga karet dunia, disebabkan oleh adanya imperfect knowledge
terhadap penawaran dan permintaan global karet alam pada waktu tertentu adanya senjang waktu karena masalah akses informasi serta adanya
kegiatan spekulasi dan hedging pada kegiatan pemasaran karet alam dunia seperti forward purchase, future contract, longterm arrangement dan
sebagainya.
Perdagangan Internasional
Suatu negara ingin terlibat dalam perdagangan internasional, menurut Krugman dan Obstfeld 2000 berdasarkan alasan ingin memberikan kontribusi
dan mendatangkan manfaat terutama di bidang perekonomian bagi negara tersebut. Pertama, suatu negara terlibat perdagangan karena setiap negara berbeda
satu dengan yang lainnya. Negara seperti individu dapat memperoleh manfaat dari perbedaan dengan melakukan kesepakatan untuk menghasilkan sesuatu yang
dapat dilakukannya dengan baik atau melakukan spesialisasi. Kedua, suatu negara melakukan perdagangan untuk mencapai skala ekonomi dalam produksi. Jika
setiap negara hanya menghasilkan beberapa jenis produk tertentu, maka lebih efisien dari pada jika mencoba menghasilkan semua produk yang dibutuhkan.
Perdagangan internasional secara teori membahas hubungan ekonomi antara negara di dunia yang merupakan refleksi dari munculnya saling
ketergantungan interdependence antara satu negara dengan negara lainnya karena adanya perbedaan dalam memiliki dan mengakses faktor-faktor produksi
resources yang dibutuhkan. Suatu negara mungkin memiliki sumber daya alam
yang melimpah tetapi tidak memiliki teknologi dan modal untuk memprosesnya, sebaliknya negara lainnya miskin sumber daya alam tersebut namun memiliki
teknologi untuk mengolah dan menghasilkan produk yang memiliki nilai guna yang lebih tinggi Salvator dalam Heriawam, 2002. Teori-teori perdagangan
secara umum banyak memusatkan perhatian pada persoalan pola perdagangan internasional yang dapat berbeda dan bergeser karena perbedaan dalam memiliki
dan mengakses faktor-faktor produksi.
Perkembangan ekonomi dunia yang cukup pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang membuat
semakin rumitnya strategi pembangunan dengan mengandalkan ekspor di satu pihak, hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain itu
merupakan keuntungan dan peluang baru yang dapat diandalkan atau dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk
menjawab hal tersebut maka banyak negara yang mulai menerapkan sistem pasar bebas atau perdagangan bebas, sistem tersebut merupakan salah satu gejala
globalisasi yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat, gejala globalisasi juga terjadi di dalam kegiatan finansial, produksi dan investasi yang
kemudian akan mempengaruhi kadar hubungan ekonomi antara bangsa. Sehingga akan menghapus batas-batas antaranegara dalam berbagai praktikbisnis seakan-
akan dianggap tidak berlaku lagi Halwani,2002.
Thomas I Friedman New York Times, 2000. Dalam Halwani, 2002 mengatakan bahwa “globalisasi” mempunyai tiga dimensi ; pertama, dimensi idea
atau ideologi “kapitalisme”. Dalam pengertian ini termasuk seperangkat nilai yang menyertainya, yaitu falsafah individualisme, demokrasi dan HAM. Kedua,
dimensi ekonomi, yaitu pasar bebas dengan seperangkat tata nilai lain yang harus membuka kesepakatan terbukanya arus barang dan jasa dari suatu negara ke
negara lainnya. Ketiga, dimensi teknologi khususnya teknologi informasi. Dengan teknologi infomasi akan terbuka batas-batas negara hingga negara makin tanpa
batas borderless country. Dengan pandangan tersebut, globalisasi tidak hanya membuka batas-batas negara, tetapi juga batas nilai ideologi, moral warna, kulit
agama bahkan nilai kemanusiaan lainnya. Arus barang dan jasa akan berjalan lebih cepat. Inilah yang menjanjikan lahirnya kemakmuran bagi semua negara
yang terlibat, walaupun ketimpangan akibat hal ini tetap ada.
