Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Beras Di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat

(1)

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TINGKAT KONSUMSI BERAS DI DESA PEMATANG

CENGAL KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh :

ARTHUR PADUA SIANIPAR

060304059

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TINGKAT KONSUMSI BERAS DI DESA PEMATANG

CENGAL KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH:

ARTHUR PADUA SIANIPAR

060304059

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat

Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Diketahui Oleh,

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

(Ir.Luhut Sihombing, MP) (Dr. Ir. Salmiah, MS) NIP.196510081992031001 NIP.195702171986032001

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

ARTHUR PADUA SIANIPAR (060304059), dengan judul skripsi “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KONSUMSI BERAS DI DESA PEMATANG CENGAL KABUPATEN LANGKAT”.

Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2012 di Desa Pematang Cengal Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras, faktor yang paling berpengaruh di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat dan menganalisis rata-rata tingkat konsumsi beras per kapita / tahun penduduk Desa Pematang Cengal menurut suku, tingkat pendidikan dan umur.

Daerah penelitian ditentukan secara purposive sampling daerah penelitian dipilih berdasarkan tujuan tertentu yang dipandang sesuai dengan tujuan penelitian. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Slovin. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 95 sampel dari populasi.

Dari hasil penelitian disimpulkan :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras di Desa Pematang Cengal adalah tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dan umur.

2. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat konsumsi beras di Desa Pematang Cengal adalah jumlah tanggungan.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 1 Juni 1987, sebagai anak kedua dari 4 (empat) bersaudara, dari keluarga Bapak Fajar Sianipar (Alm.) dan ibu Meini Dahliana Tampubolon.

Adapun Riwayat Pendidikan yang pernah ditempuh penulis yaitu: 1. Tamat dari SD Yos Sudarso Padang tahun 1999.

2. Tamat dari SLTP Yos Sudarso Padang pada tahun 2002. 3. Tamat dari SMA 2 Padang pada tahun 2005.

4. Tahun 2006 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

5. Bulan Juni 2010 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pegagan Hilir, Kecamatan Pegagan Hilir, Kabupaten Dairi.

6. Bulan Juli 2012 melaksanakan penelitian Skripsi di Desa Pematang Cengal Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat pada Program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan untuk mendapatkan gelar Sarjana.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyelesaian Skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Skripsi ini dengan memberikan bimbingan dan arahan.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah MS, selaku Ketua Program studi Agribisnis beserta semua staff dan pegawai yang telah membantu hingga penulisan skripsi ini selesai.

4. Keluarga penulis teristimewa ayahanda tersayang Fajar Sianipar (Alm) dan ibunda tercinta Meini Dahliana Tampubolon yang telah banyak memberikan motivasi dan dorongan baik berupa materi ataupun


(6)

5. Terima kasih banyak juga kepada teman teman stambuk 2006 SEP/PKP atas segala bantuan, dukungan, do’a, semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini sampai dengan selesai.

6. Seluruh Masyarakat Desa Pematang Cengal yang telah menerima dan membantu penulis dengan memberi data dan informasi untuk penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.

Medan, Februari 2013


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 11

2.2. Landasan Teori ... 18

2.3. Kerangka Pemikiran ... 23

2.4. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 27

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 27

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 28

3.4. Metode Analisis Data ... 29

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Defenisi ... 30

3.5.2. Batasan Operasional ... 31

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 32

4.1.1. Letak Geografis... 32

4.1.2. Tata Guna Lahan ... 32

4.1.3. Keadaan Penduduk ... 33

4.1.4. Sarana dan Prasarana... 36

4.2. Karakteristik Sampel Penelitian ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konsumsi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ... 41

5.1.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat ... 41

5.1.2. Uji t ... 43

5.1.3. Uji F ... 45

5.1.4. Uji Normalitas ... 47

5.1.5. Uji Autokorelasi ... 48

5.1.6. Uji Multikolinearitas ... 48


(8)

5.3. Rata-Rata Konsumsi Beras Per Kapita/Tahun Penduduk Desa Pematang Cengal

Kabupaten Langkat ... 51 5.3.1. Rata-Rata Konsumsi Beras Per Kapita/Tahun

Penduduk Desa Pematang Cengal

Kabupaten Langkat Berdasarkan Suku ... 51 5.3.2. Rata-Rata Konsumsi Beras Per Kapita/Tahun

Penduduk Desa Pematang Cengal

Kabupaten Langkat Berdasarkan Umur ... 52 5.3.3. Rata-Rata Konsumsi Beras Per Kapita/Tahun

Penduduk Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 53

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 55 6.2. Saran ... 56


(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah dan Lahan ... 33

2. Komposisi Penduduk Desa Pematang Cengal Menurut Kelompok Jenis Kelamin dan Umur ... 34

3. Komposisi Penduduk Desa Pematang Cengal Menurut Jenis Pekerjaan ... 35

4. Komposisi Penduduk Desa Pematang Cengal Menurut Tingkat Pendidikan ... 36

5. Sarana dan Prasarana Desa Pematang Cengal ... 37

6. Jumlah Sampel Menurut Pendidikan ... 38

7. Jumlah Sampel Menurut Suku ... 39

8. Jumlah Sampel Menurut Umur ... 40

9. Konsumsi Beras di Desa Pematang Kabupaten Langkat Berdasarkan Suku ... 51

10. Konsumsi Beras di Desa Pematang Kabupaten Langkat Berdasarkan Umur ... 52

11. Konsumsi Beras di Desa Pematang Kabupaten Langkat Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 53


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja, China, Indonesia, Korea, Laos, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam, beras merupakan pangan pokok. Sebanyak 75% masukan kalori harian masyarakat di negara-negara Asia tersebut berasal dari beras. Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama (Childs, 2004).

Buat Indonesia, beras menjadi komoditas unik tidak saja dilihat dari sisi produsen, konsumen, pemerintah tetapi juga pemanfaatan investasi yang telah dikeluarkan pemerintah serta multi fungsi sawah itu sendiri. Dari sisi produsen, beras/padi dihasilkan oleh 18 juta rumah tangga pangan, dan 49% diantaranya adalah petani sempit yaitu menguasai lahan kurang dari 0,24 Ha/keluarga. Dari sisi konsumen, pentingnya beras tidak dapat dipungkiri yaitu sebagai makanan pokok utama negeri ini dengan tingkat partisipasi konsumsi beras mencapai sekitar 95%, artinya 95% rumah tangga di indonesia mengkonsumsi beras, angka partisipasi ini tentunya bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya (Amang, 1995). Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Beras sebagai bahan makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi konsumsi di Indonesia yang


(11)

masih diatas 95%. Bahkan diperkirakan tingkat partisipasi konsumsi beras baik di kota maupun di desa, di jawa maupun di luar jawa sekitar 97% hingga 100%. Ini berarti hanya sekitar 3% dari total RT di Indonesia yang tidak mengkonsumsi beras. Yang cukup menarik adalah bahwa penduduk di provinsi Maluku yang semula konsumsi pokoknya adalah sagu, tingkat partisipasi konsumsi berasnya mencapai 100%. Alasan mengapa beras tetap dominan adalah karena beras lebih baik sebagai sumber energi maupun nutrisi dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya. Selain itu, beras juga menjadi sumber protein utama, yaitu mencapai 40% (Suryana, 2003).

Jika dilihat dari aspek konsumsi, perwujudan ketahanan pangan juga mengalami hambatan karena sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini memenuhi kebutuhan pangan sebagai sumber karbohidrat berupa beras. Dengan tingkat konsumsi beras sebesar 130 kg/kap/th membuat Indonesia sebagai konsumen beras tertinggi di dunia, jauh melebihi Jepang (45 kg), Malaysia (80 kg), dan Thailand (90 kg). Penduduk Indonesia yang berjumlah 212 juta membutuhkan beras untuk keperluan industri dan rumah tangga lebih dari 30 juta ton per tahun. Kebutuhan beras tersebut akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, maka jumlah penduduk Inonesia tahun 2010 diperkirakan 238,4 juta dan tahun 2015 menjadi 253,6 juta. Dengan melihat kondisi potensi produksi padi nasional, diperkirakan tahun 2015 persediaan beras akan mengalami defisit sebesar 5,64 juta ton (Siswono et al dalam Dodik Briawan et al, 2004).


(12)

dihasilkan lebih kurang 60% masih bersumber dari karbohidrat dengan makanan pokok utama adalah beras dengan tingkat konsumsi lebih kurang 140 kg/kapita/tahun dan tergolong sebagai daerah konsumsi beras terbesar di Indonesia karena rata-rata nasional lebih kurang 112 kg/kapita/tahun (Lubis, 2005).

Tingginya konsumsi beras tergambar dari besarnya alokasi pengeluaran. Dalam struktur pengeluaran keluarga, beras merupakan pengeluaran yang cukup besar. Menurut World Bank (1999) diperkirakan 70% pengeluaran keluarga miskin digunakan untuk pangan dan sebesar 34% pengeluaran rumah tangga dialokasikan untuk membeli beras sebagai makanan pokok.

Tingkat hidup atau kemakmuran suatu masyarakat pada umumnya tercermin dari tingkat dan pola konsumsinya yang dapat dilihat dari unsur-unsur seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Kelima unsur ini bagi kebanyakan masyarakat masih kurang terpenuhi baik secara kuantitatif maupun kualitatif dalam tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan secara wajar, hal ini diakibatkan karena begitu kompleksnya dimensi kehidupan sosial yang tidak mudah diukur dari semua sisi. Tinggi atau rendahnya biaya konsumsi seseorang atau rumah tangga/masyarakat adalah faktor yang dianggap dapat mempengaruhi peningkatan dan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Teori ekonomi menyatakan bahwa baik tingkat atau pola konsumsi erat kaitannya dengan pendapatan, dimana konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya, semakin besar pendapatan maka semakin besar pula pola pengeluaran konsumsinya. Namun, bukan faktor pendapatan saja yang dapat mempengaruhi konsumsi. Ini dapat juga dipengaruhi oleh harga (berdasarkan tingkat inflasi),


(13)

tabungan, jumlah anggota keluarga, selera, umur, dan lain sebagainya (Ariani, 2004).

Tingkat konsumsi masyarakat juga selalu berubah-ubah dari tahun ke tahun disebabkan oleh tingkat pendapatan masyarakat yang semakin tinggi dan jenis barang yang ada dipasar. Tingkat hidup atau kemakmuran dari suatu masyarakat tercermin dalam tingkat dan pola konsumsinya yang meliputi unsur-unsur pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Kelima unsur ini bagi kebanyakan penduduk masih kurang terpenuhi baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk mempertahankan derajat kehidupan secara wajar, hal ini diakibatkan karena begitu kompleksnya dimensi kehidupan sosial yang tidak mudah diukur dari semua sisi. Dinegara berkembang, seperti halnya di Indonesia pengeluaran pangan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga. Biasanya pengeluaran itu lebih 50% dari seluruh pengeluaran. Tingginya pengeluaran pangan dinegara berkembang berkaitan dengan proses perbaikan pendapatan yang dirasakan masyarakatnya. Disamping itu untuk menaikkan nutrisi penduduk dinegara berkembang adalah menambah pengeluaran pangan. Sementara untuk kebutuhan diluar pangan, seperti sandang baru dipenuhi setelah pengeluaran konsumsi makanan tercapai (Cahyono, 2003).

Tingkat konsumsi seseorang dipengaruhi oleh banyak hal yang berkaitan. Seseorang membelanjakan uang yang dimiliki sebelumnya dipengaruhi oleh banyak pertimbangan akibat adanya kalangkaan. Berikut ini dipaparkan penyebab perubahan tingkat pengeluaran atau konsumsi dalam rumah tangga :


(14)

1.Pendapatan

Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh : seseorang yang tadinya makan nasi aking ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan gaji yang besar akan meninggalkan nasi aking menjadi nasi beras rajalele. Orang yang tadinya makan sehari dua kali bisa jadi 3 kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.

2.Kekayaan

Orang kaya yang punya banya aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar. Contonya seperti seseorang yang memiliki banyak rumah kontrakan dan rumah kost biasanya akan memiliki banyak uang tanpa harus banyak bekerja. Dengan demikian orang tersebut dapat membeli banyak barang dan jasa karena punya banyak pemasukan dari hartanya.

3.Tingkat Bunga

Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.

4. Perkiraan Masa Depan

Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit buatuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya. B. Penyebab Faktor Demografi

1. Komposisi Penduduk

Dalam suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi


(15)

suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi-tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi tinggi.

2. Jumlah Penduduk

Jika suatu daerah jumlah orangnya sedikit sekali maka biasanya konsumsinya sedikit. Jika orangnya ada sangat banyak maka konsumsinya sangat banyak pula. C. Penyebab / Faktor Lain

1. Kebiasaan Adat Sosial Budaya

Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memeiliki pengeluaran yang besar. 2. Gaya Hidup Seseorang

Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan gemar berhutang baik kepada orang lain maupun dengan kartu kredit (Suparmoko, 2001).

Kemudian hubungan konsumsi dengan pendapatan dijelaskan dalam teori Keynes yang menjelaskan bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposible saat ini. Dimana pendapatan disposible adalah pendapatn yang tersisa setelah pembayaran pajak. Jika pendapatn disposible tinggi maka konsumsi juga naik. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposibel. Selanjutnya menurut Keynes ada batas konsumsi minimal, tidak tergantung pada tingkat pendapatan yang disebut konsumsi otonom. Artinya


(16)

hal ini ditentukan oleh faktor di luar pendapatan, seperti ekspektasi ekonomi dari konsumen, ketersediaan dan syarat-syarat kredit, standar hidup yang diharapkan, distribusi umur, lokasi geografis (Nanga,2001).

Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat pula dikatakan membaik apabila pendapatan meningkat dan sebagian pendapatan tersebut digunakan untuk mengkonsumsi non makanan, begitupun sebaliknya. Pergeseran pola pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dari makanan ke non makanan dapat dijadikan indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan anggapan bahwa setelah kebutuhan makanan telah terpenuhi, kelebihan pendapatan akan digunakan untuk konsumsi bukan makanan. Oleh karena itu motif konsumsi atau pola konsumsi suatu kelompok masyarakat sangat ditentukan pada pendapatan. Atau secara umum dapat dikatakan tingkat pendapatan yang berbeda-beda menyebabkan keanekaragaman taraf konsumsi suatu masyarakat atau individu.

Namun, bila dilihat lebih jauh peningkatan pendapatan tersebut tentu mengubah pola konsumsi anggota masyarakat luas karena tingkat pendapatan yang bervariasi antar rumah tangga sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemampuan mengelolanya. Dengan perkataan lain bahwa peningkatan pendapatan suatu komunitas selalu diikuti bertambahnya tingkat konsumsi semakin tinggi pendapatan masyarakat secara keseluruhan maka makin tinggi pula tingkat konsumsi. (Sayuti, 1989:46-47).

Hal tersebut di atas, yang menjadi dasar ketertarikan penulis mengadakan penelitian dengan objek masyarakat Desa Pematang Cengal yang dalam kenyataanya mempunyai mata pencaharian yang beragam sehingga menyebabkan masyarakat memiliki tingkat pendapatan yang jumlahnya berbeda-beda yang


(17)

mengakibatkan tingkat konsumsi beras di daerah tersebut cukup bervariasi. Selain itu, beragamnya usia, tingkat pendidikan dan suku juga turut serta menyebabkan bervariasinya tingkat konsumsi beras di daerah tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat”.


(18)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras di daerah penelitian? 2. Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap konsumsi beras di daerah

penelitian?

3. Berapa rata-rata tingkat konsumsi beras per kapita / tahun penduduk Desa Pematang Cengal menurut suku, tingkat pendidikan dan umur?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi beras di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh terhadap konsumsi beras di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis rata-rata tingkat konsumsi beras per kapita / tahun penduduk Desa Pematang Cengal menurut suku, tingkat pendidikan dan umur.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian dan penulisan ini dilakukan sebagai masukan untuk pihak-pihak yang berkepentingan.


(19)

2. Penelitian dan penulisan ini ditujukan bagi kalangan akademisi, yang dapat menambah dan memperkaya bahan kajian teori untuk pengembangan penelitian berikutnya.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.1.Tinjauan Pustaka

Beras bagi kehidupan Bangsa Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Dari jenis bahan pangan yang dikonsumsi, beras memiliki urutan utama. Hampir seluruh penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama, beras merupakan nutrisi penting dalam struktur pangan, karena itu peranan beras memiliki peranan strategis dalam kehidupan bangsa Indonesia. Peranan beras dalam pembangunan jangka panjang (PJP) I masih cukup besar. Tahun 1968 peranan beras dalam tanaman pangan = 54,4%, dalam pertanian = 37%, dan dalam PDB = 18,8% , pada tahun 1987 keadaan ini menjadi : 52%, 31,7% dan 8,1% (Tarigan, 1997).

Bagi penduduk Indonesia, beras merupakan bahan makanan yang lebih superior daripada bahan pangan lainnya seperti jagung, ubi, sagu dan lainnya. Sehingga bagi masyarakat yang berpendapatan rendah akan berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan pangan pokoknya, terutama pangan beras. Oleh karena itu, konsumsi pangan sangat terkait erat dengan tingkat\ kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan dapat dikatakan makin baik apabila kalori dan protein yang dikonsumsi penduduk semakin meningkat, sampai akhirnya melewati standar kecukupan konsumsi per kapita sehari. Kecukupan gizi yang dianjurkan per kapita per hari adalah penyediaan energi 2.500 kalori dan protein 55 gram (Irawan, 2009).


