Komunikasi Kepemimpinan Transformasional Ketua Rt Dalam Mendorong Tingkat Partisipasi Masyarakat Kabupaten Bogor

KOMUNIKASI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
KETUA RT DALAM MENDORONG PARTISIPASI
MASYARAKAT KABUPATEN BOGOR

NAILA VELLAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Komunikasi
Kepemimpinan Transformasional Ketua RT dalam Mendorong Partisipasi
Masyarakat Kabupaten Bogor adalah benar karya saya denganarahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016

Naila Vellayati
NIM I35214031

RINGKASAN
NAILA VELLAYATI. Komunikasi Kepemimpinan Transformasional Ketua RT
dalam Mendorong Tingkat Partisipasi Masyarakat Kabupaten Bogor. Dibimbing
oleh SARWITITI SARWOPRASODJO dan CAHYONO TRI WIBOWO
Komunikasi pembangunan yang melibatkan seluruh warga dalam
pembangunan diperlukan agar dari tahap perencanan hingga pengambilan
keputusan berjalan sesuai dengan tujuan dari kegiatan atau program yang desa
laksanakan. Pertemuan rutin, pertemuan tokoh masyarakat, dan pertemuan
pengajian serta kegiatan rutin di desa menjadi wadah bagi warga untuk
menyalurkan aspirasi dan mendapatkan informasi hasil pengambilan keputusan
dari desa maupun dari RT. Ketua RT dengan menggunakan gaya
kepemimpinannya dan dapat berkomunikasi dengan efektif diharapkan akan
mampu meningkatkan partisipasi warga lingkungan RT untuk membangun desa
kearah penguatan sumberdaya dan kelembagaan desa sehingga desa menjadi lebih

baik.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kredibilitas ketua RT, intensitas
pertemuan, dan kepemimpinan transformasional yang berhubungan dengan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa serta pola interaksi yang terjadi
dalam pertemuan RT di empat dusun pada tiga kecamatan. Desain penelitian
menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif dengan unit analisis
ketua RT. Responden penelitian adalah 38 Ketua RT Perempuan dan laki-laki
serta 76 kepala keluarga (KK). Metode pengumpulan data adalah survei,
wawancara mendalam, dan observasi langsung. Analisa data yang digunakan
adalah analisis deskriptif, analisis korelasi Rank Spearman, analisis komparatif
Mann-Whitney, analisa Hymes dan analisa interaksi Bales.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Ketua RT Perempuan memiliki
kekuatan pada kredibilitas, intensitas pertemuan, dan kepemimpinan
transformasional untuk meningkatkan partisipasi warga sedangkan Ketua RT
Laki-lakimemiliki kekuatan pada kepemimpinan transformasional dalam
meningkatkan partisipasi warga (2) Ketua RT dapat menjalankan fungsi
penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi warga di wilayahnya. Ketua RT
laki-laki dan ketua RT perempuan juga dapat memimpin dengan gaya
kepemimpinan transformasional dan pola komunikasi yang baik untuk
meningkatkan partisipasi warga di wilayahnya. Partisipasi warga berupa

keikutsertaan dalam pertemuan RT dan pelaksanaan kegiatan RT merupakan
bentuk partisipasi warga untuk pembangunan desa kearah mandiri (3) Fungsi yang
belum maksimal terjadi pada pembuatan gagasan dalam pelaksanaan
pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni warganya
karena warga masih dilibatkan dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan.
Pelibatan partisipasi warga belum maksimal pada tahap evaluasi kegiatan
pembangunan desa.
Kata kunci: kepemimpinan
partisipasi

transformasional,

komunikasi

pembangunan,

SUMMARY
NAILA VELLAYATI. Head of RT Communications Transformational
Leadership Encourage Community Participation in Kabupaten Bogor. Supervised
by SARWITITI SARWOPRASODJO and CAHYONO TRI WIBOWO

Communication development involving all citizens in the construction is
necessary in order from the planning stages to the decision-making run by the
purpose of the activity or program carried village. Regular meetings, meetings of
community leaders, and meetings as well as the recitation of routine activities in
the village into a forum for citizens to voice the aspirations and obtain information
on the results of decision-making from the village or RT. Head of RT by using his
leadership style and be able to communicate effectively is expected to increase
citizen participation RT for rural reconstruction and institutional resources
towards strengthening the village so the village for the better.
This study aims to analyze the credibility of the RT, the intensity of the
meeting, and transformational leadership related to community participation in
rural development as well as patterns of interactions that occur at the meeting of
RT in four hamlets in the three districts. The study design using a mixture of
quantitative and qualitative methods to the analysis unit of the RT. Respondents
are 38 heads of RT women and men as well as 76 families (KK). Data collection
methods are surveys, interviews, and direct observation. Analysis of the data used
are descriptive analysis, Spearman Rank correlation analysis, comparative
analysis Mann-Whitney, Hymes analysis and interaction analysis Bales.
The results showed that (1) the Chairman of RT Women have power on
credibility, the intensity of the meeting, and transformational leadership to

increase the participation of citizens. While the RT males have power at
transformational leadership in enhancing the participation of citizens (2) Head of
RT can run a self-driving function of cooperation and participation of citizens in
the region. Chairman of RT men and women of the RT can also lead to the style
of transformational leadership and good communication pattern to increase the
participation of citizens in the region. The participation of the people in the form
of participation in the meeting of the RT and the implementation of RT is a kind
of citizen participation for rural development towards self (3) The function did not
maximize in the manufacture of ideas in the implementation of development by
developing the aspirations and real self of its citizens because the citizens are still
involved in the planning and execution, The involvement of citizen participation
is not maximized in the evaluation of rural development.
Keywords: communication development, participation, transformational
leadership

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KOMUNIKASI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
KETUA RT DALAM MENDORONG PARTISIPASI
MASYARAKAT KABUPATEN BOGOR

NAILA VELLAYATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Siti Amanah, MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini adalah
Komunikasi kepemimpinan transformasional ketua RT dalam mendorong tingkat
partisipasi masyarakat di Kabupaten Bogor. Tesis ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata dua (S2) pada Program
Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing
dan Bapak Dr Cahyono Tri Wibowo, MM sebagai anggota komisi
pembimbing yang sabar dan memberi dukungan kepada penulis serta Ibu Dr Ir
Siti Amanah, Msc sebagai penguji luar komisi.

2. Kepala Camat Kecamaran Ciomas, Kepala Camat Dramaga dan Kepala Camat
Parung serta Kepala Desa dan Ketua RT di 15 desa daerah penelitian serta
seluruh responden telah memberikan informasi selama penelitian.
3. Kedua orang tua, Drs. Wira Indra Satya, MKes dan Ir. Zul Erwina terima
kasih atas segala kasih sayang, do’a dan semangat yang telah diberikan kepada
penulis.
4. Keluarga besar yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa yang
diberikan kepada penulis.
5. Kawan-kawan di MondetCrew dan Forlie inc terima kasih atas segala doa dan
semangat yang diberikan kepada penulis.
6. Nurul Qamariyah SKom, MKom, Nala Sari Tanjung, M.Si, dan Kadek Diah
Pradnyani, M.Si dan Kawan-kawan Program Pascasarjana KMP dan KOM
IPB angkatan 2014 terima kasih atas do’a dan dukungannya selama ini.
7. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada MSP yang telah memberikan
dukungan, doa dan semangat serta kebersamaannya.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan
ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Bogor, November2016

Naila Vellayati


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

1
1
4
5
5

2

TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi Pembangunan
Karakteristik Individu
Kepemimpinan
Partisipasi
Faktor-Faktor Kepemimpinan
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

6

6
8
9
14
16
18
19

3

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Kuantitatif
Metode Kualitatif

20
20
20
20
29

4

DESKRIPSI UMUM DESA

30

5

PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN DESA

31

6

KEPEMIMPINAN KETUA RT
Kredibilitas Ketua RT
Gaya Kepemimpinan Transformasional

33
33
34

7

INTENSITAS PERTEMUAN
Siskamling
Pengajian
Posyandu
Kerja Bakti
Pertemuan RT
Pertemuan Tokoh Masyarakat
Pertemuan Pengajian

38
38
39
40
41
42
43
44

8

FAKTOR-FAKTOR BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI
Hubungan Kredibilitas Ketua RT dengan PartisipasiWarga dalam
Pembangunan Desa
Hubungan Intensitas Pertemuan dengan Partisipasi Warga dalam
Pembangunan Desa
Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan
Partisipasi Warga dalam Pembangunan Desa

45
45
47
50

9

POLA KOMUNIKASI KELOMPOK DAN KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL
Ketua RT Perempuan Transformasional
Ketua RT Perempuan Kurang Transformasional
Ketua RT Laki-laki Dominan Kepemimpinan Transformasional
Ketua RT Laki-laki Kurang Transformasional
Ringkasan Pola Komunikasi

53
54
58
62
65
68

10 ANALISIS INTERAKSI KOMUNIKASI KELOMPOK DAN
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
Kasus Pertemuan RT Perempuan Transformasional
Kasus Pertemuan RT Perempuan Kurang Transformasional
Kasus Pertemuan RT Laki-Laki Transformasional
Kasus Pertemuan RT Laki-Laki Kurang Transformasional

70
70
71
72
73

11 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

74
74
75

DAFTAR PUSTAKA

75

LAMPIRAN

80

RIWAYAT HIDUP

96

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9

10

11

12
13
14
15
16
17
18
19
20

Indikator, definisi, parameter, dan kategori penelitian
Indikator, definisi, parameter, dan kategori penelitian
Indikator, definisi, parameter, dan kategori penelitian
Indikator, definisi, parameter, dan kategori penelitian
Nilai rata-rata skor partisipasi wargaKetua RT Perempuan dan Ketua
RT Laki-laki Kabupaten Bogor
Nilai rata-rata skor kredibilitas Ketua RT Perempuan dan Ketua RT
Laki-laki Kabupaten Bogor
Nilai rata-rata dan nilai beda kepemimpinan transformasional Ketua
RT Perempuan dan Ketua RT Laki-lakiKabupaten Bogor
Nilai rata-rata dan nilai beda intensitas pertemuan Ketua RT
Perempuan dan Ketua RT Laki-laki Kabupaten Bogor
Koefisien korelasi Spearman (rs) kredibilitas Ketua RT Perempuan
dan Ketua RT Laki-lakidengan pelaksanaan, evaluasi, dan
menikmati hasil di Kabupaten Bogor tahun 2016
Koefisien korelasi Spearman (rs) intensitas pertemuan Ketua RT
Perempuan dan Ketua RT Laki-laki dengan pelaksanaan, evaluasi,
dan menikmati hasil di Kabupaten Bogor tahun 2016
Koefisien korelasi Spearman (rs) kepemimpinan transformasional
Ketua RT Perempuan dan Ketua RT Laki-laki dengan pelaksanaan,
evaluasi, dan menikmati hasil di Kabupaten Bogor tahun 2016
Ringkasan pola komunikasi empat kampung di Kabupaten Bogor
menurut analisa Hymes
Persentase ujaran menurut kategori proses interaksi Bales oleh Ketua
RT Perempuan Tranformasional
Persentase ujaran menurut komponen kepemimpinan
transformasional oleh Ketua RT Perempuan Badoneng
Persentase ujaran menurut kategori proses interaksi Bales oleh Ketua
RT Perempuan kurang transformasional
Persentase ujaran menurut komponen kepemimpinan
transformasional oleh Ketua RT Perempuan Cibereum
Persentase ujaran menurut kategori proses interaksi Bales oleh Ketua
RT Laki-laki tranformasional
Persentase ujaran menurut komponen kepemimpinan
transformasional oleh Ketua RT Laki-laki Iwul
Persentase ujaran menurut kategori analisis interaksi Bales oleh
Ketua RT Laki-laki kurang transformasional
Persentase ujaran menurut komponen kepemimpinan
transformasional oleh Ketua RT Laki-laki Sukarapi

22
23
24
25
31
33
35
42

45

47

50
69
70
71
71
72
72
73
73
74

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Kerangka pemikiran penelitian
Kegiatan pekan imunisasi nasional Desa Babakan
Setting tempat duduk pertemuan RT transformasional (Pr)
Setting tempat duduk pertemuan RT kurang transformasional (Pr)
Setting tempat duduk pertemuan RT transformasional (Lk)
Setting tempat duduk pertemuan RT kurang transformasional (Lk)

18
41
54
58
62
66

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas
Uji Beda Ketua RT Per Kecamatan
Data Matriks KK Ketua RT Perempuan
Data Matriks KK Ketua RT Laki-laki
Kasus Pertemuan RT Perempuan Dominan Transformasional
Kasus Pertemuan Ketua RT Laki-laki Dominan Transformasional

