disepakati pemohon kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit akad kredit secara tertulis.
1. Perjanjian Kredit Bank
Kredit berasal dari kata Yunani “credere” yang berarti kepercayaan truth atau faith.
95
Karena itu dasar kredit adalah kepercayaan. Dengan demikian seseorang yang memperoleh kredit pada dasarnya adalah memperoleh kepercayaan, artinya
pihak yang memberikan kredit kreditur percaya bahwa penerima kredit debitur akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang diperjanjikan.
96
Baik menyangkut jangka waktunya, maupun prestasi dan kontra prestasi. Dengan demikian kredit
berarti bahwa pihak yang satu memberikan prestasi baik berupa barang, uang dan jasa kepada pihak lain, sedangkan kontra prestasi akan diterima di kemudian dalam
jangka waktu tertentu. O. P. Simorangkir, menguraikan mengenai kredit ini, sebagai berikut:
Kredit adalah pemberian prestasi misalnya: uang, barang dengan balas prestasi kontra prestasi akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini
kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit
berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dengan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling
menanggung resiko. Singkatnya kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi dimasa-
masa datang.
97
Muchdarsyah Sinungan memberikan definisi bahwa :
95
Thomas Suyatno, H. A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yuniati, Djuehaepah T. Marala, Dasar-Dasar Perkreditan, edisi keempat, Jakarta : Gramedia Pustaka Umum, 2003, Hal. 175.
96
Ibid, Hal. 13.
97
H. Rahmad Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Bandung : Alfabeta, 2003, Hal. 44.
Universitas Sumatera Utara
“Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu akan
datang disertai dengan suatu kontraprestasi berupa bunga”.
98
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang- Undang No. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, sebagaimana dituangkan dalam Pasal
1 angka 11 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah pemberian bunga,
imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
99
Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh Undang-Undang, suatu pinjam meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
100
1 Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh Bank. Bank adalah pihak
penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang
dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktek perbankan misalnya berupa pemberian penerbitan garansi Bank dan penyediaan
fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit LC.
2 Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan
pihak lain. Persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
98
Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar Teknik Managemen Kredit, Jakarta : Bima Aksara, 1987, Hal. 11.
99
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
100
M. Bahsan, Op. Cit, Hal. 77.
Universitas Sumatera Utara
penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam dibuat oleh Bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk
perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia.
Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga Tentang Perikatan, dan
ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sepanjang yang mengatur tentang larangan pencantuman klausul
buku dalam perjanjian. Perjanjian pinjam meminjam uang antara Bank dengan debitur lazim disebut perjanjian kredit, akad kredit, dan sebutan lain yang
hampir sejenis. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan Undang-Undang bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai Undang- Undang bagi pihak yang berjanji.
3 Adanya kewajiban melunasi utang.
Pinjam meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh Bank
kepada debitur adalah suatu pinjaman uang, dan debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana Bank yang
diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali oleh debitur.
4 Adanya jangka waktu tertentu.
Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka tertentu. Jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat Bank dengan debitur. Jangka
waktu yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana pinjaman dan menunjukkan kesempatan dilunasinya
kredit. Berdasarkan jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas pemberian kredit, maka kredit perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah kredit yang mempunyai jangka waktu 1 satu
tahun atau di bawah 1 satu tahun. Kredit jangka menengah adalah kredit yang mempunyai jangka waktu di atas 1 satu tahun sampai dengan 3 tiga
tahun, dan kredit jangka panjang adalah kredit yang mempunyai jangka waktu di atas 3 tiga tahun. Jangka waktu suatu kredit ditetapkan berdasarkan
kebijakan yang berlaku pada masing-masing Bank dan mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta kemampuan membayar dari calon debitur
setelah dinilai kelayakannya. Berdasarkan pengertian kredit tentang jangka waktu tertentu tersebut dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit harus
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan secara tegas karena menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.
5 Adanya pemberian bunga kredit.
Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang
yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui Bank kepada debitur. Namun, sering pula disebut sebagai balas
jasa atas penggunaan uang Bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya oleh
debitur, akan merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi Bank.
Kelima unsur yang terdapat dalam pengertian kredit sebagaimana yang disebutkan di atas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat disebut
sebagai kredit di bidang perbankan. Walaupun istilah kredit banyak pula digunakan untuk kegiatan perutangan lainnya di masyarakat.
101
Adapun Undang-Undang Perbankan Bab III bagian kedua Pasal 6 huruf a, b dan c disebutkan Usaha Bank Umum meliputi dan yang terpenting adalah :
a Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, danatau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b Memberikan kredit;
c Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
101
Ibid, Hal. 77.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai kredit di atas, terdapat beberapa unsur-unsur dalam kredit, yaitu :
1. Kepercayaan, yang berarti bahwa setiap pemberian dilandasi adanya
keyakinan dari pihak Bank bahwa kredit yang diberikan akan dibayar kembali oleh debitur sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.
2. Waktu, disini berarti bahwa antara pelepasan kredit oleh Bank dengan
pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu.
3. Resiko berarti bahwa setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung
resiko di dalamnya, yaitu resiko yang terkandung dalam jangka waktu antara pelepasan kredit dengan pembayaran kredit. Hal ini berarti semakin panjang
jangka waktu kredit semakin tinggi resiko kredit itu.
4.
Prestasi, yang berarti bahwa setiap kesepakatan kredit antara Bank dengan debiturnya mengenai suatu pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan
terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi.
102
Menurut pandangan Subekti perihal perjanjian kredit adalah : “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya
itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur oleh Kitab undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754
sampai dengan Pasal 1769”.
103
Sementara itu Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa berdasarkan rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai
perjanjian kredit dapat disimpulkan dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754.
104
102
Hasanudin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia Panduan Dasar Legal Officer, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998, Hal. 97.
103
Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung: Alumni,1982, Hal. 13.
104
Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Universitas Sumatera Utara
Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh Bank
kepada nasabah.
105
Perjanjian pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di dalamnya
uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama
kepada pihak yang meminjamkan.
106
Bertalian dengan aturan hukum dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan, menyebutkan bahwa “dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan
analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai
dengan yang diperjanjikan”, Bank memberikan kredit kepada masyarakat yang bersedia menjadi nasabah debitur dengan didasari prinsip-prinsip kehati-hatian dalam
menilai watak, kepribadian, modal, jaminanagunan dan prospek usaha dari calon nasabah debitur tersebut.
Penilaian ini bertujuan agar pemberian kredit tersebut tepat guna dan dapat mengembangkan usaha dari nasabah debitur tersebut. Diantara faktor-faktor penilaian
105
Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit, Hal. 110.
106
Ibid, Hal. 110.
Universitas Sumatera Utara
yang ada, faktor terpenting yang berfungsi sebagai pengaman yuridis dari kredit yang disalurkan adalah jaminan kredit.
107
Dalam pelaksanaannya, pengertian perjanjian kredit selalu dikaitkan dengan bentuk perjanjian. Bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu Bank dengan Bank
yang lainnya tidaklah sama karena harus disesuaikan dengan kebutuhannya masing- masing. Jadi dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit tersebut belum memiliki bentuk
yang tetap, hanya saja dalam prakteknya banyak hal yang biasanya dicamtumkan dalam perjanjian kredit, misalnya definisi istilah-istilah yang akan dipakai dalam
perjanjian ini terutama dalam perjanjian dengan istilah asing, jumlah dan batas waktu pinjaman, serta pembayaran pinjaman, penetapan suku bunga pinjaman dan denda
bila debitur lalai membayar. Mengingat kredit yang diberikan oleh Bank mengandung resiko maka
pemberian kredit oleh Bank harus dilandasi oleh keyakinan Bank atas kemampuan debitur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
108
Oleh karena itu untuk meyakinkan Bank bahwa si nasabah benar-benar dapat dipercaya dan tidak mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya Bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dalam setiap pemberian kredit.
107
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung : Alumni, 2006, Hal. 185.
108
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Bila Undang-Undang Perbankan diteliti, ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Bank untuk menjalankan kegiatan usahanya di bidang
perkreditan yakni akan diuraikan sebagai berikut : a.
Keharusan pemberian kredit berdasarkan analisis 5 C dan 7 P. Dalam pelaksanaannya untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian
kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting
yang harus diperhatikan oleh Bank. Dalam hal ini pihak Bank harus melakukan penilaian yang umum untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar membutuhkan
dan beritikad baik, maka dilakukan dengan analisis 7 P dengan unsur penilaian sebagai berikut :
1. Personality yakni mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah
dalam menghadapin suatu masalah dan menyelesaikannya. 2.
Party yakni mengklasifikasikan nasabah dalam golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya dan ini mendapat fasilitas yang
berbeda dari Bank.
3. Purpose yakni menilai usaha tujuan nasabah dalam mengambil kredit sesuai
dengan kebutuhan. 4.
Prospect yakni menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, karena tanpa mempunyai prospek, bukan saja
Bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.
5. Payment yakni cara pembayaran dari mana sumber dana untuk pengembalian
kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur ini semakin baik karena jika salah satu rugi dapat ditutupi dengan usaha yang lain.
6. Prifitability yakni menganalisis kemampuan nasabah dalam mencari laba
yang diukur dalam periode ke periode apakah sama atau meningkat dengan adanya tambahan kredit yang diperoleh.
7. Protection yakni untuk mendapatkan jaminan perlindungan sehingga kredit
yang diberikan benar-benar aman, ini berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.
109
Dengan penilaian tersebut di atas dapat dikatakan sebagai studi kelayakan usaha dan biasanya digunakan untuk proyek-proyek yang bernilai besar dan
berjangka waktu panjang. b. Batas maksimum pemberian kredit
Berdasarkan Pasal 11 penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan mengatakan :Pemberian kredit pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syahriah oleh Bank mengandung resiko kegagalan atau
109
Kashmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003, Hal. 119-120.
Universitas Sumatera Utara
kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan Bank. Mengingat bahwa kredit tersebut bersumber dari dana masyarakat yang
disimpan pada Bank, resiko yang dihadapi Bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dan masyarakat tersebut. Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan
meningkatkan daya tahannya, Bank diwajibkan membayar resiko dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada nasabah atau kelompok nasabah debitur tertentu.
110
Dalam hal ini untuk mengantisipasi hal tersebut Bank Indonesia telah
mengeluarkan Surat Keputusan No.31177KEPDIR tanggal 31 Desember 1998 yang mengatur tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK bank umum dengan
tujuan untuk dilakukan penyebaran resiko dalam pemberian kredit.
111
BMPK dapat digolongkan sebagai berikut : 1.
BMPK bagi peminjam yang merupakan pihak terkait : a.
10 dari modal bagi pihak terkait sebagai satu pinjaman atau kelompok peminjam.
b. 10 dari modal untuk jumlah seluruh pihak terkait.
2. BMPK bagi pihak tidak terkait :
c. 30 dari modal sejak berlaku SK sd akhir 2001
d. 25 dari modal selama tahun 2002.
e. 20 dari modal sejak 1 Januari 2003.
112
Oleh karena itu, praktek pemberian kredit oleh Bank sebaiknya bagi pihak terkait perlu dihindarkan atau sekurang-kurangnya sangat dibatasi, begitu juga bagi
pihak tidak terkait hendaknya pemberian kredit jangan terlalu berlebihan yang berakibat Bank dalam keadaan beresiko tinggi. Untuk itu perlu ada ada ketentuan
tentang batas maksimum pemberian kredit yang harus dipatuhi oleh setiap Bank.
110
Pasal 11 Penjelasan Umum angka 6 Undang-Undang No.10 tahun 1998, Tentang Perbankan.
111
Suharno, Analisa Kredit, Jakarta : Djambatan, 2003, Hal. 13.
112
Ibid, Hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian kredit perlu mendapatkan perhatian khusus, baik oleh Bank sebagai kreditur maupun nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi
yang sangat penting dalam pemberian kredit. Pada awal perkembangannya fungsi perjanjian kredit adalah untuk merangsang kedua belah pihak untuk saling menolong
untuk tujuan pencapaian kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun yang lebih tinggi berupa kemajuan-kemajuan pada usahanya atau mendapatkan pemenuhan akan
kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberikan kredit, secara material dia harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang
dijadikan objek kredit atau jaminan dan secara spritual mendapat kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. Suatu kredit mencapai
fungsinya apabila secara sosial ekonomis baik bagi debitur, kreditur maupun masyarakat membawa pengaruh kepada tahapan yang lebih baik, maksudnya baik
bagi pihak debitur maupun kreditur mendapat kemajuan. Kemajuan tersebut dapat tergambarkan apabila mereka mendapat keuntungan yang juga mengalami
peningkatan kesejahteraan dan masyarakat atau negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak, juga kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro.
Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi yaitu :
113
a. Meningkatkan daya guna uang; b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang;
c. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang;
113
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, Cetakan Ketiga, Jakarta : Gramedia, 1990, Hal. 12-13.
Universitas Sumatera Utara
d. Salah satu stabilitas ekonomi; e. Meningkatkan kegairahan berusaha;
f. Meningkatkan pemerataan pendapatan; g. Meningkatkan hubungan internasional.
Di dalam penulisan ini perjanjian kredit dibuat terlebih dahulu baru kemudian dilakukan perjanjian sewa menyewa, dimana kreditur memperbolehkan objek
jaminan pindah ke pihak ketiga dengan syarat adanya persetujuan dari pihak Bank kreditur. Dengan mana dalam hal ini objek sewa menyewa dijaminkan ke Bank
guna pemenuhan agunan kredit yang diajukan oleh debitur untuk keperluan yang bersifat konsumtif berupa pengambilalihan take over pembiayaan terhadap
pembelian rumah baru untuk dimiliki debitur.
Hal ini tertuang di dalam klausul perjanjian kredit pemilikan rumah mandiri yang disebutkan dalam angka I Ketentuan Kredit :
114
a. tujuan kredit adalah untuk keperluan yang bersifat konsumtif, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan atau ketertiban umum.
2. Pengikatan Kredit Bank Dengan Objek Jaminan