(21)

Tingkat partisipasi konsumsi beras di berbagai wilayah baik di kota maupun di desa cukup tinggi yaitu sekitar 97-100%. Konsumsi dalam negeri ceenderung meningkat terutama didorong oleh pertumbuhan penduduk. Kebutuhan konsumsi beras per kapita/tahun di Sumatera Utara yaitu 166,28 kg. Cadangan/stok akhir ideal adalah tiga kali kebutuhan per bulan. Tingkat konsumsi beras/kapita/tahun 2004 adalah 133,23% (Gubernur SUMUT, 2004).

Dari sisi konsumsi, berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pola konsumsi dipengaruhi oleh harga dan tingkat pendapatan. Ariani (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa beras tetap menjadi bahan pangan pokok bagi lebih dari 95% penduduk, bahkan rumah tangga yang tadinya dikenal mengkonsumsi bahan pangan pokok non beras (jagung, ubi-ubian dan sagu) dengan meningkatnya pendapatan, pola konsumsi pangan mereka mulai bergeser ke beras.

Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan pola hidup juga menjadi berubah (Sumardi, 2003).

Setiap orang atau keluarga mempunyai tingkat kebutuhan konsumsi yang dipengaruhi oleh pendapatan. Kondisi pendapatan seseorang akan mempengaruhi tingkat konsumsinya. Makin tinggi pendapatan, makin banyak jumlah barang yang dikonsumsi. Sebaliknya, makin sedikit pendapatan, makin berkurang jumlah barang yang dikonsumsi. Bila konsumsi ingin ditingkatkan sedangkan pendapatan tetap, terpaksa tabungan digunakan akibatnya tabungan berkurang (Prayudi,


(22)

Tuntutan kebutuhan beras akibat peningkatan pendapatan masyarakat rendah sampai menengah jauh lebih besar daripada peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan tinggi. Hal ini dapat dimengerti karena angka elastisitas pendapatan bagi yang berpendapatan rendah sampai menengah (sekitar 40%) jauh lebih besar dari yang berpendapatan tinggi (sekitar 10-20%). Dikaitkan dengan komposisi penduduk yang 80% tergolong berpendapatan rendah sampai menengah, maka permintaan terhadap beras setiap tahun meningkat. Itulah sebabnya dalam neraca bahan makanan yang diterbitkan oleh BPS angka konsumsi per kapita rata-rata selalu meningkat (Amang, 1995).

Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam. Alasan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan nasional. Alasan yang kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya (Sukirno, 2008). Semakin besar pendapatan seseorang maka akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan adalah hasrat marjinal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pendapatan dinamakan hasrat marjinal untuk menabung (Marginal to Save, MPS). Pada pengeluaran konsumsi rumah tangga terdapat konsumsi minimum bagi rumah tangga tersebut, yaitu besarnya pengeluaran konsumsi yang harus dilakukan, walaupun tidak ada


(23)

pendapatan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ini disebut pengeluaran konsumsi otonom (outonomous consumtion) ( Nisjar dan Winardi, 1997 ).

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau. Pembangunan pangan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Konsumsi pangan penduduk Indonesia masih belum memenuhi kecukupan gizi. Kuantitas, kualitas, dan keragaman pangan belum memenuhi kaedah berimbang, karena masih didominasi oleh serealia khususnya beras, sebaliknya kontribusi jagung, umbi-umbian, kacangan-kacangan, pangan hewani, sayur-sayuran dan buah-buahan masih sangat kurang. Ketergantungan terhadap beras dapat diperlonggar dengan penganekaragaman pangan melalui perubahan citra bahan pangan pokok berbasis umbi-umbian yang diperkaya nutrisinya oleh kacang-kacangan.

Program peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga ketersediaan pangan nasional (beras dan sumber bahan pangan lain), agar dapat dipenuhi dan diproduksi domestik sehingga mampu mengurangi ketergantungan akan impor. Sumatera Utara sebagai daerah agraris yang memprioritaskan pertanian sebagai sektor andalan pembangunan daerahnya, juga mengalami permasalahan kekurangan pangan khususnya beras setiap tahunnya. Ketergantungan terhadap beras sebenarnya dapat dikurangi dengan penganekaragaman pangan melalui perubahan citra bahan pokok selain beras,


(24)

Umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat non beras dan kacang-kacangan yang dikenal sebagai sumber protein nabati, vitamin dan mineral belum optimal pemberdayaannya. Peningkatan kontribusi kacang dan ubi sebagai sumber pangan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan berkualitas dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan dan kualitas sumberdaya masyarakat berpenghasilan rendah.

Besar kecilnya konsumsi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

1. Tingkat pendapatan dan kekayaan. Sangat lazim apabila tinggi rendahnya daya konsumsi seseorang atau masyarakat berhubungan dengan tinggi rendahnya tingkat pendapatan, karena perilaku konsumsi secara psikologis memang berhubungan dengan tingkat pendapatan, artinya bila pendapatan tinggi maka konsumsinya semakin tinggi (baik dalam jumlah maupun dalam nilai) karena ini berhubungan dengan pemenuhan kepuasan yang tak terbatas itu. Apabila pendapatan rendah maka konsumsinya juga relatif rendah karena berhubungan dengan keinginan bertahan hidup, jadi konsumsi untuk bertahan hidup dan pemenuhan kepuasan yang tinggi semuanya karena faktor pendapatan. Selain pendapatan maka kekayaan juga sangat berpengaruh. Kekayaan bisa saja sebagai akibat dari tingkat tabungan dari masa lalu atau karena warisan dan lain sebagainya.

2. Tingkat suku bunga dan spekulasi. Bagi masyarakat tentu adakalanya mau mengorbankan konsumsi untuk mendapatkan perolehan yang lebih besar dari suku bunga yang berlaku dari uang yang ditabung, sehingga manakala suku bunga tinggi konsumsi masyarakat berkurang meskipun pendapatan tetap. Akan tetapi manakala suku bunga demikian rendahnya maka masyarakat akan


(25)

lebih condong untuk menggunakan semua uangnya untuk konsumsi, sehingga hampir tidak ada yang ditabung. Selain suku bunga, tingkat spekulasi masyarakat juga mempengaruhi tingkat konsumsi, masyarakat bisa saja mengurangi konsumsinya karena berharap pada hasil yang besar dari uang yang dikeluarkan untuk main dipasar saham atau obligasi (menunda konsumsi tinggi dengan harapan tentunya akan bisa melakukan konsumsi yang lebih besar apabila dalam kegiatan spekulasi itumendapatkan hasil sesuai yang diharapkan.

3. Sikap berhemat. Memang terjadi paradoks antara sikap berhemat dengan peningkata kapasitas produksi nasional. Di satu sisi untuk memperbesar kapasitas produksi nasional maka konsumsi harusalah ditingkatkan. Akan tetapi disisi lain untuk meningkatkan pendanaan dalam negeri agar investasi dapat berjalan dengan mudah dan relatif murah serta aman maka tabungan masyarakat perlu ditingkatkan. Akan tetapi manakala tingkat perekonomian sudah mencapai kondisi ideal biasanya masyarakatnya akan cenderung hidup berhemat sehingga akan memperbesar proporsi tabungan dari pada proporsi konsumsi dari pendapatannya.

4. Budaya, Gaya hidup (pamer, gengsi dan ikut arus) dan demonstration effect. Gaya hidup masyarakat yang cenderung mencontoh konsumsi baik itu konsumsi dari tetangganya, masyarakat sekitarnya dan atau dari masyarakat yang pernah di bacanya di mass media menjadikan konsumsi masyarakat terpengaruh. Konsumsi untuk produk-produk yang belum saat ini dibutuhkan dan dibeli hanya demi gengsi, ikut arus membuat tingkat tabungan masyarakat


(26)

yang menjadikan pola konsumsi masyarakat yang terlalu konsumtif sehingga akan mengurangi tingkat tabungan.

5. Keadaan perekonomian. Pada saat perekonomian dalam kondisi stabil maka konsumsi masyarakat juga akan stabil, akan tetapi manakala perekonomian mengalami krisis maka biasanya tabungan masyarakat akan menjadi rendah dan konsumsi akan menjadi tinggi karena kurangnya kepercayaan pada lembaga perbankan dan semakin mahalnya dan langkahnya barang-barang kebutuhan. (Putong, 2010)

Marsidin, R (2002) meneliti tentang determinan pengeluaran konsumsi rumah tangga berstatus buruh/karyawan di Indonesia: analisis data SUSENAS 2000. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengeluaran konsumsi dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu variabel ekonomi (gaji/upah) dan variabel non ekonomi (karakteristik demografi, pendidikan dan kesehatan). Dari hasil penelitian diketahui bahwa elastisitas pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi tergantung dari pendidikan, usia dan daerah tempat tinggal.

Studi lain yang melakukan analisis ekonomi rumahtangga secara parsial dilakukan oleh Syahruddin (2001). Ia melakukan studi dengan tujuan untuk mengetahui tingkah laku konsumen (rumahtangga) dalam membelanjakan pendapatannya di Sumatera Barat. Studi dengan menggunakan persamaan tunggal ini (ordinary least squares) memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi suatu rumahtangga dalam mengambil keputusan mengenai jumlah pengeluaran untuk konsumsi. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor pendapatan dan variabel lainnya. Sementara itu, variabel lain yang mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi dibagi atas tiga kelompok, meliputi: (1)


(27)

karakteristik sosial ekonomi seperti usia dan siklus hidup, pendidikan, ukuran keluarga dan kepemilikan rumah, (2) faktor-faktor keuangan seperti perubahan pendapatan dan kekayaan, dan (3) ekspektasi dan intensitas untuk membeli. Hasil studi menyimpulkan bahwa konsumsi tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti jumlah penduduk, harta lancar dan harta tidak lancar.

2.2 Landasan Teori

Konsep konsumsi merupakan konsep yang di Indonesiakan dari bahasa inggris ”Consumtion”. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untukmemenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 1996).

Seorang ahli ekonomi yang bernama Christian Lorent Ersnt Engel mengemukakan sebuah ”Hukum Konsumsi”. Hukum ini berdasarkan pada hasil penelitiannya yang dilakukan pada abad ke 19 di Eropa. Menuru Engel, semakin miskin suatu keluarga atau bangsa, akan semakin besar pula persentase pengeluaran yang digunakan untuk barang pangan (Sudarman, 2004).

Tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh faktor demografi seperti jumlah dan komposisi penduduk.


(28)

1. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relatif rendah. Misalnya, walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah daripada penduduk Singapura, tetapi secara absolut tingkat pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura. Sebab jumlah penduduk Indonesia lima puluh satu kali lipat penduduk Singapura. Tingkat konsumsi rumah tangga akan besar. Pengeluaran konsumsi suatu negara akan sangat besar bila jumlah penduduk sangat banyak dan pendapatan perkapita sangat tinggi.

2. Komposisi penduduk suatu negara dapat dilihat dari beberapa klasifikasi, diantaranya: usia (produktif dan tidak produktif), pendidikan (rendah, menengah, tinggi), dan wilayah tinggal (perkotaan dan pedesaan). Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat konsumsi dijabarkan sederhana seperti di bawah ini.

a. Makin banyak penduduk yang berusia kerja atau usia produktif (15-64 tahun), makin besar tingkat konsumsi, terutama bila sebagian besar dari mereka mendapat kesempatan kerja yang tinggi, dengan upah yang wajar atau baik, sebab makin banyak penduduk yang bekerja, penghasilan juga makin besar.

b. Makin besar tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsi juga makin tinggi. Sebab pada saat seseorang suatu keluarga makin berpendidikan tinggi, kebutuhan hidupnya makin banyak. Yang harus mereka penuhi bukan lagi sekedar kebutuhan untuk makan dan minum, melainkan juga


(29)

kebutuhan informasi, pergaulan masyarakat yang lebih baik serta kebutuhan akan pengakuan orang lain terhadap keberdayaanya. Seringkali biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan ini jauh lebih besar daripada biaya pemenuhan kebutuhan untuk makan dan minum.

c. Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban), pengeluaran konsumsi juga makin tinggi. Sebab umumnya pola hidup masyarakat perkotaan lebih konsumtif dibanding masyarakat pedesaan 3. Faktor lain

a. Kebiasaan Adat Sosial Budaya

Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memiliki pengeluaran yang besar dalam konsumsi (Godam, 2007).

Konsumsi

Teori Konsumsi keynes di dasarkan pada 3 postulat :

1. Menurut hukum psikologis fundamental (katakanlah ia sebagai hukum Keynes), bahwa konsumsi akan meningkat apabila pendapatan meningkat, akan tetapi besarnya peningkatan konsumsi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan, oleh karena nya adanya batasan dari Keynes sendiri yaitu bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal =MPC= C / Y (Marginal Propensity to consume) adalah antara nol dan satu, dan pula besarnya perubahan konsumsi


(30)

2. Rata-rata kecenderungan mengkonsumsi =APC= C / Y (Average Propensity to consume) akan turun apabila pendapatan naik, alasannya sederhana saja, karena peningkatan pendapatan selalu lebih besar dari peningkatan konsumsi, sehingga pada setiap naiknya pendapatan pastilah akan memperbesar tabungan. Dengan demikian dapat dibuatkan satu pernyataan lagi bahwa setiap terjadi peningkatan pendapatan maka pastilah rata-rata kecenderungan menabung akan semakin tinggi.

3. Bahwa pendapatan adalah merupakan determinan (faktor penentu utama) dari konsumsi. Faktor-faktor lain dianggap tidak berarti. (Putong, 2010)

Secara teori, konsumsi beras sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan. Dan kenyataan menunjukkan semakin dekat kelompok penduduk ke level pendapatan dengan angka di atas rata-rata, maka tingkat konsumsi terhadap beras akan semakin menurun dan menu makanannya akan semakin terdiversifikasi (Sihombing, 2010).

Dalam hukum Engel dikemukakan tentang kaitan antara tingkat pendapatan dengan konsumsi. Hukum ini menyatakan bahwa rumahtangga berpendapatan rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli konsumsi pokok. Sebaliknya, rumahtangga yang berpendapatan tinggi hanya akan membelanjakan sebagian kecil saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Penelitian Engel melahirkan empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum Engel. Ke empat butir kesimpulannya yang dirumuskan tersebut adalah :

a. Jika Pendapatan meningkat, maka persentasi pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil.


(31)

b. Persentase pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan.

c. Persentase pengeluaran konsumsi untuk pengeluaran rumah relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan.

d. Jika pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah, dan tabungan semakin meningkat.


(32)

3.3 Kerangka Pemikiran

Sampel yang diteliti di dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat. Sampel tersebut dikelompokkan berdasarkan suku, tingkat pendidikan dan umur. Berdasarkan kelompok tersebut maka dilihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi beras di daerah penelitian tersebut, sehingga dapat diketahui faktor apa yang paling berpengaruh terhadap konsumsi beras masyarakat Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat. Kemudian dihitung rata-rata konsumsi beras masing-masing kelompok berdasarkan suku, tingkat pendidikan dan umur.


(33)

Keterangan : Hubungan Pengaruh

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Masyarakat

Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat

Berdasarkan Suku

Rata – rata konsumsi perkapita/tahun

Faktor – faktor yang mempengaruhi konsumsi beras : - Pendapatan - Jumlah anggota

keluarga - Pendidikan - umur Rata-rata Konsumsi Beras


(34)

3.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Teori Engel menyatakan bahwa rumahtangga berpendapatan rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok. Sebaliknya, rumahtangga yang berpendapatan tinggi hanya akan membelanjakan sebagian kecil saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Artinya bahwa pendapatan mempengaruhi besar kecilnya tingkat konsumsi masyarakat. Selain itu, dari segi umur semakin banyak penduduk yang berusia kerja atau usia produktif, makin besar tingkat konsumsi, terutama bila sebagian besar dari mereka mendapat kesempatan kerja yang tinggi, dengan upah yang wajar atau baik, sebab makin banyak penduduk yang bekerja, penghasilan juga makin besar. Dari segi pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang umumnya akan semakin tinggi pula tingkat konsumsi orang tersebut. Dari segi jumlah anggota keluarga, semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi beras keluarga tersebut. Sedangkan dari segi suku, kebiasaan suatu suku di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memiliki pengeluaran yang besar dalam konsumsi. Berdasarkan teori tersebut diduga bahwa pendapatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan umur merupakan faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras di daerah penelitian.


(35)

2. Teori Engel menyatakan bahwa semakin sejahtera seseorang maka semakin

kecil persentase pendapatannya untuk membeli makanan. Rumahtangga berpendapatan rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok. Sebaliknya, rumahtangga yang berpendapatan tinggi hanya akan membelanjakan sebagian kecil saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Artinya bahwa besarnya tingkat pendapatan sangat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Dari teori tersebut diduga bahwa pendapatan adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap konsumsi beras di daerah penelitian.


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) karena di daerah penelitian terdapat keragaman suku, tingkat pendidikan dan umur yang menyebabkan tingkat konsumsi beras masyarakat menjadi lebih bervariasi, serta dengan pertimbangan waktu dan kemampuan peneliti.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat. Kelompok masyarakat yang menjadi sampel penelitian dikelompokkan berdasarkan suku, tingkat pendidikan dan umur.

Untuk menentukan ukuran sampel dari populasi dalam penelitian ini digunakan

Metode Slovin, dengan rumusan sebagai berikut :

di mana :

n : Ukuran Sampel N : Ukuran Populasi

e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 10%. (Umar, 2005).

