2. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat stage LFG Laju Filtration Glomerulus dimana nilai normalnya adalah 125 mlmin1,73m
2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis dengan rumus Kockroft
– Gault
Derajat Penjelasan
LFG mlmn1.73m
2
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal
atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau
ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau
sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau
berat 15-29
5 Gagal ginjal
15 atau dialisis Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
3. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34 dan 21 . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17. Infeksi nefritis tubulointerstitial pielonefritis kronik atau nefropati refluks dan penyakit
ginjal polikistik masing-masing 3,4. Penyebab yang tidak sering terjadi
yakni uropati obstruktif , lupus eritematosis dan lainnya sebesar 21 . US Renal System, 2000 dalam Price Wilson, 2006. Penyebab gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65, obstruksi dan infeksi dengan 12,85, hipertensi dengan 8,46, dan sebab lain dengan
13,65 Sudoyo, 2006.
4. Patofisiologi
Proses perjalanan
penyakit, manifestasi
klinis dan
terapi penatalaksanaan untuk pasien dengan gagal ginjal kronis dapat dilihat pada
bagan 2.1 dibawah ini :
Penurunan aliran darah renal, penyakit renal primer, kerusakan dari penyakit lain, Sumbatan
aliran urin
↓ filtrasi glomerulus
Hipertrofi nefron tersisa
Ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan urine
Kehilangan nefron lebih lanjut Transplantasi
Ginjal Penatalaksanaan
masalah yang mendasari
Kehilangan Na dalam urin
↑ serum kreatinin ↑ BUN
Hyponatremia Dilute polyuri
Dehidrasi Kehilangan fungsi
ekresi renal Bagan 2.1
Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis menurut Black Hawks 2005
Dialisis
Kehilangan fungsi non
ekresi renal Gangguan sistem
Reproduksi
Gangguan sistem imun
↑ Produksi lemak
Aktifitas insulin melemah Gagal memproduksi eritropentin
↓ Libido Infertilitas
Penyembuhan luka tertunda
Infection
Kadar glukosa darah tidak teratur
Anemia Pallor Osteodistrofi
Ateroskeloris yang lebih parah
Gagal mengubah Kalsium menjadi
bentuk aktif ↓ absorpsi
kalsium Hypokalsemia
↓ reabsorpsi natrium dalam
tubulus Retensi
Air Pembatasan
cairan Diuretik
Edema Gagal
Jantung Hipertensi
↓ eksresi sampah
nitrogen Uremia
Cenderung terjadi
pendarahan
Perubahan rasa Sistem saraf
pusat Perubahan
syaraf perifer
perikarditis Pruritus
↑ BUN ↑ Kreatinin
↑ asam urat Protenuria
antikonvulsan Lotions
Bathing ↓ eksresi
hidrogen Asidosis metabolik
Sodium Bicarbonat
Hiperfosfatemia ↓ absorpsi
kalsium
Hiperparatiroidisme Hipokalsemia
↓ eksresi kalium
↑ Kalium Agen pengikat
fosfor Pengganti
kalsium Vitamin D
↓ eksresi fosfat
↓ eksresi Kalium
Hiperkalemia Agen Pengikat
kalium
Pembatasan kalium
= Penatalaksanaan = Patologi
= Manifestasi Klinis
5. Komplikasi
Smeltzer 2001 menyebutkan bahwa komplikasi potensial GGK memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatannya yang mencakup :
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme, dan masukan diet yang berlebih. b.
Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron. d.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang sel darah merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin iritasi oleh
toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis. e.
Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan
peningkatan kadar almunium.
6. Penatalaksanaan
Tujuan utama
penatalaksanaan pasien
GGK adalah
untuk mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama
mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007. Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK
namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi 1 Untuk memelihara
fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah diet, kontrol berat badan dan obat-obatan dan
mengurangi intake protein pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi 50 gr, dan katabolisme
menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme; 2 Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti
pruritus , neurologik, perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler; 3 meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet; 4
Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga Black Hawks, 2005
Terapi hemodialisis merupakan prosedur penyelamatan jiwa yang mahal dan tidak asing bagi pasien GGK karena paling sering dijalani. Terapi ini
merupakan suatu teknologi tinggi dalam terapi penggantian ginjal untuk mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme tubuh dan zat-zat toksin di dalam
tubuh melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada alat dialiser melalui proses difusi, osmosis atau ultrafiltrat
Smeltzer, 2001. Terapi untuk gagal ginjal kronis secara lebih lanjut dapat dilihat pada patofisiologi gagal ginjal kronis.
Indikasi dilakukan dialisis ada dua yakni indikasi klinis dan indikasi biokimiawi. Yang termasuk di dalam indikasi klinis adalah 1 sindrom
uremik berat, misalnya muntah-muntah hebat, kesadaran menurun, kejang- kejang dan lain sebagainya; 2 overhidrasi yang yang tidak bisa diatasi
dengan pemberian diuretik; 3 edema paru akut yang tidak bisa diatasi dengan cara lain. Sedangkan indikasi biokimiawi meliputi 1 ureum plasma lebih atau
sama dengan 150 mg; 2 kreatinin plasma sama atau lebih dari 10 mg; 3 bikarbonat plasma kurang atau sama dengan 12 meqL Bakta Suastika,
1999. Masalah yang sering muncul saat pasien hemodialis adalah instabilitas
kardiovaskuler selama dialisis dan sulitnya mendapatkan akses vaskuler Rubenstein dkk, 2007. Terdapat lima cara akses ke sirkulasi darah pasien
untuk hemodialisis yakni ; 1 fistula arteriovena ; 2 graft arteriovena ; 3 shunt pirai arterovena eksternal ; 4 kateterisasi vena femoralis ; 5
kateterisasi vena subklavia Baradero dkk, 2009. Komplikasi dari hemodialisis yang dapat terjadi pada pasien meliputi ; 1
hipotensi merupakan hasil dari pengeluaran secara cepat dari volume darah hipovolemia, penurunan cardiac output dan penurunan sistemik
intravaskuler ; 2 Kram otot yang sedikit diketahui penyebabnya namun dapat dikaitkan dengan hipotensi, hipovolemia, ultrafiltrasi yang tinggi dan
penggunaan larutan sodium rendah dialisis ; 3 kehilangan darah merupakan hasil dari darah yang tidak keluar secara lengkap dari dializer, tidak sengaja
terpisah dari tubing darah, ruptur membran dialisis, atau pendarahan setelah melepaskan jarum setelah hemodialisis selesai ; 4 hepatitis, dimana saat ini
angka kejadiannya telah menurun dan The Centers for Disease Control CDC mengupayakan untuk dilakukan vaksinasi untuk semua pasien dan
petugas dalam layanan dialisis Lewis, 2011. Depresi dan gangguan tidur terjadi dengan frekuensi yang lebih pada
pasien dengan hemodialisis. Penelitian menunjukkan prevalensi depresi tinggi yakni 47,8, insomnia sebesar 60,9, dan peningkatan resiko sleep apnea
24,6 pada pasien GGK dan depresi pada caregiver sebesar 31,9 Rai, et. al 2001.
7. Perubahan Yang Terjadi pada Pasien GGK
Pasien yang terdiagnosa menderita GGK dan menjalani terapi hemodialisis mengalami perubahan-perubahan fungsi dari dirinya yang dapat
dilihat dalam tabel dibawah ini : Tabel 2.2 Perubahan pada pasien GGK
Fungsi fisiologis Black Hawk, 2005 Ketidakseimbangan
eletrolit Pasien dapat mengalami hyponatremia sehingga
berefek pada retensi cairan yang berkontribusi terhadap kondisi hipertensi dan gagal jantung,
hiperkalemia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia dimana kondisi tersebut berkontribusi terhadap
osteomalasia, osteitis fibrosa, dan osteosclerosis. Perubahan metabolik
Peningkatan produk sampah metabolisme protein yakni BUN dan kreatinin di dalam darah. Kreatinin
serum adalah indikator fungsi ginjal yang paling akurat. Hipoproteinemia dapat terjadi ketika intake
diet protein tidak adekuat. Peningkatan trigliserida hampir secara umum dapat ditemukan. Asidosis
metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mengeksresikan ion hidrogen.
Perubahan hematologi
Efek primer pada gagal ginjal adalah anemia karena ginjal tidak mampu memproduksi eritropoentin
sehingga pasien dapat mengalami kelemahan, fatiq dan intoleransi terhadap dingin.
Perubahan gastrointestinal
Pasien seringkali mengalami anoreksia, mual, muntah, rasa pahit, metallic, dan rasa asin serta
napas seringkali berbau amonia, amis dan berbau busuk. Stomatitis, parotitis dan gingivitis merupakan
masalah yang sering pada pasien. Konstipasi juga merupakan masalah umum untuk pasien
Perubahan imunologi
Kerusakan pada sistem imun membuat pasien mudah untuk terinfeksi.
Perubahan metabolisme obat-
obatan Gagal ginjal memiliki efek yang serius pada
metabolisme obat. Pasien uremia memiliki resiko tinggi untuk keracunan obat-obatan karena
perubahan renal dalam farmakokinetik obat-obatan. Perubahan
kardiovaskuler Komplikasi kardiovaskuler yang paling umum
adalah hipertensi. Apabila volume dalam jantung overload dapat terjadi hepertrofi ventrikuler dan
gagal jantung. Disritmia juga dapat terjadi karena hiperkalemia, asidosis, hipermagnesium, dan
penurunan perfusi koroner. Perubahan respirasi
Efek dalam sistem respirasi yakni edema pulmonal akibat cairan yang berlebihan, peningkatan frekuensi
napas, dan sesak. Perubahan
muskuloskeletal Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang
terkena dampak lebih awal dan 90 pasien gagal ginjal mengalami renal osteodistrofi yang dapat
berlanjut pada osteomalasia, osteitis fibrosa, osteoporosif, dam osteosklerosis. Beberapa pasien
juga mengeluhkan kram otot. Perubahan
integumen Masalah pada kulit merupakan masalah yang
mengganggu kenyamanan pasien. Kulit pasien menjadi kering karena atropi kelenjar keringatdan
perubahan warna kulit juga terjadi akibat pigmen urokrom. Pasien juga mengalami pruritus akibat
hiperparatiroidisme sekunder dan deposit kalsium pada kulit. Rambut dan kuku menjadi tipis dan
rapuh. Perubahan
neurologik Neuropati perifer menyebabkan banyak manifestasi
seperti kaki terasa terbakar, ketidakmampuan menemukan posisi kaki yang nyaman, perubahan
gaya berjalan, footdrop, dan paraplegi. Perubahan
reproduktif Pasien wanita dapat mengalami ketidakteraturan
menstruasi, terutama amenore dan infertilitas. Pasien laki-laki melaporkan kondisi impoten akibat faktor
fisik dan psikologis, atropi testicular, oligospermia, and penurunan motilitas sperma. Keduanya juga
melaporkan adanya penurunan libido. Perubahan endokrin
Gagal ginjal juga berefek pada sistem endokrin seperti insulin dan fungsi paratiroid.
Fungsi psikologis Ekspresi psikologis yang terjadi dapat berupa sedih, depresi, perasaan
menyesal, gangguan gambaran diri, dan rendah diri. Gambaran ekspresi psikologis yang dialami tersebut terutama di awal pasien didiagnosa gagal
ginjal dan harus menjalani hemodialisis Farida , 2010. Fungsi spiritual
Perubahan ekspresi spiritual yang terjadi pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis berupa rasa syukur, pasrah, dan upaya meningkatkan ibadah
Farida , 2010. Psikososial
Perubahan pola interaksi sosial yang terjadi yakni pasien cenderung lebih banyak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar rumah dan untuk interaksi
dengan jarak yang jauh menjadi terbatas. Interaksi baru juga terjadi dengan sesama pasien yang menjalani hemodialisis. Selain itu terjadi gangguan
fungsi seksual pada pasien dan gangguan mobilitas atau bepergian sehingga pasien tidak dapat bepergian lebih dari 3-4 hari Farida , 2010.
Ekonomi Perubahan status ekonomi juga dirasakan oleh pasien dimana kebutuhan
akan keuangan bertambah dengan menjalani hemodialisis walaupun biaya hemodialisis tidak membayar dengan dibebankan kepada pihak lain seperti
asuransi atau pemerintah, namun informan mengatakan ada biaya lain yang harus dikeluarkan setiap bulan yakni untuk obat-obatan yang tidak dijamin,
pemeriksaan laboratorium, atau biaya transportasi dari rumah ke rumah sakit yang cukup besar Farida , 2010.
B. Teori Self-Care Orem dan Self-Efficacy Bandura
1. Teori Self-Care Orem
Individu akan berusaha berperilaku untuk dirinya sendiri dalam menemukan dan melaksanakan treatment pengobatan untuk memelihara
kesehatan dan kesejahteraan Taylor Renpenning, 2011. Hal tersebut merupakan bagian yang natural dari manusia. Orem percaya bahwa
manusia memiliki kemampuan dalam merawat dirinya sendiri self-care dan perawat harus fokus terhadap dampak kemampuan tersebut Orem,
1995 dalam Simmons, 2009. Filosofi dari ilmu keperawatan adalah memandirikan dan membantu
individu memenuhi kebutuhan dirinya self-care. Salah satu teori self- care dalam ilmu keperawatan yang terkenal adalah teori self-care Orem.
Orem dalam hal ini melihat individu sebagai satu kesatuan utuh yang terdiri dari aspek fisik, psikologis, dan sosial dengan derajat kemampuan
untuk merawat dirinya yang berbeda-beda sehingga tindakan perawat
berupaya untuk memacu kemampuan tersebut. Individu juga memiliki kemampuan untuk terus berkembang dan belajar Asmadi, 2008 ;
Kusnanto, 2003. Orem mendefinisikan keperawatan sebagai seni dimana perawat memberikan bantuan khusus kepada individu dengan
ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk perawatan mandiri serta berpartisipasi secara intelegensi dalam perawatan
medis yang diberikan oleh dokter Swanburg, 2000. Teori Orem mendeskripsikan peran dari perawat adalah menolong
seseorang dalam ketidakmampuannya dalam melaksanakan self-care. Tujuan utama sistem Orem ini adalah menemukan kebutuhan self-care
self-care demand pasien hingga pasien mampu untuk melaksanakannya Orem, 2007 dalam Mosby Dictionary, 2009. Menurut Orem, asuhan
keperawatan diberikan apabila pasien tidak mampu melakukannya, namun perawat tetap harus mengkaji mengapa klien tidak dapat memenuhinya,
apa yang dapat perawat lakukan untuk meningkatkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan menilai sejauh mana klien
mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri Hartweg,1995 dalam Potter Perry, 2005.
Teori Orem mengidentifikasi dua set dari ilmu keperawatan yakni nursing practice science dan foundational sciences. Termasuk di dalam
nursing practice science yakni 1 wholly compensatory dimana perawat membantu penuh ketidakmampuan total pasien dalam melakukan aktivitas
self care ; 2 partially compensatory dimana perawat membantu ketidakmampuan sebagain pasien dalam melakukan aktifitas self care ; 3
supporting-educative dimana perawat membantu pasien untuk membuat keputusan dan memiliki kemampuan dan pengetahuan. Dan termasuk di
dalam foundational sciences adalah self-care, self care agency, dan human assistance Basavanthappa, 2007 ; Tomey Alligood, 2006.
Teori orem ini dikenal dengan sebagai Self-Care Deficit Theory yang terdiri atas tiga teori terkait , yaitu :
a. Theory of self-care dimana mendeskripsikan tentang mengapa dan
bagaimana seseorang merawat diri mereka sendiri. b.
Theory of self-care deficit dimana mendeskripsikan dan menjelaskan mengapa seseorang dapat dibantu dalam perawatan dirinya di
keperawatan. c.
Theory of nursing system dimana mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan yang diciptakan perawat untuk dimiliki dan dipelihara
oleh pasien. Tomey Alligood, 2006 . Self-care didefinisikan sebagai aktifitas praktek seseorang untuk
berinisiatif dan menunjukkan dengan kesadaran dirinya sendiri untuk memelihara kehidupan, fungsi kesehatan, melanjutkan perkembangan
dirinya, dan kesejahteraan dengan menemukan kebutuhan untuk pengaturan fungsi dan perkembangan Orem, 2001 dalam Alligood
Tomey, 2010. Self-care agency merupakan kompleks yang akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak dalam mengatur fungsi dan
perkembangan dirinya Orem, 2001 dalam Alligood Tomey, 2010. Nursing agency terdiri atas perkembangan kemampuan seseorang yang
terdidik sebagai perawat yang berwenang untuk merepresentasikan diri
mereka sebagai perawat dalam kerangka hubungan interpersonal yang sah untuk bertindak, mengetahui dan menolong seseorang untuk menemukan
kebutuhan perawatan diri yang terapeutik therapeutik self-care demand dan mengatur perkembangan dan latihan dari self-care agency mereka
Alligood Tomey, 2010. Basic conditioning factors adalah faktor yang mempengaruhi nilai
dari self care demand , self-care agency dan nursing agency. Sepuluh faktor yang telah teridentifikasi meliputi umur, jenis kelamin, status
perkembangan, status kesehatan, pola kehidupan pattern of living, faktor sistem pelayanan kesehatan, faktor sistem keluarga, faktor sosial budaya,
ketersediaan sumber, dan faktor eksternal lingkungan Alligood Tomey, 2010, Muhlisin Indarwati, 2010. Jika dilakukan secara efektif, upaya
perawatan diri dalam memberikan kontribusi bagi integritas struktural fungsi dan perkembangan manusia Asmadi,2008.
Area hemodialisis merupakan salah satu area praktik keperawatan untuk mengaplikasikan teori self-care Orem ini dimana aplikasi ini akan
sesuai karena penting sekali untuk pasien untuk aktif terlibat dalam perawatan dirinya. Tujuan utama praktek keperawatan adalah untuk
membantu pasien menyiapkan diri untuk berperan serta secara adekuat dalam perawatan dirinya dengan cara meningkatkan outcome pasien dan
kualitas hidup. Sebagai perawat, kita dapat melakukan hal tersebut dengan membentuk hubungan saling percaya antara perawat dan pasien,
menyediakan dukungan dan pendidikan kesehatan, memperbolehkan pasien mengontrol beberapa situasi dengan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan, dan mendorong pasien untuk aktif berpartisipasi dalam tretmen hemodialisis Simmons, 2009.
Self-care management pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis merupakan usaha positif pasien untuk menemukan dan
berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan mereka untuk mengoptimalkan kesehatan, mencegah komplikasi, mengontrol gejala, menyusun sumber-
sumber pengobatan, meminimalisir gangguan dalam penyakit yang dapat mengganggu kehidupan yang mereka sukai Curtin Mapes, 2001. Yang
termasuk didalamnya menurut Richard 2009 meliputi : a
Pembatasan cairan Ukuran pembatasan cairan dapat diukur dengan Interdialytic Weight
Gain IDWG atau berat yang diperoleh selama dialisis. IDWG dipengaruhi oleh ukuran tubuh, volume urin output, apa yang pasien
minum, intake natrium, adanya riwayat diabetes melitus DM mempengaruhi intake cairan karena hiperglikemia menstimulasi haus,
kontrol gula darah, cuaca, dan self efficacy kepercayaan diri pasien dalam mengatur pembatasan cairan. Perspektif pasien dalam
kaitannya dengan pembatasan cairan menunjukkan bahwa mereka memiliki perasaan negatif tentang diri mereka sendiri dan kemampuan
mereka dalam mengatur pembatasan cairan seperti rasa malu, hilang kepercayaan diri, dan memiliki kemampuan yang kecil di dalam dalam
mengaturnya.