Indonesia menurut proyeksi Seketariat General Agreement Tariffs and Trade GATT, perdagangan bebas apabila diterapkan antar kawasan akan
membuat ekspor yang dimiliki Indonesia meningkat, namun tidak semua pihak setuju dengan pandangan optimis tersebut terutama dalam hal dampak penerapan
GATTWTO dan APEC Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik. Pendapat pesimis tersebut disebabkan karena melihat lemahnya kemampuan Indonesia yang
memiliki kelemahan dibanyak bidang. Mereka mengutip studi OECD Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan dan Bank Dunia yang menyimpulkan
pelaksanaan perdagangan bebas akan menimbulkan situsasi yang lebih parah di negara-negara berkembang lemah, seperti Indonesia yang akan mengalami
kerugian sebesar 1,9-2,5 miliar dollar AS per tahun Halwani, 2002. Namun studi lain yang dilakukan oleh sejumlah universitas di Australia menunjukan pandangan
lain, dimana China dan ASEAN akan termasuk didalamnya Indonesia akan mendapatkan manfaat yang besar jika perdagangan bebas diterapkan di dunia.
Menurut perkiraan mereka ekspor Indonesia akan meningkat sebesar 3,7 miliar
dollar AS lebih pada tahun 2005, dibandingkan jika perdagangan bebas tidak diterapkan. Sementara pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0,8 persen.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Pasar dan Daya Saing Komoditi Karet Alam
Novianti 2007 melakukan penelitian dengan judul analisis penawaran ekspor karet alam Indonesia ke negara Cina. Tulisan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi perkembangan pasar karet alam Indonesia di Cina, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Cina
serta strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia.Data dan informasi yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif melalui metode deskriptif dan model
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi perkembangan pasar karet alam di Cina. Metode kuantitatif yang digunakan ialah model regresi
berganda. Analisis regresi berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia ke negara tujuan
ekspor Cina. Strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia dilakukan berdasarkan kondisi fakta dan kesesuaian dengan kebijakan yang berlaku di
Indonesia serta analisis SWOT Strengths Weaknesses Threats Opportunities.
Spesifikasi model penawaran ekspor karet alam diduga dipengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia ke Cina, harga ekspor karet alam Indonesia ke Cina
tahun sebelumnya, harga karet sintesis dunia, GDP per kapita Cina, nilai tukar yuan terhadap dollar US, dan lag ekspor karet alam Indonesia ke Negara Cina
tahun sebelumnya. Berdasarkan dari pengolahan data yang dilakukannya diperoleh hasil Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam
Indonesia ke Negara Cina adalah harga ekspor karet sintesis secara positif, GPD Cina secara negatif, dan nilai tukar yuan per dolar AS secara positif. Strategi
pengembangan ekspor karet alam Indonesia dapat dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas karet alam Indonesia dan strategi untuk meningkatkan
produktivitas karet alam Indonesia dilakukan dengan cara perluasan perkebunan dan peremajaan kembali tanaman karet serta mengaplikasikan pola kemitraan
antara petani perkebunan rakyat dan perkebunan besar negaraswasta.
Siburian 2012 menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia ke Singapure. Penelitian ini menggunakan model
ekonometrika model koreksi kesalahan error correction model. ECM adalah model ekonometrika yang digunakan untuk mencari persamaan regresi jangka
pendek dan jangka panjang. Untuk menyatakan model koreksi kesalahan sesuai atau tidak, maka koefisien Error Correction Term ECT harus bertanda negatif
dan signifikan. Model ECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah Engle Granger-ECM. Variabel yang digunakan adalah variabel ekspor karet alam, harga
karet alam, GDP dan produksi karet alam. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan dalam jangka pendek GDP Singapura tidak berpengaruh
signifikan terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura dan memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura.
Sedangkan dalam jangka panjang GDP Singapura berpengaruh signifikan terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura dan memiliki hubungan yang
negatif terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa yang diharapkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang harga karet alam Indonesia di Singapura
berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang diharapkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap antara harga karet alam Indonesia di Singapura dan ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang produksi karet alam Indonesia berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor karet
alam Indonesia ke Singapura. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang diharapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap antara produksi karet alam In-
donesia dan ekspor karet alam Indonesia ke Singapura.
