Tidak hanya makna kata, makna kalimat juga dapat dijadikan sebagai objek dalam kajian semantik, karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap
kata dan strukturnya Dedi Sutedi, 2003:105.
1.4.2 Kerangka Teori
Setiap penelitian yang dilakukan selalu memerlukan suatu acuan untuk meneliti. Acuan tersebut dijadikan sebagai alat untuk menyoroti masalah yang
akan dipecahkan. Pada penulisan ini, perbedaan pola-pola yang menyatakan kalimat
pengandaian dalam bahasa Jepang namun memiliki makna yang sama dalam bahasa Indonesia merupakan permasalahan yang akan dikaji.
Menurut Chaer 1994:59, makna itu terbagi dua, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut jisho teki imi
makna kamus atau goi teki imi makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensi sebagai hasil pengamatan indera dan terlepas dari unsur gramatikalnya,
atau dapat juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Sedangkan makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut bunpo teki imi makna kalimat yaitu
makna yang muncul akibat proses gramatikalnya Sutedi, 2003:105-106. Banyak teori yang dikemukakan oleh para pakar filsafat dan linguistik
sekitar teori makna dalam studi semantik. Menurut Parera 1990:16, secara umum teori makna dibedakan atas:
1. Teori Referensial atau Korespondensi.
2. Teori Kontekstual.
3. Teori Mentalisme.
Universitas Sumatera Utara
4. Teori Formalitas.
Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik, teori makna yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas adalah teori makna
kontekstual. Makna kontekstual merupakan makna sebuah leksem atau kata yang
berada di dalam satu konteks Chaer, 2003:290. Teori kontekstual mengisyaratkan pula bahwa sebuah kata atau simbol
ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks Parera, 1991:18. Penggunaan pola to, ba, tara dan nara pun disesuaikan dengan konteks
yang ada. Walaupun dalam bahasa Indonesia keempat pola tersebut memiliki arti yang sama, namun terdapat perbedaan penafsiran mengenai makna tersebut.
Dalam buku Nihongo Bunpo Keitairon, Shigeyuki Suzuki mengatakan bahwa kalimat pengandaian to menunjukkan suatu syarat dari suatu gatra yang
sudah tetappasti, tidak ada hubungannnya dengan masa lalu, sekarang, atau masa yang akan datang dan tidak ada hubungannya dengan asumsi perkiraan dan hal
yang sudah ditetapkan. Contoh:
5. 本をよむと、僕はねむくなる。
Hon wo yomuto, boku wa nemuku naru. Kalau membaca buku, saya jadi mengantuk
Suzuki, 1972: 355 Sependapat dengan pendapat Suszuki di atas, Yokobayashi dan
Shimomura juga menjelaskan bahwa bentuk pengandaian –to menunjukkan kebiasaan, kebenaran, gejala alam dan lain-lain, dimana ketika telah dipenuhi
Universitas Sumatera Utara
syarat pada klausa pertama, maka akan terjadi apa yang diungkapkan pada klausa kedua secara otomatis.
Shinobu Suzuki menguraikan fungsi –ba sebagai persyaratan joken, dengan memperkirakan keadaan yang terjadi di masa mendatang mirai ni okoru
kotogara wo katei shite, sore wo jouken to shita mono. Contoh:
6. 君が来れば、五人になります。
Kimi ga kureba, go nin ni narimasu. Kalau anda datang, menjadi lima orang.
Suzuki, 1977:211
Pada kalimat pengandaian tara, Alfonso menguraikan arti dasar dari –tara, bahwa dengan terkandungnya unsur –ta, maka selalu berarti bahwa kata kerja
yang tampil dalam bentuk –tara menunjukkan perbuatan atau keadaan yang sudah terjadi atau rampung, yang mendahului perbuatan atau keadaan yang dinyatakan
dalam klausa kedua.
Contoh: 7
そんなものを見たらすぐわかりました。 Sonna mono wo mitara, sugu wakarimashita.
Kalau makan sesuatu seperti itu, nanti sakit perut. Alfonso, 1974:659
Lebih lanjut, Shigeyuki Suzuki dalam bukunya yang berjudul Nihongo Bunpo Keitairon juga menjelaskan bahwa kalimat pengandaian nara menunjukan
pendapat atau penilaian terhadap sesuatu keadaan itu sendiri dan menunjukkan maksud ishi atau rencana yotei.
Universitas Sumatera Utara
Contoh: 8
経済を勉強をやるなら、あの大学がいいでしょう。 Keizai no benkyou wo yaru nara, ano daigaku ga ii deshou.
Kalau mau mengambil bidang ekonomi, universitas itu bagus Suzuki, 1977:234
Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan di atas, landasan teori yang dipergunakan dalam menjelaskan makna kalimat pengandaian to, ba, tara dan
nara sebagai makna gramatikal dalam bahasa Jepang adalah teori milik Hisayo Yokobayashi Dan Akiko Shimomura. Teori Tokobayashi ini juga didukung oleh
pendapat-pendapat pakar lainnya, seperti Naoko Maeda, Tomita Takayuki, Shigeyuki Suzuki, dan lain sebagainya.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian