Daya Serap Pektin dari Kulit Buah Durian (Durio zibethinus) Terhadap Logam Tembaga Dan Seng

(1)

DAYA SERAP PEKTIN DARI KULIT BUAH DURIAN (Durio zibethinus) TERHADAP LOGAM TEMBAGA dan SENG

SKRIPSI

OLEH : M. NASRIL SYAH

NIM 071524039

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2010


(2)

DAYA SERAP PEKTIN DARI KULIT BUAH DURIAN (Durio zibethinus) TERHADAP LOGAM TEMBAGA dan SENG

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Falkutas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: M. NASRIL SYAH

NIM 071524039

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

DAYA SERAP PEKTIN DARI KULIT BUAH DURIAN (Durio zibethinus) TERHADAP LOGAM TEMBAGA dan SENG

OLEH: M. NASRIL SYAH

NIM 071524039

Dipertahan di hadapan Panitia Penguji Falkutas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : Oktober 2010 Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Prof. Dr. Siti Morin Sinaga., M.Sc. Apt.) (Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt.) NIP 195008281976032002 NIP 195306191983031001

Pembimbing II,

(Prof. Dr. Siti Morin Sinaga., M.Sc. Apt.) NIP 195008281976032002

(Prof. Dr. Jansen Silalahi., M.App.Sc, Apt.)

NIP 195006071979031001 (Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.) NIP 195006221980021001

(Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt) NIP 194909061980032001

Medan, Oktober 2010 Falkutas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhana wata’ala yang telah memberi rahmat dan karuniya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Terimakasih dan rasa hormat yang besar kepada Ayahanda Mohd. Nazir Adam dan Ibunda Tjut Usmawati serta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung, memberi semangat dan do’a kepada penulis untuk menyelesaikan studi serta kesuksesan penulis.

Penulis juga mengucapka terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga., M.Sc.Apt dan Bapak Prof. Dr. Jensen Silalahi., M.App.Sc.Apt yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dekan dan para pembantu Dekan Falkutas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan.

3. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt., Bapak Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt dan Ibu Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu pengajar Falkutas Farmasi USU yang telah mendidik penulis hingga menyelesaikan pendidikan.

5. Bapak kepala Laboratorium Kimia Bahan Makanan beserta staf yang telah banyak memberikan fasilitas dan bantuan selama penelitian.


(5)

6. Teman-teman mahasiswa/i Falkutas Farmasi USU khususnya ekstensi 2007 yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis selama perkuliahan maupun pendidikan hingga selesainya pendidikan.

Semoga Allah subhana wata’ala melindungi dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Penulis berharap semoga skripsi ini menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang Farmasi.

Medan, Oktober 2010 Penulis

(M. Nasril Syah)


(6)

Daya Serap Pektin dari Kulit Buah Durian (Durio zibethinus) Terhadap Logam Tembaga Dan Seng

Abstrak

Kulit durian merupakan limbah yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis, namun kulit durian mengandung pektin yang memiliki daya serap terhadap logam berat seperti tembaga dan seng. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya serap pektin kulit buah durian terhadap logam tembaga dan seng.

Kulit durian yang digunakan merupakan limbah dari penjual buah durian di Jl. Iskandar Muda Medan dan diekstraksi dengan pemanasan selama 4 jam pada suhu 90°C dengan penambahan asam klorida hingga pH 2 dan diendapkan dengan menggunakan etanol asam. Pektin yang diperoleh dilakukan pengujian terhadap kemampuan penyerapan logam berat tembaga dan seng yang diukur menggunakan spektrofotometri serapan atom.

Dari hasil penelitian diperoleh kandungan pektin dalam kulit buah durian sebesar 2,56% dan menunjukan daya serap 1% pektin terhadap logam tembaga dan logam seng sebesar 48,38±0,62% dan 7,79±1,37%.

Kata Kunci: Kulit Durian, Pektin, Daya Serap, Tembaga Dan Seng, Spektrofotometer


(7)

Absorption Pectin from Durian Peel (Durio zibethinus) On Copper and Zinc Metal

Abstract

Durian peel is a side product that is considered not to have economic value, but it contains pectin which has the absorption ability for heavy metals such as copper and zinc. The purpose of this study was to determine the absorption ability of durian peel pectin on copper and zinc metal.

Durian peel used is a waste of durian fruit seller on Jl. Iskandar Muda Medan and pectin was extracted by heating for four hours at a temperature of 90°C under condition of hydrochloric acid until pH 2 and precipitated using acidic ethanol. Absorption ability of pectin obtained was done by having heavy metals copper and zinc measured using atomic absorption spectrophotometry.

From the research obtained pectin content in the durian peel was 2,56% and showed 1% pectin absorbtion of copper metal and zinc metal was 48,38±0,62% and 7,79±1,37%.

Keywords: Durian Peel, Pectin, Absoptions Ability, Copper And Zinc Metal, Atomic

Absorption Spectrophotometer.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Durian ... ... 4

2.2 Pektin ... ... 4

2.2.1 Sifat Pektin ... 5

2.2.2 Ekstraksi Pektin ... 6


(9)

2.3 Mekanisme Penyerapan Logam Oleh Pektin ... 8

2.4 Logam Berat ... 9

2.4.1 Tembaga ... 9

2.4.2 Seng ... ... 10

2.5 Keracunan Logam ... ... 11

2.6 Penetapan Kadar Logam Tembaga dan Seng ... 13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 14

3.1 Alat ... . 14

3.2 Bahan ... 14

3.3 Prosedur ... 14

3.3.1 Pembuatan Pereaksi ... . 14

3.3.1.1 Pembuatan Larutan Asam Klorida... 14

3.3.1.2 Pembuatan Larutan Alkohol Asam ... 15

3.3.2 Persiapan Sampel ... 15

3.3.3 Ekstraksi Pektin ... . 15

3.3.4 Identifikasi Pektin ... 16

3.3.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... ... 16

3.3.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Tembaga .... 16

3.3.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Seng ... 16

3.3.6 Pengujian Penyerapan Logam ... . 17

3.4 Rata-rata Persentasi Tembaga dan Seng ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

4.1 Ekstraksi Pektin ... . 18


(10)

4.2 Kurva Kalibrasi Tembaga dan Seng ... . 19

4.3 Uji Kemampuan Serap Logam ... 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... .. 23

5.1 Kesimpulan ... 23

5.2 Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daya Serap Pektin Terhadap Logam ……… 21

Tabel 2. Data Kalibrasi Tembaga ………... 27

Tabel 3. Data Kalibrasi Seng ………...…………. 27

Tabel 4. Daya Serap Pektin Terhadap Logam Tembaga……….…… 32

Tabel 5. Daya Serap Pektin Terhadap Logam Seng ………... 35


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva kalibrasi larutan standar Tembaga ……… 19

Gambar 2. Kurva kalibrasi larutan standar Seng ………... 20

Gambar 3. Buah Durian ………. 40

Gambar 4. Kulit Buah Durian ………...…… 40

Gambar 5. Potongan kulit dalam Durian ……….... 40

Gambar 6. Pektin Kering ……….... 41

Gambar 7. Serbuk Pektin ……… 41


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Flowshet ekstraksi pektin ……… 26

