168 menyatakan bahwa “dua variabel yang memiliki tingkat korelasi 0,8 sudah terlalu tinggi tetapi kalau 0,5 tidak ada masalah.”
Bila didapatkan dua variabel yang memiliki korelasi tinggi 0,8 ke atas, ambil salah satu saja dan hilangkan yang lain.
Menurut Ghozali 2005 : 91, untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :
1 Nilai R
2
yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel
independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2 Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika
antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi umumnya di atas 0.90, maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas.
Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
3 Multikolinearitas dapat juga dilihat dari a nilai tolerance dan
lawannya b variance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan
oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen terikat dan diregres
terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan
oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF = 1 Tolerence. Nilai
cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance 0.10 atau sama dengan nilai
VIF 10.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut heteroskesdatisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskesdatisitas. Ghozali, 2005 :
105.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ghozali 2005 : 105, ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskesdatisitas :
1 Melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya
heteroskesdatisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana
sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual Y prediksi – Y sesungguhnya yang telah di-studentized.
Dasar analisis : a
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit,
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskesdatisitas.
b Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskesdatisitas. Menurut Gujarati 1995 dalam Hadi 2006 : 172, “untuk mengetahui
adanya masalah heteroskesdatisitas ini bisa menggunakan korelasi jenjang Spearman, tes Park, tes Goldfeld-Quandt, tes BPG, tes White atau tes
Glejser.” Bila menggunakan korelasi jenjang Spearman, maka harus menghitung nilai korelasi untuk setiap variabel independen terhadap nilai
residu, baru kemudian dicari tingkat signifikansinya. Park dan Glejser test memiliki dasar test yang sama yaitu meregresikan kembali nilai residu ke
variabel independen. Menurut Hadi 2006 : 174, salah satu cara untuk mengurangi masalah
heteroskesdatisitas adalah “menurunkan besarnya rentang range data. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan rentang data adalah
melakukan transformasi manipulasi logaritma. Tindakan ini bisa dilakukan bila semua data bertanda positif.”
Universitas Sumatera Utara
d. Uji Autokorelasi