Uji Disolusi Kaplet Omefulvin Produksi PT Mutifa

(1)

UJI DISOLUSI KAPLET OMEFULVIN PRODUKSI PT. MUTIFA

TUGAS AKHIR

Oleh:

YESSI GUSWINANDA NIM 072410040

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

UJI DISOLUSI KAPLET OMEFULVIN PRODUKSI PT. MUTIFA MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

YESSI GUSWINANDA NIM 072410040 Medan, Juni 2010

Disetujui Oleh Dosen Pembimbing,

Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 19513261978022001

Disahkan Oleh: Dekan,


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Tugas akhir berjudul UJI DISOLUSI KAPLET OMEFULVIN PRODUKSI PT MUTIFA ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Fakultas Farmasi, Jurusan Analis Farmasi dan Makanan di Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tulus dan tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda H. Gusnir dan Ibunda Dra. Hj. Wirdawati, Apt., yang tercinta serta abangda Ridho Gusti Hidayat dan M. Rizky Guswira serta adinda M. Riza Guswiranda atas segala doa, kasih sayang, dorongan moril dan materil kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya tugas akhir ini.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.Si., Apt., selaku Koordinator Program Studi D III Analis Farmasi dan Makanan yang telah banyak membantu dalam pengurusan Praktek Kerja Lapangan.

3. Ibu Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing penulis selama masa penulisan tugas akhir ini.

4. Ibu Drs. Nuranti Sirait selaku Manager Pemastian Mutu (Quality Control) di PT. MUTIFA selaku pembimbing pada praktek kerja lapangan.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan.

6. Sahabat-sahabat saya, Sry Handayani, Rini Rahmadani, Zulfa Ika Sari, Lia Agustina dan seluruh teman-teman stambuk 07 yang tidak dapat disebut


(4)

satu persatu yang juga banyak membantu serta member dorongan dan semangat kepada penulis.

Kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Mei 2010 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

JUDUL ………... i

LEMBAR PENGESAHAN ……… ii

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ……….. v

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1Latar Belakang ………... 1

1.2Tujuan dan Manfaat ……… 2

1.2.1 Tujuan ……… 2

1.2.2 Manfaat ……….. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 3

2.1Pengertian Obat ……….. 3

2.2Pengertian Kaplet ………... 4

2.3Kualitas Kaplet ……… 4

2.4Infeksi ……….. 6

2.5Griseofulvin ………. 6

2.5.1 Indikasi ……… 7

2.5.2 Farmakologi ……… 7

2.6Uji Disolusi ……….. 8

2.6.1 Alat Untuk Uji Disolusi ……….. 8

2.6.2 Media Disolusi ……… 10

2.6.3 Spektrofotometri ………. 10

BAB III METODOLOGI ………. 12

3.1Tempat Pelaksanaan Pengujian ……… 12

3.2Alat-alat ……… 12

3.3Bahan-bahan ………. 12

3.4Prosedur Kerja Uji Disolusi Griseofulvin ……… 12

3.4.1 Pembuatan Larutan Pembanding Griseofulvin ……… 12


(6)

3.4.3 Cara Penetapan Serapan ……… 14

BAB IV HASIL DN PEMBAHASAN ……….. 16

4.1Hasil ……… 16

4.2Pembahasan ……… 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 18

5.1Kesimpulan ……… 18

5.2Saran ……….. 18

DAFTAR PUSTAKA ………. 19


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dulu setiap orang yang sakit akan berusaha mencari obat maupun cara pengobatannya. Defenisi obat itu sendiri yaitu suatu zat yang digunakan untuk diagnose, pengobatan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan, tetapi banyak kejadian bahwa seseorang telah menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah dalam pengobatan atau dengan kelebihan dosis akan menimbulkan keracunan. Oleh karena itu dalam menggunakan obat perlu diketahui efek obat tersebut, penyakit apa yang diderita, berapa dosisnya serta kapan dan dimana obat itu digunakan (Anief, 1991).

