Strategi Pembelajaran Strategi Pembelajaran Afektif Dalam Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS (Telaah Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-82)

berbagai sumber daya dalam pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. 25 Strategi adalah siasat melakukan kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran yang mencakup metode dan teknik pembelajaran. 26 Strategi pembelajaran merupakan cara pengorganisasian isi pelajaran, penyampaian pelajaran dan pengelolaan kegiatan belajar dengan menggunakan berbagai sumber belajar yang dapat dilakukan guru untuk mendukung terciptanya efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran. 27 Menurut Romiszowski dalam buku Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor menyatakan bahwa strategi adalah sebagai titik pandang dan arah berbuat yang diambil dalam rangka memilih metode pembelajaran yang tepat, yang selanjutnya mengarah pada yang lebih khusus, yaitu rencana, taktik, dan latihan. 28 Sedang menurut Slameto dalam buku Paradigma Baru Pembelajaran strategi adalah suatu rencana tentang pendayagunaan dan penggunaan potensi dan sarana yang ada untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengajaran. 29 Perencanaan strategi pembelajaran merupakan bagian penting dari proses desain pembelajaran. Hal ini sangat jelas bahwa pengajaran yang paling baik akan menunjukan pengetahuan tentang siswa, tugas yang mengambarkan tujuan, dan efektivitas strategi mengajar. 30 Jadi dalam konteks pengajaran, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya 25 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai – Karakter, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012, cet. 1, hal. 85 26 Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima, 2009, hal. 43. 27 Darmasyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, cet. 1, hal. 17. 28 Darmasyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, cet. 1, hal. 18. 29 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009, cet. 1, Hal. 131. proses mengajar, agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna. 31

2. Pembelajaran

a. Mengajar Dalam dunia pendidikan istilah mendidik dan mengajar dapat dibedakan, pada hakikatnya kedua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan secara dikotomis. Sebab pada kenyataannya antara pendidikan dan pengajaran ada suatu proses yang tidak dapat dipisahkan. Seorang pendidik dalam proses belajar mengajar selalu terlibat dalam kegiatan pengajaran mengajar, demikian juga pengajar pada saat melakukan kegiatan mengajar ia juga harus menjaga moral dan teladan terhadap anak didiknya. 32 Sebagian para ahli mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam diri anak peserta didik. Dalam hal ini guru memegang peranan utama, sedangkan siswa tinggal menerima, bersifat pasif. Ilmu pengetahuan yang diberikan kepada siswa kebanyakan hanya diambil dari buku-buku pelajaran, tanpa dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari siswa. Pelajaran serupa ini disebut intelaktualistis. 33 Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. 34 b. Belajar Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. 35 Belajar menurut Cronbach 31 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Jakarta: PT Ciputat Press, 2005, cet. 1, hal. 1. 32 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, Yogyakarta: LKIS, 2009, cet 1, hal. 37. 33 http:raflengerungan.wordpress.comkorupsi-dan-pendidikanpengertian-mengajar- didaktik . diakses tanggal 24 Februari 2015 34 Sardiman, Interuksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004, hal. 45 adalah belajar menurut pengalaman, dengan pengalaman tersebut pelajar menggunakan seluruh panca indranya. 36 Anthony Robbins mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu pengetahuan yang sudah dipahami dengan pengetahuan yang baru. 37 Belajar secara umum dapat diartikan sebagai perubahan pada individu kearah yang lebih baik atau positif meliputi aspek keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena perubahan atau pertumbuhan tubuh atau karakter seorang sejak lahir. c. Pembelajaran Dalam proses pendidikan di sekolah tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas utama siswa adalah belajar. Selanjutnya berkaitan antara belajar dan mengajar itulah yang disebut dengan pembelajaran. 38 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran” yang berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. 39 Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang komplek, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Secara sederhana pembelajaran adalah produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam bahasa yang lebih komplek, pembelajaran hakikatnya adalah usaha 36 Baharudin dan Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogjakarta: Arruzz Media, 2008, cet. 3, hal. 13. 37 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Prenada Media Group, 2010, cet. 2, hal 15. 38 Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, 2008, cet.3, hal 87. sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya mengarahkan sumber belajar siswa dengan sumber lainya dalam rangka tujuan yang diharapkan. 40 Secara singkat Muhaimin dalam buku Paradigma Baru Pembelajaran mendefinisikan pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan pembelajaran akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. 41 Pembelajaran atau pengajaran pada dasarnya merupakan kegiatan gurudosen menciptakan situasi agar siswamahasiswa belajar. Tujuan utama dari pembelajaran atau pengajaran adalah agar siswamahasiswa belajar. 42 Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. 43 Dengan demikian dari pengertian yang disebutkan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan, pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses atau cara menjadikan makhluk hidup belajar dengan mengkombinasikan unsur manusia, materi, fasilitas, perlengkapan dan prosedur. Dalam ilmu Psikologi Pendidikan pula di jelaskan definsisi pembelajaran dari perspektif yang berbeda. Seperti yang di jelaskan Jeanne Ellis Ormrod, mendefinisikan pembelajaran sebagai perubahan jangka panjang dalam representasi atau asosiasi mental sebagai hasil dari pengalaman. Dan dia membagi definisi tersebut membaginya dalam tiga bagian. Pertama, pembelajaran adalah perubahana jangka panjang, yaitu lebih dari sekedar menggunakan informasi secara singkat, namun tidak selalu tersimpan selamanya. Kedua, pembelajaran melibatkan representasi atau asosiasi mental- entitas dan interkoneksi internal yang menyimpan pengetahuan dan 40 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Prenada Media Group, 2010, cet. 2, hal 17. 41 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009, cet. 1, hal. 131. 42 Nana Syaodih, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Bandung: Refika Aditama, keterampilan baru yang diperoleh. Ketiga, pembelajaran adalah perubahan yang di hasilakan dari pengalaman. 44 Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut: 45 1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan. 2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. 3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang di anggap paling tepat dan efektif sehingga dapat di jadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi. Setelah mengetahui definisi dan pengertian dari pembelajaran secara umum ada kiranya kita mengetahui prinsip-prinsip dari pembelajaran itu sendiri utamanya menurut pandangan Islam. Munzir Haitami dalam bukunya Menggagas Kembali Pendidikan Islam, mengulas tentang prinsip-prinsip pembelajaran islam diantaranya: 46 Pertama, Prinsip Integritas, suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakan agar masa kehidupan di dunia ini benar-benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan- 44 Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2008, Ed. 6, hal. 269. 45 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rieneka Cipta, 2006, cet. 3, hal. 5-6. kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. 47 Allah Swt berfirman:              “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi…” QS. Al Qashash [28] : 77 Ayat ini menunjukan kepada prinsip integritas dimana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Kedua, prinsip keseimbangan, karena ada prinsip integritas, prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan rohani. Banyak ayat Al- Qur‟an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan, secara implisit hal ini mengambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. 48                  “Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. ” QS. Al-„Ashr [103] : 77 Ketiga, prinsip persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik 47 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, Yogyakarta: Infinite Press, 2004, hal. 25 antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. 49 Keempat, prinsip pendidikan seumur hidup. Prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitannya keterbatasan manusia, di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping selalu memperbaiki kualitas dirinya. 50 sebagaimana firman Allah Swt                “ Maka Barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Al-Maidah [5] : 39 Kelima, prinsip keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh yang segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai-nilai moral. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan teladan yang ditunjukan oleh pendidik tersebut. 51 49 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, Yogyakarta: Infinite Press, 2004, hal. 28 50 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, Yogyakarta: Infinite Press, 2004, hal. 29

B. Strategi Pembelajaran Afektif

Dari pembahasan yang lalu mengenai strategi pembelajaran, pada dasarnya strategi pembelajaran mengajar adalah tindakan nyata dari guru atau merupakan praktek guru melakukan pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan efisien. Dengan kata lain, strategi mengajar adalah politik atau taktik yang digunakan guru dalam proses pembelajaran di kelas. 52 Kata afektif berasal dari bahasa Inggris affective. Wagnalls menyebutkan bahwa affective is pertaining to or exciting affection. 53 Kata affective sendiri terbentuk dari kata kerja affect. Affect berarti kasih sayang, kesanyangan, cinta, perasaan, emosi, suasana hati dan tempramen. 54 Dalam istilah Psikologi, kata affect yang berasal dari bahsa Inggris tersebut kemudian di Indonesiakan menjadi afek. 55 Kata afek mendapatkan akhiran –if sehingga berubah menjadi afektif. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan afektif adalah: 1 Berkenaan dengan perasaan, 2 keadaan perasaan yang memengaruhi keadaan penyakit penyakit jiwa, 3 gaya atau makna yang menunjukan perasaan. 56 Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa afektif itu adalah masalah yang berkenaan adengan emosi kejiwaan, kerkenaan dengan ini terkait dengan suka, benci, simpati, antipasti, dan lain sebagainya. Dengan demikian afektif adalah sikap batin seseorang. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, 52 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Jakarta: PT Ciputat Press, 2005, cet. 1, hal. 2. 53 Wagnalls, New College Dictionary, New York: De Funk Company, 1956, hal. 20. 54 JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 13. 55 Effendi, S. Daftar Istilah Psikologi Jakarta Pusat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978, hal. 1. berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab. 57 Dari rumusan tujuan pendidikan di atas, sarat dengan pembentukan sikap. Dengan demikian, proses pendidikan yang dilakukan tidak hanya berfokus pada memperoleh pengetahuan melainkan juga pembentukan sikap dan nilai. Hal tersebut juga diperkuat Zakiah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, aspek yang bersangkut-paut dengan sikap mental, perasaan dan kesadaran. Hasil belajar dalam aspek ini diperoleh memalui proses internalisasi, yaitu pertumbuhan batiniah. Pertumbuhan itu terjadi ketika menyadari suatu nilai, sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku dan perbuatan. 58 Pendidikan afektif berusaha mengembangkan aspek emosi atau perasaan peserta didik agar menjadi seimbang, stabil dan matang. 59 Sikap atau afektif erat hubungannya dengan nilai yang dimiliki seseorang. Oleh karenannya, pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Strategi pembelajaran afektif merupakan suatu metode dalam proses pembelajaran yang menekankan pada nilai dan sikap yang diukur, oleh karena itu menyangkut kesadaran seorang yang tumbuh dari dalam. 60 Hasil belajar afektif tidak dapat dilihat bahkan diukur seperti halnya dengan bidang kognitif. Guru tidak dapat langsung mengetahui apa yang begejolak dalam hati anak, apa yang dirasakanya atau dipercayainya. 61 Ranah Afektif ini oleh Krathwohl dan kawan-kawan di rinci ke dalam lima jenjang yaitu : 62 1. Receiving Penerimaan adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan stimulus dari luar yang datang pada dirinya dalam bentuk 57 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan, Jakarta: Kencana 2008, cet. 5, hal. 273 58 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, cet. 4, hal 201 59 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai – Karakter, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012, cet. 1, hal. 69. 60 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana 2007, hal. 272. 61 S Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Bandung: Bina Aksara, 1989, hal. 69. masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Receiving juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajar ini, peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan. 2. Responding Menanggapi mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Contoh hasil belajar ranah afektif jenjang responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam tentang kedisiplinan. 3. Valuing Menilai = menanggapi. Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik buruk. Bila sesuatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan tela h mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Contoh hasil belajar jenjang Valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. 4. Organization mengatur atau mengorganisasikan artinya mem- pertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Contoh hasil belajar afektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakkan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada Peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 1995. 5. Characterization by a Value or Value Complex Karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai, yakni keterpaduan semua nilai yang telah dimiliki seseorang, yang memepengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Nilai ini telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujud peserta didik menjadikan perintah Allah swt yang tertera dalam al- Qur‟an pada surat al- „Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Setelah proses dari jenjang di atas maka akan mendapati ciri-ciri hasil belajar afektif yang dapat terlihat pada tingkah laku peserta didik seperti, perhatiannya terhadap mata pelajaran tertentu, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran tertentu, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru dan lain sebagainya. 63 Inilah berbagai gambaran tentang kompetensi yang harus dikembangkan melalui proses pembelajaran dalam kelas, yang untuk aspek afektif tersebut tidak cukup hanya dengan proses pembelajaran yang lebih melibatkan mereka dalam pembahasannya, tetapi juga contoh-contoh nyata sehingga mereka dapat memperlihatkan respon yang terukur. 64 Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan, seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, dan 63 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo, 2011, cet. 11, hal. 54 64 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta: Kencana, 2004, Cet. 1, hal.