N

n


(37)

Jumlah seluruh populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 7484 orang. Dengan menggunakan formula slovin maka dapat dihitung jumlah sampel sebagai berikut :

2035

η sampel = ——————— 1 + 2035 (10%)2

= 95,3 ≈ 95 sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode simple random sampling, yaitu melakukan pengambilan sampel secara acak, sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan sebelumnya.

Sampel yang diteliti adalah masyarakat Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat yang dikelompokkan berdasarkan suku, tingkat pendidikan dan umur. Dalam hal ini tiap-tiap sampel yang diteliti dapat mewakili tiga karakteristik pengelompokkan tersebut. Semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel, berdasarkan karakteristik yang dimaksud, siapapun, dimana dan kapan saja dapat ditemui yang selanjutnya dijadikan responden.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dengan masyarakat di daerah penelitian dan juga pejabat di instansi pemerintah yang berhubungan dengan penelitian ini. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas-dinas terkait di daerah penelitian.


(38)

3.4 Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras di daerah penelitian akan dianalisis dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS), dengan menggunakan alat analisis yaitu analisis linear berganda dengan formulasi sebagai berikut :

Dimana :

Y = tingkat konsumsi beras (kg/orang/tahun)

x1 = Pendapatan rumah tangga (rupiah/tahun)

x2 = Pendidikan (tahun)

x3 = Jumlah tanggungan (jiwa)

x4 = Umur (tahun) b0 = konstanta

b1,b2,b3,b4 = koefisien regresi

µ = error term

th ≤ t tabel, tolak H1 ; terima Ho th > t tabel, tolak Ho ; terima H1

Fhit ≤ Ftabel = Ho diterima Fhit ≥ Ftabel = Ho ditolak

Ho = tidak ada pengaruh antara variabel terikat dan variabel bebas. H1 = ada pengaruh antara variabel terikat dan variabel bebas.


(39)

Untuk identifikasi masalah 2, faktor yang paling berpengaruh terhadap konsumsi beras di daerah penelitian akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan interpretasi hasil olah data pada identifikasi masalah pertama, dengan melihat persentase pengaruh faktor-faktor yang ada terhadap tingkat konsumsi beras di daerah penelitian.

Untuk identifikasi masalah 3, dianalisis dengan metode deskriptif dengan mentabulasikan data konsumsi beras (kg/kapita/tahun) dengan mengklasifikasikan sampel berdasarkan suku, tingkat pendidikan dan umur, dan kemudian dicari rata-rata tingkat konsumsi beras dimana satu sampel dapat mewakili tiga klasifikasi tersebut.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Definisi dan batasan operasional berguna untuk dapat memberi pengertian dan membatasi penelitian yang akan dilakukan.

3.5.1 Definisi

1. Tingkat konsumsi beras adalah jumlah bahan makanan (beras) rata-rata perorang pertahun yang dikonsumsi / dimakan masyarakat di daerah penelitian dalam jangka waktu tertentu.

2. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut.


(40)

3. Beras adalah pangan sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi atau dikonsumsi secara teratur sebagai makanan utama, selingan, sebagai sarapan atau sebagai makanan pembuka atau penutup.

4. Rata-rata tingkat konsumsi beras yaitu jumlah pengeluaran konsumsi beras masyarakat dibagi dengan jumlah populasi yang dijadikan sampel.

5. Pendapatan adalah total penerimaan yang diperoleh dari hasil mata pencaharian utamanya dengan atau tanpa ditambah hasil dari mata pencaharian non utamanya dari keluarganya dalam satuan rupiah.

6. Pendidikan adalah waktu yang dihabiskan oleh sampel (masyarakat) selama mengecap pendidikan formal, diukur dalam satuan tahun.

7. Jumlah tanggungan adalah jumlah orang yang biaya hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga, diukur dalam satuan jiwa.

8. Umur adalah usia responden/sampel yamg diukur berdasarkan tanggal lahir hingga saat penelitian dilakukan, diukur dalam satuan tahun.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Sampel penelitian ini adalah masyarakat di Desa Pematang Cengal Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat dimana satu sampel mewakili 3 karakteristik klasifikasi yaitu berdasarkan suku, tingkat pendidikan dan umur. 2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2012.

3. Daerah penelitian adalah di desa Pematang Cengal Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.


(41)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Desa Pematang Cengal merupakan desa swadaya yang terletak di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara dengan jarak dari Ibukota Provinsi adalah 60 km, dari Ibukota Kabupaten adalah 26 km dan dari Ibukota Kecamatan adalah 8 km. Adapun Desa Pematang Cengal memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Timur : Desa Kwala Serapuh

• Sebelah Barat : Desa Pematang Cengal Barat

• Sebelah Selatan : Desa Pekubuan

• Sebelah Timur : Desa Pantai Cermin

Wilayah Desa Pematang Cengal bertopografi dataran dan menjadikannya wilayah yang berpotensi sebagai areal pertanian. Desa Pematang Cengal memiliki luas wilayah 3.192 Ha dengan tekstur tanah lempungan.

Tata Guna Lahan

Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah dan lahan di Desa Pematang Cengal dapat dilihat pada tabel berikut :


(42)

Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah dan Lahan

Jenis Penggunaan Tanah

Luas ( Ha )

Sawah 1.664

Bukan Sawah 632

Non Pertanian 896

Jumlah 3.192

Sumber : BPS, Kecamatan Tanjung Pura Dalam Angka 2011

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan di desa Pematang Cengal lebih banyak digunakan sebagai sawah daripada bukan sawah atau non pertanian yaitu sebesar 1.664 Ha. Sedangkan penggunaan lahan untuk bukan sawah adalah sebesar 632 ha dan penggunaan lahan untuk non pertanian sebesar 896 Ha.

Keadaan Penduduk

a. Penduduk menurut Kelompok Umur

Penduduk Desa Pematang Cengal berjumlah 7484 orang dan terdiri dari 2035 Kepala Keluarga. Dan berdasarkan kelompok umur sampel penduduk Desa Pematang Cengal dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(43)

Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Pematang Cengal Menurut Kelompok Jenis Kelamin dan Umur

No. Kelompok Umur (Tahun)

Jumlah Penduduk (Jiwa) Total Penduduk

(jiwa) Laki-laki Perempuan

1 < 1 82 83 165

2 1-5 388 392 780

3 6-10 377 382 759

4 11-15 357 354 711

5 16-20 311 314 625

6 21-25 312 314 626

7 26-30 302 307 609

8 31-35 270 284 554

9 36-40 227 235 462

10 41-45 190 198 388

11 46-50 173 182 355

12 51-55 193 195 388

13 56-60 172 173 345

14 61-65 132 136 268

15 66-70 111 116 227

14 71-75 92 101 193

15 > 75 13 16 29

Jumlah 3702 3782 7484

Sumber: Kantor Kepala Desa Pematang Cengal tahun 2011

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Pematang Cengal terbanyak pada tahun 2011 berada pada kisaran umur 1 – 5 tahun dan manula pada kisaran umur > 75 tahun merupakan jumlah penduduk yang paling sedikit di Desa Pematang Cengal tersebut.

b. Penduduk menurut Jenis Pekerjaan

Mata pencaharian penduduk Desa Pematang Cengal bermacam jenisnya yaitu antara lain di bidang pertanian, industri / kerajinan, PNS, pedagang, nelayan dan lain-lain. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai mata pencaharian penduduk


(44)

Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

Mata Pencaharian

Jumlah (Orang)

Pertanian 2421 PNS 33 Industri / Kerajinan 43 Pedagang 40 Peternak 51 Nelayan 453 Lain – lain 146

Jumlah 3187

Sumber : BPS, Kecamatan Tanjung Pura Dalam Angka 2011

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan penduduk terbesar adalah di bidang pertanian yaitu sebesar 2421 orang. Selain itu, penduduk yang bekerja sebagai nelayan sebesar 453 orang merupakan jumlah pekerjaan terbesar kedua setelah pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa rata rata penduduk Desa Pematang Cengal sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani ataupun nelayan.

c. Penduduk menurut Tingkat Pendidikan

Masyarakat Desa Pematang Cengal sudah mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan, hal ini ditandai dengan keinginan masyarakat Desa Pematang Cengal dalam mewujudkan program “Wajib Belajar 9 Tahun”. Saat ini pendidikan yang tinggi sangat dibutuhkan untuk mencari pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan maka peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus juga semakin besar. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi penduduk Desa Pematang Cengal menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.