Dalam pemakaian obat telah diformulasikan dan disiapkan bentuk sediaan yang sesuai seperti tablet, kaplet, kapsul, injeksi, syrup dan lain-lain. Kaplet adalah tablet berbentuk kapsul yang berisi bahan obat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Untuk mendapatkan kaplet yang memenuhi persyaratan, diperlukan salah satu pengujian terhadap kaplet yaitu uji disolusi (Ansel, 1989).

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan uji disolusi pada kaplet yang dalam hal ini penulis memilih kaplet Omefulvin.


(8)

1.2Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui berapa persen jumalah zat berkhasiat yang terlepas pada waktu 60 menit sehingga dapat diketahui apakah sediaan kaplet Omefulvin produksi PT. MUTIFA telah memenuhi persyaratan uji disolusi seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.

1.2.2 Manfaat

Manfaat dari uji disolusi kaplet Omefulvin ini adalah untuk menjamin bahwa setiap kaplet Omefulvin produksi PT. MUTIFA telah memenuhi persyaratan sehingga dapat melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi persyaratan. Uji disolusi perlu dilakukan karena jumlah zat berkhasiat yang terlepas pada interval waktu tertentu obat sangat berpengaruh pada efek terapinya.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat

Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia. Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan dan bila dosisnya kecil tidak akan memperoleh penyembuhan (Anief, 1991).

Bahan obat jarang diberikan sendiri-sendiri, lebih sering merupakan suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat yang bukan obat yang bermanfaat untuk kegunaan farmasi. Bentuk-bentuk sediaan yang dapat digunakan beragam. Bentuk yang populer adalah tablet, kapsul, kaplet, suspense dan berbagai larutan sediaan farmasi (Ansel, 1989).

2.2 Kaplet

Kaplet merupakan tablet berbentuk kapsul yang berisi bahan obat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan secara oral dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis (Ansel, 1989).


(10)

Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa lembab dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan (Ditjen POM, 1995).

2.3 Kualitas Kaplet

Syarat-syarat kaplet menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah sebagai berikut:

1. Keseragaman ukuran.

2. Diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu sepertiga kali tablet.

3. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan.

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet yang cukup mewakili keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya Farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet.

4. Waktu hancur

Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan per oral, kecuali tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna


(11)

5. Disolusi

Disolusi adalah suatu proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi didalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada cara pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi pemberian obat. 6. Penetapan kadar zat aktif

Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi.

2.4 Infeksi

Infeksi dapat dikatakan terjadi apabila mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh menyebabkan berbagai gangguan fisiologis normal tubuh, sehingga timbul penyakit infeksi. Salah satu infeksi tersebut adalah infeksi kulit (Wattimena, et al., 1991).

Infeksi kulit dapat dibagi menjadi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Infeksi jammur merupakan penyebab penyakit kulit paling umum di Amerika Serikat. Selama beberapa tahun terakhir yang banyak obat anti jamur topical dan oral yang telah dikembangkan. Diantaranya adalah Griseofulvin (Goodman dan Gilman, 2007).

2.5 Griseofulvin

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah sebagai berikut: Rumus molekul : C17H17ClO6

Berat molekul : 352,77


(12)

2.5.1 Indikasi

Griseofulvin memberikan hasil yang baik terhadap penyakit jamur dikulit, rambut dan kuku yang disebabkan oleh jamur yang sensitif. Gejala pada kulit akan berkurang dalam 48-96 jam setelah pengobatan dengan griseofulvin. Sedangkan penyembuhan sempurna baru terjadi setelah beberapa minggu. Biakan jamur menjadi negatif dalam 1-2 minggu tetapi pengobatan sebaiknya dilanjutkan sampai 3-4 minggu. Infeksi pada telapak tangan dan telapak kaki lebih lambat bereaksi, karena biakan negatif selama 2-4 minggu dan pengobatan membutuhkan waktu sekitar 48 minggu. Infeksi kuku tangan membutuhkan waktu 4-6 bulan sedangkan infeksi kuku kaki membutuhkan waktu 6-12 bulan (Gan, et al., 2007).

Secara garis besar penyakit yang disebabkan oleh jamur atau yang biasa disebut mikosis pada manusia dibagi atas 5 kelas yaitu mikosis superfisialis, mikosis kulit, mikosis subkutan, mikosis sistemik dan mikosis oportunistik. Griseofulvin termasuk ke dalam mikosis superfisialis yang melibatkan kulit tetapi juga dapat menembus kulit. Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur yang terutama mengenai lapisan kulit, rambut dan kuku (Widyasari, 2006).

2.5.2 Farmakologi

Berdasarkan mekanisme kerjanya obat ini berakumulasi didaerah yang terinfeksi, disintesis kembali dalam jaringan yang mengandung keratin sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur terganggu. Tetapi harus dilanjutkan sampai jaringan normal menggantikan jaringan yang terinfeksi dan biasanya membutuhkan waktu beberapa minggu sampai bulan. Berdasarkan farmakokinetiknya, griseofulvin terdistribusi baik ke jaringan keratin yang terinfeks, karena itu obat ini cocok untuk pengobatan infeksi dermatofitik. Konsentrasinya dalam jaringan lain dan cairan tubuh lebih rendah. Efek samping griseofulvin yang biasa terjadi adalah alergi dengan gejala seperti ruam kulit, sakit kepala, letih, insomnia, bingung dan juga dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, keluhan lambung dan diare (Azwar, 1995).


(13)

seberapa banyak persentasi zat aktif dalam obat yang terabsorbsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi. Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi dan degradasi sediaan, merupakan sebagian dari factor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan (Ditjen POM, 1995).

2.6.1 Alat untuk uji disolusi

Uji disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan dua tipe alat, yaitu : 1. Alat 1 (Tipe keranjang)

Alat terdiri dari wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah 37o ± 5oC selama pengujian berlangsung dan juga menjaga agar gerakan air dalam penangas air halus dan tetap. Bagaian dari alat, termasuk lingkaran tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan atau gerakan signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 116 mm dan kapasitas minimal 1000 ml. pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan satu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertical wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Satu alat pengatur kecepatan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi (Ditjen POM, 1995).


(14)

2. Alat 2 (Tipe dayung)

Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian rupa sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertical wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Dauan dan batang logam yang merupakan suatu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut yang inert dan sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam kedasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan (Ditjen POM, 1995).

2.6.2 Media Disolusi

1. Air suling

Air suling adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain. Air ini digunakan untuk pembuatan sediaan-sediaan dan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet.

2. Larutan ionik

Larutan ionik terutama banyak digunakan untuk menyesuaikan pH organ tubuh.

− Natrium laurel sulfat adalah campuran natrium alkil sulfat. Kandungan campuran natrium klorida dan natrium sulfat tidak lebih dari 8,0%.

2.6.3 Spektrofotometri

Spektofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spectrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi


(15)

pengurai cahaya seperti prisma. Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca dapat digunakan tetapi untuk pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca dapat digunakan tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang digunakan berbentuk persegi. Kita harus menggunakan kuvet untuk pelarut organic (Khopkar, 2008).

Menurut Rohman (2007), metode spektrofotometri sinar tampak digunakan untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya.

Jika penetapan kadar atau pengujian dengan menggunakan baku pembanding, yaitu dilakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku pembanding sesuai petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari baku pembanding sesuai petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari bahan uji. Kemudian lakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibaut dari baku pembanding sesuai petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari bahan uji. Kemudian lakukan pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet. Kuvet atau sel yang dimaksud, diisi larutan uji dan cairan pelarut. Toleransi tebal kuvet yang digunakan adalah lebih kurang 0,005 cm (Ditjen POM, 1995).