Lampiran 2. Data kalibrasi Tembaga dan Seng Menggunakan

Spektrofotometer Serapan Atom ……… 27

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Garis Regresi

dan Koefisien Korelasi (r) dari Data Kalibrasi Tembaga …… 28 Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Garis Regresi

dan Koefisien Korelasi (r) dari Data Kalibrasi Seng .………. 29

Lampiran 5. Perhitungan Konsentrasi Tembaga dalam Larutan Logam….. 30

Lampiran 6. Perhitungan Pengurangan Konsentrasi Logam Tembaga….... 32

Lampiran 7. Perhitungan Konsentrasi Seng dalam Larutan Logam …….... 33 Lampiran 8. Perhitungan Pengurangan Konsentrasi Logam Seng ……….. 35

Lampiran 9. Perhitungan Statistik Persentase Tembaga dan Seng ……….. 36 Lampiran 10. Gambar Sampel ……….. 40 Lampiran 11. Gambar Pektin ……… 41 Lampiran 12. Gambar Alat Spektrofotometri Serapan Atom ……… 42


(14)

Daya Serap Pektin dari Kulit Buah Durian (Durio zibethinus) Terhadap Logam Tembaga Dan Seng

Abstrak

Kulit durian merupakan limbah yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis, namun kulit durian mengandung pektin yang memiliki daya serap terhadap logam berat seperti tembaga dan seng. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya serap pektin kulit buah durian terhadap logam tembaga dan seng.

Kulit durian yang digunakan merupakan limbah dari penjual buah durian di Jl. Iskandar Muda Medan dan diekstraksi dengan pemanasan selama 4 jam pada suhu 90°C dengan penambahan asam klorida hingga pH 2 dan diendapkan dengan menggunakan etanol asam. Pektin yang diperoleh dilakukan pengujian terhadap kemampuan penyerapan logam berat tembaga dan seng yang diukur menggunakan spektrofotometri serapan atom.

Dari hasil penelitian diperoleh kandungan pektin dalam kulit buah durian sebesar 2,56% dan menunjukan daya serap 1% pektin terhadap logam tembaga dan logam seng sebesar 48,38±0,62% dan 7,79±1,37%.

Kata Kunci: Kulit Durian, Pektin, Daya Serap, Tembaga Dan Seng, Spektrofotometer


(15)

Absorption Pectin from Durian Peel (Durio zibethinus) On Copper and Zinc Metal

Abstract

Durian peel is a side product that is considered not to have economic value, but it contains pectin which has the absorption ability for heavy metals such as copper and zinc. The purpose of this study was to determine the absorption ability of durian peel pectin on copper and zinc metal.

Durian peel used is a waste of durian fruit seller on Jl. Iskandar Muda Medan and pectin was extracted by heating for four hours at a temperature of 90°C under condition of hydrochloric acid until pH 2 and precipitated using acidic ethanol. Absorption ability of pectin obtained was done by having heavy metals copper and zinc measured using atomic absorption spectrophotometry.

From the research obtained pectin content in the durian peel was 2,56% and showed 1% pectin absorbtion of copper metal and zinc metal was 48,38±0,62% and 7,79±1,37%.

Keywords: Durian Peel, Pectin, Absoptions Ability, Copper And Zinc Metal, Atomic

Absorption Spectrophotometer.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran logam berat dalam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia sendiri. Seperti penggunaan logam berat dalam bentuk garam untuk industri yang menjadi salah satu faktor utama dari pencemaran logam berat dalam lingkungan dari limbah industri tersebut, sehingga logam-logam yang relatif mudah menguap dan larut dalam air akan diikuti oleh peningkatan kadar logam berat dalam organisme air seperti ikan, kerang dan biota lainnya, sehingga pemanfaatan organisme ini sebagai bahan makanan dapat membahayakan kesehatan. Adapun logam yang dapat menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat saja, logam ini termasuk logam esensial seperti tembaga dan seng, kedua logam ini dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang relatif kecil di dalam beberapa proses metabolisme dalam tubuh (Darmono, 1995).

Berbagai usaha dilakukan untuk menetralisir pencemaran lingkungan akibat dari logam berat, seperti pemanfaatan berbagai produk biomaterial sebagai penyerap logam. Pemanfaatan dari bahan biomaterial ini merupakan alternatif yang dapat dipilih karena memiliki biaya yang minimal dalam proses produksinya. Salah satu biomaterial yang dapat dimanfaatkan sebagai penyerap logam adalah pektin. Gugus karboksilat dari pektin inilah yang dapat mengikat logam membentuk senyawa kompleks yang tidak larut dalam air (Kupchik, et al., 2005).

Durian (Durio zibhetinus) merupakan buah yang memiliki aroma yang sangat khas, buah ini juga merupakan buah yang banyak diminati masyarakat karena rasa enak dan aromanya yang harum. Pada saat musim buah durian, maka masalah lingkungan pun terjadi akibat dari limbah kulit itu sendiri yang dianggap tidak


(17)

memiliki nilai ekonomis. Hal ini terjadi karena orang-orang mengetahui hanya bagian dari buah saja yang memiliki nilai ekonomis sedangkan kulit buah tidak memiliki nilai ekonomis. Kulit durian dapat dimanfaatkan sebagai sumber pektin, yaitu pada bagian kulit dalam durian yang berwarna putih yang disebut juga dengan mesocarp (Anonim, 2010).

Pektin memiliki daya serap terhadap logam berat seperti tembaga dan seng. Pektin dapat diekstraksi dengan pemanasan selama 4 jam pada suhu 90°C dengan penambahan asam klorida hingga pH 2. Filtrat yang diperoleh diendapkan dengan menggunakan etanol asam (HCl 4% dalam etanol 95%) dan kemudian dicuci beberapa kali menggunakan etanol 95% (Wong, et al., 2008).

Tujuan penelitian untuk mengetahui daya serap terhadap logam berat tembaga dan seng menggunakan pektin dari kulit durian. Penetapan kadar tembaga dan seng dapat dilakukan dengan titrasi pengendapan dan spektrofotometri (Rohman dan Gandjar, 2007). Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar tembaga dan seng dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom, karena metode ini adalah salah satu metode yang mudah, cepat, teliti dan tidak memerlukan pemisahan (Khopkar, 1990).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Berapakah kandungan pektin dalam kulit buah durian.

b. Apakah pektin kulit buah durian memiliki daya serap terhadap logam tembaga dan seng.


(18)

1.3 Hipotesis

a. Kulit buah durian memiliki kandungan pektin lebih besar dari 1%.

b. Pektin kulit durian memiliki daya serap terhadap logam tembaga dan seng.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kandungan pektin pada kulit bagian dalam buah durian. b. Untuk mengetahui berapa besar daya serap pektin kulit buah durian terhadap

logam tembaga dan seng.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang nilai ekonomi limbah kulit durian sebagai sumber pektin.

b. Alternatif penyerap logam berat terhadap pencemaran lingkungan dan keracunan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Durian

Durian adalah nama sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Nama ini diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai namanya yang juga populer adalah duren. Adapun klasifikasi ilmiah dari durian adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Class : Agnoliophyta Ordo : Magnoliopsida Family : Bombacea Genus : Durio

Species : Durio zibethinus

tumbuhan dari biasa (tanpa imbuhan apa-apa) adalah yang memilik (Anonim, 2009).

2.2 Pektin

Pektin merupakan produk karbohidrat yang dimurnikan dan diperoleh dari ekstrak asam encer dari bagian dalam kulit buah jeruk sitrus atau apel, terutama terdiri dari asam poligalakturonat yang termetoksilasi sebahagian. Berbentuk serbuk kasar atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan memiliki rasa seperti musilago. Hampir larut sempurna dalam 20 bagian air, membentuk cairan kental,


(20)

O H H H OH H OH COOCH3 H O H H OH H OH COOH H O H

praktis tidak larut dalam etanol atau pelarut organik lainnya (Ditjen POM, 1995). Pektin memiliki struktur molekul sebagai berikut (Lihat Gambar 1).

Gambar 1. Rumus Bangun Pektin

Pektin merupakan polisakarida diperoleh dari buah-buahan dan biasanya digunakan dalam pembuatan jeli dan sebagai bahan tambahan untuk pengental dalam makanan. Pektin ialah polimer linier dari asam D-galakturonat yang berikatan dengan ikatan 1,4-α-glikosidik. Asam D-galakturonat memiliki sturktur yang sama seperti struktur D-galaktosa, perbedaannya terletak pada gugus alkohol primer C6 yang memiliki gugus karboksilat (Hart, et al., 2003). Sebagian gugus karboksilat pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil menjadi gugus metoksil dan biasanya mengandung sekitar 8,0-11,0% gugus metoksil (Ranganna, 2000).

2.2.1 Sifat Pektin

Ditinjau dari sifat fisika pektin dapat bersifat koloid reversibel, yaitu dapat dilarutkan dalam air, diendapkan, dikeringkan dan dilarutkan kembali tanpa perubahan sifat fisiknya. Pada penambahan air pada pektin kering akan terbentuk gumpalan seperti pasta yang kemudian menjadi larutan. Proses tersebut dapat dipercepat dengan ekstraksi dan penambahan gula. Larutan pektin yang berupa larutan koloid bereaksi asam terhadap lakmus, tidak larut dalam alkohol dan dalam pelarut organik lainnya seperi metanol, aseton, atau propanol. Kelarutan pektin akan meningkat dengan derajat esterifikasi dan turunnya berat molekul. Semakin mudah pektin larut dalam air maka akan semakin mudah untuk mengendapkannya dengan suatu elektrolit. Larutan dari pektin bersifat asam karena adanya gugus karboksilat.


(21)

Pemanasan dengan asam akan menyebabkan hidrolisis gugus ester metil, seperti halnya hidrolisa ikatan glikosida yang akhirnya menjadi asam galakturonat (Cruess, 1988).

Berat molekul rata-rata preparat pektin sangat bervariasi, berkisar antara 30.000 hingga 300.000, tergantung pada sumber, metode pembuatan dan metode pengukuran. Sedangkan viskositas larutan pektin bergantung pada berat molekul, derajat esterifikasi, pH, temperatur dan konsentrasi elektrolit. Peningkatan konsentrasi elektrolit akan menyebabkan menurunnya viskositas (Kirk dan Othmer, 1967).

2.2.2 Ekstraksi Pektin

Ekstraksi pektin dapat dilakukan secara biokimia dan kimia. Secara kimia pektin dapat diekstraksi dari jaringan tanaman dengan pemanasan dalam asam encer sedangkan ekstraksi secara biokimia dengan menggunakan enzim, dimana enzim-enzim ini berperan pada degradasi hidrolitik dari subtansi pektin yang terdiri dari pektin metilesterase dan pektin poligalakturonase (Kirk dan Othmar, 1967).

Ekstraksi pektin secara kimia dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi dari berbagai kulit buah-buahan segar dengan pemanasan pada suhu 90-95°C selama satu jam dalam asam encer pada pH 4,5 menggunakan asam yang sesuai seperti asam klorida. Pektin dalam filtrat diendapkan dengan menggunakan etanol 96% (Ranganna, 2000).

Lamanya waktu ekstraksi yang dilakukan mempengaruhi berat pektin yang didapat, semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar pula berat pektin yang diperoleh dan kenaikan berat pektin sejalan dengan peningkatan suhu pada proses ekstraksi dilakukan. Pencucian pektin dengan alkohol menghasilkan jumlah pektin yang tidak terlalu jauh dengan pencucian tanpa menggunakan alkohol,


(22)

namun pektin yang dihasilkan memberikan warna yang lebih baik yaitu putih kekuningan (Akhmalludin dan Kurniawan, 2005).

Pektin yang lebih mudah larut dalam air dapat diperoleh dengan memodifikasi pH dan suhu pada metode ekstraksi. Pektin yang diperoleh dengan cara ini memiliki rantai lebih pendek dan tidak bercabang sehingga akan lebih mudah larut dibandingkan pektin yang memiliki rantai yang lebih panjang (Wong, et al., 2008).

2.2.3 Penggunaan Pektin

Pektin digunakan dalam bidang industri makanan dan dalam bidang farmasi. Dalam bidang makanan pektin digunakan sebagai bahan pembentuk gel untuk pembuatan jam dan jelly. Dimana kemampuan pektin membentuk gel tergantung pada kandungan gugus metoksilnya. Kemampuan pektin untuk dapat membentuk gel merupakan sifat yang unik dari pektin. Penggunaan pektin selain dari pembentuk gel pektin juga digunakan dalam produk buah-buahan kemasan, juice dan es krim sebagai penstabil (Cruess, 1988).

Penggunaan pektin dalam bidang farmasi digunakan untuk diare, dimana pektin bekerja sebagai adsorbent dalam usus dan juga digunakan untuk obat luka sebagai hemostatik agent. Selain itu pektin digunakan sebagai anti koagulan yang memiliki efek heparin dan juga dapat digunakan untuk menurunkan kolesterol darah pada diet kolesterol. Juga telah dilakukan penelitian penggunaan pektin juga dapat digunakan sebagai antidotum yang efektif terhadap keracunan logam berat, melalui pembentukan garam-garam yang tidak larut (Kirk dan Othmer, 1967).

2.3 Mekanisme Penyerapan Logam Berat oleh Pektin

Gugus karboksilat dari pektin dapat bereaksi dengan ion logam berat untuk membentuk senyawa kompleks yang tidak larut dalam air dan dapat diekskresi


(23)

melalui feses. Reaktivitas pektin terhadap ion logam berat sangat tergantung pada derajat esterifikasinya (Kupchik, et al., 2005).

Didalam larutan, pektin berkumpul membentuk kantung-kantung dimana kantung ini dapat membentuk komplek dengan kation logam. Setiap kantung tersebut bermuatan negatif sehingga memiliki daya tarik yang kuat terhadap muatan positif dari kation logam. Namun, pada logam yang beracun, terutama raksa, kadmium, dan logam radioaktif memiliki afinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan logam esensial. Setelah logam terikat pada serat pektin maka dengan mudah dapat diekskresikan dari tubuh melalui feses (Eliaz, et al., 2007).

2.4 Daya Serap Pektin

Pektin terdapat diseluruh jaringan tumbuhan terutama pada buah, pektin memiliki kemampuan sebagai antidotum untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1951, dan pada tahun 1952 dibuktikan secara in vivo terhadap penyerapan strontium dalam jaringan gastroinstestinal. Strontium 0,1% yang terdapat dalam darah setelah diberikan pektin dalam waktu 24 jam kandungan strontium dalam darah berkurang. Pengikatan logam oleh pektin karena adanya gugus-gugus yang memiliki pasangan elektron bebas terhadap kation logam seperti gugus karboksilat dan hidroksi yang terdapat pada polimer pektin, sehingga kation logam dapat tertarik dan berikatan membentuk kompleks pektin dan logam. (Endress, 1991).

Daya serap pektin dapat ditingkatkan dengan memodifikasi pektin, seperti yang telah dilakukan Wong, at al (2008) yang memodifikasi pektin dari kulit buah durian dan kulit buah jeruk membentuk rantai yang lebih pendek dan lebih larut. Urutan efektifitas penyerapan logam dari pektin kulit durian adalah Cu > Pb > Ni > Cd > Zn. Kelarutan pektin akan meningkat dengan derajat esterifikasi dan turunnya berat molekul dan semakin mudah pektin larut dalam air maka akan semakin mudah


(24)

untuk mengendapkannya dengan suatu elektrolit. Sedangkan yang dilakukan Kupchik, et al (2005) pada pectin dari kulit buah jeruk pomace yang ditujukan untuk penggunaan antidotum dilakukan modifikasi dengan mengurangi gugus metoksil dari pektin, sehingga jumlah gugus karboksilat yang mengikat logam menjadi lebih besar dibandingkan dengan jumlah logam yang terikat pada pektin yang tidak dimofikasi (Cruess, 1988).

2.5 Logam Berat

Logam berat memiliki respon biokimia spesifik terhadap organisme hidup yang dibagi dalam 3 kelompok, yaitu: logam-logam yang mudah mengalami reaksi dengan unsur oksigen, logam yang mudah bereaksi dengan unsur nitrogen dan atau sulfur dan logam transisi yang memiliki sifat khusus sebagai logam pengganti untuk logam atau ion logam dari kelas A atau logam dari kelas B. Logam dapat dikelompokan menjadi logam berat (berat jenis > 5) dan logam ringan (berat jenis < 5), logam esensial dan tidak esensial, dan logam yang terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam kerak bumi (≤ 1000 ppm) (Palar, 2008; Soemirat, 2003).

Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan murni. Secara alami siklus perputaran logam adalah dari kerak bumi yang kemudian ke lapisan tanah, kemudian ke mahkluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) lalu kedalam air, mengendap dan akhirnya kembali ke kerak bumi. Adapun logam yang dapat menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat saja. Logam ini termasuk logam esensial seperti Cu dan Zn (Darmono, 1995).

2.4.1 Tembaga

Tembaga (Cu) merupakan logam yang berwarna merah muda yang lunak, dapat ditempa dan liat. Memiliki titik lebur 1038°C, tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer dan mudah larut dalam asam nitrat. Logam tembaga dapat


(25)

diidentifikasi dengan beberapa reaksi pengendapan, uji katalitik dengan thiosulfat dan uji kering (uji nyala) menghasilkan nyala hijau dengan pembasahan asam klorida pekat sebelum pemanasan (Vogel, 1989).

Unsur tembaga di alam ditemukan dalam bentuk logam bebas, namun lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti CuCO3+, CuOH+ dan lain

sebagainya. Unsur tembaga juga terdapat dalam bentuk mineral yang teradapat pada tanah dan batuan seperti kalkosit (Cu2S), kalkopirit (CuFeS2) dan bornit (Cu5FeS4).

Secara alamiah unsur tembaga dapat masuk ke dalam tatanan lingkungan sebagai akibat dari peristiwa alam seperti erosi dari batuan mineral. Masuknya unsur tembaga ke dalam tatanan lingkungan secara tidak alamiah akibat dari aktivitas manusia seperti limbah dari industri yang menggunakan unsur tembaga dalam proses produksinya (Palar, 2008).

2.4.2 Seng

Seng (Zn) merupakan logam yang berwana putih kebiruan, memiliki titik lebur 410°C dan mendidih pada 906°C, sangat mudah larut dalam asam klorida encer dan asam sulfat encer. Seng dapat diidentifikasi dengan beberapa reaksi pengendapan, uji ditizon membentuk senyawa kompleks berwarna merah yang dapat diekstraksi dengan tetraklorida (Vogel, 1989).

Seng di alam tidak berada dalam keadaan bebas, namun dalam bentuk terikat dengan unsur lainnya berupa mineral seperti kalamin, franklinit, smithsonit, willemit dan zinkit. Seperti halnya unsur tembaga, seng memasuki tatanan lingkungan secara alamiah melalui proses erosi dan secara tidak alamiah terjadi oleh faktor limbah industri (Widowati, dkk., 2008).


(26)

2.5 Keracunan Logam

Kejadian keracunan logam paling sering disebabkan pengaruh pencemaran lingkungan dari logam berat, seperti penggunaan logam untuk pembasmi hama (peptisida), pemupukan atau limbah buangan pabrik yang menggunakan logam. Logam tembaga dan seng termasuk logam esensial yang dalam dosis tertentu dibutuhkan sebagai unsur nutrisi pada hewan, namun bila kadar logam ini melebihi jumlah dosis tertentu akan menyebabkan keracunan (Darmono, 1995).

Sumber keracunan logam juga dapat terjadi akibat dari penggunaan bahan– bahan rumah tangga, seperti penggunaan alat masak dan wadah penyimpanan makanan atau minuman. Logam yang terlarut dari alat masak atau wadah tempat penyimpanan makanan atau minuman dapat melarutkan logam, umumnya karena makanan tersebut bersifat asam, seperti logam kadmium, tembaga dan seng. Makanan yang bersifat basa juga dapat melarutkan logam, antara lain alumunium atau seng (Sartono, 2002).

Logam dapat memasuki tubuh secara inhalasi ataupun oral. Absorbsi secara inhalasi dapat terjadi bila ukuran logam cukup halus antara 2-5 μ. Efek yang terjadi tergantung pada jumlah, tempat absorbsi dan sifat kimia fisis logam. Logam yang masuk secara oral dapat diabsorbsi melalui saluran pencernaan, akan berdifusi pasif dan ditranspor ke organ target ataupun bereaksi sehingga terjadi berbagai transformasi senyawa logam sehingga efeknya menjadi beragam (Soemirat, 2003).

Toksisitas logam dapat bersifat kronis dan akut, sangat bergantung pada berbagai faktor. Adapun yang mempengaruhi toksisitas logam yang akut tergantung pada dosis tinggi sekaligus dalam waktu pendek maka biasanya berefek akut dan parah, waktu pemaparan yang pendek namun massif, dan tergantung pada penyerapan dari organ tersebut terhadap logam yang memungkinkan masuk keperedaran darah


(27)

dengan cepat. Toksisitas kronis tergantung pada dosis yang tidak tinggi, tetapi paparan yang menahun, gejala yang tidak mendadak dan terpapar pada seluruh bagian organ (Soemirat, 2003).

Logam tembaga diketahui sebagai mineral esensial sejak tahun 1924 pada waktu dilakukan penelitian pada tikus. Kegunaan tembaga sebagai logam esensial yaitu sebagai pembentukan hemoglobin, pembebasan Fe dari sel ke plasma, berperan dalam metabolisme oksigen dan berperan dalam pigmentasi pada rambut. Namun kelebihan logam tembaga dapat menyebabkan keracunan. Keracunan logam tembaga dapat menyebabkan keracunan yang kronis. Keracunan yang diakibatkan dari logam tembaga adalah mual, muntah, diare, sakit perut hebat, hemolisis darah, hemoglobinuria, nefrosis, kejang hingga menyebabkan kematian (Darmono, 1995).