(45)

Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Jumlah (Orang)

SD 1197

SLTP 530

SLTA 481

D-1, D-2, D-3 17 S-1 75

Jumlah 2.300

Sumber : BPS, Kecamatan Tanjung Pura Dalam Angka 2011

Sarana dan Prasarana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan atau lebih ditujukan kepada benda benda yang bergerak seperti komputer dan mesin mesin, sedangkan Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses atau lebih ditujukan untuk benda benda yang tidak bergerak seperti gedung , ruang dan tanah. Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Pematang Cengal akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat desa. Semakin baik sarana dan prasarana pendukung maka akan semakin mudah desa tersebut untuk berkembang. Sarana dan Prasarana dapat dikatakan baik apabila dari segi ketersediaan dan pemanfaatannya sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat sehingga dapat mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

Desa Pematang Cengal sudah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari jenis sarana dan prasarana yang tersedia,


(46)

penerangan dan air. Keadaan sarana dan prasarana di Desa Pematang Cengal dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Sarana dan Prasarana Desa Pematang Cengal

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Transportasi Darat

- Bus Umum 4

- Ojek 35

- Becak 6

2 Transportasi Laut/Sungai

- Perahu motor 165

- Perahu tanpa motor 115

3 Tempat ibadah

- Mesjid 11

- Musholla 10

3 Pendidikan

- Madrasah Ibtidaiyah 5

- Madrasah Tsanawiyah 1

- SD 5

4 Kesehatan

- Posyandu 12

- Puskesmas Pembantu 1

5 Kelembagaan

- Kantor Kepala Desa 1

6 Ekonomi

- Rumah makan 14

8 Penerangan dan Air Bersih

- PLN 1

- PDAM 1

9 Kilang

- Padi 4


(47)

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian

Adapun karakteristik responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi suku, tingkat pendidikan, umur, jumlah tanggungan dan pendapatan. Karakteristik sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Jumlah sampel menurut pendidikan.

Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SD 23 24,21 %

SLTP 45 47,37 % SLTA 27 28,42 %

Total 95 100 %

Sumber : Diolah dari lampiran 1

Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa sampel pada daerah penelitian hanya mampu mencapai tingkat pendidikan hingga tingkatan SD, SLTP dan SLTA. Dimana sampel dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 23 jiwa, SLTP sebanyak 45 jiwa dan SLTA sebanyak 27 jiwa.

Penduduk Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat mayoritas hanya mampu mengenyam pendidikan hingga tingkat SLTP.


(48)

Tabel 9 Jumlah sampel menurut Suku.

Suku Jumlah Persentase (%)

Jawa 54 56,84 % Banjar 13 13,68 % Batak 5 5,26 % Minang 4 4,21 % Melayu 19 20 %

Total 95 100 %

Sumber : Diolah dari lampiran 1

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari suku Jawa, Banjar, Batak, Minang dan Melayu. Sampel yang memiliki suku Jawa sebanyak 54 sampel, Melayu sebanyak 19 sampel, Banjar sebanyak 13 sampel, Batak sebanyak 5 sampel dan Minang sebanyak 4 sampel. Penduduk yang memiliki suku Jawa merupakan penduduk mayoritas di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat.


(49)

Tabel 10 Jumlah sampel menurut Umur.

Umur Jumlah Persentase (%)

25 - 35 23 24,21 % 36 - 45 28 29,47 % 46 - 55 23 24,21 % 56 - 65 21 22,11 %

Total 95 100 %

Sumber : Diolah dari lampiran 1

Pada penelitian ini, penulis memperoleh sampel yang berumur antara 25 sampai dengan 65 tahun. Sampel yang memiliki usia 25-35 tahun sebanyak 23 sampel, usia 36-45 sebanyak 28 sampel, usia 46-55 sebanyak 23 sampel dan usia 56-65 sebanyak 21 sampel.


(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Konsumsi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi.

Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. (Dumairy, 1996)

Secara teori, konsumsi beras sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan. Dan kenyataan menunjukkan semakin dekat kelompok penduduk ke level pendapatan dengan angka di atas rata-rata, maka tingkat konsumsi terhadap beras akan semakin menurun dan menu makanannya akan semakin terdiversifikasi (Sihombing, 2010).

5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Beras Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat.

Desa Pematang Cengal merupakan desa swasembada yang memiliki luas wilayah 3.192 Ha, dimana sebagian besar masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Dari segi konsumsi, masyarakat Desa Pematang Cengal mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok dalam kehidupannya. Pendapatan masyarakat Desa Pematang Cengal yang masih tergolong rendah menyebabkan besarnya alokasi pengeluaran pendapatan masyarakat tersebut terhadap bahan pangan pokok khususnya beras sangatlah besar. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel yang menyatakan bahwa rumahtangga berpendapatan rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli


(51)

konsumsi pokok, sebaliknya rumah tangga yang berpendapatan tinggi hanya akan membelanjakan sebagian kecil saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Selain tingkat pendapatan, tingkat konsumsi beras di Desa Pematang Cengal juga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah anggota keluarga. Masyarakat Desa Pematang Cengal yang pada umumnya memiliki rata-rata jumlah tanggungan sebanyak 5 jiwa/kepala keluarga juga turut mempengaruhi tingkat konsumsi beras di daerah tersebut. Semakin banyak jumlah tanggungan di dalam satu keluarga akan menyebabkan meningkatnya jumlah konsumsi beras.

Dari segi pendidikan, masyarakat Desa Pematang Cengal pada umumnya hanya mampu menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SLTP/sederajat. Tak banyak dari mereka yang mampu menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SLTA/sederajat. Bahkan ada juga yang hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat turut mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam meningkatkan taraf pendidikannya. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat ini juga turut mempengaruhi tingkat konsumsi beras masyarakat itu sendiri. Sebab semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat konsumsinya tidak hanya akan berfokus kepada pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti beras dan bahan pangan lainnya, melainkan kepada pemenuhan kebutuhan sandang. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat konsumsi berasnya tidak lagi bersifat kuantitatif tetapi bersifat kualitatif. Artinya bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi tentunya akan mengkonsumsi beras dengan kualitas yang baik. Dalam hal ini, tingkat pendidikan juga berpengaruh


(52)

Selain faktor-faktor di atas, umur juga memiliki pengaruh terhadap konsumsi beras masyarakat Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat. Banyak dari masyarakat Desa Pematang Cengal yang berada pada usia produktif. Semakin produktif usia seseorang maka tingkat konsumsinya juga akan semakin tinggi. Di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat, faktor-faktor yang telah diuraikan di atas seperti pendapatan, jumlah tanggungan, umur dan tingkat pendidikan masyarakat memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat konsumsi beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat. Pengaruh faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

95,0% Confidence Interval for B

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound

1 (Constant) 85.844 20.947 4.098 .000 44.229 127.458

x1 1.331E-6 .000 .079 .807 .422 .000 .000

x2 -1.569 1.245 -.099 -1.260 .211 -4.043 .904

x3 16.664 1.728 .713 9.643 .000 13.231 20.098

x4 .291 .295 .094 .987 .326 -.294 .876

a. Dependent Variable: y

Uji t

Untuk menunjukkan apakah variabel bebas secara parsial (secara individu) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat serta untuk membuktikan variabel manakah yang dominan, maka digunakan uji t dan koefisien Beta yang telah distandarisasi.


(53)

1. Variabel pendapatan

Varibel pendapatan memiliki nilai t

hitung sebesar 0,807. Nilai ini lebih besar

dari t tabel (0,807 > 1,987). Dengan demikian pengujian menunjukkan H1

ditolak atau Ho diterima. Hasil ini memperlihatkan bahwa variabel pendapatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi beras di Desa Pematang Cengal.

2. Variabel Pendidikan

Varibel pendidikan memiliki nilai t

hitung sebesar -1,260. Nilai ini lebih besar

dari t tabel (-1,260 > 1,987). Dengan demikian pengujian menunjukkan H1

ditolak atau Ho diterima. Hasil ini memperlihatkan bahwa variabel pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi beras di Desa Pematang Cengal.

3. Variabel Jumlah Tanggungan

Varibel jumlah tanggungan memiliki nilai t

hitung sebesar 9,643. Nilai ini lebih

besar dari t tabel (9,643 > 1,987). Dengan demikian pengujian menunjukkan H1 diterima atau Ho ditolak. Hasil ini memperlihatkan bahwa variabel jumlah

tanggungan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi beras di Desa Pematang Cengal.

4. Variabel Umur

Varibel umur memiliki nilai t

hitung sebesar 0,987. Nilai ini lebih kecil dari t


(54)

berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi beras di Desa Pematang Cengal.

Uji F

Untuk menunjukkan apakah semua variabel kinerja pelayanan yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap variabel terikat digunakan uji F. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil uji F .

