Karakteristik Responden Analisis Deskriptif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden Analisis Deskriptif

Data yang memberi pengaruh penting dalam mempengaruhi kelayakan sistem agroforestry adalah karakteristik responden. Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah nama, umur, mata pencarian, jumlah anggota keluarga, pendidikan, sistem kepemilikan lahan, dan sistem agroforestry yang dianalisis secara deskriptif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nazir 1988 bahwa data yang terkumpul dari hasil kuisioner dianalisis secara deskriptif berdasarkan tabulasi. Penyebaran responden berdasarkan umur ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Penyebaran responden berdasarkan umur No. Kelompok umur Tahun Frekuensi Persentase 1 20 – 30 1 2,56 2 31 – 40 4 10,26 3 41 – 50 19 48,72 4 51 – 60 14 35,90 5 ≥ 61 1 2,56 Jumlah 39 100 Umur menyatakan tingkat keproduktifan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan. Tabel 1 di atas menyatakan bahwa konsentrasi umur responden adalah pada kelompok umur 41 – 50 tahun dengan persentase 48,72. Kemudian disusul dengan kelompok umur 51 – 60 tahun 35,90, kelompok umur 31 – 40 tahun 10,26, dan yang terakhir adalah kelompok umur 20 – 30 tahun dan kelompok umur ≥ 61 tahun dimana keduanya memiliki frekuensi yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang berumur 41-50 tahun mengelola lahannya dengan sistem non agroforestry, sedangkan masyarakat yang Universitas Sumatera Utara berumur 20-40 tahun mengelola lahannya dengan sistem agroforestry. Hal ini menunjukkan bahwa faktor usia mempengaruhi tingkat keproduktifan seseorang dalam mengelola lahan. Masyarakat yang berumur diatas 50 tahun mengelola lahannya dengan sistem agroforestry. Gologan umur ini dapat mengelola lahannya dengan sisten agroforestry karena adanya peran serta anggota keluarga yang produktif. Responden dalam penelitian ini rata-rata memiliki jumlah anggota keluarga rata-rata 4 – 6 orang 69,23. Tabel 2 menyajikan penyebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga. Tabel 2. Penyebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga No. Jumlah anggota keluarga Orang Frekuensi Persentase 1 1 – 3 5 12,82 2 4 – 6 27 69,23 3 7 – 9 5 12,82 4 ˃ 9 2 5,13 Jumlah 39 100 Pada umumnya, masyarakat dengan jumlah anggota keluarga 1- 6 orang mengelola lahannya dengan sistem non agroforestry dan masyarakat dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 5 orang menggunakan sistem agroforestry. Jumlah anggota keluarga memiliki peran dalam pengelolaan tanaman. Karena jika anggota keluarga ikut dalam pengelolaannya, maka akan mengurangi pembiayaan tenaga kerja di luar anggota keluarga. Semakin banyak anggota keluarga yang berperan dalam pengelolaan tanaman, maka semakin sedikit biaya yang diperlukan. Masyarakat responden di Desa Pangurdotan rata-rata memiliki pendidikan Sekolah Dasar SD, yaitu sebanyak 20 orang responden 51,28. Kemudian Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP sebanyak 10 orang 25,64, disusul Universitas Sumatera Utara dengan Sekolah Menengah Atas SMA sebanyak 8 orang 20,52, dan yang tidak bersekolah hanya 1 orang 2,56. Sedangkan untuk tamatan perguruan tinggi, tidak satupun masyarakat responden yang memiliki pendidikan tersebut. Penyebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Penyebaran responden berdasarkan pendidikan No. Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase 1 Tidak Sekolah 1 2,56 2 SDSR 20 51,28 3 SLTPSMP 10 25,64 4 SLTASMUSMK 8 20,52 5 PT Jumlah 39 100 Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pangurdotan terbilang rendah. Karena sebagian besar masyarakatnya didominasi oleh pendidikan SD. Tingkat pendidikan tentu saja berpengaruh pada cara masyarakat mengembangkan lahan agroforestry maupun non agroforestry. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin baik pola pikirnya untuk memikirkan banyak cara dalam proses pengembangan pengelolaan tanaman karena akan semakin banyak informasi yang diperoleh. Jika informasi tersebut diterapkan dengan baik dalam proses pengelolaan tanaman, maka akan memberikan hasil yang baik pula. Para petani responden biasanya menggunakan tenaga kerja sebanyak 3 – 4 orang. Sebagian tenaga kerja yang digunakan adalah anggota keluarga, namun biasanya tetap memerlukan tenaga kerja lain. Penyebaran responden dilihat dari jumlah tenaga kerja yang diperlukan ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Penyebaran responden berdasarkan jumlah tenaga kerja Universitas Sumatera Utara No. Jumlah tenaga kerja Orang Frekuensi Persentase 1 1 – 2 12 30,77 2 3 – 4 24 61,53 3 ˃ 4 3 7,70 Jumlah 39 100 Tabel 4 menunjukkan bahwa masyarakat responden paling banyak memerlukan jumlah tenaga kerja adalah 3 – 4 orang, yaitu terdapat 24 orang dari keseluruhan responden 61,53. Terdapat 12 30,77 dari responden tersebut hanya memerlukan 1 – 2 orang tenaga kerja dan yang paling sedikit adalah masyarakat responden yang memerlukan tenaga kerja berjumlah lebih dari 4 orang, yaitu hanya 3 responden 7,70. Tentu saja hal ini akan berpengaruh pada hasil akhir pengelolaan. Semakin banyak tenaga yang diperlukan, maka akan semakin besar biaya yang akan dikeluarkan, termasuk memberi upah kepada para tenaga kerja. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kelayakan budi daya kemenyan dalam sistem agroforestry adalah luas lahan yang dimiliki masyarakat responden. Penyebaran responden berdasarkan luas lahan yang dimilikinya disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Penyebaran responden berdasarkan luas lahan agroforestry No. Luas lahan Ha Frekuensi Persentase 1 1 – 2 26 66,67 2 2 13 33,33 Jumlah 39 100 Responden yang memiliki luas lahan 1 – 2 ha adalah sebanyak 26 orang responden 66,67. Kemudian disusul dengan responden yang memiliki luas lahan 2 ha, yaitu sebanyak 13 orang 33,33, atau sama dengan setengah dari jumlah masyarakat responden dengan frekuensi terbanyak. Masyarakat yang Universitas Sumatera Utara memiliki luas 1 – 2 ha terdapat 10 orang yang mengelola lahannya secara non agroforestry dan 16 orang yang mengelola lahannya secara agroforestry. Sedangkan masyarakat yang memiliki luas lahan 2 ha mengelola lahannya dengan sistem agroforestry. Semakin luas lahan yang dikelola seseorang, maka akan semakin banyak hasil yang diperoleh dari lahan tersebut. Dan tentu saja jika didukung dengan pengelolaan yang baik. B. Hal-hal yang Menyebabkan Terjadinya Perubahan Pengusahaan Lahan dari non agroforestry menjadi agroforestry Pola kombinasi sistem agroforestry di Desa Pangurdotan adalah Sistem Agrisilvikultur. Pola tanaman yang diterapkan adalah kemenyan sebagai tanaman kehutanan dan sebagai tanaman musimannya adalah padi dan cokelat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan pengusahaan lahan dari non agroforestry msnjadi agroforestry, diantaranya : - Tanaman kemenyan dengan sistem monokultur tidak menghasilkan produksi getah secara maksimal sehingga nilai ekonomi yang diperoleh juga tidak maksimal; - Maraknya pencurian getah kemenyan sehingga pemilik lahan mengalami kerugian; - Kurangnya peranan pemerintah khususnya dalam memberikan perhatian kepada para petani kemenyan; Universitas Sumatera Utara

C. Analisis Finansial