(16)

BAB III METODOLOGI

Metodologi yang dilakukan pada kaplet Omefulvin produksi PT.MUTIFA Medan adalah uji disolusi dengan menggunakan alat uji disolusi tipe dayung dengan kecepatan rotasi 100 rpm dan waktu 60 menit. Setelah proses disolusi kaplet Omefulvin selesai, lalu dilanjutkan penetapan kadar zat berkhasiatnya (griseofulvin) dengan menggunakan alat spektrofotometer sinar tampak merk HP/8453 dengan panjang gelombang 291 nm.

3.1 Tempat pelaksanaan pengujian

Pengujian dilakukan di Laboratorium Pemastian Mutu (Quality Control) Industry Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan.

3.2 Alat-alat

Alat uji disolusi tipe dayung, neraca analitik, beker gelas, corong, labu tentukur 25 ml dan 10 ml, gelas ukur 1000 ml, pipet volum 1 ml, spektrofotometer sinar tampak HP/8453.

3.3 Bahan-bahan

Kaplet Omefulvin produksi PT. Mutiara Mukti Farma, baku pembanding Griseofulvin dari Balai POM (Pengawasan Obat dan Makanan) Medan, air suling, larutan natrium lauril sulfat P.

3.4 Prosedur Kerja Uji Disolusi Omefulvin

3.4.1 Pembuatan Larutan Pembanding Omefulvin

− Ditimbang secara seksama baku pembanding Omefulvin sejumlah 56 mg.

− Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan kemudian dilarutkan dengan larutan methanol:air (4:1), lalu dihomogenkan.

− Pipet 1 ml larutan dan masukkan ke laabu tentukur 100 ml ditambahkan dengan larutan methanol:air (4:1) sampai tanda, lalu dihomogenkan.


(17)

3.4.2 Pembuatan Larutan Uji Omefulvin

− Disediakan alat disolusi yang mempunyai 6 buah gelas disolusi.

− Dimasukkan 900 ml media disolusi (na-lauril sulfat p) pada masing-masing gelas disolusi. Hidupkan alat disolusinya, ditunggu media disolusinya hingga suhu 37o± 0,5oC.

− Ke enam kaplet Omefulvin dimasukkan pada masing-masing gelas disolusi kemudian alat tersebut dijalankan dengan laju kecepatan 100 rpm selama 60 menit.

− Setelah proses disolusi selesai lalu matikan alat disolusinya, saring hasilnya.

− Dipipet 1 ml filtratnya, dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml. ditambahkan dengan larutan methanol:air (4:1) sampai tanda, kemudian dihomogenkan.

− Dipipet 1 ml larutan tersebut, dan masukkan ke dalam labu tentukur 10 ml. ditambahkan dengan larutan methanol:air (4:1) sampai tanda, kemudian dihomogenkan.

− Diukur absorbansi larutan uji (B) dengan alat spektrofotometer sinar tampak merk HP/8453 pada panjang gelombang 291 nm.

3.4.3 Cara Penetapan Serapan

Serapan larutan baku (A) dan larutan uji (B) dapat diukur dengan spektrofotometer sinar tampak. Larutan tersebut dituang secara perlahan ke dalam kuvet lalu diukur serapannya dengan alat spektrofotometer sinar tampak merk HP/8453 pada panjang gelombang serapan maksimum 291 nm.

Perhitungan kadar zat berkhasiat Griseofulvin yang larut dalam 60 menit dapat dilakukan dengan rumus

Dimana :


(18)

Vb = Volume awal larutan baku Fu = Faktor pengenceran larutan uji Fb = Faktor pengenceran larutan baku Au = Absorbansi larutan uji

Ab = Absorbansi larutan baku

Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke = Kandungan Griseofulvin yang tertera pada etiket (mg)

Perhitungan kadar zat berkhasiat dilanjutkan dengan pengujian sampai tiga tahap kecuali hasil pengujian memenuhi kriteria penerimaan tahap pertama (S1) atau tahap kedua (S2). Kriteria penerimaan dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Tabel Penerimaan Uji Disolusi

Tahap Jumlah Kapsul

yang diuji Kriteria Penerimaan S1 6 Tiap unit sediaan kurang dari Q + 5%

S2 6

Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil.

