Depresi pada Lanjut Usia Nancy Sujono, S.Ked 406071030
Depresi diduga disebabkan oleh menurunnya neurotransmisi amine. Terapi farmakologi bertujuan meningkatkan transmisi amine dengan obat yang
meningkatkan kuantitas transmiter di celah sinaps; inhibitor monoamine oxidase MAO-inhibitor, seperti phenelzine dan pargyline mencegah deaminasi oksidatif
yang dimediasi oleh MAO dengan demikian menginaktifasi daripada neurotransmiter yang bebas, sedang antidepresan tricyclic dan generasi kedua
seperti imipramine dan amitriptyline memblokir pompa reuptake daripada neuron presypnatik, mencegah inaktivasi reuptake daripada neurotransmiter.
III. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi terbesar gangguan psikiatri pada geriatrik adalah depresi. Prevalensi dipengaruhi oleh lokasi pengambilan subyek penelitian dan komorbiditas.
Prevalensi depresi pada usia lanjut di pelayanan kesehatan primer adalah 5 – 17 , sementara prevalensi depresi pada usia lanjut yang mendapat pelayanan asuhan
rumah home care adalah 13,5 . Prevalensi depresi geriatri lebih tinggi di ruang perawatan daripada di masyarakat. Usia lanjut di perawatan jangka panjang memiliki
tingkat depresi yang lebih tinggi daripada di masyarakat.
Data prevalensi depresi pada usia lanjut di Indonesia diperoleh dari ruang rawat akut geriatri dengan kejadian depresi sebanyak 76,3 . Proporsi pasien geriatri
dengan depresi ringan adalah 44,1 , sedangkan depresi sedang sebanyak 18 , depresi berat sebanyak 10,8 , dan depresi sangat berat sebanyak 3,2 . Semakin
berat tingkat depresi, maka semakin lama masa rawat. Studi untuk populasi Indonesia Timur dilakukan di Kabupaten Buru, Maluku, pada tahun 2003, dengan
subyek sebanyak 401 orang usia lanjut. Penapisan depresi pada usia lanjut yang berada di daerah pasca konflik tersebut menunjukkan hasil positif pada 52,4
subyek.
IV. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Berbagai teori mengenai etiologi dan patogenesis diajukan para ahli tentang gangguan depresi usia lanjut. Namun, pada banyak kasus, jelas berhubungan dengan
polifarmasi yang berkaitan erat dengan multipatologi. Beberapa penyebab lain adalah kondisi medik, seperti stroke dan hipotiroidisme. Obat – obatan dan beberapa
kondisi umum yang berhubungan dengan depresi dapat dilihat pada tabel 1. Faktor – faktor lain yang memperberat depresi perlu pula diperhatikan, antara lain kehilangan
pasangan hidup, perpisahan teman dekat dan anggota keluarga, taraf kesehatan yang menurun, kehilangan rasa aman, kekuasaan jabatan dan kebebasan , serta
kemiskinan sosial dan lingkungan.
Tabel 1. Obat – obatan dan kondisi medik umum yang berhubungan dengan depresi.
Beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi: ♪
Analgetika: kodein, morfin. ♪
OAINS: ibuprofen, naproksen, indometasin. ♪
Antihipertensi: klonidin, propanolol, captopril. ♪
Antipsikotik: haloperidol, klorpromazin. ♪
Ansiolitika: diazepam. ♪
Antikanker: vinkristin. ♪
Sedativa: fenobarbital, triazolam, pentobarbital. ♪
Lain – lain: simetidin, ranitidin, deksametason.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
99
Depresi pada Lanjut Usia Nancy Sujono, S.Ked 406071030
Beberapa teori tentang etiologi depresi antara lain teori neurobiologi yang menyebutkan, bahwa faktor genetik berperan. Kemungkinan terjadinya depresi pada
saudara kembar monozygot adalah 60 – 80 , sedangkan pada saudara kembar heterozygot adalah 25 – 35 . Freud dan Karl Abraham berpendapat, bahwa pada
proses berkabung akibat hilangnya obyek cinta orang maupun obyek abstrak seperti status sosial dapat terintrojeksikan ke dalam individu sehingga menyatu atau
merupakan bagian dari individu itu. Obyek cinta yang hilang bisa berupa kebugaran yang tidak muda lagi, kemunduran kondisi fisik akibat berbagai kondisi
multipatologi, kehilangan fungsi seksual, dan lain – lain. Seligman berpendapat, bahwa terdapat hubungan antara kehilangan yang tak terhindarkan akibat proses
penuaan dan kondisi multipatologi tadi dengan sensasi passive helplessness yang sering terjadi pada usia lanjut.
