Proses pembelajaran dalam al-quran (telaah kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam qs al-Kahfi (18): 60-82)

(1)

PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN

(TELAAH KISAH NABI MUSA DAN NABI KHIDIR DALAM

QS AL-KAHFI [18];60-82)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I)

oleh : Ahmad Syaikhu NIM : 106011000062

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432 H / 2010M


(2)

i

ABSTRAKSI Ahmad Syaikhu

106011000062

PROSES PEMBEAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH KISAH NABI MUSA DAN NABI KHIDIR DALAM QS AL-KAHFI [18]; 60-82).

Pendidikan adalah sebuah usaha untuk memosisikan manusia pada posisi kemanusiaannya, yaitu manusia yang tumbuh dan berkembang menuju kematangan, kedewasan, dan kemapananan yang beradab. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, bab 2 pasal 3 menyebutkan, bahwa tujuan pendidikan adalah, “…mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

Sementara itu, pendidikan Islam sebagaimana yang diungkap Athiyah al-Abrasyi adalah usaha sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya agar mampu mengemban amanah dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah di bumi.2

Namun demikian, arus zaman menuntut pendidikan untuk terus dipompa dan dikembangkan agar semakin menemukan ruhnya. Lantaran permasalahan-permasalahan pendidikan bukanlah masalah yang simple, melainkan memunculkan masalah-masalah yang promlematis bahkan kompleks. Hingga saat ini, definisi-definisi tentang pendidikan terus bertambah dan saling menyempurnakan.

Dalam hal itu, penulis melihat permasalahan pendidikan yang paling mendasar masih berkisar pada area pembelajaran dan prosesnya atau proses pembelajaran. Kita masih belum dapat menemukan pandangan-pandangan yang utuh tentang pendidik, pengajar, peserta didik, dan pembelajar. Konsekuensinya semua berjalan mengalir begitu saja.

Di sisi lain, pembahasan pendidikan yang direlasikan dengan al-Quran masih sangat minim. Padahal, al-Quran sejak awal mula telah menghembuskan spirit-spirit terkait pendidikan. Misalnya, ayat pertama yang menyerukan kita untuk mebaca secara umum dan luas ayat-ayat Allah baik yang bersifat tanziliyah

maupun kauniyah (lihat QS al-‘Alaq [96]; 1).

Sebagai jawaban atas permasalahan-permasalahan tersebut, penulis berupaya untuk menemukan pandangan-pandangan pendidikan dalam al-Quran, dalam hal ini Proses Pembeajaran dalam al-Quran (Telaah Kisah Musa dan

Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82). Semoga pembahasan ini dapat memberi

angin segar dan membangkitkan kembali penelitian pendidikan berbasis al-Quran.

1

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Tanpa Penerbit: 2003), hal 6.

2

Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000) cet 1 h 2.


(3)

ii

KATA PENGANTAR









Bismillah, Alhamdulillah ‘Amma Ba’du.

Tiada kata yang dapat penulis katakan untuk menunjuk kebesaran dan keagungan-Nya. Segala puja dan puji syukur kehadirat-Nya, Tuhan semesta alam yang telah menebarkan rahmat-Nya ke seluruh alam.

Salawat beriring salam semoga selalu tercurahkan kepada hibibina,

maulana, wa qurratu a’yunina, Nabi Muhammad Saw.

Tidak mudah menyususn sebuah karya ilmiah, Penulis menyadari itu sepenuhnya. Karena dalam penulisan ini diperlukan kejernihan hati, ketajaman pikiran, dan kedalaman pengetahuan. Namun berkat bantuan, dorongan, motivasi dari berbagai pihak, syukur alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, guna memenuhi persyaratan akademik yang harus ditempuh dalam mencapai gelar sarjana program strata satu (S1), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu baik secara moril atau materil, khususnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ketua dan Sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bpk. Abdul Ghafur MA, dosen pembimbing skripsi Penulis, yang telah mencurahkan segenap perhatian sampai penulisan skripsi ini rampung. 4. Segenap bapak dan ibuk dosen jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)


(4)

iii

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah dengan sabar mencurahkan tenaga dan pikiran demi keberhasilan kami di kampus peradaban ini.

5. Dosen-dosen penuh inspiratif, pemberi motivasi, yang tak pernah lelah memberi wejangan terbaik.

6. Guru Besar tercinta, Prof. Dr. KH Ali Mustafa Yaqub MA, Orang tua kami (para mahasantri Darus-Sunnah) di Ciputat.

7. Orang tua tercinta H. Mashuri dan Hj. Juriah, yang dengan kelembutan dan kesabaran telah membuat penulis tegar dalam menghadapi tantangan hidup (Allahummaghfirli wa li walidayya warhahum kama Rabbayanii shagiraa).

8. Kakakku, Widia Nuraini S.Pd yang telah membantu secara moril dan materil, yang selalu memberi nasehat terbaik kepada penulis.

9. Saudara-saudara Penulis yang terbaik Mita Ulfa Yanti Nur Islami, Abdul Aziz Khlaifi, yang masih tafaqquh fi al-din. Maka kebersamaan kita adalah saat-saat terindah. Keindahan yang dibalut dengan kasih sayang dan cinta. Seperti kebersamaan yang kita rajut bersama, moga kelak kita dimasukkan ke surganya bersama juga. Amien

10.My spesial guidence, Miratul Hayati S.Pd.I, semoga cepat lulus S2nya. 11.The Best Friend, teman-teman di pondok tercinta Darus-Sunnah High

Institute for Hadis Sciancies, khususnya ‘angkatan ta’aruf’ (Kang Sule, Lutfi Tajir, dll) (teman-teman kamar, TB S.Pd.I, Didut, dll). Teman-teman kelas B ‘06, yang penuh dengan riuh rendah canda-tawa, teman-teman seperjuangan di FLP, wa bil khusus angkatan inti (K’ Dodo, teh Lina, Ali R, Aji P, Gufran H, Desi A, Anah, Anna, dll), teman-teman di Buletin Nabawi, teman-teman Majalah Mimbar al-Azhar, teman-teman di ITE, Institute for Training and Educatioan.

Ciputat, 2 Desember 2010 Penulis


(5)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Metodelogi Penelitian ... 9

F. Review Studi Terdahulu... 10

BAB II KONSEP PEMBELAJARAN IDEAL ... 11

A...D efinisi Pembelajaran ... 11

B...T ujuan Pembelajaran ... 16

C...P rinsip-prinsip Pembelajaran dalam Islam ... 18

D...M etode dan Tehnik Pembelajaran ... 21

E...K edudukan Guru dalam Pembelajaran ... 22

F...T eori-teori Pembelajaran dalam Psikologi ...24

G...K arakteristik Pengajar ... 26

H...P eserta Didik dalam Pandangan Islam ... 29

BAB III SEPUTAR PENAFSIRAN KISAH MUSA DAN KHIDIR QS AL-KAHFI 60-82 ... 35

A. QS al-Kahfi ayat 60-61 ... 35


(6)

v

C. QS Al-Kahfi ayat 65 ... 40

D. QS Al-Kahfi ayat 66-68 ... 42

E. QS Al-Kahfi ayat 69-70 ... 44

F. QS Al-Kahfi ayat 71-73 ... 45

G. QS Al-Kahfi ayat 74-75 ... 47

H. QS Al-Kahfi ayat 76-77 ... 48

I. QS Al-Kahfi ayat 78 ... 50

J. QS Al-Kahfi ayat 79-82 ... 50

BAB IV PROSES PEMBELAJARAN MUSA DAN KHIDIR ... 55

A. Sumber Ilmu dan Motivasi Mencari Ilmu ... 55

B. Mencari Guru yang Berkualitas ... 60

C. Strategi Pembelajaran Musa dan Khidir ... 63

D. Proses Pembelajaran Musa dan Khidir ... 65

E. Evaluasi Pembelajaran Khidir kepada Musa ...72

BAB V PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran-saran ... 79


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam sebagaimana diketahui adalah pendidikan yang dalam pelaksanaannya berdasar pada ajaran Islam. Karena ajaran Islam berdasar al-Quran, al-Sunnah, pendapat ulama serta warisan sejarah, maka pendidikan Islam pun berdasarkan pada al-Quran, al-Sunnah, pendapat ulama serta warisan sejarah tersebut1

Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakatnya, hal ini karena pendidikan merupakan proses melestarikan, mengalihkan, serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus.

Dimikian pula dengan pendidikan Islam. Keberadaannya merupakan salah satu bentuk dari manifestasi cita-cita hidup Islam yang bisa melestarikan, mengalihkan, menanamkan (internalisasi), dan mentransformasi nilai-nilai Islam kepada generasi penerusnya sehingga nilai-nilai kultural-religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu-ke waktu.2

1Abuddin Nata, Pendidikan dalam Pespektif al-Quran, (Jakarta: UIN Jakarta Press, cet 1, 2005) h. 15.

2 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, cet 3, 2008), h. 8.


(8)

Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan konsepsi pendidikan yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis atau wawasan yang bersumber dari kitab suci al-Quran atau hadis, baik dilihat dari segi sistem, proses dan produk yang diharapkan maupun dari segi tugas pokoknya untuk membudayakan manusia agar bahagia dan sejahtera.3

Athiyah al-Abrasyi memberikan defenisi Pendidikan Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya agar mampu mengemban amanah dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah di bumi.4

Fadhil berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Arifin, Pendidikan Agama Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan dasar kemampuan (fitrah) dan kemampuan ajaran dari luar.5

Selanjutnya, pendidikan dari sudut pandang kultural manusia, merupakan suatu alat pembudayaan (enkulturasi) masyarakat manusia itu sendiri. Dalam hal itu, proses pembudayaan sangat bergantung pada pemegang alat tersebut, yaitu para pendidik. Para pendidik memegang posisi kunci dalam menentukan keberhasilan proses belajar sehingga mereka dituntut persyaratan tertentu, baik toritis maupun praktis, dalam pelaksanaan tugasnya.6

Pendidikin Islam yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam harus bisa menanamkan atau membentuk sikap hidup yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam, juga mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan sejalan dengan nilai-nilai Islam yang melandasi, merupakan sebuah proses secara pedagogis mampu

3 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,……... h. 4.

4 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000) cet 1 h 2.

5H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, ……h. 17.


(9)

mengembangkan hidup anak ke arah kedewasaan atau kematangan yang menguntungkan dirinya. Oleh karena itu usaha tersebut tidak boleh dilakukan secara coba-coba (trial and error) atau atas dasar keinginan dan kemauan pendidik tanpa dilandasi dengan teori-teori kependidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam konteks itu, proses belajar mengajar dapat diartikan bukan hanya mentransformasikan ilmu pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan keterampilan kepada peserta didik, melainkan juga menggali, mengarahkan, dan membina seluruh potensi yang ada dalam diri peserta didik, sesuai dengan tujuan yang direncanakan.

Proses belajar mengajar tersebut harus berjalan dengan baik dan efektif. Yaitu, proses belajar mengajar yang menyenangkan, menggembirakan, penuh motivasi, tidak membosankan, serta menciptakan kesan yang baik pada diri peserta didik. Untuk mewujudkan keadaan yang demikian, maka proses belajar mengajar harus disertai dengan memelihara motivasi, kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, tujuan-tujuan, dan perbedaan-perbedaan perseorangan di antara peserta didik, menjadi tauladan bagi mereka dalam segala hal yang disampaikan.7

Namun demikian, dalam realitas, paradigma pembelajaran tradisional pada umumnya masih terkesan mengenyampingkan peran pengembangan potensi kemampuan nalar dan berkreasi. Hal ini dapat dilihat dari fenomena begitu banyaknya orang yang menimba ilmu pengetahuan, namun mereka ibarat alat perekam bagi ilmu-ilmu yang mereka pelajari, tidak lebih kurang. Kadang kala mereka mempelajari sebuah kitab dari guru mereka dengan tekun dan konsentrasi, mereka berusaha memahami bacaan bahkan menghafalnya dan mencatatnya. Pada masa yang akan datang mereka menjadi para guru. Lalu mereka ajarkan dengan menerapkan metode pengajaran persis apa yang mereka dahulu dapatkan.8

7 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Pespektif al-Quran, h. 225.

8 Murtadha Muthahhari, Konsep Pendidikan Islam, (Depok: Iqra Kurnia Gemilang, cet 1 2005), h 20-21.


(10)

Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi sangat tergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran. Rendahnya mutu pendidikan pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai, minat dan motivasi yang rendah, kinerja guru yang rendah akan menyebabkan pembelajaran kurang efektif.

Selain itu, terjadinya ketimpangan di sekolah-sekolah salah satunya dapat dilihat dari aspek peserta didik, bagi seorang guru, peserta didik di sebagian besar sekolah dianggap sebagai seseorang yang masih kosong dan siap untuk dijadikan sesuai kebutuhan pasar. Peserta didik yang dianggap demikian, berdampak pada proses pendidikan di berbagai sekolah. 9

Sekolah tugasnya adalah menyiapkan peserta didik untuk mencapai nilai terbaik dalam bidang tertentu untuk dijadikan sebagai manusia yang ahli sesuai dengan jurusannya. Sementara latar belakang perilaku, akhlak, sikapnya terhadap siswa.10

Akibatnya, kritik atau keluhan yang sering dilontarkan masyarakat dan pihak orang tua murid selama ini, pendidikan agama di sekolah dan perguruan tinggi, belum mampu mengantar peserta didik untuk dapat memahami dan mengamalkan ajaran agamanya dengan baik dan benar.

Demikian pula kemampuan dalam praktek ibadah tidak seperti yang diharapkan. Selain kelemahan dalam peguasaan materi (aspek kognitif ) juga dalam hal pembentukan prilaku (aspek afektif) dampak nilai-nilai luhur agama dari proses pendidikan agama di sekolah-sekolah oleh sebagian masyarakat dinilai kurang nampak dalam pribadi anak dalam kehidupan sehari-hari.11

9Dawam Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta, Penerbit INSPEAL, 2006), h.1.

10Dawam Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural,... h.1. 11Dawam Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural,... h. 2


(11)

Tingginya frekuensi perkelahian sesama pelajar di kota-kota besar, kurangnya rasa hormat sang anak atau murid kepada guru, bahkan ada yang memukul guru kalau ia tidak naik kelas, akrabnya sebagian anak muda dengan obat-obat terlarang seperti narkotika, adanya pergaulan bebas, sering diangkat oleh sebagian anggota masyarakat dan orang tua sebagai indikasi ketidakberhasilan pendidikan agama di sekolah dan perguruan tinggi.

Setiap terjadi dekadensi (kerusakan) moral masyarakat, maka semua pihak akan menoleh kepada lembaga pendidikan dan seakan menuduhnya tidak becus mendidik anak bangsa. Tuduhan berikutnya terfokus pada pendidik yang dianggap alpa dan tidak profesional dalam menjaga gawang moralitas anak bangsa. Para pendidik tiba-tiba menjadi perhatian saat musibah kebobrokan moral, ketertinggalan ilmu pengetahuan dan peradaban terjadi.12

Sekolah khususnya guru hanya bertugas menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan kognitif intelektual belaka, sama sekali terlepas dari kemampuan afeksi sosial, afeksi kelembutan, afeksi menghargai orang lain, afeksi menjunjung harkat dan martabat semua manusia13 Sekolah hanya bertugas untuk mempersiapkan peserta didik untuk mencapai nilai baik dalam bidang tertentu untuk dijadikan sebagai manusia yang ahli sesuaidengan jurusannya. Sementara latar belakang perilaku, akhlak, sikapnya terhadap sesama manusia bukan menjadi pertimbangan utama dalam perekrutan peserta didik.14

Belum lagi keadaan guru di Indonesia yang memprihatinkan. Fakta menyebutkan bahwa, kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

12Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKIS, cet I, 2009), h. 35.

13Ainurrofiq Dawam, Pendidikan Multikultural,….h. 29-30


(12)

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).15

Dalam pada itu, tidak sedikit masalah-masalah dalam kelas muncul. Mulai dari pembelajaran yang membosankan, pembelajaran yang hanya berkisar pada ceramah dimana guru belum mampu berdialog dengan baik kepada peserta didik, hingga guru yang keluar ruangan sebelum waktunya karena kehabisan materi dalam mengajar.

Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu kewaktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar.16

Di mana letak kesalahannya? Pada isi kurikulum yang kurang tepat, sistem atau metodologi, alokasi waktu atau ketidakmampuan pihak guru agama untuk menjawab hhal seperti itu. Dalam hal ini, penulis ingin melihat bagaimana al-Quran menjelaskan tentang proses pembeajaran.

Sebagaimana mafhum al-Quran adalah kalamullah (firman Allah) yang mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat nanti17

15http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/ciri-ciri-dan-masalah-pendidikan-di-indonesia. 1/11/10

16Risjayanti, Peningkatan Motivasi dan Minat Belajar Siswa, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta), h. 3.

17 Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarata: PT Raja Grafindo Persada, 2002) h. 1.


(13)

Al-Qur'an merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prisip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.18

Al-Quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul Saw untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu, “Kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Quran) untuk kamu terangkan kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir.” (QS an-Nahl [16]; 44).

Sebagai referensi utama umat Islam, al-Quran telah hadir untuk menjawab berbagai persoalan manusia. Meski terbatas pada 114 surat dan 6666 ayat, namun manusia kerap kali menemukan penemuan-penemuan baru. Dalam konteks keilmuan, al-Quran telah melahirkan berbagai macam ilmu. Mulai dari fisika, biologi, astronomi, kimia, geologi, psikologi dan seterusnya hingga ilmu pendidikan.19

Kehadiran al-Quran senantiasa eksis untuk setiap zaman dan kondisi. Ia hadir untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia. Hal ini tersurat jelas dalam firman-Nya, “Kitab suci diturunkan untuk memberi putusan (jalan keluar) terbaik bagi problem-problem kehidupan manusia” (QS al-Baqarah [2]; 213).

Terkait dengan pendidikan, al-Quran sejak dari awal mula diturunkan telah memberikan sinyalmen yang begitu terasa. Ditemukan langsung ayat pertama yang diturunkan;

18 Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, ...h. 1. 19Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, ...h. 2


(14)





Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,” (QS al-‘Alaq [96]; 1)

Ayat-ayat ini dan yang semacamnya memberikan ruh progresivitas kepada manusia untuk senantiasa mengembangkan wawasannya. Dalam hal ini, manusia dituntut untuk mengembangkan ayat-ayat Allah, baik yang bersifat tanziliyah

maupun yang bersifat kauniyah.

Berdasarkan wacana di atas, penulis berkesimpulan bahwa wawasan tentang pendidikan, khususnya pengajaran benar-benar perlu diangkat dan dipaparkan kembali. Semua itu, lantaran al-Quran dan Ilmu pengetahuan termasuk pendidikan merupakan satu kesatuan yang begitu erat. Dimana al-Quran mencakup pelbagai macam masalah terkait pendidikan. Bahkan, al-Quran sendiri hadir ke tengah-tengah manusia sebagai kitab yang mendidik, membimbing, dan mengajarkan.

Sementara itu, penulis sendiri memiliki beberapa asumsi sendiri yang menjadi beberapa pertimbangan dalam penulisan skripsi ini, di antaranya:

Pertama, al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang berwawasan global bersifat universal. Sebagaimana maklum bahwa Islam adalah agama universal, agama yang membawa misi rahmatan lil alamin.20

Kedua, penulis menginginkan pandangan yang utuh yang diberikan oleh al-Quran. Tujuannya, agar pandangan ini dapat menjadi pijakan yang otentik terkait pembelajaran berdasakan prinsip-prinsip Islam oleh para guru, khususnya guru-guru yang beragama Islam.

Ketiga, membangkitkan semangat cinta Islam. Karena tidak sedikit, kaum terpelajar muslim lebih bangga manakala merujuk pada referensi tokoh-tokoh barat. Alih-alih merujuk kepada tokoh-tokoh muslim dianggap ortodok, rigid, dan tidak keren.

Pada dasarnya, al-Qur'an sendiri telah memberi isyarat bahwa


(15)

permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pengajaran, dan nilai-nilai pengajaran yang lebih manusiawi, yang selanjutnya bisa dijadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu.

Bersandar pada beberapa pernyataan di atas, penulis dengan ini memberi judul untuk karya tulis ini dengan, Proses Pembelajaran dalam al-Quran (Telaah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82). Semoga karya ini dapat menjadi acuan sebagai model pembelajaran yang benar-benar memiliki ruh.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Tentu pembahasan terkait pengajaran dalam al-Quran tidaklah sedikit. Maka itu, penulis membatasi pembahasan hanya pada upaya menemukan Proses Pembelajaran dalam al-Quran melalui pendekatan Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82 pada upaya meningkatkan kinerja dan semangat guru dalam mengajar.

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, perumusan masalahnya adalah bagaimana proses pembelajaran Musa dan Khidir dalam al-Quran?

C. Tujuan Penelitian

Sementara itu, yang menjadi tujuan peneliti pada wacana Proses Pembelajran dalam al-Quran adalah memberikan sebuah ide dan gagasan guna mewujudkan pengajaran yang berkulitas dan bertanggung jawab. Hal ini dikarenakan banyak guru yang mengajar tapi minim dalam hal teori meskipun tidak memungkiri bahwa teori tidak selalu dapat menjawab praktik yang terjadi di lapangan. Selanjutnya, diharapkan para guru tidak hanya asal berani mengajar, melainkan pula memiliki bekal dan landasan yang kuat. Begitu hanya dengan siswa agar mengerti dan memahami arti pembeajaran yang sebenarnya. Adapun yang lebih ditekankan adalah penulis berusaha dengan sebijak mungkin untuk memunculkan sebuah contoh proses pembeajaran dalam al-Quran sekaligus menjadi respon atas banyaknya wacana seputar proses beajar-mengajar.


(16)

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak.

1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan serta pengalaman penulis mengenai penelitian ini, baik dalam merencanakan ataupun melaksanakan penelitian.

2. Bagi universitas, menambah khazanah ilmiah di kalangan akademis khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan diharapkan menjadi sumbangsih gagasan dan sebuah tawaran solusi terhadap tantangan globalisasi serta dapat dipraktikkan dalam membangun guru-guru yang berkualitas, penuh integritas, dan memiliki semangat pengabdian.

3. Bagi guru, untuk mengetahui bagaimana penerepan proses pembelajaran yang lebih baik berdasarkan al-Qur’an.

D. Metodologi Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian ini, jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Libarary Research), yaitu berusaha mengungkap dan menemukan secara sistematis berbagai data mengenai proses pembelajaran dengan merujuk kepada QS. Al-Kahfi {18}, 60-82. Secara rinci penelitian ini berusaha menemukan jawaban. “Bagaimanakah nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam ayat tersebut? Dilihat dari objek penelitian ini, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tafsir kependidikan (tafsir tarbawy)

Penelitian ini bersifat kepustakaan karena sumber datanya adalah terdiri dari buku-buku yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan. Dimana sumber pokoknya (primer) adalah:

1. Al-Qur'an dan terjemahannya.

2. Tiga buku tafsir al-Qur'an: Pertama, Tafsir al-Maragi, karya Ahmad Mustafa al-Maraghi. Kedua, Tafsir fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb.

Ketiga, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran karya M Quraish Shihab.


(17)

4. Dan buku-buku pendukung (sekunder) baik yang ada hubungan langsung maupun tidak langsung.

Sumber-sumber pendukung ini antara lain adalah:

1. Buku-buku Tafsir yang dianggap memadai dan mewakili,

2. Buku-buku yang berisikan pengetahuan tentang al-Qur’an, atau yang dikenal dengan ‘Ulum al-Qur’an

3. Kamus-kamus yang memuat daftar kata-kata al-Qur’an, yang mana isinya merupakan petunjuk praktis untuk menemukan ayat-ayat. Dan dipakai pula kamus-kamus lain yang relevan dengan pembahasan,

4. Buku-buku tentang pendidikan, dikhususkan tentang nilai-nilai pengajaran yang akan dibatasi pada buku-buku yang dianggap memadai,

5. Sumber-sumber lain yang relevan dengan pembahasan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:  BAB I : Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Pandangan Umum Tentang Pembeajaran, di dalam bab ini akan dibahas mengenai konsep pembelajaran, pengertian pembelajaran, tujuan pembelajaran, metode dan teknik pembelajaran, kedudukan guru dalam pengajaran, teori-teori pengajaran dengan menggunakan referensi psikolog Barat, terakhir mengenai anak didik dalam pandangan Islam.

BAB III : Seputar Penafsiran QS al-Kahfi [18]; 60-82, dengan merujuk kepada penafsiran ahi tafsir dalam ayat ini.  BAB IV : Proses Pembelajaran Musa dan Khidir dalam QS al-Kahfi

[18]; 60-82


(18)

BAB II

KONSEP PEMBELAJARAN IDEAL

A. Definisi Pembelajaran 1. Mengajar

Di dalam dunia pendidikan, pihak-pihak yang melakukan kegiatan mendidik dikenal dengan dua predikat yaitu: pendidik dan guru. Pendidik (murabby) adalah orang yang berperan mendidik subjek didik atau melakukan tugas pendidikan (tarbiyah). Sedangkan guru adalah orang yang melaksanakan tugas mengajar (ta’lim).1 Meski demikian term guru juga dimaknai dengan pendidik.

Dalam bahasa Indonesia guru adalah orang yang digugu (diindahkan) oleh peserta didik serta ditiru dalam arti perilaku guru akan selalu diikuti oleh peserta didiknya, karena guru sebagaimana ulama adalah pewaris para nabi, yaitu sebagai

uswah hasanah (contoh teladan yang baik).2

Pendidik mengandung makna pembinaan kepribadian, memimpin dan memelihara sedangkan pengajaran bermakna sekedar memberi informasi kepada peserta didik yang dalam prosesnya dilakukan oleh pendidik atau guru.3

1Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKIS, cet I, 2009), h. 36.

2Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan ………h. 35.


(19)

Meskipun istilah mendidik dan mengajar dapat dibedakan, pada hakikatnya kedua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan secara dikotomis. Sebab pada kenyatannya antara pendidikan dan pengajaran adala suatu proses yang tidak dapat dipisahkan. Seorang pendidik dalam proses belajar mengajar selalu terlibat dalam kegiatan pengajaran (mengajar), demikian juga pengajar pada saat melakukan kegiatan mengajar ia juga harus menjaga moral dan keteladan terhadap anak didiknya.4

Ada beberapa pengertian yang digunakan untuk mendefinisikan kegiatan mengajar antara lain:

Definisi klasik menyatakan bahwa mengajar diartikan sebagai penyampaian sejumlah pengetahuan karena pandangan yang seperti ini, maka guru dipandang sebagai sumber pengetahuan dan siswa dianggap tidak mengerti apa-apa. Pengertian ini sejalan dengan pandangan Jerome S. Brunner yang berpendapat bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh siswa. 5

Sebagian para ahli mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam diri anak didik. Dalam hal ini guru memegang peranan utama, sedangkan siswa tinggal menerima, bersifat pasif. Pengajaran yang berpusat kepada guru bersifat teacher centered. Ilmu pengetahuan yang diberikan kepada siswa kebanyakan hanya diambil dari buku-buku pelajaran, tanpa dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari siswa. Pelajaran serupa ini disebut intelektualistis.6

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk

4Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKIS, cet I, 2009), h. 37.

5Dawna Markova, The Smart Parenting Revolution, Psikologi Pendidikan

6 http://raflengerungan.wordpress.com/korupsi-dan-pendidikan/pengertian-mengajar-didaktik. diakses tanggal 20 November 2010.


(20)

berlangsungnya proses belajar mengajar.7

Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah. Implikasi dari pengertian ini adalah:

b. Pengajaran dipandang sebagai persiapan hidup, c. Pengajaran adalah suatu proses penyampaian, d. Penguasaan Pengetahuan adalah tujuan utama, e. Guru dianggap yang paling berkuasa,

f. Murid selalu bertindak sebagai penerima.

Mengajar adalah mewariskan kebudayaan pada generasi muda melalui lembaga pendidikan di sekolah. Perumusan ini bersifat lebih umum dan berimplikasi sebagai berikut:8

a. Pendidikan bertujuan membentuk manusia berbudaya. b. Pengajaran berarti suatu proses pewarisan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa aktivitas yang sangat menonjol dalam pengajaran ada pada siswa. Namun, bukan berarti peran guru tersisihkan, tetapi diubah, kalau guru dianggap sebagai sumber pengetahuan, sehingga guru selalu aktif dan siswa selalu pasif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru adalah seorang pemandu dan pendorong agar siswa belajar secara aktif dan kreatif.

Tiap usaha mengajar sebenarnya ingin menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri peserta didik. Maksud pola laku tersebut adalah kerangka dasar dari sejumlah kegiatan yang lazim dilaksanakan manusia untuk bertahan hidup dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam situasi nyata. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan rohani, misalnya mengamati, menganalisis, dan menilai keadaan dengan daya nalar. Bisa juga berupa kegiatan jasmani. yang dilakukan dengan tenaga dan keterampilan fisik. Umumnya

7Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, cet ke-9), h. 45


(21)

rnanusia bertindak secara manusiawi apabila kedua jenis kegiatan tersebut dibuat secara terjalin dan terpadu.9

Di samping menumbuhkan dan menyempumakan pola laku, pengajaran juga menumbuhkan kebiasaan. Kebiasaan dapat dirumuskan sebagai keterarahan, kesiapsiagaan di dalam diri manusia untuk melakukan kegiatan yang sama atau serupa atas cara yang lebih mudah, tanpa memeras atau memboroskan tenaga. Kebiasaan akan timbul justru apabila kegiatan manusia, baik rohani maupun jasmani dilakukan berulang kali dengan sadar dan penuh perhitungan.

Guru dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas belajar peserta didik dalam bentuk kegiatan belajar mengajar yang sedemikian rupa, dapat menghasilkan pribadi yang mandiri, dalam hubungan ini, guru memegang peran penting dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang sebaik-baiknya. Tugas guru tidak hanya sebagai pengajar dalam arti penyampaian pengetahuan, tetapi lebih meningkat sebagai perancang pengajaran.10

2. Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Belajar menurut Cronbach adalah belajar melalui pengalaman, dengan pengalaman tersebut pelajar menggunakan seluruh panca inderanya.11

Anthony Robbins mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu pengetahuan yang sudah dipahami dengan pengetahuan yang baru. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Jerome Brunner bahwa belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstuk)

9Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: UIN Jakarta Press, cet-I), h. 207.

10Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, edisi revisi), h. 77

11 Baharudin dan Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Arruzz Media, Cet III 2008) h. 13


(22)

pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengertahuan yang sudah dimilikinya.12

Belajar dapat diartikan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan prilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. (Moh. Surya: 1997).

Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. (Whitheringston: 1952).

Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap baru. (Crow and Crow: 1958). Belajar adalah proses dimana suatu prilaku muncul prilaku atau berubah karena adanya respons terhadap suatu situasi (Hilgard: 1962).

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena perubahan atau pertumbuhan tubuhnya atau karakteristik seorang sejak lahir. Dari beberpa definisi di atas, sangat jelas, bahwa belajar merupakan sebuah proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik, positif, dan futuristik hal itu meliputi berbagai aspek seperti keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

3. Pembelajaran

Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI)

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan

12 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Group, Cet II 2010) h. 15.


(23)

pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.13

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. (Gagne dan Briggs: 1979: 3)

Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20)

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang komplek, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Secara sederhana pembelajaran adalah produk interaksi berkelanjutan anatra pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam bahasa yang lebih kompleks, pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan sumber belajar siswa dengan sumber lainnya) dalam rangka tujuan yang diharapkan.14

Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. Dengan demikian

13 www.wikipedia.com


(24)

pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.

Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

B. Tujuan Pengajaran

Tujuan artinya suatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir, bila suatu tujuan telah dicapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai tujuan akhir.

Kegiatan pengajaran harus mempunyai tujuan, karena setiap kegiatan yang tidak mempunyai tujuan akan berjalan meraba-raba, tak tahu arah tujuan. Tujuan yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih giat, terarah dan sungguh-sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi pada tujuannya. Segala daya dan upaya pengajaran harus dipusatkan pada pencapaian tujuan itu. Karena itu tujuan pengajaran harus berfungsi sebagai:15

1. Titik pusat perhatian dan pedoman dalam melaksanakan kegiatan pengajaran, 2. Penentu arah kegiatan pengajaran,

3. Titik pusat latihan dan pedoman dalam menyusun rencana kegiatan pengajaran,

4. Bahan pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan memperluas ruang lingkup pengajaran,

5. Pedoman untuk mencegah atau menghindari penyimpangan kegiatan.


(25)

Tujuan pendidikan Islam adalah kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang berkepribadian Islam dalam Al-Qur’an disebut juga “muttaqin”. Karena itu Pendidikana Islam berarti juga pembentukan manusia yang bertaqwa. Ini sesuai benar dengar pendidikan nasional kita yang dituangkan dalam tujuan pendidikan nasional yang akan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.16

Tujuan pengajaran agama Islam harus berisi hal-hal yang dapat menumbuhkan dan memperkuat iman serta mendorong pada kesenangan mengamalkan ajaran agama Islam. Proses pencapaian itu hendaknya sekaligus membina keterampilan mengamalkan ajaran Islam itu. Untuk itu diperlukan usaha pembentukan materi yang akan memperkaya murid dengan sejumlah pengetahuan, membuat mereka dapat menghayati dan mengembangkan ilmu itu, juga membuat ilmu yang mereka pelajari itu berguna bagi mereka. Tujuan ini hendaknya mengandung sifat pemberian dan penanaman ilmu agama (kognitif) dan keterampilan mengamalkan ajaran agama (psikomotor). Untuk itu tujuan pengajaran agama Islam itu harus mengandung bahan pelajaran yang bersifat;17 1. Menumbuh dan memperkuat iman,

2. Membekali dan memperkaya ilmu agama, 3. Membina keterampilan beramal,

4. Menuntun dan mengembangkan potensi yang dibawa sejak lahir sebagai manusia secara utuh (individual),

5. Menumbuhkan dan memupuk rasa sosial dan sifat-sifat terpuji,

6. Pemberian pengetahuan dan keterampilan yang dapat diamalkan dan dikembangkan dalam berbagai lapangan pekerjaan untuk mencari nafkah (tenaga profesional).

Secara umum dan ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan pengajaran agama

16 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul, Seni Mendidik Islami, (Jakarta: Pustaka Zahra, cet I, 2003), h. 124.


(26)

Islam itu harus mengandung berbagai aspek pembinaan manusia seutuhnya, sehingga nantinya ia dapat hidup dengan baik sebagai manusia Pancasilais yang bertaqwa kepada Allah dalam ajaran Islam.

C. Prinsip-Prinsip Pembelajaran dalam Islam

Ide mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan dan pembelajaran banyak tertuang dalam ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat-ayat atau hadits-hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang prinsip-prinsip dasar pendidikan tersebut, dengan asumsi dasar, bahwa pendidikan sejati atau Maha Pendidik itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia dengan segala potensi dan kelebihan serta menetapkan hukum-hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya, sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut adalah sebagai berikut18

Pertama, Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan.19 Allah Swt Berfirman,











Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi...” (QS. Al Qashash [28]: 77).

18 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infinite Press, 2004), h. 25-30.


(27)

Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.

Kedua, Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan rohani. Banyak ayat Al-Quran Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan.,20 secara implisit hal ini menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al ‘Ashr [103]: 1-3



















Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh.” (Al-‘Ashr [103]:1-3)

Ketiga, Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.21

Keempat, Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia, di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai

20 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam... h. 26-27.


(28)

tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping selalu memperbaiki kualitas dirinya.22 Sebagaimana firman Allah.







Maka siapa yang bertaubat sesudah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah menerima taubatnya, dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah [5]: 39)

Dalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan

duniawi juga. Karena tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini.23

Kelima, Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh yang segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai

22 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam,...h. 29

23http://hasanrizal.wordpress.com tafsir-tarbawi-pendidikan-dalam-perspektif-al-quran. diakses tanggal 20 November 2010.


(29)

moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut.24

D. Metode dan Teknik Pembelajaran

Metode secara bahasa berarti suatu cara yang teratur untuk mencapai suatu tujuan.25 Metode juga dapat diartikan dengan cara yang digunakan pendidik dalam menyampaikan materi bahan ajar kepada anak didik, berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah pengajaran, seperti, ceramah, diskusi (halaqah), tanya jawab.

Dalam tradisi Islam banyak teknik pengajaran. Namun yang paling awal adalah teknik hafalan26 yang sudah ada sejak zaman nabi, karena saat itu belum muncul tradisi menulis sehingga dibutuhkan teknik meghafal yang kuat untuk menghafal ayat-ayat Al-Quran.27

Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses belajar mengajar

24 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam,....h.30.

25 WJS, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1999), h. 649

26Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), h. 121.


(30)

Metode pembelajaran bertujuan untuk menjadikan proses dan hasil belajar mengajar ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran anak didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Agama Islam melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar anak didik secara mantap di samping bermanfaat untuk mengantarkan tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan.28

Penggunaan metode mengandung implikasi bersifat konsisiten, sistematis, dan makna menurut kondisi sasarannya, mengingat sasaran metodenya adalah manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya. Ada banyak metode yang dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai sebutan, diataranya: 1. Maw`izhah (ceramah) 2. Kitabah (tulisan) 3. Hiwar (dialog) 4. Al-as`ilah wa al-ajwibah (Tanya jawab) 5. Al-niqashy (diskusi) 6. Al-mujadalah (debat) 7. Brain strorming 8. Al-qishash (bercerita) 9. Al-amstal (metafora) 10. Karya wisata 11. Al-qudwah (imitasi) 12. Uswatun hasanah 13. Al-tathbiq (demontrasi dan dramatisasi) 14. Game and simulation (permainan dan simulasi) 15. Al-mumarasat al-amal (drill) 16. Inquiry 17. Discovery 18. Micro teaching 19. Modul belajar 20. Independent study (belajar mandiri) 21. Eksprimen 22. Kerja lapangan 23. Case study 24. Targhib wa tarhib (janji dan ancaman) 25. Al-tsawab wa al-`iqab (anugrah dan hukuman) 26. Musabaqah (kompetisi).29

D. Kedudukan Guru dalam Pembelajaran

Islam memberikan perhatian terhadap guru, sebab keberadaan guru seperti batu pertama dalam struktur perkembangan dan kesempurnaan sosial serta jalan bimbingan dan perubahan tingkah laku dan mentalitas individu serta individu.30

Pendidik (pengajar) memiliki kedudukan yang sangat mulia karena

28Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam , Pengembangan Pendidikan,... h. 91.

29Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam , Pengembangan Pendidikan,...h. 92.

30 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul, Seni Mendidik Islami, (Jakarta: Pustaka Zahra, cet I, 2003), h. 136.


(31)

tanggung jawabnya yang berat. Guru merupakan spiritual father bagi siswanya. Hal ini disebabkan guru memberikan bimbingan jiwa siswanya dengan ilmu, mendidik dan meluruskan akhlaknya. Menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita. Dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang. Bahkan Abu Dardaa melukiskan hubungan guru dan murid itu sebagai pertemanan dalam kebaikan dan tanpa keduanya maka tidak ada kebaikan.31

Guru adalah teladan para murid, Murid memperoleh sifat yang baik, serta kecenderungan yang benar, juga perilaku yang utama adalah dari guru mereka yang memperlihatkan keutaman dan perilaku yang benar tesebut. Karena itu para guru harus mendisiplinkan diri.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapati prilaku anak-anak yang meniru prilaku orang lain yang menjadi pujaannya, seperti meniru gaya pakaian, meniru gaya rambut, meniru gaya bicara. Hal serupa juga terjadi di sekitar lembaga-lembaga pendidikan, seorang siswa yang meniru guru yang ia senangi, seperti meniru cara menulis, cara duduk, cara berjalan, cara membaca dan lain sebagainya. Semua ini membuktikan bahwa pada hakekatnya sifat meniru prilaku orang lain merupakan fitrah manusia, terutama anak-anak. Sifat ini akan sangat berbahaya jika peniruan dilakukan juga terhadap prilaku yang tidak baik.32

Ada dua bentuk strategi keteladanan; pertama, yang disengaja dan dipolakan sehingga sasaran dan perubahan prilaku dan pemikiran anak sudah direncanakan dan ditargetkan, yaitu seorang guru sengaja memberikan contoh yang baik kepada muridnya supaya dapat menirunya. Kedua, yang tidak disengaja, dalam hal ini guru tampil sebagai seorang figur yang dapat memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari.33

31Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan,…h. 51

32 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan GenerasiUnggul,…h. 137 33 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul,…h. 137


(32)

Untuk dapat menjadikan “teladan” sebagai salah satu strategi, seorang guru dituntut untuk mahir dibidangnya sekaligus harus mampu tampil sebagai figur yang baik. Bagaimana mungkin seorang guru menggambar bisa mengajarkan cara menggambar yang baik jika ia tidak mengusai tehnik-tehnik menggambar, seorang guru ngaji tidak akan dapat menyuruh siswanya fasih membaca al-Quran jika dirinya tidak menguasai ilmu membaca al-Qur’an dengan baik, guru matematika akan dapat memberi contoh cara menghitung yang baik jika iapun menguasai cara menghitung dengan baik, jangan harap seorang guru bahasa Indonesia akan dapat mengajar membaca puisi dengan baik jika dirinya saja tidak mahir dalam bidang ini, demikianlah seterusnya dengan disiplin ilmu yang lain.

Dalam hal ini guru sebagai teladan, keteladanan memberikan pengaruh yang lebih besar daripada cacian atau nasehat.Jika perilaku seorang guru bertolak belakang dengan apa yang diajarkannya maka bias dikatakan bahwa proses belajar dan mengajar gagal.34

E. Teori-teori Pembelajaran menurut Psikologi

Belajar dan Pembelajaran merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan menguasai prinsip-prinsip dasar tentang pengajaran seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis.

1. Teori Pembelajaran Behavioristik

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan

34 Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam (Terj), (Jakarta: Gema Insani Pers, 2003), h. 3.


(33)

perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan kecenderungan perilaku S-R (Stimulus-Respon).35

Contohnya, dalam percobaan apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.36

Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelas bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respon

2. Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi, dalam teori pembelajaran sosial

35 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,...62.

36 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 63.


(34)

kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “manusia” itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan.37

Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang tidak random, lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh Tohirin bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.38

3. Teori Pembelajaran Kognitif

Teori kognitif tertuju kepada hal-hal yang terjadi di dalam kepala kita ketika belajar. Teori kognitif juga mengambil perspektif bahwa siswa secara aktif memproses informasi dan pembelajaran berlangsung melalui usaha-usaha siswa ketika siswa mengaturnya, menyimpannya dan kemudian menemukan hubungan-hubungan antara informasi, hubungan baru dengan pengetahuan lama, skema, dan teks, pendekatan kognitif menekankan bagaimana informasi di proses39

4. Teori Pembelajaran Konstruktif

37http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaran-sosial.html . 9-11-10.

38Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 67

39Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 63.


(35)

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama Dahar, menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat.40

Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan.

F. Karakteristik Pengajar

Al-Mawardi, sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata,

memandang seorang guru yang baik adalah guru yang tawadhu (rendah hati), menjauhi sikap ujub (besar kepala) dan memiliki rasa ikhlas. Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya seorang guru harus dilandasi dengan kecintaan terhadap tugasnya sebagai guru, kecintaan ini akan benar-benar tumbuh dan berkembang apabila keagungan, keindahan dan kemuliaan tugas guru itu sendiri benar-benar dapat dihayati.41

Selanjutnya Al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas

40 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 65.

41Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 50.


(36)

dasar motif ekonomi. Dalam pandangannya bahwa mengajar dan mendidik merupakan aktivitas keilmuan, sementara ilmu itu sendiri mempunyai nilai dan kedudukan yang tinggi, yang tidak dapat disejajarakan dengan materi. Tugas mendidik dan mengajar dalam pandangan Al-mawardi adalah tugas luhur dan mulia, itulah sebabnya dalam mendidik dan mengajar seseorang harus semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT. Apabila dalam yang dituju dari tugas mengajar nya itu adalah materi, maka ia akan mengalami kegoncangan ketika ia merasa bahwa kerja yang dipikulnya tidak seimbang dengan hasil yang diterimanya.42

Menurut Tohirin sebagaimana yang dikutip dari Surya, untuk mewujudkan prilaku mengajar yang tepat, guru diharapkan memiliki karakteristik mengajar antara lain:43

1. Memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelajaran yang diajarkan,

2. Memiliki kecakapan untuk memerhatikan kepribadian dan suasana hati secara tepat serta membuat konak secara tepat pula,

3. Memiliki kesabaran, keakraban, sensitivitas yang diperlukan untuk menumbuhkan semangat belajar,

4. Memiliki pemikiran yang imajinatif dan praktis dalam usaha memberikan penjelasan kepada peserta didik,

5. Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya baik ini maupun metode,

6. Memiliki sifat yang terbuka, luwes, dan eksperimental dalam metode dan teknik.

Sementara itu, dalam pendidikan Islam, seorang pendidik pula hendaknya

42Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 51.

43Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 79.


(37)

memiliki karakteristik yang dapat membedakannya dari yang lain. Dengan hal itu, maka diharapkan seorang pendidik mampu bersikap totalitas berpadu antara karakter dan kepribadiaannya. An-Nahlawi membagi karakter pendidik Muslim kepada beberapa bentuk, di antaranya:44

1. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dengan tujuan, tingkah laku, dan pola fikirnya,

2. Bersifat ikhlas, melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata mencari keridhaan Allah dan menegakkan kebenaran,

3. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik,

4. Jujur dalam menyampaikan yang diketahuinya.

5. Senantiasa membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan mengkaji lebih lanjut.

6. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi.

7. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan proporsional,

8. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik.

9. Tanggap terhadap berbagai kondisidan perkembangan dunia yang dapat memengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola berpikir peserta didik.

10.Berlaku adil terhadap peserta didik.

Dalam pandangan yang tidak jauh berbeda al-Abrasyi memberikan batasan tentang karakteristik pendidik. Di antara kriteria dan karakteristik pendidik itu adalah:45

1. Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud. Yaitu, melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi akan tetapi lebih dari itu mencari keridhaan Allah.

2. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari kotoran dan jiwanya dari

44Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005) , h. 45-46.


(38)

sifat tercela.

3. Seorang pendidik hendaknya ikhlas dan tidak ria dalam menjalankan tugasnya.

4. Seorang pendidik hendaknya bersifat pemaaf dan memaafkan orang lain, sabar dan sanggup menahan amarah, senantiasa membuka diri dan menjaga kehormatannya.

5. Seorang pendidik hendaknya mampu mampu mencintai peserta didiknya sebagaimana ia mencintai anaknya sendiri.

6. Seorang pendidik hendaknya mengetahui karakter peserta didiknya, seperti; pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan berbagai potensi yang dimilikinya, 7. Seorang pendidik hendaknya menguasai pelajaran dengan baik dan

professional.

Dari batasan kriteria karakteristik di atas, terlihat jelas bahwa menjadi seorang pengajar atau pendidik tidaklah mudah. Seorang pengajar hendaknya memiliki persyaratan tertentu sebelum profesi itu ditekuninya.

G. AnakDidik (Manusia) dalam Pandangan Islam

Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.

ciri–ciri peserta didik :46

1. Kelemahan dan ketak berdayaannya 2. Berkemauan keras untuk berkembang

46 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta:PT Rineka Cipta, cet -II, 2006), h, 40.


(39)

3. Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kemampuan)

Syamsul Nizar sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, mendeskripsikan enam kriteria peserta didik, yaitu :47

1. peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri

2. peserta didik memiliki periodasi perkembangan dan pertumbuhan

3. peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada. 4. peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik, dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu

5. peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis

Widodo Supriyono, secara garis besar membagi dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani. Dalam bukunya ia menyatakan bahwa secara rohani manusia mempunyai potensi kerohanian yang tak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu (Ulil Albab), dapat berfikir atau merenung, memepergunakan akal, dapat beriman, bertaqwa, mengingat, atau mengambil pelajaran, mendengar firman tuhan, dapat berilmu, berkesenian, dapat menguasai tekhnologi tepat guna dan terakhir manusia lahir keduania dengan membawa fitrah.48

Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup di dunia. Manusia mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjukkan

47 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006). h. 77.

48 Widodo Supriono, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 1996, h. 171.


(40)

kepada akal menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :49 1. Kata Nazara, dalam surat al-Ghasiyyah ayat 17 :





Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan

2. Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :





“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Quran ataukah hati mereka terkunci?”

3. Kata Tafakkara, dalam surat an-Nahl ayat 68 :





Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempattempat yang dibuat manusia”.

4. Kata Faqiha, dalam surat at-Taubah 122 :



















“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mumin itu pergi semuanya

49 Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Quran, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2006), h. 72.


(1)

guru yang kredibel karena telah mendapat rekomendasi langsung dari Allah SWT untuk mengajarkan Musa.

5. Strategi pembelajaran merupakan langkah yang penting guna mendapatkan pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam hal ini, guru mengidentifikasi ke depan bentuk pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik.

6. Proses pembelajaran merupakan serangkain kegiatan yang mengantarkan peserta didik menuju sasaran pembelajaran yang diinginkan. Proses pembelajaran Musa menunjukkan betapa Musa adalah seorang peserta didik yang masih awam tentang ilmu yang diberikan gurunya. Hal ini mengisyaratkan kepada Musa untuk mengakui bahwa di atas bumi ini masih ada yang lebih pintar darinya. Selain itu, proses pembelajaran yang baik adalah ketika guru dan murid sama-sama aktif dalam proses pembelajaran itu.

7. Setelah mengalami serangkaian pembelajaran hendaknya guru melakukan evaluasi kepada pesrta didik. Hal ini untuk menunjukkan kepada peserta didik terkait pembelajaran yang telah dilakukan guna memberi wawasan baru dan menyempurnakan pembelajaran selanjutnya.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan khususnya bagi diri pribadi penulis sendiri dan umumnya para pembaca sebagai masukan atau pengingat:

1. Bagi guru, teruslah berjuang dan berusaha untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan keahlian. Dengan hal itu, diharapkan pemebelajaran dapat dilakukan degan efektif dan efisien. Lebih dari itu, guru yang baik adalah guru yang memiliki kompetensi dan profesionalitas. 2. Bagi siswa, teruslah belajar dan meningkatkan motivasi dalam belajar. Karena tiada kata berhenti dalam belajar. Seorang yang belajar akan terus merasa kurang karena ia semakin mengetahui bahwa ilmu yang didapat barulah sepercik dari ilmu Allah. Bagaikan padi semakin tumbuh semakin


(2)

pun pengetahuan yang didapat, tetap semua itu adalah anugrah Allah SWT. Wallahu a’lam.


(3)

Al-Quran dan Terjemahnya

Abu, Abdillah Muhammad bin Shalih, Kiat Agar Semangat Belajar Membara (Terj), (Beirut: Daar An-Naba)

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan, (Jakarta:PT Rineka Cipta, cet -II, 2006)

Al-Attas, M. Nuquib, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Nuquib Al-Attas, (Bandung: Mizan, cet I 2003)

Al-Bukhori Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, Jami’ Shahih al-Mukhtashor min Umuri Rasulillah wa Sunaninhi wa Ayyamih, (Beirut: Daar Ibnu Katsir, Cet 3 1987)

Al-farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’idan Cara Penerapannya, (Bandung: Pustaka Setia, 2002)

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir Maraghi, (Mesir: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladih, 1946)

Al-Qarashi, Baqir Sharif, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul, Seni Mendidik Islami, (Jakarta: Pustaka Zahra, cet I, 2003)

Al-Qardawi, Yusuf, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001)

Al-Rasyidin dan Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005)

Al-Utsaimin, Muhammad Ibn Shaleh, Panduan Lengkap menuntut ilmu (Pustaka Ibn Katsir)

Arifin, H. M., Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, cet 3, 2008)

Awwad, Jaudah Muhammad, Mendidik Anak Secara Islam (Terj), (Jakarta: Gema Insani Pers, 2003)

Baharudin dan Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Arruzz Media, Cet III 2008)

Dawam, Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta, Penerbit INSPEAL, 2006)


(4)

Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet 3 2006)

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan, Strategi Belajar mengajar, (Jakarta: Rieneka Cipta, Cet 3 2006)

Dradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Departemen Agama, t.th) Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang)

Gulo, W., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Gramedia, 2005)

Haitami, Munzir, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infinite Press, 2004)

Hakim, Thursan, Balajar Secara Efektif, (Jakarta: Niaga Swadaya, 2009)

Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet 6. 2009)

Haque, Soraya, Jejak-Jejak Perjalanan Jiwa, (Bandung: Mizan Publika, 2009) Katsir, Ibnu, Tafsir al-Quran al-Adzim, (Riyad: Daaru Thaibah, Cet 2 1999) Mujid, Abd. dan Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004) Muthahhari, Murtadha, Konsep Pendidikan Islam, (Depok: Iqra Kurnia Gemilang,

cet 1 2005)

Nata, Abuddin, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: UIN Jakarta Press, cet-I)

---, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001) ---, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001)

---, Pendidikan dalam Pespektif al-Quran, (Jakarta: UIN Jakarta Press, cet 1, 2005)

---, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarata: PT Raja Grafindo Persada, 2002) Poerwadarminta, WJS, , Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,

1999)

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006)

Risjayanti, Peningkatan Motivasi dan Minat Belajar Siswa, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta)


(5)

Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKIS, cet I, 2009) Samiun, Jazuli Ahzami, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Quran, (Jakarta: Gema

Insani Pers, 2006)

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Beroroentasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, Cet 6 2009)

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, cet ke-9)

---, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, cet-IX, 2001)

Shaleh, Abdul Rachman, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000)

Shaleh, Asrarun Ni’am, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas, 2006) Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

(Jakarta: Lentera Hati, cet II 2004)

---, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001)

Supriono, Widodo, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 1996.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Edisi Revisi, cet 14 2008)

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, edisi revisi)

Qutub, Sayyid, Tafsir fi Zilalil Quran, (t.tp, Mauqiu Tafasir, t.th)

Usman, M. Basyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakata: Ciputat Pers, 2002)

http://mgcmpi.wordpress.com/bahan-kerohanian/adab-menghormati-guru/ didownload, Jumat, 3 Desember 2010.

http://raflengerungan.wordpress.com/korupsi-dan-pendidikan/pengertian-mengajar-didaktik. diakses tanggal 20 November 2010.


(6)

tafsir-tarbawi-pendidikan-dalam-perspektif-al-http://rektor.uin-malang.ac.id/index.php/artikel. memilih-guru-.html diakses tanggal 30 November 2010.

http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam.html, didownload, Jumat, 3 Desember 2010

http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaran-sosial.html . 9-11-10.