masuk kedalam kelompok mitos para dewa makhluk adikudrati karena di dalamnya terdapat dewa-dewa yang ikut andil dalam perang Bratayuda.
Sesuai dengan penjelasan di atas, maka serat Bratayuda merupakan Sebuah karya sastra yang berbentuk prosa dan menggunkan bahasa Jawa, ditulis pada masa
Kerajaan Surakarta oleh Karel Fredrik Winter dengan mengambil referensi cerita mitos perang Bratayuda pada Kakawin Bharatayuddhha karya Empu Sedah dan
Empu Panuluh.
2.5 Karakter Tokoh dalam Karya Sastra
Ada beberapa unsur pembangun karya sastra yang menentukan jalan cerita, salah satu unsurnya adalah tokoh dan penokohan yang di dalamnya termasuk
perwatakan dan karakter tokoh. Istilah tokoh merujuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti
yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Seperti yang dikatakan Jones dalam Nurgiyantoro 2007:165 penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang digambarkan dalam cerita. Semi 1993:83 menyatakan bahwa pembaca akan mengetahui gambaran
watak dan falsafat hidup tokohnya melalui karakter yang ada. Karakter yang berbeda- beda dari setiap tokoh itulah yang akan mempengaruhi jalan ceritanya. Semi
1993:34 juga menyatakan bahwa tokoh merupakan ide sentral dari awal sampai akhir suatu cerita. Selanjutnya, Tarigan 1984:149 mengemukakan bahwa untuk
menampilkan tokoh dalam suatu cerita, cara yang paling baik adalah melalui tindakan-tindakan. Dikatakan juga oleh Suharianto 1982:31 bahwa melalui
penokohan itulah pembaca dapat dengan jelas menangkap wujud manusia dari kehidupanya yang diceritakan pengarang.
Stanton dalam Nurgiyantoro 2007:165 mengemukakan bahwa penggunaan istilah “karakter” character sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris
menyarankan pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita
yang ditampilkan dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan emosi, dan prinsip moral yang dimiliki oleh tokoh-tokoh tersebut. Dalam penelitian ini, pengertian karakter
merujuk pada pengertian kedua. Nurgiyantoro 2007:165 memberikan satu pengertian tentang karakter tokoh,
yakni sebagai sikap, ketertarikan, keinginan emosi, dan prinsip moral yang dimiliki oleh
tokoh-tokoh dalam
karya sastra.
Nurgiyantoro, dalam
agusaspani.wordpress.com, juga membedakan tokoh menjadi tokoh putih dan tokoh hitam. Tokoh putih dan hitam dimaksudkan untuk menyebut tokoh yang berkarakter
baik dan buruk. Tokoh putih disebut sebagai tokoh protagonis, yakni tokoh yang berkarakter baik dan sekaligus membawakan dan memperjuangkan nilai-nilai
kebenaran. Kemudian tokoh hitam disebut sebagai tokoh Antagonis, yakni tokoh penyebab konflik dan pertentangan-pertentangan. Dari kedua karakteristik tokoh
tersebut terdapat tokoh abu-abu. Tokoh abu-abu adalah tokoh yang memiliki kemungkinan baik dan buruk atau hitam dan putih.
Karakter baik adalah tabiat atau watak yang merujuk pada kebaikan, tidak merugikan orang lain, dan mengacu pada kebudayaan yang berlaku dimana tokoh
tersebut berada, sehingga karakter positif relevan dengan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa karena merujuk pada budaya dan karakter bangsa yang
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai hasil enkulturasi masyarakat secara turun-temurun. Oleh karena itu, karakter positif dari tokoh dalam serat Bratayuda
merujuk pada 18 karakter dalam Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Karakter buruk atau negatif adalah watak atau tabiat dari tokoh dalam karya
sastra yang merujuk kepada keburukan yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu, dan tentu bertolak belakang dengan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Mengacu pada sumber-sumber rujukan di atas, dapat ditarik sebuah pengertian
bahwa karakter tokoh adalah tabiat atau watak yang diperoleh dari cara berpikir, sikap, perilaku, atau tindakan dari tokoh yang didapati melalui narasi atau percakapan
dalam sebuah kisah atau cerita. Prinsip yang digunakan dalam mengidentifikasi karakter tokoh dalam serat Bratayuda, mengacu pada prinsip yang dijelaskan oleh
Nugriyantoro 2002:213, yakni prinsip pengumpulan. Pengidentifikasian karakter tokoh dapat dilakukan dengan pengumpulan data-data yang ada dalam seluruh cerita.
Ketika data telah terkumpul, maka data akan menjadi lengkap dan mudah untuk diidentifikasi. Luxemburg dkk., dalam Nugriyantoro 2002:213, menyatakan bahwa
pengumpulan data ini penting karena data-data yang dikumpulkan akan saling melengkapi dan akan memberikan gambaran watak tokoh yang padu. Penelitian
mengenai karakter tokoh dalam serat Bratayuda akan dilakukan dengan mengemukakan karakter baik dan karakter buruk, sehingga pada bab Hasil dan
Pembahasan akan dipaparkan secara berurutan dari karakter-karakter baik hingga karakter-karakter buruk dalam serat Bratayuda.
2.6 Tokoh dalam Serat Bratayuda