Senyawa garam seng yang larut dalam air, biasanya digunakan pada generator asap dan pengelasan, keracunan biasanya terjadi karena menghirup uap seng tersebut, selain itu keracunan juga terjadi dari pemotongan logam, dan melelehkan logam campuran seng. Akibat keracunan logam seng terutama iritasi saluran pernafasan yang dapat menyebabkan edema paru dan kerusakan saluran nafas. Batas paparan uap seng adalah 5 mg/meter3, dan batasan paparan uap seng klorida 1 mg/meter3 (Sartono, 2002). Namun logam seng juga merupakan logam esensial, karena seng merupakan logam yang terbanyak yang berkaitan dengan enzim dimana sekitar 200 jenis enzim mengandung seng (Darmono, 1995).

2.6 Penentuan Kadar Logam Tembaga dan Seng

Penentuan kadar logam tembaga dan seng dapat dilakukan dengan metode titrasi kompleksometri menggunakan reaksi zat-zat pengkompleks organik dengan ion logam. Zat pengkompleks yang paling sering digunakan adalah asam etilen diamina tetra asetat (EDTA) yang membentuk senyawa kompleks yang stabil terhadap logam,


(28)

termasuk logam tembaga dan seng, kemudian dititrasi langsung dengan EDTA dalam suasana asam dan ditentukan titik akhir titrasi menggunakan indikator jingga xylenol atau dapat dititrasi dengan penambahan larutan penyangga menggunakan indikator 4-(2-piridilazo) resorsinol. Logam tembaga dan seng juga dapat dititrasi pada suasana basa menggunakan indikator Murexide (Sukardjo, 1990).

Penentapan kadar logam tembaga dan seng juga dapat dilakukan dengan cara metode ekstraksi yang terdiri dari tahap pengkhelatan dengan ammonium pyrolidin dithiocarbamate (APDC) dan dilakukan ekstraksi dalam methyl isobutyl keton (MIBK) dan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 324,7 nm dan 213,9 nm untuk analisis logam tembaga dan seng dengan tipe nyala udara asitilen (2200°C) menggunakan spektrofotometer serapan atom. Metode ini dilakukan untuk penetapan kadar logam yang sangat kecil (Sofyan, 2010). Menurut Sony (2009) penetapan kadar logam dapat dilakukan dengan tahap destruksi sampel terlebih dahulu yang kemudian dapat dilarutkan dengan menggunakan pelarut yang sesuai seperti asam nitrat yang kemudian dapat dilanjutkan dengan pengukuran menggunakan spektrofotometri serapan atom.


(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Makanan Fakultas Farmasi USU dan Laboratorium Penelitian Pabrik Kelapa Sawit RISPA Medan.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan antara lain: Spektrofotometri Serapan Atom (GBC Avanta ∑) (Gambar dapat dilihat pada lampiran 11 gambar 8), lemari asam, alas pemanas, pengaduk magnetik, Neraca listrik (AND GF-200), pisau dapur, blander, lemari pengering, termometer 100°C, spatula, kertas saring Whatman no.42, sentrifugasi dan alat – alat gelas.

3.2 Bahan-bahan

Kulit buah durian, akuades, larutan CuSO4 10 mmol/L, larutan ZnSO4 10

mmol/L, HCl 1N, HCl 3N, HCl 4%, NaOH 2N, Etanol 95%, larutan standar tembaga (Cu) 1000 ppm dan larutan standar seng (Zn) 1000 ppm.

3.3 Prosedur

3.3.1 Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1 Pembuatan Larutan Asam Klorida

Untuk pembuatan larutan HCl 1N dengan cara mengambil larutan HCl pekat sebanyak 8,5 ml yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya dengan akuades hingga garis tanda. Untuk pembuatan larutan HCl 4%, dengan mengambil larutan HCl pekat sebanyak 10,8 ml yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya dengan akuades hingga garis tanda (Ditjen POM, 1994).


(30)

3.3.1.2 Pembuatan Larutan Alkohol Asam

Untuk pembuatan larutan alkohol asam yaitu, 960 ml larutan etanol 95% dalam labu ukur 1000 ml dan ditambahkan larutan HCl 4% hingga garis tanda (Wong, et al., 2008).

3.3.2 Persiapan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif dan diasumsikan semua jenis durian yang ada di Kota Medan adalah homogen. Durian yang diperoleh dari penjual durian di pasar Pringgan Jl. Iskandar Muda Medan. Kulit buah durian segar yang diambil adalah bagian kulit dalam yang berwarna putih dengan cara mengiris bagian kulit terluar buah durian (Gambar sampel dapat dilihat pada lampiran 10). Kemudian kulit bagian dalam durian yang telah dipisahkan dari bagian kulit terluar, dicuci bersih dari kotoran menggunakan air.

3.3.3 Ekstraksi Pektin

Bagian dalam kulit buah durian ditimbang 460 g dan ditambahkan akuades sebanyak 4,14 L dan dihaluskan menggunakan blender, kemudian ditambahkan dengan larutan HCl 1N hingga pH 2, kemudian dipanaskan pada suhu 90°C selama 4 jam. Selanjutnya disaring menggunakan kain saring. Filtratnya diambil dan didinginkan pada suhu ruang dan ditambahkan 13,36 L etanol asam dan biarkan selama 1 jam. Kemudian disaring menggunakan kain saring sehingga diperoleh bagian gelnya yang kemudian ditambahkan 1,28 L akuades, lalu ditambahkan lagi 3 L etanol 95% dan disaring kembali menggunakan kain saring, sehingga diperoleh pektin basah. Pektin basah kemudian dikeringkan pada suhu 25°C. Kemudian pektin kering digerus hingga halus dan diayak menggunakan mesh 60 (Wong, et al., 2008).


(31)

3.3.4 Identifikasi Pektin

Larutkan 1 g pektin dalam 100 ml air suling, kemudian ditambahkan etanol 95% dengan perbandingan yang sama lalu ditambah NaOH 2N sehingga didapat bentuk gel, yang bila ditambahkan HCl 3N serta dipanaskan akan terbentuk gumpalan (Ditjen POM, 1995).

3.3.5 Pembuatan kurva kalibrasi

3.3.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Tembaga

Larutan standar tembaga (1000 mcg/ml) dipipet 10 ml dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambah air suling sampai garis tanda (konsentrasi 100 mcg/ml). Larutan standar tembaga konsentrasi 100 mcg/ml dipipet 10 ml dimasukkan kedalam labu 100 ml ditambah air suling sampai garis tanda (konsentrasi 10 mcg/ml). Pipet 3, 4, 5, 10, 15, 20 ml larutan baku (10 mcg/ml), dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml lalu ditambah air suling sampai garis tanda. Larutan tersebut mengandung 0,6 mcg/ml, 0,8 mcg/ml, 1 mcg/ml, 2 mcg/ml, 3 mcg/ml, 4 mcg/ml. Diukur pada panjang gelombang 324,7 nm.

3.3.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Seng

Larutan standar seng (1000 mcg/ml) dipipet 10 ml dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambah air suling sampai garis tanda (konsentrasi 100 mcg/ml). Larutan standar seng konsentrasi 100 mcg/ml dipipet 10 ml dimasukkan kedalam labu 100 ml ditambah air suling sampai garis tanda (konsentrasi 10 mcg/ml). Pipet 2, 3, 4, 5, 6, 7 ml larutan baku (10 mcg/ml), dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml lalu ditambah air suling sampai garis tanda. Larutan tersebut mengandung 0,4 mcg/ml, 0,6 mcg/ml, 0,8 mcg/ml, 1,0 mcg/ml, 1,2 mcg/ml, 1,4 mcg/ml. Diukur pada panjang gelombang 213,9 nm.


(32)

SD x t (1-1/2α)dk.

n

±

(

)

2 Xi - X

n-1

100 % x Lb Ls Lb− =

3.3.6 Pengujian Daya Serap Pektin Terhadap Logam

Dimasukan 1 gram pektin dalam labu tentukur 100 ml yang masing-masing berisi 50 ml larutan CuSO4 10 mmol/L dan ZnSO4 10 mmol/L, kemudian diaduk

selama 2 jam menggunakan pengaduk magnetik. Lalu larutan tersebut disentrifugasi pada 3000 rpm selama 5 menit, ambil bagian supernatannya dan diukur konsentrasi logam menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 324,7 nm dan 213,9 nm masing-masing untuk tembaga dan seng (Wong, et al., 2008). Nilai absorbansinya yang diperoleh berada dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku sehingga konsentrasi tembaga dan seng dalam larutan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan garis regresinya. Besar daya serap pektin terhadap logam dapat dihitung dalam bentuk persen menggunakan rumus sebagai berikut:

% Keterangan:

% = daya serap pektin, Lb = larutan blanko (tanpa penambahan pektin), Ls = larutan sampel (dengan penambahan pektin). Persen daya serap pektin berdasarkan rata-rata dari enam kali perlakuan (Eliaz, at al., 2007).

3.4 Rata – Rata Persentasi Tembaga dan Seng

Konsentrasi tembaga dan seng yang diperoleh dari hasil pengukuran masing– masing enam larutan sampel, menggunakan persamaan regresi yang didapat dari perhitungan kurva kalibrasi dan ditentukan rata–ratanya secara statistik dengan taraf kepercayaan 95% dengan rumus sebagai berikut:

µ =


(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Pektin

Penelitian yang dilakukan pada proses ekstraksi pektin menggunakan bagian dalam kulit durian yang telah dihaluskan bersama air. Pektin yang telah halus ini kemudian diasamkan dengan penambahan asam klorida 1N hingga pH 2. Hal ini dilakukan untuk mengeluarkan pektin dari sel pada jaringan dengan cara menghidrolisa protopektin untuk menjadi pektin (Krick dan Othmer, 1967). Proses selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu 90°C. Pada proses pengekstraksian pektin, suhu yang digunakan dibawah titik didih air untuk mengurangi kehilangan volume air yang terlalu besar akibat penguapan dari proses pemanasan selama pengekstraksian dilakukan. Pada hasil penyaringan filtrat pektin dari hasil ektraksi diperoleh filtrat pektin yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah volume sebelum pemanasan, hal ini terjadi karena kehilangannya sebahagian kecil volume air akibat dari penguapan yang terjadi selama proses pemanasan.

Pemisahan pektin dalam filtrat dilakukan dengan penambahan etanol asam untuk memisahkan zat terlarut lainnya seperti glukosa. Penambahan etanol asam dilakukan karena pektin praktis tidak larut dalam pelarut organik seperti etanol. Penambahan etanol kembali dilakukan untuk memperoleh pektin basah yang murni yaitu sebesar 320 gram. Menurut Akhmalludin dan Kurniawan (2005), pencucian pektin menggunakan etanol akan menghasilkan warna pektin yang lebih baik (putih kekuningan) dibandingkan dengan tanpa pencucian menggunakan etanol (flowshet dapat dilihat pada lampiran 1).

Pektin kering yang diperoleh digerus hingga menjadi serbuk pektin yang selanjutnya diayak untuk mendapatkan ukuran serbuk yang homogen. Berat serbuk


(34)

pektin yang didapat adalah sebesar 11,804 gram dari 460 gram kulit durian atau sebesar 2,56% (gambar pektin dapat dilihat pada lampiran 11). Pektin yang diperoleh berbentuk serbuk halus, berwarna coklat kemerahan dan praktis tidak larut dalam etanol. Dari hasil identifikasi pektin yang dilakukan positif terhadap reaksi dengan penambahan etanol 95% dan NaOH 2N terjadi gel yang apabila ditambahkan HCl 3N dan dipanaskan terbentuk gumpalan.

4.2 Kurva Kalibrasi Tembaga dan Seng

Dari hasil pengukuran absorbansi larutan standar tembaga yang berada dalam konsentrasi rentang kerja tembaga pada panjang gelombang 324,7 nm diperoleh persamaan garis regresi y = 0,10811x + 0,006608 dengan koefisien korelasi r = 0,9996 (Data dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh kurva kalibrasi larutan standar tembaga yang dapat dilihat pada gambar 1 :

Gambar 1. Kurva kalibrasi larutan standar tembaga

Dari hasil pengukuran absorbansi larutan standar seng yang berada dalam konsentrasi rentang kerja seng pada panjang gelombang 213,9 nm diperoleh persamaan garis regresi y = 0,2338x + 0,023263 dengan koefisien korelasi r = 0,9995 (Data dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2 dan 4). Berdasarkan hasil


(35)

pengukuran tersebut diperoleh kurva kalibrasi larutan standar seng yang dapat dilihat pada gambar 2 :

Gambar 2. Kurva kalibrasi larutan standar seng

Harga koefisien korelasi (r) yang mendekati 1 dari masing–masing kurva kalibrasi tembaga dan seng menunjukkan korelasi antara konsentrasi dengan absorbansi. Hal ini sesuai dengan Hukum Lambert – Beer yaitu A = a.b.c dimana nilai absorbansi (A) berbanding lurus dengan nilai konsentrasi (c) (Day dan Underwood, 1980).

4.3 Uji Kemampuan Daya Serap Pektin Terhadap Logam

Pektin yang diperoleh dilakukan pengujian terhadap penyerapan larutan logam, yaitu larutan logam tembaga dan seng yang kemudian pada masing-masing larutan logam ditambahkan pektin yang diaduk selama dua jam. Pektin dalam larutan logam berbentuk larutan keruh, hal ini terjadi karena pembentukan senyawa kompleks antara logam dan pektin yang memiliki sifat yang tidak larut dalam air. Larutan ini selanjutnya dipisahkan dari senyawa kompleks pektin dan logam menggunakan sentrifugasi. Pengukuran dilakukan terhadap supernatannya menggunakan spektrofotometer serapan atom masing–masing pada panjang


(36)

gelombang yang memberikan absorbansi maksimum yaitu pada panjang gelombang 324,7 nm dan 213,9 nm masing-masing untuk tembaga dan seng. Hal yang sama dilakukan tanpa penambahan pektin terhadap larutan blanko. Untuk menghitung konsentrasi tembaga dan seng diperoleh dari persamaan garis regresi larutan standarnya. Hasil analisis kuantitatif tembaga dan seng dapat dilihat pada tabel 1 (Data dan perhitungan daya serap pektin terhadap logam dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 8).

Tabel 1. Daya Serap Pektin Terhadap Logam

No Logam Daya serap pektin (%)

1 Cu 48,38±0,619

2 Zn 7,79±1,365

Keterangan: Hasil yang diperoleh merupakan rata-rata dari enam kali ulangan.

Pada hasil pengukuran logam tembaga menggunakan spektrofotometri serapan atom, diperoleh konsentrasi blanko sebesar 2,148 ppm dan konsentrasi sampel sebesar 1,109 ppm sehingga dapat dihitung besar peyerapan pektin terhadap logam tembaga adalah sebesar 48,38±0,619%. Hasil pengukuran pada logam seng diperoleh konsentrasi blanko sebesar 1,052 ppm dan konsentrasi sampel sebesar 0,970 ppm dengan besar penyerapan logam seng menggunakan pektin adalah 7,79±1,365%. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa pektin mampu menyerap logam berat seperti tembaga dan seng dan memiliki afinitas yang bevariasi terhadap logam berat(data dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 9).

Proses pengikatan logam terhadap pektin adalah dengan adanya gugus karboksilat dari pektin yang dapat bereaksi membentuk senyawa kompleks antara pektin dengan logam. Penggunaan pektin dapat digunakan sebagai penetralisir


(37)

pencemaran lingkungan dan antidotum dari logam berat karena pektin memiliki afinitas terhadap logam yang dapat bereaksi dengan gugus karboksilat dari pektin membentuk senyawa kompleks yang tidak larut dalam air (Kupchik, et al., 2005).

Dari hasil penelitian Wong, et al (2008), pada pengujian daya serap pektin terhadap logam tembaga lebih besar dibandingkan terhadap logam seng, yaitu sebesar 54,94% dan 8,46%. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan, daya serap pektin terhadap logam tembaga dan seng diperoleh masing-masing sebesar 48,38% dan 7,79%. Perbedaan besar daya serap pektin ini mungkin diakibatkan dari perbedaan jenis kulit durian yang digunakan memiliki variasi kandungan pektin. Menurut Cotton (1989), besar jumlah pengikatan logam tembaga dan seng bergantung pada sifat kestabilan kompleks yang terjadi pada pektin dengan logam tembaga ataupun logam seng, dimana energi penstabil medan ligan mempengaruhi atas kecendrungan umum pembentukan senyawa kompleks dari suatu senyawa dengan logam.


(38)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

a. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kulit bagian dalam durian mengandung pektin yaitu sebesar 2,56%.

b. Dari hasil pengukuran logam tembaga dan seng menggunakan spektrofotometri serapan atom, pektin memiliki daya serap terhadap logam tembaga dan logam seng tersebut masing-masing sebesar 48,38±0,62 % dan 7,79±1,37%.

6.2 Saran

Disarankan agar peneliti selanjutnya untuk meneliti jumlah kandungan pektin dalam berbagai buah-buahan lainnya sebagai sumber pektin yang dapat dimanfaatkan sebagai penetralisir pencemaran lingkungan dan antidotum.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmalludin dan Kurniawan, A. (2005). Pembuatan Pektin Dari Kulit Cokelat Dengan Cara Ekstraksi. Universitas Diponegoro-press. Semarang.

Anonim (2009). Durian. Diambil dari http://id.wikipedia. org/ wiki/ Durian. Anonim (2010). Fruit anatomy. Diambil dari http://wikipedia/fruit_anatomy.htm. Cotton, F.A dan Wilkinson, G. (1989). Kimia Anorganik Dasar. Penerjemah: Suharto,

S: Yanti R.A. Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 429-435.

Crues, W.V. (1988). Commercial Fruit and Vegetable Products. Fourth Edition. Mc. Graw Hill Book Company Inc. New York. Hal. 427.

Darmono, (1995). Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta. Hal. 9-25.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal. 654-655.

Eliaz, I., Weil E., and Wilk, B. (2007). Integrative Medicine and the Role of Modified

Citrus Pectin/Alginates in Heavy Metal Chelation and Detoxification – Five Case Reports. Forsch Komplementärmed; Amitabha Medical Clinic and

Healing Center Sebastopol and Eco Nugenics Inc. Santa Rosa, CA. USA. Vol.14:358–364.

Endress, H.U. (1988). Nonfood Use of Pectin. Hebstreith and Fox Kg Pectin-Fabrik. Neuenburg. Jerman. Hal 257.

Harmita, (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Departemen Farmasi FMIPA-UI. Vol. I. Jakarta. Hal. 117-133.

Hart, H., Craine, L.E, and Hart, D.J. (2003). Kimia Organik. Penerjemah: Achmadi S.S., Edisi Kesebelas. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal. 511.

Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Edisi kedua. UI Press. Jakarta. Kirk & Othmer, (1967). Encyclopedia of Chemical Technology. Second Edition.

Volume 14.Jhon Wiley & Sons Inc. Hal. 635.

Kupchik, L.A., Kartel, N.T., Bogdanov, E.S., Bogdanova, O.V. and Kupchik, M.P. (2005). Chemical modification of pectin to improve its sorption properties. Russian Journal of applied chemistry. National University of Alimentary Technologies. Kiev. Ulkraine. Vol.79. No.3. Hal. 457.

Palar, H. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Hal. 23-61.


(40)

Ranganna, S. (2000). Hand Book of Analysis and Quality Control for Fruit and

Vegetable Products. second edition. Tata McGraw-Hill Publisshing Company

Limited. New Dehli. Hal. 35.

Rohman, A., dan Gandjar, I.G. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 298-322.

Sartono, (2002). Racun dan Keracunan. Penerbit Widya Medika. Jakarta. Hal. 52-264.

Soemirat, J. (2003). Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Hal. 36-49.

Sony, (2009). Penetapan Kadar Logam Tembaga (Cu) dan Logam Seng (Zn) pada Air Minum yang Menggunakan Penyaring YAMAHA Drinking. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA USU Medan.

Sofyan, (2010). Penetapan Kadar Logam Dengan Ekstraksi Menggunakan Metode Air-Acetylene Flame. UM Communitty. Diakses Juli 2010. Diambil dari : file:///F:/pk%20logam/showthread.php.htm.

Vogel, (1989). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerjemah: Pudjatmaka dan Setiono. Edisi Keempat. Jakarta: EGC Kedokteran. 229-289.

Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R. (2008). Efek Toksik Logam. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Hal. 303.

Wong, W.W., Phuah, E.T., Al-Kharkhi, A., Liong, M.T., Nadiah, W.A., Rosma, A., and Easa, A.M., (2008). Biosorbent Ingradients from Durian Rind Waste. School of Industrial Technology. University Sains Malaysia. Penang. Hal. 92.


(1)

pengukuran tersebut diperoleh kurva kalibrasi larutan standar seng yang dapat dilihat pada gambar 2 :

Gambar 2. Kurva kalibrasi larutan standar seng

Harga koefisien korelasi (r) yang mendekati 1 dari masing–masing kurva kalibrasi tembaga dan seng menunjukkan korelasi antara konsentrasi dengan absorbansi. Hal ini sesuai dengan Hukum Lambert – Beer yaitu A = a.b.c dimana nilai absorbansi (A) berbanding lurus dengan nilai konsentrasi (c) (Day dan Underwood, 1980).

4.3 Uji Kemampuan Daya Serap Pektin Terhadap Logam

Pektin yang diperoleh dilakukan pengujian terhadap penyerapan larutan logam, yaitu larutan logam tembaga dan seng yang kemudian pada masing-masing larutan logam ditambahkan pektin yang diaduk selama dua jam. Pektin dalam larutan logam berbentuk larutan keruh, hal ini terjadi karena pembentukan senyawa kompleks antara logam dan pektin yang memiliki sifat yang tidak larut dalam air. Larutan ini selanjutnya dipisahkan dari senyawa kompleks pektin dan logam menggunakan sentrifugasi. Pengukuran dilakukan terhadap supernatannya menggunakan spektrofotometer serapan atom masing–masing pada panjang


(2)

gelombang yang memberikan absorbansi maksimum yaitu pada panjang gelombang 324,7 nm dan 213,9 nm masing-masing untuk tembaga dan seng. Hal yang sama dilakukan tanpa penambahan pektin terhadap larutan blanko. Untuk menghitung konsentrasi tembaga dan seng diperoleh dari persamaan garis regresi larutan standarnya. Hasil analisis kuantitatif tembaga dan seng dapat dilihat pada tabel 1 (Data dan perhitungan daya serap pektin terhadap logam dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 8).

Tabel 1. Daya Serap Pektin Terhadap Logam

No Logam Daya serap pektin (%)

1 Cu 48,38±0,619

2 Zn 7,79±1,365

Keterangan: Hasil yang diperoleh merupakan rata-rata dari enam kali ulangan.

Pada hasil pengukuran logam tembaga menggunakan spektrofotometri serapan atom, diperoleh konsentrasi blanko sebesar 2,148 ppm dan konsentrasi sampel sebesar 1,109 ppm sehingga dapat dihitung besar peyerapan pektin terhadap logam tembaga adalah sebesar 48,38±0,619%. Hasil pengukuran pada logam seng diperoleh konsentrasi blanko sebesar 1,052 ppm dan konsentrasi sampel sebesar 0,970 ppm dengan besar penyerapan logam seng menggunakan pektin adalah 7,79±1,365%. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa pektin mampu menyerap logam berat seperti tembaga dan seng dan memiliki afinitas yang bevariasi terhadap logam berat(data dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 9).

Proses pengikatan logam terhadap pektin adalah dengan adanya gugus karboksilat dari pektin yang dapat bereaksi membentuk senyawa kompleks antara pektin dengan logam. Penggunaan pektin dapat digunakan sebagai penetralisir


(3)

pencemaran lingkungan dan antidotum dari logam berat karena pektin memiliki afinitas terhadap logam yang dapat bereaksi dengan gugus karboksilat dari pektin membentuk senyawa kompleks yang tidak larut dalam air (Kupchik, et al., 2005).

Dari hasil penelitian Wong, et al (2008), pada pengujian daya serap pektin terhadap logam tembaga lebih besar dibandingkan terhadap logam seng, yaitu sebesar 54,94% dan 8,46%. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan, daya serap pektin terhadap logam tembaga dan seng diperoleh masing-masing sebesar 48,38% dan 7,79%. Perbedaan besar daya serap pektin ini mungkin diakibatkan dari perbedaan jenis kulit durian yang digunakan memiliki variasi kandungan pektin. Menurut Cotton (1989), besar jumlah pengikatan logam tembaga dan seng bergantung pada sifat kestabilan kompleks yang terjadi pada pektin dengan logam tembaga ataupun logam seng, dimana energi penstabil medan ligan mempengaruhi atas kecendrungan umum pembentukan senyawa kompleks dari suatu senyawa dengan logam.


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

a. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kulit bagian dalam durian mengandung pektin yaitu sebesar 2,56%.

b. Dari hasil pengukuran logam tembaga dan seng menggunakan spektrofotometri serapan atom, pektin memiliki daya serap terhadap logam tembaga dan logam seng tersebut masing-masing sebesar 48,38±0,62 % dan 7,79±1,37%.

6.2 Saran

Disarankan agar peneliti selanjutnya untuk meneliti jumlah kandungan pektin dalam berbagai buah-buahan lainnya sebagai sumber pektin yang dapat dimanfaatkan sebagai penetralisir pencemaran lingkungan dan antidotum.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmalludin dan Kurniawan, A. (2005). Pembuatan Pektin Dari Kulit Cokelat Dengan Cara Ekstraksi. Universitas Diponegoro-press. Semarang.

Anonim (2009). Durian. Diambil dari http://id.wikipedia. org/ wiki/ Durian. Anonim (2010). Fruit anatomy. Diambil dari http://wikipedia/fruit_anatomy.htm. Cotton, F.A dan Wilkinson, G. (1989). Kimia Anorganik Dasar. Penerjemah: Suharto,

S: Yanti R.A. Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 429-435.

Crues, W.V. (1988). Commercial Fruit and Vegetable Products. Fourth Edition. Mc. Graw Hill Book Company Inc. New York. Hal. 427.

Darmono, (1995). Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta. Hal. 9-25.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal. 654-655.

Eliaz, I., Weil E., and Wilk, B. (2007). Integrative Medicine and the Role of Modified

Citrus Pectin/Alginates in Heavy Metal Chelation and Detoxification – Five Case Reports. Forsch Komplementärmed; Amitabha Medical Clinic and

Healing Center Sebastopol and Eco Nugenics Inc. Santa Rosa, CA. USA. Vol.14:358–364.

Endress, H.U. (1988). Nonfood Use of Pectin. Hebstreith and Fox Kg Pectin-Fabrik. Neuenburg. Jerman. Hal 257.

Harmita, (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Departemen Farmasi FMIPA-UI. Vol. I. Jakarta. Hal. 117-133.

Hart, H., Craine, L.E, and Hart, D.J. (2003). Kimia Organik. Penerjemah: Achmadi S.S., Edisi Kesebelas. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal. 511.

Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Edisi kedua. UI Press. Jakarta. Kirk & Othmer, (1967). Encyclopedia of Chemical Technology. Second Edition.

Volume 14.Jhon Wiley & Sons Inc. Hal. 635.

Kupchik, L.A., Kartel, N.T., Bogdanov, E.S., Bogdanova, O.V. and Kupchik, M.P. (2005). Chemical modification of pectin to improve its sorption properties. Russian Journal of applied chemistry. National University of Alimentary Technologies. Kiev. Ulkraine. Vol.79. No.3. Hal. 457.

Palar, H. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Hal. 23-61.


(6)

Ranganna, S. (2000). Hand Book of Analysis and Quality Control for Fruit and

Vegetable Products. second edition. Tata McGraw-Hill Publisshing Company

Limited. New Dehli. Hal. 35.

Rohman, A., dan Gandjar, I.G. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 298-322.

Sartono, (2002). Racun dan Keracunan. Penerbit Widya Medika. Jakarta. Hal. 52-264.

Soemirat, J. (2003). Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Hal. 36-49.

Sony, (2009). Penetapan Kadar Logam Tembaga (Cu) dan Logam Seng (Zn) pada Air Minum yang Menggunakan Penyaring YAMAHA Drinking. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA USU Medan.

Sofyan, (2010). Penetapan Kadar Logam Dengan Ekstraksi Menggunakan Metode Air-Acetylene Flame. UM Communitty. Diakses Juli 2010. Diambil dari : file:///F:/pk%20logam/showthread.php.htm.

Vogel, (1989). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerjemah: Pudjatmaka dan Setiono. Edisi Keempat. Jakarta: EGC Kedokteran. 229-289.

Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R. (2008). Efek Toksik Logam. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Hal. 303.

Wong, W.W., Phuah, E.T., Al-Kharkhi, A., Liong, M.T., Nadiah, W.A., Rosma, A., and Easa, A.M., (2008). Biosorbent Ingradients from Durian Rind Waste. School of Industrial Technology. University Sains Malaysia. Penang. Hal. 92.