Patogenesis
Menurut teori Erik Erikson, kepribadian terus berkembang dan terus tumbuh dengan perjalanan kehidupan. Perkembangan ini melalui beberapa tahapan
psikososial, seperti melalui konflik – konflik yang terselesaikan oleh individu tersebut yang dipengaruhi oleh maturitas kepribadian pada fase perkembangan
sebelumnya, dukungan lingkungan terdekatnya, dan tekanan hidup yang dihadapinya. Erikson menyebutkan adanya krisis integrity versus despair, yaitu
individu yang sukses melampaui tahapan tadi akan dapat beradaptasi dengan baik, menerima segala perubahan yang terjadi dengan tulus dan memandang kehidupan
dengan rasa damai dan bijaksana. Contoh resolusi yang berhasil dari krisis dicirikan dengan perasaan individu tersebut yang hidup dengan baik dan nyaman. Sebaliknya,
resolusi yang kurang berhasil akan dicirikan dengan perasaan bahwa hidup ini terlalu pendek, dengan perasaan tidak memiliki, pemberontakan, rasa marah, putus asa, dan
juga dengan kegetiran, bahwa ia tidak akan mau hidup lagi jika diberi kesempatan. Kondisi ini akan menyebabkan orang usia lanjut rentan terhadap depresi.
Penelitian akhir – akhir ini juga mengatakan, bahwa konflik integritas versus despair berhasil baik pada usia lanjut yang lebih muda dibanding usia lanjut yang
lebih tua. Teori Heinz Kohut menekankan pada aspek hilangnya rasa kecintaan pada diri sendiri akibat proses penuaan ditambah dengan rasa harga diri dan kepuasan diri
yang kurang, juga dukungan sosial yang tidak terpenuhi akan menyebabkan usia lanjut tidak mampu lagi memelihara dan mempertahankan rasa harga diri. Mereka
sering merasa tegang dan takut, cemas, murung, kecewa, dan tidak merasa sejahtera di usia senja.
Patofisiologi
Patofisiologi yang mendasari timbulnya mayor depressive disorder MDD belum diketahui secara jelas. Percobaan di klinik dan preklinik memperkirakan
akibat gangguan pada aktivitas serotonin 5 HT di sistem saraf pusat sebagai penyebab utama. Neurotransmitter lainnya termasuk norepinefrin NE dan
dopamin DA .
Peranan aktivitas serotonin di SSP dalam menimbulkan MDD diperkirakan akibat dari selective serotonin reuptake inhibitors SSRIs. Lebih jauh, percobaan
menunjukkan kekambuhan akut gejala depresi dapat diakibatkan penggunaan triptophan, yang menyebabkan reduksi kadar serotonin di SSP. Neuron serotonergik
berpengaruh pada gangguan afektif yang ditemukan pada dorsal raphe nucleus, sistem limbik, dan korteks prefontal kiri.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
100
Depresi pada Lanjut Usia Nancy Sujono, S.Ked 406071030
Penelitian klinis mengindikasikan adanya kompleks interaksi antara neurotransmitter yang ada, regulasi reseptor dan sensitivitas, serta gejala afektif pada
MDD. Obat – obat yang menimbulkan peningkatan neurotransmitter, seperti kokain, tidak memiliki efek antidepressant. Lebih jauh, penggunaan antidepresant yang lama
biasanya diperlukan untuk mengobati gejala yang timbul. Semua antidepresant bekerja melalui 1 atau lebih dari mekanisme – mekanisme
berikut:
1. Inhibisi presynaps dari uptake 5 – HT atau NE. 2. Antagonis pada reseptor presynaptic inhibitory 5 – HT atau NE, sehingga
meningkatkan pelepasan neurotransmitter. 3. Inhibisi monoamine oksidase, sehingga menurunkan perusakan
neurotransmitter.
Frekuensi
Di Amerika Serikat, insidensi MDD 20 pada wanita dan 12 pada pria. Prevalensinya sekitar 10 pada pasien yang dirawat secara medis. Bunuh diri
menyumbangkan angka 32.000 kematian setiap tahunnya di Amerika dan merupakan penyebab utama kematian ke – 11.
Mortalitas Morbiditas
MDD merupakan gangguan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang sangat signifikan, akibat dari tindakan bunuh diri, penyakit medis, rusaknya
hubungan interpersonal, tindak kekerasan, dan hilangnya waktu untuk bekerja. Morbiditas dari depresi sukar dihitung. Kematian akibat depresi, dapat diukur dan
umumnya merupakan akibat dari tindakan bunuh diri.
V. PREDILEKSI