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 59977.893 4 14994.473 25.805 .000a

Residual 52296.633 90 581.074

Total 112274.526 94

a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1

b. Dependent Variable: y

Berdasarkan tabel di atas, untuk hipotesis yang pertama dilakukan dengan Uji F yaitu pengujian secara simultan (bersama-sama) pengaruh Pendapatan (X

1), Tingkat Pendidikan (X

2), Jumlah tanggungan (X3) dan Umur (X4) terhadap tingkat

konsumsi beras di Desa Pematang Cengal. Pada pengujian ini H1 diterima yang

ditunjukkan dengan besarnya F

hitung sebesar 25,805. Nilai ini lebih besar dari F

tabel (25,805 > 2,47). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan dari Variabel Pendapatan (X

1), Tingkat Pendidikan (X2), Jumlah tanggungan (X

3) dan Umur (X4) terhadap tingkat konsumsi beras di Desa


(55)

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS pada tabel 11 diperoleh formulasi atas faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat sebagai berikut:

Y = 85,844 + 0.000001331X1 – 1,569X2 + 16,664X3 – 0,291X4 + µ

Dimana:

Y = tingkat konsumsi beras (kg/orang/tahun)

x1 = Pendapatan rumah tangga (rupiah/tahun)

x2 = Pendidikan (tahun)

x3 = Jumlah tanggungan (jiwa) x4 = Umur (tahun)

µ = Error Term

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .731a .534 .514 24.105

a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1

b. Dependent Variable: y

Dari analisis data diatas diperoleh R2 sebesar 0,534. Hal ini berarti bahwa sebesar 53,4 % variabel bebas (tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan dan umur) mampu mempengaruhi variabel terikat (tingkat konsumsi) dan sisanya sebesar 46,6 % dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak diterangkan di dalam model. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor seperti tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan dan umur hanya mampu mempengaruhi tingkat konsumsi beras sebesar 53,4 %


(56)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 59977.893 4 14994.473 25.805 .000a

Residual 52296.633 90 581.074

Total 112274.526 94

a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1

b. Dependent Variable: y

Dari hasil analisis di atas diperoleh signifikansi 0.000 lebih kecil daripada sig. α =

0.05. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor seperti tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, umur dan tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat konsumsi beras di Desa Pematang Cengal.

Uji Normalitas

Descriptive Statistics

Skewness Kurtosis

Statistic Std. Error Statistic Std. Error

Unstandardized Residual -.020 .247 -.314 .490

Valid N (listwise)

Dari tabel terlihat bahwa rasio Skewness = -0,020/0,247 = -0,08; sedangkan rasio Kurtosis = -0,314/0,490 = -0,64. Karena rasio Skewness dan rasio Kurtosis berada di antara -2 hingga +2, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal.


(57)

Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .731a .534 .514 24.105 1.836

a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1

b. Dependent Variable: y

Autokorelasi dapat dilihat dari kolom Durbin-Watson dimana bila nilai DW (Durbin-Watson) terletak diantara dU dan 4 – dU. Dengan menggunakan derajat

kepercayaan 5 %, sampel sebanyak 95 orang dan variabel bebas sebanyak 4 maka didapatkan nilai dL dan dU sebesar 1,5795 dan 1,7546.

du ≤ DW ≤ 4 – du

1,7546 ≤ 1,836 ≤ 2,2454

Maka dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model ini tidak memiliki gejala autokorelasi. Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 85.844 20.947 4.098 .000

x1 1.331E-6 .000 .079 .807 .422 .536 1.864

x2 -1.569 1.245 -.099 -1.260 .211 .836 1.196

x3 16.664 1.728 .713 9.643 .000 .948 1.055


(58)

Dari Hasil analisis tersebut diperoleh nilai VIF lebih kecil dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut tidak memiliki masalah multikolinearitas.

Uji Heterokedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 10.786 11.405 .946 .347

x1 -3.986E-7 .000 -.062 -.444 .658

x2 .384 .678 .064 .566 .573

x3 1.991 .941 .223 2.116 .037

x4 .114 .160 .096 .712 .478

a. Dependent Variable: abresid

Nilai t-statistik dari seluruh variabel bebas tidak ada yang signifikan secara statistik, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini tidak mengalami masalah heterokedastisitas.

5.3. Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadapa Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat.

Hasil analisa data yang diperoleh dalam penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya konsumsi beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut:


(59)

Tabel 18. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat.

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

95,0% Confidence Interval for B

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound

1 (Constant) 85.844 20.947 4.098 .000 44.229 127.458

x1 1.331E-6 .000 .079 .807 .422 .000 .000

x2 -1.569 1.245 -.099 -1.260 .211 -4.043 .904

x3 16.664 1.728 .713 9.643 .000 13.231 20.098

x4 .291 .295 .094 .987 .326 -.294 .876

a. Dependent Variable: y

Tabel 18 di atas menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat, dimana faktor yang paling kuat berpengaruhnya adalah jumlah tanggungan. Dengan bertambahnya tanggungan satu orang dalam satu keluarga, maka akan menambah jumlah konsumsi beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat sebesar 16,664. Hipotesis kedua penelitian ini, bahwa pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan besar kecilnya tingkat konsumsi masyarakat di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat tidak dapat dibuktikan sesuai dengan hasil analisa karena pendapatan memiliki pengaruh yang tidak terlalu besar terhadap jumlah konsumsi beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat. Variabel pendapatan dengan koefisien regresi sebesar 0.000001331 memberikan perubahan dalam tingkat konsumsi sangat kecil yaitu dengan penafsiran bahwa setiap pertambahan pendapat sebesar 1% makan akan menambah jumlah konsumsi beras sebesar 0,000001331. Hal ini sejalan dengan teori konsumsi Keynes yang terdapat


(60)

meningkat akan tetapi besarnya peningkatan konsumsi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan itu sendiri.

5.4. Jumlah Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Suku, Umur dan Tingkat Pendidikan.

5.4.1. Jumlah Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Suku

Terdapat beberapa suku yang dominan yang tinggal di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat dan masing-masing memiliki tingkat konsumsi beras yang berbeda. Jumlah konsumsi beras Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat menurut suku dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 19. Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Suku.

Suku Konsumsi beras (Kg/tahun)

Jawa 161,67 Banjar 151,69 Batak 158,40 Minang 144,00 Melayu 152,52

Sumber : Diolah dari lampiran 1

Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa kelompok suku yang paling banyak mengkonsumsi beras adalah suku Jawa dengan jumlah 161,67 kg/ tahun. Berikutnya konsumsi beras terbesar kedua adalah suku Batak dengan jumlah konsumsi sebesar 158,40 kg/ tahun. Dan berturut-turut selanjutnya adalah suku


(61)

Melayu, Banjar dan Minang dengan jumlah konsumsi masing-masing 152,52 kg/ tahun, 151,69 kg/ tahun dan 144 kg/ tahun.

5.4.2. Jumlah Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Umur

Masyarakat Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Rata-rata berusia antara 26 – 64 tahun. Berdasarakan Hukum Konsumsi Engel, usia produktif (15-64 tahun) merupakan situasi dimana tingkat konsumsi akan meningkat. Konsumsi beras Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 20. Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Umur.

Umur (tahun) Konsumsi beras (Kg / tahun)

25 - 35 156,52 36 - 45 154,29 46 - 55 158,09 56 - 65 162,48

Sumber : Diolah dari lampiran 1

Tabel 20 menunjukkan bahwa kelompok umur antara 56 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur dengan tingkat konsumsi beras terbesar yaitu sebesar 162,48 kg/ tahun. Kemudian diikuti dengan kelompok umur antara 46 sampai 55 tahun dengan jumlah konsumsi sebesar 158,09 kg/ tahun.


(62)

5.3.3. Jumlah Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Umumnya masyarakat di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat memperoleh pendidikan mulai dari tingkat SD sampai SMA. Sangat jarang ditemukan penduduk yang bisa menyelisaikan pendidikan hingga ke tingkat perguruan tinggi. Namun bila di klasifikasikan lagi, paling besar jumlah penduduk yang hanya mampu menyelesaiakan jenjang pendidikannya sampai pada Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Tingkat pendidikan yang diterima oleh masyarakat Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat turut pula mempengaruhi besar kecilnya jumlah konsumsi beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat. Masing-masing tingkat konsumsi beras masyarakat berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 21. Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Tingkat Pendidikan Konsumsi beras (Kg / tahun)

SD 159,65 SLTP 163,60 SLTA 141,33

Sumber : Diolah dari lampiran 1

Berdasarkan tabel 12 di atas, jumlah konsumsi beras terbesar adalah pada kelompok dengan tingkat pendidikan yang sampai pada tingkat SLTP yaitu sebesar 163,60 kg/ tahun. Sedangkan jumlah konsumsi beras terkecil adalah


(63)

kelompok dengan tingkat pendidikan yang dicapai pada tingkat SLTA yaitu sebesar 141,33 kg / tahun. Hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk Desa Pematang Cengal hanya mampu mencapai tingkat pendidikan hingga SLTP.


(64)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Formulasi atas faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras di Desa Pematang Cengan Kabupaten Langkat sebagai berikut Y = 85,844 + 0.000001331X1 – 1,569X2 + 16,664X3 + 0,291X4 + µ

2. Setiap pertambahan tingkat pendapatan masyarakat di Desa Pematang Cengal, akan meningkatkan jumlah konsumsi beras sebesar 0,000001331 kg.