Pasar dan Daya Saing Komoditi Lainnya
Penelitian Suprihartini 2005 mengenai daya saing ekspor teh Indonesia di pasar teh dunia, menggunakan pendekatan Constant Market Share CMS
seperti yang digunakan Tyers et al. Model CMS tersebut terdiri atas empat komponen, yaitu 1 pertumbuhan standar, 2 pengaruh komposisi komoditas, 3
pengaruh distribusi pasar, dan 4 pengaruh persaingan. Analisis dengan model CMS ini menghasilkan kesimpulan bahwa pertumbuhan ekspor the Indonesia jauh
di bawah ekspor the dunia, bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif. Negara- negara pengekspor teh selain Indonesia yang dianalisis pertumbuhan ekspornya
antara lain Vietnam, Cina, Bangladesh, Jerman, India, Jepang, Kenya, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Inggris dan Amerika Serikat.
Pertumbuhan ekspor teh Indonesia yang jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia disebabkan karena : 1 Komposisi produk teh yang diekspor
Indonesia kurang megikuti kebutuhan pasar angka komoditas teh Indonesia di angka negatif : -0.032; 2 Negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang
ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi angka distribusi bertanda negatif: -0.045; dan 3 daya saing teh Indonesia
di pasar teh dunia masih lemah angka faktor persaingan bertanda negatif: -0.211. untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor teh Indonesia, diperlukan upaya
peningkatan komposisi produk the melalui peningkatan ekspor teh Indonesia dalam bentuk produk hilir dan teh hijau curah. Selain itu, diperlukan pula upaya
peningkatan pengaruh distribusi pasar. Pada aspek daya saing, posisi daya saing the Indonesia lebih lemah dibandingkan dengan negara-negara produsen teh
lainnya.
Rifin 2010 menganalisis posisi minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia dengan membangun persamaan permintaan dua tahap two stage demand
equation. Persamaan
pertama menganalisis
permintaan dunia
tanpa mempertimbangkan sumber produknya. Sementara itu, persamaan kedua
menganalisis permintaan dunia dengan mempertimbangkan sumber produknya menggunakan pendekatan AIDS Almost Ideal Demand System. Negara sumber
impor yang dianalisis adalah Indonesia, Malaysia dan ROW Rest of The World. Variabel-variabel pada persamaan permintaan tahap pertama yaitu world import
variabel dependen, real world palm oil price variabel independen, dan real world palm oil price variabel independen, real palm substitute price variabel
independen dan real world GDP per capita variabel independen. Sedangkan
variabel-variabel pada persamaan permintaan tahap kedua model AIDS yaitu share of import source in the world market variabel dependen, price of palm oil
variabel independen, expenditure variabel independen dan corrected stone price index variabel independen. Hasil analisisnya menunjukan bahwa
peningkatan permintaan minyak kelapa sawit dunia, pada umumnya, disebabkan oleh peningkatan pendapatan dunia. Selain itu, produk-produk minyak kelapa
sawit dari Indonesia dan Malaysia lebih ke saling berkomplemen, dari pada bersaing. Oleh sebab itu, Indonesia dan Malaysia seharusnya bekerja sama dalam
rangka untuk meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit dunia di masa yang akan datang.
Ginting 2014 menganalisis posisi lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia. Tujuan analisis tersebut antara lain untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi volume perdagangan lada putih di dunia, menentukan posisidaya saing lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia, dan menentukan
alternatif strategi-kebijakan yang tepat untuk pemasaran lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia. Hasil analisis menunjukan bahwa lada putih
Indonesia memiliki peluang yang lebih baik dibandingkan lada putih vietnam, sehingga Indonesia pun memiliki peluang yang lebih baik untuk meningkatkan
pangsa pasar lada putihnya. Lada putih Indonesia juga memiliki prospek yang baik, dilihat dari potensi pasar lada putih dunia itu sendiri. Pasar lada putih dunia
masih memiliki potensi untuk dimasuki, walaupun terdapat desakan lada hitam yang dapat diolah lebih lanjut menjadi lada putih.
Strategi yang perlu dilakukan oleh Indonesia adalah meningkatkan penawaran ekspor lada putihnya, karena hasil analisisnya menunjukan bahwa
elastisitas harga sendiri yang bersifat elastis. Peningkatan penawaran ekspor lada putih Indonesia juga akan membuat harga lada putih Indonesia lebih kompetitif,
dimana harga lada putih yang lebih kompetiti tersebut akan mengatasi desakan lada hitam dan menekan balik pangsa pasar lada putih vietnam. Upaya yang
dilakukan antara lain adalah meningkatkan produktivitas tanaman lada; mencegah alih fungsi dan menambah luasan lahan tanaman lada yang diiringi dengan
peningkatan produktivitas lada serta mutu lada.
3. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis