Distribusi Frekuensi Variabel METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Distribusi Frekuensi Variabel

Tabel 4.1. Distribusi Akseptor Distribusi Frekuensi Variabel Frekuensi n Persentase Kelompok Usia th 18 – 30 65 43,3 31 – 40 85 56,67 Paritas Primipara 16 10,67 Secundipara 45 30,00 Multipara 83 55,33 Grande multipara 6 4,00 Tingkat Pendidikan SLTP 7 4,67 SLTA 135 90,00 Akademi 4 2,67 Universitas 4 2,67 RiwayatPemakaian Universitas Sumatera Utara Kontrasepsi Tidak pernah 13 8.67 Suntik 52 34.67 Pil 56 37.33 Implan 3 2.00 IUD 5 3.33 Kondom 18 12.00 Senggama Terputus 3 2.00 Variabel Total Mean th Std. Dev. Range th Min Max Usia 150 31,48 5,069609 20 39 Pada penelitian ini didapatkan proporsi pengguna kontrasepsi implan terbanyak adalah pada kelompok usia penurunan fertilitas declining fertility sebesar 56.67, dibandingkan dengan proporsi kelompok usia fertilitas optimal optimal fertility yaitu 43.33. Pengelompokan usia fertilitas tersebut berdasarkan pedoman dari Society of Obstetrician and Gynaecologist of Canada SOGC. Temuan ini berbeda dibandingkan penelitian multisenter di Cili, Finlandia, Kanada, Mesir serta SIngapura, oleh Sivin et al dengan menggunakan implan 2 batang Jadelle yang mempunyai bentuk fisik serta komposisi yang sama dengan yang digunakan pada penelitian ini, dimana 60 28 Universitas Sumatera Utara akseptor kontrasepsi implan merupakan wanita usia fertilitas optimal, serta 40 akseptor lainnya adalah wanita kelompok usia penurunan fertilitas. 29 Alvarez et al pada penelitian lainnya di Amerika Serikat serta Republik Dominika, Afrika, mendapatkan proporsi distribusi usia akseptor implan didominasi oleh wanita usia fertilitas optimal, sebesar 80 dibandingkan 20 pada wanita akseptor kontrasepsi implan usia penurunan fertilitas. Sementara rerata usia akseptor kontrasepsi implan pada penelitian adalah 31,48 tahun. Temuan ini sesuai dengan kajian sistematis systematic review atas beberapa penelitian acak terkontrol yang dikaji oleh Steiner et al. Mereka mengkaji temuan oleh Fan et al dan Qi et al, bahwa akseptor kontrasepsi implan 2 batang mempunyai rerata umur 31,1 tahun dan 32,1 tahun, yang mana temuan ini tidak berbeda dibandingkan temuan pada penelitian ini. Kajian sistematis oleh Steiner et al tersebut dilakukan pada akseptor implan 2 batang Sino-Implant II. 30 Dari 150 orang responden, yang paling tua berusia 39 tahun dan yang termuda berusia 20 tahun. Nilai standar deviasi 5,07 yang lebih kecil dari nilai rata-rata 31,48 menunjukkan bahwa variasi data usia tidak terlalu besar dan nilai rata-rata dapat digunakan sebagai statistik yang representatif untuk menggambarkan variabel usia. 31 Pada penelitian ini sebagian besar akseptor kontrasepsi implan merupakan wanita multiparitas dengan proporsi total 89,33, yang dibagi lagi menurut jumlah persalinan secundi, multi, grande multipara. Sementara proporsi akseptor implan dari wanita primipara hanya sebesar 10,67 . Universitas Sumatera Utara Temuan pada penelitian ini sesuai dengan penelitian multisenter di beberapa negara oleh Sivin et al. Dalam penelitiannya mereka mendapatkan wanita multiparitas merupakan akseptor kontrasepsi implan terbesar dengan proporsi 72,8 dibandingkan dengan wanita primiparitas sebesar 24,9. Uniknya Sivin et al mendapatkan adanya akseptor kontrasepsi implan yang belum pernah melahirkan dengan proporsi sebesar 2,3. 29 Penelitian serupa yang dilakukan oleh Sivin dan Alvarez et al di Amerika Serikat dan di Republik dominika menunjukkan bahwa akseptor kontrasepsi implan pada wanita multigravida mempunyai proporsi total sebesar 56,7, serta wanita primiparitas akseptor implan mempunyai proporsi yang cukup tinggi dibandingkan dengan penelitian ini yaitu 26,4. Pada penelitian mereka tersebut juga dijumpai akseptor implan yang belum pernah melahirkan dengan proporsi sebesar 16,8. Dari segi pendidikan, akseptor kontrasepsi implan terbesar adalah tamatan SLTA dengan proporsi sebesar 90, sementara proporsi pengguna terkecil adalah tamatan pendidikan tingkat lanjut, dalam hal ini akademi dan universitas dengan proporsi masing-masing sebesar 2,67. 30 Penelitian oleh Chompootaweep et al di Thailand dengan menggunakan implan 2 batang memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan akseptor kontrasepsi implan di negara tersebut mempunyai proporsi secara berturut-turut, pendidikan dasar 71,4, pendidikan sekunder 21,4, serta pendidikan lanjut sebesar 4,3. 32 Akan tetapi penelitian tersebut tidak merinci masing-masing tingkat pendidikan tersebut. Jika kita asumsikan bahwa Universitas Sumatera Utara pendidikan dasar atau primer merupakan sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan tingkat pertama SD-SLTP, pendidikan sekunder merupakan sekolah lanjutan tingkat atas SLTA, dan pendidikan tersier atau lanjutan merupakan tingkata akademi dan universitas, maka proporsi akseptor berdasarkan tingkat pendidikan pada penelitian akan terbagi menjadi, pendidikan dasar atau primer sebesar 4,67, pendidikan sekunder sebesar 90 serta proporsi akseptor implan yang mempunyai pendidikan tersier atau lanjutan adalah 5,34. Temuan ini jika dibandingkan tentu berbeda karena pada penelitian ini menunjukkan bahwa akseptor kontrasepsi implan lebih banyak pada wanita dengan pendidikan sekunder 90. Akan tetapi akseptor pada tingkat pendidikan tersier atau lanjut mempunyai persentase yang hampir sama, yaitu 4,3 dibandingkan 5,34 pada penelitian ini. 32 Temuan tingkat pendidikan akseptor pada penelitian ini dan pada penelitian di Thailand tersebut juga berbeda terhadap temuan di Benin, Nigeria. Pada penelitian oleh Aisien di negara tersebut, didapatkan bahwa proporsi akseptor berdasarkan tingkat pendidikan adalah 13,8 untuk pendidikan primer, 30,8 untuk pendidikan sekunder, serta 55,4 pada pendidikan tersier atau tingkat lanjut. Temuan oleh Aisien tersebut menunjukkan persentase akseptor implan terbesar adalah pada wanita dengan tingkat pendidikan tingkat lanjut. Distribusi pekerjaan akseptor kontrasepsi implan 2 batang pada penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbesar pada wanita ibu rumah tangga sebesar 74, sementara diurutan berikutnya merupakan wiraswasta sebesar 24 dan terakhir adalah PNS sebesar 2. 33 Universitas Sumatera Utara Chompootaweep et al di Thailand mendapatkan proporsi akseptor kontrasepsi implan berdasarkan jenis pekerjaan secara berurutan yaitu, pekerja 51,4, ibu rumah tangga 34,3, serta pedagang atau wiraswasta sebesar 12,1. Temuan tersebut berbeda jika dibandingkan dengan penelitian ini, di mana proporsi terbesar menurut jenis pekerjaan adalah pada ibu rumah tangga, sementara akseptor dengan pekerjaan wiraswasta pada penelitian ini mempunyai persentase hampir 2 kali lipat 24 dibandingkan dengan penelitian di Thailand tersebut 12,1. Pada penelitian ini dari 150 orang subjek, sebagian besar mempunyai riwayat penggunaan kontrasepsi sebelumnya. Proporsi dari riwayat penggunaan kontrasepsi sebelumnya ini proporsi terbesar didapati pada pengguna kontrasepsi pil sebesar 37,33, diikuti oleh kontrasepsi injeksi progesteron sebesar 34,67, penggunaan kondom 12, belum pernah menggunakan metode kontrasepsi apapun sebelumnya sebesar 8,67, IUD 3,33, serta pengguna kontrasepsi implan serta melakukan senggama terputus dengan besar proporsi yang sama yaitu masing-masing sebesar 2. 32 Penelitian oleh Chompootaweep et al pada wanita akseptor kontrasepsi implan 2 batang, didapatkan proporsi terbesar riwayat penggunaan kontrasepsi sebelumnya merupakan akseptor pil sebesar 62,9, diikuti akseptor kontrasepsi injeksi sebesar 16,4, belum pernah menggunakan kontrasepsi pada 8,6 subjek, pengguna kondom sebesar 7,9 serta pengguna IUD sebesar 2,9. Walaupun mempunyai proporsi yang jauh berbeda, akan tetapi seperti yang dijumpai pada penelitian ini akseptor kontrasepsi terbesar Universitas Sumatera Utara berdasarkan riwayat kontrasepsi didominasi oleh akseptor pil yang diikuti oleh akseptor kontrasepsi injeksi progesteron. Menariknya, pada kedua penelitian, jika proporsi pengguna metode kontrasepsi terbanyak digabungkan, yaitu pil dan injeksi, akan didapatkan persentase yang hampir sama, 72 akseptor pil ditambah injeksi pada penelitian ini, dibandingkan dengan 79.3 pada penelitian di Thailand oleh Chompootaweep et al tersebut. 32 Penelitian lain di Thailand, oleh Laphikanont dan Taneepanichskul menggunakan kontrasepsi implan 2 batang, mempunyai hasil yang berbeda dengan penelitian ini, maupun penelitian oleh Chompootaweep et al. Mereka mendapatkan bahwa proporsi terbesar riwayat penggunaan kontrasepsi didominasi oleh penggunaan kondom dengan proporsi 61, diikuti oleh penggunaan pil serta tidak pernah memakai kontrasepsi dengan proporsi yang sama yaitu 11,9, penggunaan implan 10,2, penggunaan IUD 3,4, serta pengunaan injeksi progesteron sebesar 1,7. Walaupun hasil penelitian tersebut berbeda dibanding dengan hasil penelitian ini, akan tetapi penelitian oleh Laphikanont dan Taneepanichskul ini mencatat adanya riwayat penggunaan kontrasepsi implan seperti dijumpai pada penelitian ini walaupun dengan proporsi yang berbeda 10,2 vs 2. Perubahan pola berat badan akseptor kontrasepsi implan 2 batang pada penelitian ini dijumpai 65,2 90 orang mengalami peningkatan berat badan dengan rerata 1,61 Kilogram, 19,6 27 orang mengalami penurunan berat badan dengan rerata 0.36 kilogram, sementara 15,2 21 orang tidak mengalami perubahan berat badan. Rerata berat badan pretest sebelum 34 Universitas Sumatera Utara pemasangan subjek adalah 57,2 kilogram, sementara rerata berat badan posttest setelah pemasangan adalah 58,53 kilogram. Kecenderungan peningkatan berat badan dibuktikan melalui uji t berpasangan sebagai berikut: H H :Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Berat badan pretest dan postest. 1 Alpha: 0,05 :Terdapat perbedaan yang signifikan antara Berat badan pretest dan postest. Ketentuan pengujian: Tolak H Terima H jika nilai signifikansi alpha Tabel 4.2. Perubahan Berat Badan Sebelum dan Sesudah Pemasangan Implan Selama 2 Tahun jika nilai signifikansi alpha Berat badan Mean SD P Sebelum pemasangan 57,2 ± 8,464 0,0001 Setelah pemasangan 58,53 ± 8,189 Uji t data berpasangan Dari tabel output di atas diperoleh beberapa informasi antara lain: • Rata-rata berat badan 138 orang responden pretest sebelum pemasangan adalah 57,2 ternyata lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata berat badan posttest setelah pemasangan senilai 58,53. • Nilai standar deviasi berat badan responden pada saat pretest dan posttest masing-masing adalah sebesar 8,464 dan 8,189. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata untuk masing-masing kondisi pretest dan postest. Dengan demikian ukuran statistik rata- Universitas Sumatera Utara rata mean lebih tepat digunakan untuk menggambarkan kondisi variabel berat badan. • Nilai standar error mean berat badan responden pada saat pretest dan postest masing-masing juga lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata berat badan pada masing-masing kondisi. Dengan demikian ukuran statistik rata-rata mean lebih tepat digunakan untuk menggambarkan kondisi variabel berat badan dibandingkan dengan standar deviasi dan standar error. Penelitian di Thailand, oleh Laphikanont dan Taneepanichskul mengemukakan rerata berat badan akseptor kontrasepsi implan pretest 55,4 kilogram dan posttest 56,82 kilogram yang hampir sama dibandingkan dengan penelitian ini. Penelitian mereka tersebut juga mendapatkan kecenderungan peningkatan berat badan pada para akseptor, yang mana peningkatan tersebut tidak bermakna secara statistik p 0,05, yang mana hal tersebut dijumpai berbeda jika dibandingkan dengan penelitian ini. 48

4.3. Distribusi Frekuensi Variabel Pola Haid