81
82
82
82
83
91

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan manusia merupakan bentuk perubahan sosial yang terencana
dan diharapkan akan membangun manusia yang mandiri. Pembangunan
diharapkan akan menghasilkan individu-individu yang mandiri dalam mengatasi
dan memecahkan masalah serta mengambil keputusan yang bermanfaat untuk
dapat meningkatkan mutu hidup masyarakat. Proses pembangunan memerlukan
komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan kepada khalayak
agar tercapai mutual understanding terhadap makna pesan tersebut. Komunikasi
pembangunan menjadi jembatan penghubung terhadap masalah dan kebutuhan
yang dirasakan oleh masyarakat, sehingga tujuan pembangunan tepat pada sasaran
(Mardikanto 2010).
Pendekatan komunikasi pembangunan sangat diperlukan untuk dapat
menciptakan kesamaan makna yang dapat menghasilkan partisipasi masyarakat
dan pada akhirnya berhubungan dengan keberhasilan proses pembangunan itu
sendiri. Komunikasi pembangunan menurut Servaes (2008) melibatkan orang
untuk mengembangkan dirinya, masyarakat disekitarnya dan hal tersebut pasti
melibatkan tindakan secara sukarela. Komunikasi pembangunan melibatkan
banyak orang untuk mengembangkan diri mereka dan lingkungan sekitar tanpa
melibatkan orang lain maka pembangunan tidak dapat terlaksana sesuai dengan
hasil yang diharapkan. Kegiatan komunikasi pembangunan melibatkan
masyarakat mulai tahap perencanaan hingga menikmati hasil pembangunan.
Kegiatan pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan diperlukan dalam
mendukung pembangunan sejalan dengan Mefalopulos (2008) bahwa komunikasi
pembangunan mendukung perubahan yang berkelanjutan dalam pembangunan
dengan melibatkan pemangku kepentingan utama agar membangun lingkungan
yang kondusif dalam menilai risiko dan peluang; menyebarluaskan informasi;
mendorong perilaku dan perubahan sosial.
Komunikasi pembangunan menjadi penting karena dapat membantu
masyarakat atau pihak terlibat dalam pembangunan di jalurnya serta untuk
menciptakan kemandirian. Komunikasi pembangunan membantu masyarakat
dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan menikmati hasil. Perencanaan tersebut
akan menghasilkan keputusan bersama yang nantinya akan dilaksanakan oleh
pihak yang terlibat pembangunan dan masyarakat. Pengambilan keputusan dalam
mencapai pembangunan yang berkelanjutan tidak dapat berdiri tanpa adanya
partisipasi dari pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat (Mefalopulos
2008).
Salah satu pembangunan daerah yang sering terlupakan adalah
pembangunan desa, padahal desa merupakan cikal bakal sebuah negara.
Pembangunan desa masih dianggap sebelah mata oleh pemerintah tetapi saat ini
pemerintah kemudian berupaya untuk membangun desa kearah yang lebih baik.
Pelaksanaan pembangunan desa maka tidak hanya dilihat dari infrastruktur yang
terjamin tetapi juga dari sumberdaya masyarakatnya yang mandiri dan mampu
melanjutkan pembangunan desa kearah yang lebih baik. Sejalan dengan ini, maka
pembangunan desa memerlukan pemerintahan desa karena desa saat ini telah

2

memiliki otonomi desa yakni otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan
pemberian dari pemerintah. Desa harus mengurusi keperluan dan memiliki
kewenangan untuk mengatur keseluruhan kepentingan masyarakat setempat,
tetapi dengan adanya otonomi tidak membuat desa melupakan nilai
tanggungjawabnya terhadap Negara Indonesia. Menurut Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 tentang Desa pasal 18 kewenangan desa meliputi kewenangan di
bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa.
Desa memiliki kepala pemerintahan yang disebut kepala desa. Kepala desa
dibantu oleh ketua rukun warga (RW) dan ketua rukun tetangga (RT). Menurut
Undang-Undang peraturan menteri dalam negeri No. 5 tahun 2007 pasal 1 ayat 9
menyatakan Rukun Warga (RW) adalah bagian kerja lurah dan merupakan
lembaga yang dibentuk melalui musyawarah pengurus RT di wilayah kerjanya
yang ditetapkan oleh Pemerintah Desa atau Lurah. Sedangkan ayat 10
menyatakan Rukun Tetangga (RT) adalah lembaga yang dibentuk melalui
musyawarah masyarakat setempat dalam rangka pelayanan pemerintahan dan
kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Desa atau Lurah.
Melihat hal ini maka RT/RW sangat dekat dengan masyarakat karena dipilih
langsung oleh masyarakat dan berfungsi dalam pemeliharaan keamanan,
ketertiban, dan kerukunan hidup antar warga; serta penggerak swadaya gotong
royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya. RT/RW merupakan bagian kecil
dari desa tetapi peran aktif RT/RW dibutuhkan untuk membangun desa dan
kelurahan setempat. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk
pembangunan daerah setempat. Pembangunan lingkungan desa khususnya di
RT/RW memerlukan kepemimpinan agar proses komunikasi yang berjalan dapat
terkoordinasi dengan baik dan regulasi dari kegiatan dapat berjalan sesuai tujuan
dari pemerintahan desa. Ketua RT kemudian dipilih untuk membantu RW dan
kepala desa menjaga kestabilan lingkungan setempat.
Ketua RT dipilih oleh masyarakat sehingga masyarakat tahu bagaimana
kredibilitas dari calon ketua RT yang mereka pilih. Ketua RT yang merupakan
salah satu pemangku kepentingan pembangunan diharapkan dapat melibatkan
seluruh warga agar proses pembangunan dapat berjalan dengan baik. Pendekatan
pembangunan yang dilakukan untuk upaya ini berbasis kepada partisipasi warga
agar tercapai tujuan dari pembangunan yang partisipatif. World Bank dalam
Mefalopulos (2008) menyatakan bahwa secara internasional, tantangan
pembangunan berkelanjutan dan partisipasi semakin diakui sebagai bagian
penting dari strategi pembangunan berkelanjutan.
Sejalan dengan hal ini maka Ketua RT dipilih oleh warga. Ketua RT tidak
hanya berjenis kelamin laki-laki karena sesuai dengan salah satu tujuan program
Sustainable Development Goals (SDGs) yang memastikan bahwa partisipasi
perempuan secara penuh dan efektif serta memiliki kesempatan yang sama dalam
kepemimpinan di segala level pembuat keputusan baik politik, ekonomi maupun
kehidupan publik (UN 2015). Gaya kepemimpinan adalah pola yang relatif
konsisten dari perilaku yang mencerminkan keyakinan dan sikap seorang
pemimpin (Beebe dan Masterson 2015).
Ketua RT perempuan sebagai pemimpin di lingkungan masyarakat setempat
tentu memiliki gaya yang berbeda dengan Ketua RT Laki-laki. Gaya

