Kajian-kajian Tentang Grafiti Bahasa Masyarakat Indonesia Terkini dalam Grafiti

Surabaya: Prodi Sastra Inggris UTM dan Lima-lima Jaya 5 skrip percakapan yang ditulis oleh penulis yang beraneka macam. Berbeda dengan percakapan biasa, grafiti Conversational memiliki karakter mengajak berkomunikasi partisipan baik itu yang dikenal maupun yang tidak. Perlu dicatat bahwa tidak semua Grafiti mengajak partisipasi dari pembacanya. Ketika sebuah graffito tidak dimaksudkan untuk mengajak pembacanya berkomunikasi, maka grafiti jenis ini disebut sebagai Declarative. Pada beberapa kasus, grafiti Artistik maupun tags temasuk dalam kategori grafiti jenis ini

C. Kajian-kajian Tentang Grafiti

Grafiti dapat ditemukan di berbagai tempat. Corat-coret ini menghiasi berbagai tempat termasuk di dalamnya toilet umum. Keberadaannya yang umum telah mengundang berbagai orang dari berbagai bidang ilmu untuk mengadakan eksplorasi dengan menempatkan grafiti sebagai objeknya. Namun, seperti yang telah disebutkan di atas, penelitian-penelitian yang telah dilakukan kebanyakan dilakukan di luar Indonesia seperti; Obeng 2000; Adams Winter 1997; Moonwomon 1995; Gadsby 1995; Rodriguez Clair 1999; dan Joswig-Mehnert Yule 1996. Hanya satu artikel bersetting Indonesia ditemukan, artikel ini ditulis oleh Basthomi 2007 Penelitian grafiti yang dilakukan oleh Obeng 2000 sebagai contoh mengambil lokasi di Legon, Gana. Fokus penelitian Obeng adalah hubungan grafiti dengan politik. Dalam penelitiannya, Obeng meletakkan grafiti sebagai sebuah wacana yang berada dalam ranah politik. Wacana grafiti ini kemudian digunakan oleh masyarakat yang memiliki sikap dan pandangan yang berbeda dengan pemerintah untuk mengungkapkan aspirasinya. Grafiti juga difungsikan sebagai media penyampai rasa marah, frustasi atas kejenuhan dan keresahan masyarakat terhadap panasnya situasi politik yang ada di negara tersebut. Berbeda dengan Obeng yang lebih menitik beratkan pada aspek politik, Adam dan Winter 1997 melakukan penelitian dengan fokus pada gafiti di gang-gang kota. Dari hasil penelitian mereka, grafiti di gang-gang ternyata tidak hanya memiliki fungsi sebagai penanda kekuasaan dari komunitas pemilik gang gangster, tapi grafiti tersebut juga merefleksikan serta merepresentasikan sosiokultur dari subkultur para gangster pemilik gang tersebut. Grafiti ternyata menjadi penanda perasaan kesetiakawanan terhadap kelompok, dan tentunya kepemilikan terhadap gang itu sendiri. Grafiti dapat juga merefleksikan hubungan intra dan intergang serta dunia gangster secara umum. Surabaya: Prodi Sastra Inggris UTM dan Lima-lima Jaya 6 Selain itu, grafiti dapat pula digunakan sebagai tanda penghormatan terhadap anggota mereka yang telah tewas dalam pertarungan antargangster atau dengan aparat kepolisian. Moonwomon 1995 melakukan pengajian terhadap grafiti yang ada di kamar mandi wanita. Di tempat tersebut ia menjumpai bahwa graffiti yang ditulis kaum wanita pengguna toilet, kebanyakan merupakan wacana politik, gender dan rasis. Berdasarkan pada data yang diambilnya di toilet umum yang ada di Universitas Kalifornia Berkeley, Moonwomon menemukan bahwa grafiti yang ada di kamar mandi wanita menggambarkan berbagai wacana yang berbentuk diskusi antar komunitas wanita dengan tema perkosaan, bias gender, ataupun rasis yang ditulis dengan nada “ hangat.” Grafiti ini juga mencakup wacana adanya pratek-praktek dan atau suara-suara pro kontra yang berhubungan dengan rasisnonrasis dalam lingkaran komunitas kampus tersebut. Berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan di atas, penelitian yang dilakukan oleh Joswig-Mehnert and Yule 1996 menitikberatkan pada bagaimana pembaca dalam hal ini siswa memberikan respon atau menginterpretasikan sebuah grafito. Subjek penelitian mereka adalah 75 siswa. Ke75 siswa tersebut diminta untuk membaca 12 grafiti. Dari pengamatan Joswig-Mehnert and Yule, mereka menjumpai bahwa subjek cenderung memberikan interpretasi berbeda. Mereka juga berbeda dalam menjelaskan sisi mana yang menarik dari grafiti yang telah mereka lihat. Dari data ini, Joswig-Mehnert and Yule menyimpulkan bahwa pembaca grafiti cenderung mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan grafti tanpa identitas. Ternyata, informasi tentang pembuat graffti tersebut mempengaruhi interpretasi terhadap sebuah grafito. Simpulan ini dikuatkan oleh temuan Rodriguez and Clair 1999 dalam studinya terhadap teks-teks tanpa identitas penulisnya. Vernedoe and Gopnik dalam Gadsby, 1995 membuat studi komparatif terhadap seni dan grafiti. Mereka menemukan bahwa grafiti adalah perpaduan dari expresi dewasa dan kekanak-kanakan. Gadsby, 1995. Temuan Abel dan Buckley dalam Gadsby, 1995 bertentangan dengan temuan Vernedoe and Gopnik. Dalam hal ini, mereka memandang grafiti sebagai fenomena pertentangan psikologis, yaitu bagi penulis grafiti, grafiti yang dihasilkannya adalah sebentuk komunikasi personal dan dianggap sebagai hal biasa padahal bagi orang lain, hal tersebut adalah sebuah problema Gadsby, 1995. Sedang Basthomi 2007 yang oleh peneliti sampai saat ini dijumpai sebagai satu- satunya pengkaji grafiti dengan setting Indonesia, mengangkat grafiti yang ada di bak truk sebagai pokok bahasan utama dalam tulisannya. Surabaya: Prodi Sastra Inggris UTM dan Lima-lima Jaya 7 D. Limitasi, Jenis dan Metode Penelitian D.1. Limitasi Penelitian