S3 12

Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q – 25%.

Keterangan :

S1 = Tahap pertama S2 = Tahap kedua S3 = Tahap ketiga

Q = Jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Q = 70%.


(19)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Hasil pengujian yang dilakukan terhadap kaplet Omefulvin diperoleh kadar zat aktif yang terlepas adalah sebagai berikut :

No Sampel Kadar (%)

1 G1 96,66%

2 G2 97,46%

3 G3 102,77%

4 G4 97,12%

5 G5 98,93%

6 G6 96,00%

Kadar yang terdapat pada table diatas, diperoleh dari hasil perhitungan yang menggunakan rumus sebagai berikut :

Hasil perhitungan uji disolusi kaplet Omefulvin ini dapat dilihat pada Lampiran halaman 22.


(20)

4.2 Pembahasan

Hasil uji disolusi yang dilakukan terhadap 6 sampel dari bets yang sama diperoleh kadar sebagai berikut : G1 = 96,66%, G2 = 97,46%, G3 = 102,77%, G4 =

97,12%, G5 = 98,93%, G6 = 96,00%. Kadar Omefulvin tersebut sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV. Dari hasil pengujian terhadap keenam kaplet Omefulvin produksi PT. MUTIFA Medan diperoleh kadar yang berbeda-beda. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh cara kerja praktikan yang kurang teliti di saat melakukan pemipetan dan penambahan pelarut sampai garis tanda (pengenceran).


(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil uji disolusi pada keenam kaplet Omefulvin diperoleh kadar masing-masing kaplet 96,00%, 97,46%, 102,77%, 97,12%, 98,93%, 96,66%. Dari kadar tersebut, kaplet Omefulvin memenuhi persyaratan uji disolusi yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu dalam waktu 60 menit harus larut tidak kurang dari Q + 5% dengan nilai Q sebesar 70%. Hasil spektrofotometri dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 20.

5.2 Saran

Hendaklah dilakukan juga pengujian dengan menggunakan alat uji disolusi yang berbeda yaitu tipe keranjang untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil yang diperoleh.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 1.

Ansel, C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Judul Asli: Introduction to

Pharmaceutical Dosage Forms. Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,

(1998), Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 244.

Azwar, A. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Judul Asli: Pharmacology Lippincott’s Illustrated Reviews. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Halaman 346.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 419, 1083.

Goodman dan Gilman. (2003). Dasar Farmakologi Terapi. Judul Asli: The

Pharmacological Basis Of Therapeutics. Edisi 10. Vol. 2.

Diterjemahkan oleh Amalia Hanif, Cucu Aisyah, Ella Elviana, July Manurung, Winny R. Syarief. (2007). Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC. Halaman 1777.

Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Halaman 215.

Rohman, A., dan Gandjar, G. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Halaman 220.

Gan, S., Setiabudy, R., Nafrialdi dan Elysabeth. (2007) . Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Press. Halaman 579.

Wattimena, J., Sugiarso, C., Widianto, B., Sukandar, Y., Soemardji, A., dan Setiadi, R. (1991). Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 1.


(23)

Lampiran

Perhitungan Uji Disolusi Omefulvin Terhadap Enam Kaplet Omefulvin Contoh : Uji disolusi kaplet Omefulvin

Rumus :

Keterangan :

Vm = Volume media disolusi (ml) Vb = Volume awal larutan baku Fu = Faktor pengenceran larutan uji Fb = Faktor pengenceran larutan baku Au = Absorbansi larutan uji

Ab = Absorbansi larutan baku

Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke = Kandungan Griseofulvin yang tertera pada etiket (mg)

Perhitungan : 1. =

=

= 96,66

2. = =

= = 97,46 %


(24)

=

= 102,77%

4.