3. Setiap pertambahan jumlah tanggungan sebanyak 1 orang pada satu keluarga, akan menambah tingkat konsumsi beras sebesar 16,664 kg/tahun.

4. Umur setiap orang di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat akan menambah besarnya konsumsi beras di daerah penelitian sebesar 0,291 kg. 5. Faktor yang paling kuat pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi beras

Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat adalah jumlah tanggungan. 6. Terdapat beberapa suku yang dominan yang tinggal di Desa Pematang

Cengal Kabupaten Langkat antara lain suku Jawa, Banjar, Batak, Minang, Melayu.

7. Suku yang paling banyak mengkonsumsi beras adalah suku Jawa dengan jumlah 161,67 kg/ tahun. Berikutnya konsumsi beras terbesar kedua adalah suku Batak dengan jumlah konsumsi sebesar 158,40 kg/ tahun.

8. Kelompok umur antara 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur dengan tingkat konsumsi beras terbesar yaitu sebesar 162,47 kg/ tahun.


(65)

Kemudian diikuti dengan kelompok umur antara 46 sampai 55 tahun dengan jumlah konsumsi sebesar 158,09 kg/ tahun.

9. Konsumsi beras terbesar adalah pada kelompok dengan tingkat pendidikan yang sampai pada tingkat SLTP yaitu sebesar 163,60 kg/ tahun.

6.2. Saran

1. Kepada pemerintah diharapkan dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya diversifikasi pangan dan mengapa hal tersebut perlu dilaksanakan.

2. Kepada masyarakat diharapkan agar dapat mengubah kebiasaan dan anggapan mereka bahwa “belum makan jika belum memakan nasi (beras).”


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Amang, B. 1995. Kebijakan Pangan Nasional. PT. Dharma Karsa Utama. Jakarta Ariani, 2004. Diversifikasi Konsumsi Pangan Di Indonesia. Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Cahyono, B., 2003. Tingkat dan Pola Konsumsi Masyarakat. Kanisius.Yogyakarta.

Godam, 2007. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi / Pengeluaran

Rumah Tangga – Pendidikan Ekonomi Dasar,

http://organisasi.org/faktor-yang-mempengaruhi-tingkat-konsumsi-pengeluaran-rumah-tangga-pendidikan-ekonomi-dasar.

Nisjar dan Winardi . 1997 . Ilmu Ekonomi Makro (Satu Pengantar ). Mandar .Bandung

Prayudi, S., 2000. Pembangunan dan Pendapatan Desa. Ghalia Indonesia. Jakarta..

Putong, I., 2010. Economics: Pengantar Mikro dan Makro. Mitra Wacana Media. Jakarta

Sumardi, M., 2003. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Rajawali Jakarta. Jakarta. Suparmoko, M., 2001, Pengantar Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta.

Suryana, A., 2003. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. BPFE-Yogkarta. Yogyakarta.

Sudarman, A., 2004. Teori Ekonomi Mikro I. BFE Yogyakarta. Yogyakarta. Sukirno, S., 2008. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Umar, H. , 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


(1)

Melayu, Banjar dan Minang dengan jumlah konsumsi masing-masing 152,52 kg/ tahun, 151,69 kg/ tahun dan 144 kg/ tahun.

5.4.2. Jumlah Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Umur

Masyarakat Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Rata-rata berusia antara 26 – 64 tahun. Berdasarakan Hukum Konsumsi Engel, usia produktif (15-64 tahun) merupakan situasi dimana tingkat konsumsi akan meningkat. Konsumsi beras Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 20. Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Umur.

Umur (tahun) Konsumsi beras (Kg / tahun) 25 - 35 156,52 36 - 45 154,29 46 - 55 158,09 56 - 65 162,48 Sumber : Diolah dari lampiran 1

Tabel 20 menunjukkan bahwa kelompok umur antara 56 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur dengan tingkat konsumsi beras terbesar yaitu sebesar 162,48 kg/ tahun. Kemudian diikuti dengan kelompok umur antara 46 sampai 55 tahun dengan jumlah konsumsi sebesar 158,09 kg/ tahun.


(2)

5.3.3. Jumlah Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Umumnya masyarakat di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat memperoleh pendidikan mulai dari tingkat SD sampai SMA. Sangat jarang ditemukan penduduk yang bisa menyelisaikan pendidikan hingga ke tingkat perguruan tinggi. Namun bila di klasifikasikan lagi, paling besar jumlah penduduk yang hanya mampu menyelesaiakan jenjang pendidikannya sampai pada Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Tingkat pendidikan yang diterima oleh masyarakat Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat turut pula mempengaruhi besar kecilnya jumlah konsumsi beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat. Masing-masing tingkat konsumsi beras masyarakat berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 21. Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Tingkat Pendidikan Konsumsi beras (Kg / tahun) SD 159,65 SLTP 163,60 SLTA 141,33 Sumber : Diolah dari lampiran 1

Berdasarkan tabel 12 di atas, jumlah konsumsi beras terbesar adalah pada kelompok dengan tingkat pendidikan yang sampai pada tingkat SLTP yaitu sebesar 163,60 kg/ tahun. Sedangkan jumlah konsumsi beras terkecil adalah


(3)

kelompok dengan tingkat pendidikan yang dicapai pada tingkat SLTA yaitu sebesar 141,33 kg / tahun. Hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk Desa Pematang Cengal hanya mampu mencapai tingkat pendidikan hingga SLTP.


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Formulasi atas faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras di Desa Pematang Cengan Kabupaten Langkat sebagai berikut Y = 85,844 + 0.000001331X1 – 1,569X2 + 16,664X3 + 0,291X4 + µ

2. Setiap pertambahan tingkat pendapatan masyarakat di Desa Pematang Cengal, akan meningkatkan jumlah konsumsi beras sebesar 0,000001331 kg.

3. Setiap pertambahan jumlah tanggungan sebanyak 1 orang pada satu keluarga, akan menambah tingkat konsumsi beras sebesar 16,664 kg/tahun.

4. Umur setiap orang di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat akan menambah besarnya konsumsi beras di daerah penelitian sebesar 0,291 kg. 5. Faktor yang paling kuat pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi beras

Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat adalah jumlah tanggungan. 6. Terdapat beberapa suku yang dominan yang tinggal di Desa Pematang

Cengal Kabupaten Langkat antara lain suku Jawa, Banjar, Batak, Minang, Melayu.

7. Suku yang paling banyak mengkonsumsi beras adalah suku Jawa dengan jumlah 161,67 kg/ tahun. Berikutnya konsumsi beras terbesar kedua adalah suku Batak dengan jumlah konsumsi sebesar 158,40 kg/ tahun.

8. Kelompok umur antara 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur dengan tingkat konsumsi beras terbesar yaitu sebesar 162,47 kg/ tahun.


(5)

Kemudian diikuti dengan kelompok umur antara 46 sampai 55 tahun dengan jumlah konsumsi sebesar 158,09 kg/ tahun.

9. Konsumsi beras terbesar adalah pada kelompok dengan tingkat pendidikan yang sampai pada tingkat SLTP yaitu sebesar 163,60 kg/ tahun.

6.2. Saran

1. Kepada pemerintah diharapkan dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya diversifikasi pangan dan mengapa hal tersebut perlu dilaksanakan.

2. Kepada masyarakat diharapkan agar dapat mengubah kebiasaan dan anggapan mereka bahwa “belum makan jika belum memakan nasi (beras).”


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Amang, B. 1995. Kebijakan Pangan Nasional. PT. Dharma Karsa Utama. Jakarta Ariani, 2004. Diversifikasi Konsumsi Pangan Di Indonesia. Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Cahyono, B., 2003. Tingkat dan Pola Konsumsi Masyarakat. Kanisius.Yogyakarta.

Godam, 2007. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi / Pengeluaran

Rumah Tangga – Pendidikan Ekonomi Dasar,

http://organisasi.org/faktor-yang-mempengaruhi-tingkat-konsumsi-pengeluaran-rumah-tangga-pendidikan-ekonomi-dasar.

Nisjar dan Winardi . 1997 . Ilmu Ekonomi Makro (Satu Pengantar ). Mandar .Bandung

Prayudi, S., 2000. Pembangunan dan Pendapatan Desa. Ghalia Indonesia. Jakarta..

Putong, I., 2010. Economics: Pengantar Mikro dan Makro. Mitra Wacana Media. Jakarta

Sumardi, M., 2003. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Rajawali Jakarta. Jakarta. Suparmoko, M., 2001, Pengantar Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta.

Suryana, A., 2003. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. BPFE-Yogkarta. Yogyakarta.

Sudarman, A., 2004. Teori Ekonomi Mikro I. BFE Yogyakarta. Yogyakarta. Sukirno, S., 2008. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Umar, H. , 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta