Alat Pengumpulan Data Analisis Data

1 Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria c Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah. d PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah e Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan dari PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. f Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pajabat Pembuat Akta Tanah. 2 Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan. 3 Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan

3. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum Universitas Sumatera Utara sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan. b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara interview guide untuk mendapatkan data primer dari nara sumber yang telah ditentukan, yaitu: 1 Pejabat Kantor Pertanahan Deli Serdang sebanyak 2 dua orang. 2 Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 5 lima orang. 3 Hakim Pengadilan Negeri Deli Serdang sebanyak 1 satu orang 4 Para pihak atau masyarakat pemohon pemblokiran serfifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang sebanyak 2 dua orang.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penulisan tesis ini. Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Kemudian data dikelompokan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat Universitas Sumatera Utara 40 40 satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PEMBLOKIRAN SERTIFIKAT HAK ATAS

TANAH DI KANTOR PERTANAHAN DELI SERDANG A. Kedudukan Sertifikat Hak Atas Tanah Dalam Pendaftaranan Tanah Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan adanya kepastian mengenai siapa pemegang hak milik atau hak-hak lain atas sebidang tanah. Untuk menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah tersebut di Indonesia, maka kepada Negara diwajibkan untuk menyelenggarakan suatu Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, demikian ketentuan yang diatur dalam Pasal 19 ayat 1 UUPA Nomor 5 Tahun 1960, yang untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah di seluruh Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran tanah berarti mencatat hak-hak yang dipegang dan dimiliki oleh seorang, baik itu perorangan atau kelompok ataupun suatu lembaga atas sebidang tanah oleh Pejabat yang berwenang dan karenanya berhak untuk mengeluarkan suatu surat bukti hak atas kepemilikannya tersebut. Hak-hak ini ada bermacam-macam, dimana yang salah satunya menjadi adalah hak milik. 42 A.P. Parlindungan mengemukakan, Pendaftaran Tanah pertama kali didirikan oleh kantor kadaster, yang dibentuk pada masa Pemerintah Hindia Belanda, dan berlakunya sampai terbentuknya 42 Selanjutnya juga diatur di dalam Pasal-pasal 31 ayat 1, 35 ayat 1, 46, 55, 69, dan 167 dari Peraturan Menteri AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan dari PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mewajibkan kepada pemegang hak milik dan hak-hak lainnya baik secara perorangan maupun badan hukum untuk mendaftarkan haknya di kantor pertanahan setempat. Universitas Sumatera Utara Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sekarang PP No. 24 Tahun 1997, yang pada masanya dipusatkan di beberapa kota di pusat-pusat perdagangan ataupun di mana masyarakat Barat sudah berkembang. Dan pendaftaran yang dilakukan pada waktu itu, hanyalah pendaftaran terhadap hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum yang terdapat di dalam KUHPerdata. Walaupun pada masa itu ada orang-orang Bumiputera yang mempunyai hak-hak atas tanah yang berstatus hak-hak Barat. Selain daripada orang-orang yang termasuk dalam golongan Eropah dan golongan Timur Asing termasuk golongan Cina. Untuk golongan Bumiputera tidak ada suatu hukum pendaftaran tanah yang bersifat uniform, sungguhpun ada secara sporadis kita ketemukan beberapa pendaftaran yang sederhana dan belum sempurna, seperti geran Sultan Deli, geran Lama, geran Kejuruan, pendaftaran tanah yang terdapat di kepulauan Lingga, Riau, di daerah Yogyakarta dan Surakarta dan di lain-lain daerah yang sudah berkembang dan menirukan sistem pendaftaran kadaster. 43 Selanjutnya, A.P. Parlindungan menyatakan, oleh karena belum semua tanah di Indonesia terdaftar maka apa yang selama ini dilaksanakan dan masih saja didapati di tengah-tengah masyarakat, baik surat-surat yang dibuat oleh para Notaris ataupun atas surat-surat yang dibuat oleh para Camat dengan berbagai ragam, untuk menciptakan bukti tertulis dari tanah-tanah yang mereka kuasai, tanpa melalui prosedur PP Nomor 10 Tahun 1961. Tanah-tanah tersebut ada yang belum dikonversi, maupun tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan kemudian telah diduduki oleh rakyat baik dengan sengaja ataupun diatur oleh kepala-kepala desa dan disahkan oleh para camat, seolah-olah tanah tersebut telah merupakan hak seseorang ataupun termasuk kategori hak-hak Adat. 44 43 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia…, Op. Cit., hal. 3. 44 Ibid., hal. 3, lihat juga hal 3-4. Demikian pula dikenal di daerah Sumatera Utara “Akta Camat” surat yang dibuat oleh Camat baik sebagai bukti hak ataupun peralihan hak yang dibuat oleh atau di hadapan Camat. Camat tersebut mungkin PPAT tetapi tidak membuat akta tanah akta PPAT. Demikian juga akta-akta yang dibuat oleh Notaris bukan sebagai PPAT. Universitas Sumatera Utara Dimana pendaftaran tanah yang pada mulanya diselenggarakan pada waktu itu merupakan rechts kadaster, yang bertujuan memberikan kepastian hak, yaitu: 45 1. Untuk memungkinkan orang-orang yang mempunyai tanah dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang berhak atas sebidang tanah, apa hak yang dipunyainya, letak tanah dan luas tanah; 2. Untuk memungkinkan kepada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ia ingin ketahui berkenaan dengan sebidang tanah, misalnya calon pembeli, calon kreditur dan sebagainya. Dalam PP Nomor 24 Tahun 1997, Lembaran Negara 1997 Nomor 59, tanggal 8 Juli 1997, yang mulai berlaku pada tanggal 8 Oktober 1997, yang merupakan pemerintah pemerintah yang mengenai Pendaftaran Tanah dan telah berlaku secara uniform dan nasional, yang dalam Pasal 1 ayat 1 telah dikatakan dan dijelaskan tentang pengertian daripada pendaftaran tanah. Dalam hal itu kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 3, bahwa pendaftaran bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum pemegang hak atas hak tanah dengan menginformasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam perbuatan hukum mengenai hak atas tanah serta terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Sebagaimana dikemukakan A.P. Parlindungan berikut ini: Pendaftaran adalah berisikan sejumlah dokumen yang berkaitan, yang merupakan sejumlah rangkaian dari proses yang mendahuluinya sehingga suatu bidang tanah terdaftar, dan demikian pula prosedur apa yang harus dilaksanakan dan demikian pula hal-hal yang menghalangi pendaftaran tersebut ataupun larangan-larangan bagi para pejabat yang bertanggung jawab dalam pendaftaran hak tersebut. Pendaftaran ini melalui suatu ketentuan yang 45 Ibid., hal. 4. Universitas Sumatera Utara sangat teliti dan terarah sehingga tidak mungkin asal saja, lebih-lebih lagi bukan tujuan pendaftaran tersebut untuk sekedar diterbitkannya bukti pendaftaran tanah saja Sertifikat hak atas tanah. 46 Dengan adanya Pendaftaran Tanah tersebut, maka seseorang dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang berkenaan dengan sebidang tanah, seperti hak apa yang dipunyai, berapa luasnya, lokasi tanahnya dimana dan apakah dibebani dengan hak-hak tanggungan dan lain sebagainya. Hal yang demikian ini disebut dengan asas publisitas atau dalam hal ini disebut dengan sistem publikasi. Dengan diterbitkannya PP Nomor 24 Tahun 1997, sebagai penyempurnaan dari PP Nomor 10 Tahun 1961, maka Pendaftaran Tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem yang dianut adalah sistem publikasi negatif yang bertendensi positif karena akan menghasilkan surat-surat bukti yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat. Dalam sistem negatif, bahwa sertifikat tersebut hanya atau dapat dipandang sebagai suatu bukti permulaan saja, belum menjadi sebagai suatu yang final sebagai bukti hak atas tanahnya, atau dengan kata lain, bahwa sertifikat itu adalah sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat, sehingga setiap orang dapat mempersoalkannya. Dan mengandung unsur positif, yaitu bahwa pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik untuk menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan diterbitkannya sertifikat sebagai salah satu alat bukti yang kuat. Sebagaimana dikemukakan Boedi Harsono berikut ini: 46 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia…, op. cit., hal. 8 Universitas Sumatera Utara Sistem publikasi yang digunakan UUPA dan PP 241997 adalah sistem negatif yang mengandung unsur positif. Sistemnya bukan negatif murni, karena dinyatakan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf, bahwa pendaftaran menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Demikian juga dinyatakan dalam Pasal 23 ayat 2, 32 ayat 2 dan 38 ayat 2. Bukan publikasi negatif yang murni. Sistem publikasi yang negatif murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran hak. Juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam pasal-pasal UUPA tersebut, bahwa sertifikat merupakan alat bukti yang kuat. 47 Hal ini terlihat pada ketentuan-ketentuan mengatur prosedur pengumpulan sampai penyajian data fisik dan data yuridis yang diperlukan serta pemeliharaannya dan penerbitan sertifikat haknya, biarpun sistem publikasinya negatif, tetapi kegiatan- kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan secara seksama, agar data yang disajikan sejauh mungkin dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selanjutnya secara lebih tegas lagi dikemukan Abdurrahman, para petugas pendaftaran tidaklah bersikap pasif atau Lijdelijk”, artinya mereka menerima begitu saja apa yang diajukan dan dikatakan oleh pihak-pihak yang meminta pendaftaran. Kita telah mengetahui, bahwa baik pada pembukuan untuk pertama kali maupun pada pendaftaran atau pencatatan “perubahan-perubahan”nya, kemudian para petugas pelaksanaan diwajibkan untuk mengadakan penelitian seperlunya untuk mencegah terjadinya kekeliruan. Batas-batas tanah ditetapkan dengan memakai sistem “contradictoire delimitatie” sebelum tanah dan haknya dibukukan diadakan pengumuman, perselisihan-perselisihan diajukan ke pengadilan kalau tidak dapat 47 Boedi Harsono, Hukum Agraria: Sejarah Pembentukan Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1997, hal. 480. Universitas Sumatera Utara diselesaikan sendiri oleh yang berkepentingan. Sejauh mungkin diadakan usaha- usaha agar keterangan-keterangan yang ada pada tata usaha Kantor Pendaftaran Tanah itu selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Hal ini merupakan tuntutan daripada ketentuan UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Bahwa keterangan-keterangan yang ada pada KPT mempunyai kekuatan hukum dan surat- surat tanda bukti yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang kuat. 48 Berdasarkan hal tersebut maka Boedi Harsono yang juga penunjuk pada pendapat dari pada Muntoha sebagai orang yang merencanakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 menyatakan bahwa sistem yang dipergunakan bukanlah sistem negatif yang murni melainkan sistem negatif dengan tendens positif. Pengertian negatif di sini adalah bahwa keterangan-keterangan yang ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat diubah dan dibetulkan. 49 Mariam Darus Badrulzaman dan Abdurrahman mengemukakan, Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA adalah sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif. Alasannya adalah bahwa pemilik yang sebenarnya mendapat perlindungan hukum, sedangkan sistem positif ternyata dengan adanya campur tangan pemerintah, yaitu PPAT dan Bagian Pendaftaran Tanah meneliti kebenaran setiap peralihan hak dan tanah. 50 Pendaftaran tanah di dalam UUPA tidak menganut sistem negatif murni tetapi sistem negatif bertendensi positif. Pengertian bertendensi positif ialah adanya peran 48 Abdurrahman, Op. Cit., hal. 94, 95. 49 Boedi Harsono dalam Sumindo, Y.W., dan Ninik Widyanti, Op. Cit., hal.144.. 50 Mariam Darus Badrulzaman dan Abdurrahman, dalam Sulardi, op. cit., hal. 2005, hal. 152. Universitas Sumatera Utara aktif pelaksana pendaftaran tanah. Peran aktif itu misalnya: menyelidiki asal tanah dengan sangat teliti Pasal 3 ayat 2 PP No. 10 Tahun 1961, dan pengumuman selama 3 tiga bulan untuk pendaftaran tanah pertama kali Pasal 6 ayat 1 PP No. 10 Tahun 1961. Ciri-ciri sistem negatif betendensi positif dalam hal pendaftaran tanah seperti yang dianut UUPA adalah sebagai berikut: 51 1. Nama pemilik tanah yang tercantum dalam daftar buku tanah adalah pemilik tanah yang benar dan dilindungi hukum, dan merupakan tanda bukti hak yang tertinggi. 2. Setiap peritiwa balik nama melalui peneliti seksama, syarat-syarat dan prosedur berdasarkan asas keterbukaan openbaar heidsbeginsel. 3. Setiap bidang tanah persil batas-batasnya diukur dan digambar dalam peta pendaftaran dengan skala 1 : 1.000. Ukuran tersebut memungkinkan untuk meneliti kembali batas-batas persil bila kemudian hari terjadi sengketa batas. 4. Pemilik tanah yang tercantum dalam buku tanah dan sertifikat masih dapat diganggu-gugat melalui Pengadilan Negeri oleh Badan Pertanahan Nasional. 5. Pemerintah tidak menyediakan dana untuk pembayaran ganti kerugian kepada masyarakat karena kesalahan administrasi pendaftaran tanah. Masyarakat yang dirugikan dapat menuntut melalui Pengadilan Negeri untuk mendapatkan haknya. Menurut Subekti Pasal 32 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tahun 1997 bahwa dalam jangka waktu 5 tahun setelah diterbitkan sertifikat hak atas tanah oleh pemerintah, maka pihak lain tidak dapat mengajukan gugatan lagi. Dalam hal ini bukan karena lewat waktu 5 tahun menjadi verjaring bagi bezitter, melainkan karena 51 Boedi Harsono dalam Suardi, Hukum Agraria, Badan Penerbi IBLAM, Jakarta, 2005, hal. 151-152. Universitas Sumatera Utara sikap pihak lain yang menunjukkan bahwa ia sudah tidak berniat lagi mempergunakannya rechtsverwerking. 52 Namun sebaliknya mengingat adanya asas point de interest point de action orang yang berkepentingan berhak memajukan tuntutan yang dikaitkan dengan tidak adanya undang-undang yang dapat dijadikan landasan hukumnya, maka ketentuan ini secara yuridis kenyataannya tidak dapat dilaksanakan. 53 Sertifikat hak atas tanah memang merupakan surat tanda bukti hak atas tanah yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian ketentuan Pasal 1 angka 20 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA. Namun, walaupun demikian tingginya kedudukan sertifikat hak atas tanah sebagai alat pembuktian yang kuat tetap saja diperlakukan sebagai alat bukti awal. Hal ini didasari kemungkinan adanya alat bukti pihak lain yang lebih berwenang mengalahkannya. 54 Jadi, selain sertifikat hak atas tanah masih ada alat bukti lain yang dapat menggugurkannya. Sebagaimana yang dikemukakan Moch. Isnaini, bahwa sertifikat hak atas tanah bukan merupakan satu-satunya alat bukti yang bersifat mutlak, justeru sebaliknya baru merupakan alat bukti awal yang setiap saat dapat digugurkan pihak lain yang terbukti memang lebih berwenang. 55 52 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, Cetakan ke 24, 1992, hal. 187. 53 S. Chandra I, Op. Cit., hal. 22. 54 Ibid., hal. 23. 55 Moch. Isnaini, Op. Cit., hal. 56. Universitas Sumatera Utara Adapun, kegiatan pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12 PP No. 24 Tahun 1997. Di dalam pasal tersebut menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:

a. Pengumpulan dan Pengolahan Data Fisik.

Pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan melalui kegiatan pengukuran dan pemetaan, kegiatan tersebut meliputi: pembuatan peta dasar pendaftaran, penetapan batas-batas bidang tanah, dan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah serta pembuatan peta pendaftaran, pembuatan daftar tanah, pembuatan surat ukur b. Pembuktian hak dan pembukuannya Untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah, maka diperlukan pembuktian hak dengan cara: untuk hak atas tanah yang baru, harus dibuktikan dengan keputusan pemberian hak dari pejabat yang berwenang, apabila hak tersebut berasal dari tanah negara. Untuk tanah Hak Milik, HGB, HGU dan Hak Pakai atas tanah negara dibuktikan dengan akta PPAT. c. Sertifikat Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis, yang data di dalamnya sesuai dengan surat ukur dan buku tanah. Universitas Sumatera Utara d. Penyajian Data Fisik dan Yuridis. Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis atas tanah, BPNKantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum. Penyajian data fisik dan data yuridis dimaksudkan agar setiap orang berkepentingan mengetahui data fisik dan data yuridis atas suatu tanah. Bagi instansi tertentu hal ini dapat mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya. Tata cara dan persyaratan untuk memperoleh keterangan tentang data fisik dan data yuridis ditetapkan oleh Menteri.

e. Penyimpanan Daflar Umum dan Dokumen.

Penyimpanan daftar umum dan dokumen-dokumen yang digunakan sebagai dasar pendaftaran hak tanah, disimpan di kantor BPNKantor Pertanahan, orang ataupun instansi yang berkepentingan untuk memeriksa dokumen tanah yang menyangkut data fisik dan data yuridis maka pemeriksaan tersebut wajib dilakukan di Kantor BPNKantor Pertanahan. Persyaratan pendaftaran tanah pertama kali dan pelaksanaannya di Kantor Pertanahan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional, yaitu: 1. Surat Permohonan dan Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan. 2. Identitas diri para pemilik tanahpemohon dan atau kuasanya untuk perseorangan: fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku atau untuk Badan Universitas Sumatera Utara Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan-perubahannya telah dilegalisir pejabat yang berwenang. 3. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu: a. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau b. sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 91959, atau c. surat keputusan pemberian hak milik dan Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya, atau d. Petuk Pajak BumiLandrente, girik, pipil, kikitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No. 101961, atau e. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala AdatKepala DesaKelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau f. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau g. akta ikrar wakafakta pengganti ikrar wakafsurat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No. 281977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau Universitas Sumatera Utara h. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau i. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah, atau j. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan dilegalisir pejabat yang berwenang, atau k. lain-1ain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagai mana dimaksud dalam Pasal II, VI, dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA, atau 1. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya UUPA. atau 4. Bukti lainnya. apahila tidak ada surat bukti kepemilikan: Surat Pernyataan Penguasaan fisik lehih dari 20 tahun secara terus menerus dan surat keterangan KadesLurah disaksikan oleh 2 orang tetua adatpenduduk setempat. 5. Surat Pernyataan telah memasang tanda batas. 6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan. 7. Fotocopy SK izin Lokasi dan Sket Lokasi apabila pemohon adalah Badan Hukum. Universitas Sumatera Utara

B. Jenis Sertifikat Hak Atas Tanah

Jenis sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang dapat dimohon di kantor pertanahan ditentukan oleh subyek hak atas tanah dan tujuan penggunaan obyek hak atas tanah sepanjang dibolehkan undang-undang, sehingga dapat dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sesuai ketentuan Pasal 16 UUPA yang disebut, antara lain: hak milik, hak guna ushaa, hak guna bangunan, dan hak pakai. Selain sertifikat hak kepemilikan hak atas tanah tersebut, ada juga sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan kantor pertanahan dan tidak diatur dalam Pasal 16 UUPA, yaitu sertifikat hak milik tanah wakaf, hak milik satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Bermacam jenis sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang diatur di dalam Pasal 16 itu sejalan dengan Pasal 4 ayat 1 UUPA yang menyatakan, “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan macam- macam hak atas tanah permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.” Sertifikat sebagai tanda bukti pemilikan hak atas tanah yang diterbitkan oleh kantor pertanahan berdasarkan ketentuan UUPA, yakni sertifikat hak milik, sertifikat hak guna bangunan, sertifikat hak guna usaha, dan sertifikat hak pakai, yakni sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara

1. Sertifikat Hak Milik