= 97,12%

5.

= 98,93%

6.


(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Hasil pengujian yang dilakukan terhadap kaplet Omefulvin diperoleh kadar zat aktif yang terlepas adalah sebagai berikut :

No Sampel Kadar (%)

1 G1 96,66%

2 G2 97,46%

3 G3 102,77%

4 G4 97,12%

5 G5 98,93%

6 G6 96,00%

Kadar yang terdapat pada table diatas, diperoleh dari hasil perhitungan yang menggunakan rumus sebagai berikut :

Hasil perhitungan uji disolusi kaplet Omefulvin ini dapat dilihat pada Lampiran halaman 22.


(2)

4.2 Pembahasan

Hasil uji disolusi yang dilakukan terhadap 6 sampel dari bets yang sama diperoleh kadar sebagai berikut : G1 = 96,66%, G2 = 97,46%, G3 = 102,77%, G4 =

97,12%, G5 = 98,93%, G6 = 96,00%. Kadar Omefulvin tersebut sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV. Dari hasil pengujian terhadap keenam kaplet Omefulvin produksi PT. MUTIFA Medan diperoleh kadar yang berbeda-beda. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh cara kerja praktikan yang kurang teliti di saat melakukan pemipetan dan penambahan pelarut sampai garis tanda (pengenceran).


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil uji disolusi pada keenam kaplet Omefulvin diperoleh kadar masing-masing kaplet 96,00%, 97,46%, 102,77%, 97,12%, 98,93%, 96,66%. Dari kadar tersebut, kaplet Omefulvin memenuhi persyaratan uji disolusi yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu dalam waktu 60 menit harus larut tidak kurang dari Q + 5% dengan nilai Q sebesar 70%. Hasil spektrofotometri dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 20.

5.2 Saran

Hendaklah dilakukan juga pengujian dengan menggunakan alat uji disolusi yang berbeda yaitu tipe keranjang untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil yang diperoleh.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 1.

Ansel, C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Judul Asli: Introduction to

Pharmaceutical Dosage Forms. Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,

(1998), Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 244.

Azwar, A. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Judul Asli: Pharmacology Lippincott’s Illustrated Reviews. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Halaman 346.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 419, 1083.

Goodman dan Gilman. (2003). Dasar Farmakologi Terapi. Judul Asli: The

Pharmacological Basis Of Therapeutics. Edisi 10. Vol. 2.

Diterjemahkan oleh Amalia Hanif, Cucu Aisyah, Ella Elviana, July Manurung, Winny R. Syarief. (2007). Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC. Halaman 1777.

Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Halaman 215.

Rohman, A., dan Gandjar, G. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Halaman 220.

Gan, S., Setiabudy, R., Nafrialdi dan Elysabeth. (2007) . Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Press. Halaman 579.

Wattimena, J., Sugiarso, C., Widianto, B., Sukandar, Y., Soemardji, A., dan Setiadi, R. (1991). Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 1.


(5)

Lampiran

Perhitungan Uji Disolusi Omefulvin Terhadap Enam Kaplet Omefulvin Contoh : Uji disolusi kaplet Omefulvin

Rumus :

Keterangan :

Vm = Volume media disolusi (ml) Vb = Volume awal larutan baku Fu = Faktor pengenceran larutan uji Fb = Faktor pengenceran larutan baku Au = Absorbansi larutan uji

Ab = Absorbansi larutan baku

Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke = Kandungan Griseofulvin yang tertera pada etiket (mg)

Perhitungan : 1. =

=

= 96,66

2. = =

= = 97,46 %


(6)

=

= 102,77%

4.

= 97,12%

5.

= 98,93%

6.