3

kepemimpinan yang saat ini sedang banyak digunakan adalah gaya kepemimpinan
transformasional dan transaksional. Kedua gaya kepemimpinan ini dibutuhkan
tergantung pada karakterstik atau kondisi yang berlaku saat itu (Tyssen et al.
2014). Kepemimpinan transformasional menurut Beebe dan Masterson (2015)
adalah berusaha untuk mengubah, meningkatkan, dan menyatukan tujuan
pengikut serta menginspirasi mereka untuk mengejar tujuan dan berbagi.
Ketua RT perempuan tentunya juga menghadapi banyak permasalahan di
lingkungannya sehingga dengan gaya kepemimpinan yang ia terapkan maka dapat
mengurangi dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Ketua RT perempuan
dan ketua RT laki-laki menggunakan gaya kepemimpinan untuk dapat
menciptakan partisipasi warga dalam pengambilan keputusan sehingga
menghasilkan pembangunan desa berkelanjutan. Proses pengambilan keputusan
untuk pembangunan desa memerlukan komunikasi yang berperan dalam
perencanaan hingga pengambilan keputusan sehingga dengan gaya kepemimpinan
tersebut diharapkan dapat meningkatkan partisipasi warga desa dalam proses
pembangunan.
Gaya kepemimpinan yang biasanya diterapkan oleh perempuan adalah gaya
kepemimpinan transformasional (Porterfield & Kleiner 2005; Chao & Tian 2011).
Eagly dan Carly (2003) menekankan bahwa kepemimpinan transformasional lebih
menguntungkan bagi perempuan setelah mempertimbangkan pada inkonsistensi
antara permintaan dari peran kepemimpinan dan peran perempuan.
Kepemimpinan transformasional dapat memotivasi kelompok pengikut untuk
dapat mencapai tujuan yang diharapkan oleh organisasi maupun masyarakat.
Sejalan dengan hal ini bahwa gaya kepemimpinan perempuan adalah memotivasi
anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan kelompok yang dapat membuat
perempuan mendapatkan kesempatan yang sama menjadi seorang pemimpin
(Halim & Razak 2013, Perilleux &Szafarz 2015, Holden & Raffo 2013).
Partisipasi warga yang ingin dicapai oleh ketua RT perempuan
menggunakan komunikasi dengan melibatkan seluruh warga lingkungan RT
melalui pertemuan rutin, pertemuan tokoh masyarakat, pertemuan pengajian, dan
kegiatan rutin yang ada di desa. Pelibatan warga yang dilakukan ketua RT
perempuan dan ketua RT laki-laki diharapkan dapat meningkatkan akses
informasi warga dan memberikan wadah untuk partisipasi dengan
menyumbangkan ide, pemikiran, dan tenaga untuk pembangunan desa. Intensitas
pertemuan yang dilakukan oleh ketua RT bertujuan agar informasi, ide dan
pendapat dari seluruh warga dapat disampaikan dengan baik dan memiliki
komunikasi yang kongruen sehingga proses pembangunan desa dapat terlaksana
dengan berkelanjutan.
Komunikasi yang melibatkan seluruh warga dalam pembangunan
diperlukan agar dari tahap perencanan hingga memanfaatkan hasil pembangunan
berjalan sesuai dengan tujuan dari kegiatan atau program yang desa laksanakan.
Pertemuan rutin, pertemuan tokoh masyarakat, pertemuan pengajian, serta
kegiatan rutin di desa menjadi wadah bagi warga untuk menyalurkan aspirasi dan
mendapatkan informasi hasil pengambilan keputusan dari desa maupun dari RT.
Ketua RT dengan gaya kepemimpinannya serta kemampuannya berkomunikasi
dengan efektif diharapkan akan mampu meningkatkan partisipasi warga
lingkungan RT untuk membangun desa kearah penguatan sumberdaya dan
kelembagaan desa sehingga desa menjadi lebih baik.

4

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk melihat
hubungan kredibilitas ketua RT perempuan dan ketua RT laki-laki, intensitas
pertemuan, dan gaya kepemimpinan transformasional ketua RT perempuan dan
ketua RT laki-laki dengan tingkat partisipasi warga dalam pembangunan desa
melalui proses pengambilan keputusan yang dilaksanakan di lingkungan setempat.
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, maka penelitian mengenai
komunikasi kepemimpinan transformasional ketua Rukun Tetangga (RT) terhadap
tingkat partisipasi warga di Kabupaten Bogor menjadi penting untuk diteliti.

Rumusan Masalah
Pembangunan desa dapat berjalan dengan baik apabila adanya partisipasi
warga desa untuk menjalankannya sesuai dengan arahan pimpinan. Proses
partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut Fadil (2013) berupa akses
informasi, pemberian usulan, pengambilan keputusan, kontrol dan pengawasan.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat diharapkan sehingga proses
pembangunan berjalan sesuai dengan seluruh pihak yang terkait dalam
pembangunan tersebut. Meskipun demikian pentingnya partisipasi masyarakat
masih belum dilaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat dan pemerintah.
Pembangunan desa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah
dan masyarakat karena desa memiliki peran penting dalam pembentukan suatu
Negara. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dalam
pembangunan perdesaan tetapi partisipasi ini mengalami beberapa kendala. Dari
hasil penelitian terdahulu bahwa kegagalan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan perdesaan karena penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program
pembangunan tidak melibatkan masyarakat (Hadi 2015). Partisipasi tidak dapat
berdiri sendiri apabila tidak adanya kepemimpinan dan komunikasi,
kepemimpinan dan komunikasi memegang peran penting dalam partisipasi
masyarakat sehingga masyarakat diharapkan akan aktif dalam partisipasi dan
mengemukakakn pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan
pembangunan desa atau lingkungan setempat. Kurang efektifnya komunikasi
dapat mengurangi partisipasi masyarakat (Purwatiningsih 2012).
Komunikasi yang melibatkan warga dalam pertemuan di desa diharapkan
akan mengakomodasi aspirasi, ide, pendapat warga dalam pengambilan keputusan
di lingkungan RT. Pencapaian partisipasi warga dalam pengambilan keputusan
memerlukan pertemuan yang tepat dari Ketua RT sehingga warga dapat menerima
informasi dan mengambil keputusan dengan adil. Pertamuan merupakan salah
satu aspek komunikasi dalam pengambilan keputusan yang akan berdampak
kepada partisipasi warga, hal ini juga memerlukan kepemimpinan yang tepat dari
Perempuanagar kepemimpinanya unggul dengan kepemimpinan laki-laki.
Perempuan juga memiliki gaya kepemimpinan sendiri, karena dalam
menghadapi sebuah permasalahan atau mengambil keputusan memerlukan gaya
kepemimpinan. Hasil penelusuran terdahulu mengenai kepemimpinan perempuan
ditemukan hal-hal sebagai berikut: kepemimpinan transaksional dan
transformasional dalam proyek (Tyssen et al. 2014); dinamika kepemimpinan
transformasional-transaksional dan taktis yang mempengaruhi karyawan

5

(Epitropaki dan Martin 2013); gaya kepemimpinan di kelompok multiras (Aritz
dan Walker 2014).
Namun demikian dari penelitian diatas belum melihat kepemimpinan
transformasional Ketua RT Perempuan dan intensitas pertemuan untuk
meningkatkan partisipasi warga dalam pembangunan desa. Oleh karena itu
menjadi penting bagi komunikasi pembangunan untuk memberikan kontribusi
pada kajian kepemimpinan Perempuan dan komunikasi untuk meningkatkan
partisipasi warga desa dalam pembangunan. Dari permasalahan tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana hubungan kredibilitas Ketua RT Perempuandan RT Laki-Laki
pada tingkat partisipasi warga dalam pembangunan desa?
2.
Bagaimana hubungan antaraintensitas pertemuan Ketua RT Perempuan dan
RT Laki-Laki pada tingkat partisipasi warga dalam pembangunan desa?
3.
Bagaimana hubungan kepemimpinan transformasional Ketua RT
Perempuan dan RT Laki-Laki pada tingkat partisipasi warga dalam
pembangunan desa?
4.
Bagaimana
Pola
Komunikasi
Kelompok
dan
Kepemimpinan
Transformasional Ketua RT Perempuan dan RT Laki-Laki pada tingkat
partisipasi warga dalam pembangunan desa?

Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam
rumusan masalah. Tujuannya sebagai berikut:
1.
Menganalisa hubungan kredibilitas Ketua RT Perempuandan RT Laki-Laki
pada tingkat partisipasi warga dalam pembangunan desa.
2.
Menganalisa hubungan antaraintensitas Ketua RT Perempuan dan RT LakiLakipada tingkat partisipasi warga dalam pembangunan desa.
3.
Menganalisa hubungan kepemimpinan transformasional Ketua RT
Perempuan dan RT Laki-Lakipada tingkat partisipasi warga dalam
pembangunan desa.
4.
Menganalisa Pola Komunikasi Kelompok dan Kepemimpinan
Transformasional Ketua RT Perempuan dan RT Laki-Laki pada tingkat
partisipasi warga dalam pembangunan desa.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terdiri dari aspek praktis dan
aspek akademis yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspek praktis menghasilkan suatu masukan bagi pengambil kebijakan desa
dalam upaya pembangunan yang berbasis kepada partisipasi warga,
menambah wawasan tentang kondisi riil masyarakat desa, dan membantu
pemerintah desa mencari solusi
2. Aspekak ademis bermanfaat dalam memberikan sumbangan kepada
komunikasi pembangunan dan menggali peran pemimpin untuk partisipasi
masyarakat dalam pembangunan desa.

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi Pembangunan
Proses komunikasi yang terjadi dalam praktek kehidupan sehari-hari
menunjukkan bahwa komunikasi pada hakekatnya merupakan suatu proses
interaksi sosial antar dua pihak (individu) atau lebih dan komunikasi dapat pula
diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau ide-ide antar sesama warga
masyarakat (Mardikanto 2010). Konsep pembangunan paradigma difusi
diperkenalkan oleh Rogers yang merumuskan komunikasi pembangunan sebagai
proses penyampaian ide darisumber kepada penerima, dengan tujuan untuk
mengganti ide, menciptakan dan merubah sikap terhadap ide-ide, membujuk
dengan maksud agar penerima menerima ide tersebut sebagai bagian dari perilaku
yang teratur.
Menyadariadanya perubahan sistem sosial, dan adanya kritik dari kalangan
komunikasipembangunan, dimana tidak adanya feedback pada konsep tersebut,
maka padatahun 1976, Rogers merevisi pengertian komunikasi pembangunan.
Konsep komunikasi mulai mengalami perubahan, bukan lagi sebagai proses linear
(one way) dari sumber kepada penerima, tetapi menekankan adanya
interaksiantara sumber dan penerima (Rogers 2003). Penolakan paradigma
komunikasi pembangunan yang bersifat vertikal, top-down, linear dan searah,
sebelumnyatelah dikemukakan oleh Paulo Freire, yang kemudian
mendekonstruksikan komunikasi pembangunan pada hak asasi manusia dalam
pembangunan.
Freire menegaskan bahwa hak asasi tersebut adalah hak individu untuk
menyuarakan kata-katanya, dan bukan dari beberapa orang tertentu saja (Freire
1972). Hal ini tentunya membutuhkan kelompok untuk dapat menyuarakan
aspirasi, ide dan keputusan yang dihasilkan dapat bermanfaat. Matindas (2010)
juga menyatakan bahwa aktivitas komunikasi dalam kelompok merupakan suatu
hal yang umum terjadi dalam masyarakat pedesaan termasuk pada komunitas
petani dan umumnya interaksi komunikasi yang terjadi sesama anggota kelompok
adalah tatap muka. Sejalan dengan Goldberg dan Larson (2006) komunikasi
kelompok lebih cenderung terjadi secara langsung dalam pertemuan tatap muka.
Komunikasi kelompok bermanfaat untuk pembangunan dalam pelaksanaan
pembangunan melalui perencanaan, pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan. Pengambilan keputusan yaitu sebuah proses memilih diantara
beberapa alternatif. Metode yang digunakan dalam membuat keputusan dalam
komunikasi kelompok menurut Beebe dan Masterson (2015) yaitu:
1.
Keputusan oleh ahli di dalam kelompok, seseorang mungkin ahli dalam
memahami beberapa kasus dan anggota dapat memilihnya untuk membuat
keputusan.
2.
Keputusan oleh ahli di luar kelompok, memilih ahli diluar kelompok harus
melalui voting dengan beberapa anggota dan ini bukan cara yang terbaik
untuk membuat keputusan akhir.
3.
Menyimpulkan keputusan alternatif dari hasil voting dengan kelompok.
4.
Pemilihan acak.

7

5.

Aturan mayoritas, metode ini biasanya dilakukan oleh kelompok tetapi
memerlukan waktu yang lama dan bias mengorbankan kualitas keputusan.
6.
Keputusan dari minoritas, terkadang keputusan dari minoritas baik karena
dapat menyuarakannya dengan nyaring. Tetapi keputusan minoritas sulit
diterapkan oleh kelompok karena sulit diterima seluruh anggota.
7.
Keputusan oleh konsesus, konsensus terjadi ketika semua kelompok dapat
mendukung tindakan. Metode ini sulit tetapi semua anggota kelompok puas
dangan keputusan.
Beebe dan Masterson (2015) juga mendefinisikan pemecahan masalah
adalah:
Problem solving is the process of overcoming obstacles to achieve a
goal. Whereas decision making involves making a choice from among
alternatives, problem solving usually requires a group to make many
decisions or choices as it identifies a problem and determines how
to solve it.
Tiga pendekatan untuk pemecahan masalah kelompok yakni:
1.
Pendekatan deskriptif untuk memecahkan masalah: Pendekatan ini
mengidentifikasi pola khas komunikasi yang terjadi ketika orang
berinteraksi untuk memecahkan masalah.
2.
Pendekatan fungsional untuk memecahkan masalah: Pendekatan ini
mengidentifikasi persyaratan tugas utama dan menekankan pentingnya
komunikasi yang efektif sebagai faktor utama yang berkontribusi terhadap
pemecahan masalah yang efektif.
3.
Pendekatan preskriptif untuk memecahkan masalah: Pendekatan ini
mengidentifikasi agenda dan teknik untuk meningkatkan kinerja pemecahan
masalah kelompok tertentu.
Goldberg dan Larson (2006) akhirnya menyimpulkan mengenai komunikasi
kelompok dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yakni:
1.
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah oleh kelompok kecil yang
mewarnai kehidupan kita adalah salah satu dari proses-proses dasar yang
menjadi pedoman masyarakat.
2.
Masalah mana pun dapat dilakukan pendekatan melalui bentuk-bentuk
penelitian sebagai berikut: penunjukkan (designative) yakni, membuat
pernyataan faktial tentang persoalannya; memberi ketentuan-ketentuan
(prescriptive) yakni membicarakan langkah-langkah tindakan dan apa yang
seharusnya menjadi kasus, atau penghargaan (appraisive) yakni
membicarakan tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan apa yang
lebih diinginkan.
3.
Masalah apapun dapat dirumuskan dalam bentuk suatu pertanyaan tentang
fakta, nilai, atau kebijaksanaan.
Berdasarkan definisi diatas bahwa pemecahan masalah adalah proses
mengatasi hambatan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan pengambilan
keputusan melibatkan membuat pilihan dari antara alternatif, pemecahan masalah
biasanya membutuhkan sebuah kelompok untuk membuat banyak keputusan atau
pilihan karena mengidentifikasi masalah dan menentukan bagaimana
mengatasinya. Hal ini dibutuhkan dalam pembangunan dimana komunikasi
kelompok menjadi bagian dari pembangunan untuk menghasilkan keputusan
bermanfaat.

8

Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang dilakukan dalam
komunikasi kelompok untuk pembangunan merupakan salah satu perubahan
konsep komunikasi pembangunan. Hal ini telah diutarakan oleh Servaes
sebelumnya mengenai hak individu untuk menyuarakan pendapatnya. Servaes
(2008) menyatakan perubahan komunikasi pembangunan terjadi pada arah
komunikasipembangunan linear menjadi komunikasi dua arah (dialogis),
komunikasi tidaklagi hanya berpusat pada komunikatornya, tetapi mulai
memberikan perhatiankepada penerima pesan, serta menekankan pada
pemahaman makna daripada hanya menyebarkan informasi.
Komunikasi pembangunan bukan lagi fokus pada peningkatan produksi dan
diseminasi informasi yang terpisah dari proses-prosesyang terjadi di masyarakat.
Berawal dari pemikiran Freire tersebut, maka berkembanglah pemikiran lain
mengenai perubahan konsep komunikasi pembangunan. Komunikasi lebih
diarahkan pada proses-proses yangmemungkinkan pihak penerima terlibat secara
aktif dalam memenuhikebutuhannya melalui dialog dengan sesama stakeholder,
dalam mencapai tujuan serta masalah yang sama untuk pembangunan dengan
objektif pembangunan dan implementasi aktivitas untuk kontribusi serta solusi
pembangunan (Bessette 2004).

Karakteristik Individu
Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa peubah-peubah yang
penting dalam mengkaji masyarakat lokal antara lain adalah peubah personal.
Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa karakteristik yang dimiliki seseorang itu
berbeda dari orang yang satu ke orang yang lain, dan kadang-kadang perbedaan
tersebut sangat bervariasi. Menurut Pangewa (2004), faktor-faktor yang
memengaruhi karakteristik individu adalah (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) tingkat
pendidikan, (4) pendapatan, dan (5) pekerjaan.
Riduwan (2011) juga menyatakan bahwa unsur-unsur karakteristik
responden dapat dirinci berdasarkan tujuan penelitian dan angket wawancara.
Riduwan (2011) menyebutkan bahwa diantaranya karakteristik responden dapat
berupa (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) pekerjaan, (4) lama bekerja, (5) pendidikan
terakhir, dan (6) status perkawinan. Pada tingkatan individu, karakteristik dari
masingmasing individu (personal) yang meliputi: ciri pribadi atau biografis
seperti: usia, jenis kelamin, status perkawinan, ciri kepribadian, nilai dan sikap
dan tingkat-tingkat kemampuan dasar akan mempengaruhi perilaku mereka
ditempat kerja (Robbins 2003).
Jenis Kelamin merupakan perbedaan biologis antara individu. Berdasarkan
penelitian dari Matindas (2010) bahwa terdapat perbedaan penggunaan saluran
komunikasi antara petani pria dan petani Perempuan. Umur/Usia dalam beberapa
penelitian, umur pemuka pendapat berhubungan nyata dengan efektivitas
komunikasi dalam penerapan teknologi usahatani padi tersebut seperti penelitian
Rohi et al. (2009).
Tingkat pendidikan memengaruhi kemampuan berpikir secara rasional dan
analisis. Baik pendidikan formal maupun non formal merupakan sarana untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta dapat menjadi dasar
kemampuan pengambilan keputusan terhadap berbagai masalah yang dihadapi.

9

Hal tersebut bermakna terdapat kecenderungan semakin tinggi pendidikan
seseorang maka dapat berhubungan nyata dengan meningkatkan pengetahuan
dalam menyerap inovasi terbaru (Astuti 2007; Rohi et al. 2009). Pekerjaan.
Pekerjaan merupakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh individu. Rohi et
al. (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara pekerjaan dengan
efektivitas komunikasi pemuka pendapat.

Kepemimpinan
Kredibilitas Komunikator
Kredibilitas bisa diperoleh jika seorang komunikator memiliki ethos, pathos
dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter
pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Pathos adalah kekuatan
yang dimiliki seorang pembicara dalam mengendalikan emosi pendengarnya,
sedangkan Logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui
argumentasinya (Cangara 2007). Sumber kredibilitas merupakan pengertian yang
dapat dikatakan oleh Aristoteles dengan ethos, pathos, logos.
Dua komponen yang paling penting dalam kredibilitas adalah keahlian dan
kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh komunikan tentang
kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan.
Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian yang dinilai cerdas, mampu, tahu
banyak, berpengalaman dan terlatih. Tentu sebaliknya, komunikator yang dinilai
rendah pada keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu. Kepercayaan
adalah kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya.
Apakah komunikator di nilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, etis atau
sebaliknya (Rakhmat 2007).
Venus (2009) juga menyatakan bahwa keahlian komunikator adalah kesan
yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya
dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian
dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih.
Kepercayaan, kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan
sumber informasi yang dianggap tulus,jujur,bijak dan adil,objektif,memiliki
integritas pribadi, serta memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi.
Perilaku kepemimpinan sangat diperlukan agar komunikasi berjalan dengan
baik. Pendekatan yang dilakukan bukan untuk menjadikan semua sebagai
pemimpin tetapi unutk mengembangkan kemampuan kepemimpinan sehingga
dapat berpartisipasi dalam kelompok. Menurut Beebe dan Masterson (2015),
kepemimpinan adalah sebuah perilaku atau komunikasi yang mempengaruhi,
menunjukkan mengarahkan, atau mengontrol kelompok. Kepemimpinan adalah
proses interaksi antara pemimpin dan pengikut dimana pemimpin berusaha
mempengaruhi pengikut untuk mencapai tujuan yang sama (Northouse 2010;
Yukl 2013). Yukl (2013) juga mendefinisikan:
Leadership can be described as processes that not only influence members to
recognize and agree with what needs to be done and how it can be done
effectively but also facilitate individual and collective efforts to accomplish the
shared goals and visions.

10

Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa kepemimpinan sebuah
proses yang tidak hanya mempengaruhi anggota untuk memahami dan Baik
dengan kebutuhan yang harus diselesaikan dan bagaimana menyelesaikannya
secara efektif tetapi juga memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk
menyelesaikan tujuan dan visi yang telah dibagi. Definisi tentang kepemimpinan
bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan.
Menurut Rivai dan Sagala (2009):
Proses mempengaruhi dalam mencapai tujuan organisasi, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi interpretasi mengenai
peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian, dan aktivitasaktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama kerja
kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang luar
kelompok atau organisasi.

Kepemimpinan menurut Rivai dan Sagala (2009) pada hakikatnya yakni (1)
Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya
dalam upaya pencapaian tujuan organisasi (2) Seni mempengaruhi dan
mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerja
sama yang bersemangat dalam pencapaian tujuan bersama (3) Kemampuan untuk
mempengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau
kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan (4) Melibatkan tiga hal, yaitu
pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu (5) Kemampuan untuk mempengaruhi
suatu kelompok untuk mencapai tujuan.
Menurut Covey (2005) kepemimpinan bukan hanya sebuah posisi atau
kedudukan, melainkan kepemimpinan sebagai sebuah upaya proaktif untuk
memperkuat nilai-nilai sejati dan potensi dari orang-orang di sekitar kita, maupun
untuk mempersatukan mereka sebagai sebuah tim yang saling melengkapi dalam
ikhtiar untuk meningkatkan pengaruh dan kelompok dari organisasi dan tujuantujuan penting yang kita upayakan. Menurut Rivai dan Mulyadi (2012)
kepemimpinan pada dasarnya melibatkan orang lain, melibatkan distribusi
kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan anggota kelompok,
menggerakkan kemampuan dengan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan
untuk mempengaruhi tingkah laku bawahan, dan menyangkut nilai.
Beebe dan Masterson (2015) memaparkan dua fungsi dari kepemimpinan
yakni kepemimpinan tugas yang membuat kelompok berjalan sesuai dengan
tujuannya dengan empat cara yaitu memprakarsai, koordinasi, meringkas dan
mengelaborasi. Selain fungsi kepemimpinan tugas terdapat kepemimpinan proses
yaitu proses menjaga hubungan interpersonal kelompok dan memfasilitasi
kepuasan anggota secara kondusif untuk mencapai tugas kelompok. Proses ini
untuk menjaga dan mendorong kelompok berada di jalurnyaseperti mereda
ketegangan, menjaga gawang, mendorong, dan mediasi.
Gaya kepemimpinan (leadership style) menggambarkan perilaku manajer
dalam menghadapi atau berinteraksi dengan situasi. Efektivitas gaya
kepemimpinan ini dipengaruhi oleh variabel-variabel situasional komplek yang
disebut dengan keuntungan situasi (situational favorability). Beberapa penelitian
mengidentifikasi tipe-tipe kepemimpinan yang berbeda dimana pemimpin
mengadopsi gaya kepemimpinan untuk mengatur organisasi.
Terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang ada di literature yakni (1)
Laissez Faire, kepemimpinan ini membebaskan keptusan diberikan kepada

11

anggota atau individu, kepemimpinan ini sering memberikan informasi dan materi
hanya jika diminta (2) Otoriter, pemimpin menentukan kebijakan dan mendikte
teknik dan aktivitas pekerjaan dari anggota (3) Demokratis, pemimpin
mengajukan beberapa saran, alternatif dan mendorong kelompok untuk
menentukan kebijakannya sendiri (Golberg dan Larson 2006; Beebe dan
Masterson (2015). Beberapa peneliti menambahkan gaya kepemimpinan yaitu (1)
Transformasional (2) transaksional (3) charisma (4) servant (Yukl 2013; Gilbert
2013; Nursair et al. 2012; Zahari dan Shurbagi 2012).
Berdasarkan beberapa literatur dapat disintesakan bahwa kepemimpinan
merupakan proses yang mempengaruhi, memotivasi, menjaga dan mendorong
adanya perubahan perilaku atau arahan dari seseorang kepada anggota
kelompoknya dengan gaya dan fungsi yang dibutuhkan dan berlaku pada keadaan
tersebut.
Kepemimpinan Transformasional
Beberapa tahun terakhir, konsep gaya kepemimpinan tranksaksional dan
transformasional menjadi terkenal dalam manajemen umum. Kepemimpinan
transaksional adalah kepemimpinan yang berdaasarkan hubungan pertukaran
antara pemimpin dan anggota kelompok dimana hubungannya dinilai dari tujuan
dan performa kelompok (Hasan dan Silong 2008; Chao dan Tian 2011; Iscan et
al.2014). Yukl (2013) juga mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah
“Transactional leadership may involve values, but they are values relevant to the
exchange process, such as honesty, fairness, responsibility, and reciprocit.”
Kepemimpinan Transformasional lebih alami dan pemimpin mendorong dan
memotivasi anggota lebih dari sekedar pertukaran dan imbalan, transformasional
secara formal lebih kuat dibanding transaksional (Hasan dan Silong 2008; Iscan
2014; Chao dan Tian 2011). Maka dari itu, kepemimpinan menurut Bligh et
al.dalam Bullough dande Luque (2013) fenomena komplek dan yang dikonstruksi
secara sosial melibatkan bukan hanya pemimpin tetapi juga anggota dan konteks
dimana pemimpin dan anggota berinteraksi.
Kepemimpinan transformasional menunjukkan hubungan yang kuat
terhadap kepercayaan pengikut dan mensugesti pengikut untuk memiliki
kemampuan bertanggungjawab dalam kelompok (Groves dan LaRocca 2011).
Kepemimpinan transformasional membuat para anggota merasa percaya, kagum,
setia dan hormat terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan
lebih dari yang kelompok harapkan diawal.
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional memotivasi
anggota dengan (1) membuat mereka lebih sadar akan pentingnya hasil tugas; (2)
mendorong mereka untuk mendahulukan kepentingan organisasi atau kelompok;
(3) mengaktifkan kebutuhan tertinggi mereka. Secara kontras, kepemimpinan
transaksional mengikutsertakan proses pertukaran yang hasilnya sesuai dengan
permintaan pemimpin tetapi tidak membuat antusias dan komintmen pada tugas
tersebut (Yukl 2013).
Kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang lebih besar
terhadap kinerja organisasi karena pemimpin lebih memberikan perhatian,
dorongan motivasi dan mampu memahami keinginan karyawannya (Tampubolon
2007). Kepemimpinan transformasional adalah membawa keadaan menuju kinerja
tinggi pada organisasi yang menghadapi tuntutan pembaruan dan perubahan

12

(Belem et al. 2014). Kepemimpinan transformasional memprediksi tingkat yang
lebih tinggi dari kinerja pekerjaan antara pengikut (Bass dan Riggio 2006; Judge
dan Piccolo 2004). Menurut Beebe dan Masterson (2015) terdapat empat
karakteristik kepemimpinan transformasional yaitu (1) idealized leadership, (2)
inspirational motivation, (3) intellectual stimulation, and (4) individual
consideration.
Idealized leadership seeks to create within followers an inspiring vision of
how things can be. Inspirational motivation is the communicative ability of the
leader to stir followers to action. Intellectual stimulation is the leader’s ability
to engage followers in challenging the status quo and assumptions about
processes. Individual consideration is the leader’s ability to be supportive and
to nurture each individual’s positive attributes, qualities, and strengths in
support of the greater good.

Sejak pemimpin Perempuan memiliki pengalaman dalam memimpin orang
lain, secara alami mereka mulai nyaman dan percaya diri di posisi saat ini. Mereka
juga sangat berkualifikasi dan memiliki pengetahuan untuk menjadi pemimpin
(Hasan danSilong 2008). Kepemimpinan Perempuan lebih menunjukkan sikap
sosial atau pemeliharaan kelompok (Halim danRazak 2013; Perilleux dan Szafarz
2015).
Kebanyakan
gaya
kepemimpinan
Perempuan
menggunakan
transformasional (Porterfield dan Kleiner 2005; Chao dan Tian 2011). Eagly dan
Carli (2003) menyimpulkan pada penelitiannya bahwa: Transformational
leadership may be especially advantageous for women because it encompasses
some behaviors that are consistent with the female gender’s role demand for
supportive, considerate behaviors.
Definisi diatas menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional lebih
menguntungkan bagi Perempuan setelah mempertimbangkan pada inkonsistensi
antara permintaan dari peran kepemimpinan dan peran perempuan, kepemimpinan
transformasional dapat membuat Perempuan menjadi pemimpin yang unggul.
Maka dari itu, Eagly dan Carli (2003) juga menyimpulkan bahwa pemimpin
Perempuan yang unggul biasanya bekerja keras dan mencari gaya kepemimpinan
yang tidak menimbulkan perlawanan kepada ototritasnya dengan menantang
norma bahwa Perempuan dapat menjadi egaliter dan mendukung sesama.
Kepemimpian perempuan di masyarakat lebih condong pada paradigma
yang kedua yakni kepemimpinan transformasional (Khankhoje 2004). Dengan
menggunakan paradigma trasformasional, menurut Khankhoje (2004),
kepemimpinan perempuan tampil dengan inspirasi, stimulasi intelektual,
pendekatan individu dan kharisma kepada para anggotanya. Kharisma yang
dimiliki oleh pemimpin peremp

Dokumen yang terkait

Peran Komunikasi Pemasaran Pengobatan Alternatif Dalam Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat (Studi Kualitatif Peran Komunikasi Pemasaran Pengobatan Alternatif “Accurate Health Center” Di Blog Dalam Meningkatkan Kepercayaan Pasien)

2 67 113

Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi)

15 191 104

Peran Organisasi Kompas USU Dalam Meningkatkan Partisipasi Anggota Untuk Menjaga Lingkungan Hidup (Studi Deskriptif Pada Korps Mahasiswa Pecinta Alam Dan Studi Lingkungan Hidup USU)

4 55 139

Partisipasi Masyarakat Kabupaten Simeulue Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pasca Tsunami

5 51 116

Penentuan Jenis Tanaman Dan Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (Studi kasus pada masyarakat di Kawasan Hutan Lindung Pusuk Buhit Kabupaten Samosir)¬¬

0 40 106

ANALISIS KOMUNIKASI KPU DALAM MENDORONG PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PEMILU 2009 (Studi pada KPUD Kota Blitar)

0 3 2

Proses Komunikasi dan Partisipasi dalam Pembangunan Masyarakat Desa (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor)

0 13 236

Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa dalam Kegiatan Pendidikan Kecakapan Hidup pada PKBM di Kabupaten Bogor

0 10 115

Hubungan Gaya Kepemimpinan Ketua Karang Taruna Dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Program Pembangunan Infrastruktur Jalan (Kasus Ketua Karang Taruna Dan Masyarakat Rw 05 Desa Cibiuk Kaler, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut).

4 26 87

Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Dan Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Infrastruktur Jalan

0 14 111