Uji Disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat yang Diproduksi oleh PT. MUTIFA
UJI DISOLUSI TABLET GLISERIL GUAIAKOLAT
YANG DIPRODUKSI OLEH PT. MUTIARA MUKTI FARMA
(MUTIFA) MEDAN
TUGAS AKHIR
Oleh:
RISSA DESTRIANI ARDIAN NIM 122410036
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
(3)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan karuniaNYA, sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya.
Tugas akhir ini berjudul “Uji Disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat yang
Diproduksi oleh PT. MUTIFA”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk dapat menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma III (D3)
Analis Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,
penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak antara
lain:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. sebagai Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan I Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. selaku Ketua Program
Studi D3 Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara
4. Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tugas
(4)
5. Ibu Dra. Nuranti Sirait. selaku pembimbing dalam melaksanakan praktek
kerja lapanngan.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis dalam menuntut
ilmu selama di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
7. Teman saya Lisa Novi Raudani, Irma Amalia Girsang, dan teman-teman
lain yang tidak dapat disebutkan namannya satu persatu, yang telah
membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
kedua orang tua, Alm. Ayahanda Penny Ardian dan Ibunda Tuti Beriani, dan
kepada Abangku Rakhmat Juliano Ardian, Rizky Dwiyanto Ardian, dan Adikku
Rozan Catur Hakim Ardian.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Juni 2015 Penulis
Rissa Destriani Ardian NIM 122410036
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL . ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang. ... 1
1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2
1.2.1. Tujuan ... 2
1.2.2. Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Pengertian Obat ... 3
2.2. Tablet ... 3
2.2.1. Tablet Secara Umum ... 3
2.2.2. Persyaratan Tablet ... 5
2.3. Batuk ... 7
2.4. Uraian Umum Gliseril Guaiakolat ... 8
2.5. Disolusi... 9
2.5.1. Alat Uji Disolusi ... 9
(6)
2.5.3. Prosedur Pengujian ... 11
2.5.4. Kriteria Penerimaan ... 11
2.5.5. Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif ... 12
2.6. Penetapan Kadar ... 13
2.7. Spektrofotometri... 14
2.7.1. Defenisi ... 14
2.7.2. Instrumen ... 15
BAB III METODOLOGI ... 16
3.1. Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar ... 16
3.2. Alat ... 16
3.3. Bahan ... 16
3.4. Prosedur ... 16
3.4.1. Pengambilan Sampel ... 16
3.4.2. Pembuatan Larutan Baku ... 16
3.4.3. Uji Disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat ... 17
3.4.4. Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV ... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
4.1. Hasil ... 19
4.2. Pembahasan ... 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20
5.1. Kesimpulan... 20
5.2. Saran ... 20
(7)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
(8)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 13
Tabel 4.1. Kadar gliseril guaiakolat terlarut dari sediaan tablet yang
(9)
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Batuk merupakan ekspirasi eksplosif yang menyediakan mekanisme
protektif normal untuk membersihkan cabang trakeobronkial dari sekret dan
zat-zat asing. Masyarakat lebih cenderung untuk mencari pengobatan apabila
batuknya berkepanjangan (Weinberger, 2005). Batuk memiliki peran utama dalam
mengeluarkan dahak dan membersihkan saluran nafas. Salah satu obat yang
digunakan untuk menanggulangi batuk adalah gliseril guaiakolat. Gliseril
guaiakolat yang disebut juga guaifenesin adalah derivat guaiakol yang bekerja
sebagai ekspektoran dalam berbagai bentuk sediaan, termasuk tablet (Tjay, 2007).
Untuk memastikan khasiatnya, tablet harus dievaluasi melalui berbagai
pengujian mutu. Pengujian yang dilakukan meliputi keseragaman sediaan,
kekerasan, kerenyahan, waktu hancur, penetapan kadar zat berkhasiat dan disolusi
(Ditjen POM, 1995).
Diantara parameter uji tersebut, uji disolusi dipandang sebagai parameter uji
yang sangat penting. Jika suatu bets sangat berbeda dari yang lain dalam
karakteristik disolusinya, maka dapat diduga bahwa beberapa faktor terkait bahan
baku dan formulasi berada di luar kendali (Siregar, 2010). Uji disolusi bertujuan
untuk menjamin keseragaman satu bets, menjamin efek terapi yang diinginkan,
(10)
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan uji disolusi
tablet gliseril guaiakolat yang diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma
(MUTIFA) sehingga dapat diketahui apakah kadarnya sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi V.
1.2.Tujuan dan Manfaat 1.2.1.Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. mengetahui kadar gliseril guaiakolat terlarut dari tablet Gliseril Guaiakolat
yang diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA).
b. membandingkan kadar gliseril guaiakolat terlarut dari sediaan tablet yang
diproduksi oleh PT. MUTIFA dengan persyaratan Farmakope Indonesia
Edisi V.
1.2.2.Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
informasi/rujukan bagi masyarakat (akademisi, peneliti, dan pemangku
kepentingan lain) tentang tablet gliseril guaiakolat yang diproduksi oleh PT.
Mutiara Mukti Farma ditinjau dari aspek kadar gliseril guaiakolat terlarut dalam
(11)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Obat
Obat adalah zat aktif berasal dari tumbuhan, hewan, maupun sintetis yang
dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi,
terapi, dan diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun
hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai
obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, sirup,
suspensi, suppositoria, dan salep. Meskipun dapat menyembuhkan penyakit, obat
dapat menimbulkan keracunan jika digunakan dalam dosis berlebih. Namun bila
dosisnya di bawah dosis terapi, obat tidak dapat menghasilkan efek terapi (Anief,
2007).
2.2. Tablet
2.2.1.Tablet Secara Umum
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat
berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek
lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya.
Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989).
Menurut Anief (1987), untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan
(12)
a. bahan pengisi (Diluent):
Bahan ini dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Zat-zat yang
digunakan seperti: saccharum lactis, amilum, kalsium fosfat, kalsium karbonat.
b. bahan pengikat (Binder):
Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak pecah dan dapat merekat. Zat-zat yang
digunakan seperti: mucilago gummi arabici 10 – 20%, mucilago amili 10%,
larutan gelatin 10 – 20%, larutan metilselulosa 5%.
c. bahan penghancur (Disintegrator):
Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Zat-zat yang
digunakan seperti: amilum kering, gelatin, agar-agar, natrium alginat.
d. bahan pelicin (Lubricant):
Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan (matrys). Zat-zat
yang digunakan seperti: talkum, magnesium stearat, asam stearat.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali
bahan pelicin dibuat menjadi granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus
tidak dapat mengisi cetakan dengan baik. Bentuk granul dapat mengisi cetakan
secara tetap dan dapat menghindari terjadinya retak (capping) pada tablet (Anief,
1987).
Tablet harus mempunyai bentuk dan ukuran yang sesuai dan bebas dari
kerusakan. Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk menentukan kualitas tablet
meliputi keseragaman sediaan, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur, penetapan
(13)
2.2.2.Persyaratan Tablet
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), tablet harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. keseragaman sediaan:
Tablet harus memenuhi uji keseragaman sediaan untuk menjamin keseragaman
sediaan tiap tablet yang dibuat. Tablet yang bobotnya seragam diharapkan
memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga mempunyai efek terapi
yang sama.
b. kekerasan:
Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan terhadap
berbagai guncangan pada saat pengepakan dan pengangkutan. Uji ini dilakukan
dengan menggunakan alat yang disebut Hardness Tester. Pengujian dilakukan
dengan meletakkan tablet diantara alat penekan punch dan dijepit dengan
memutar sekrup pengatur sampai tanda lampu menyala, lalu ditekan tombol
sehingga tablet pecah. Tekanan ditunjukkan pada skala yang tertera. Umumnya
kekuatan tablet berkisar 4 – 8 kg.
c. kerenyahan:
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet. Tablet yang rapuh akan
mengurangi kandungan zat berkhasiatnya sehingga mempengaruhi efek terapi.
Kerenyahan ditandai dengan massa partikel yang berjatuhan dari tablet. Uji ini
dilakukan menggunakan alat yang disebut Roche Fribilator yang terdiri dari
sebuah tabung yang berputar ke arah radial disambungkan sebuah bilah
(14)
tablet akan bergulir jatuh sampai pada putaran berikutnya dipegang kembali
oleh bilah. Pemutaran dilakukan 100 kali dengan persyaratan tablet tidak boleh
kehilangan berat lebih dari 0,8%.
d. waktu hancur:
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur yang
tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa
tablet dirancang untuk pelepasan obat terkendali dan diperlambat. Uji waktu
hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
Interval waktu hancur yaitu 5 – 30 menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna
bila tidak ada sisa sediaan yang tidak larut tertinggal pada kasa.
e. penetapan kadar zat berkhasiat:
Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah tablet memenuhi
persyaratan kadar sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak
memenuhi persyaratan, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang
baik dan tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan
menggunakan cara-cara yang sesuai tertera pada monografi antara lain di
Farmakope Indonesia.
f. disolusi:
Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam
larutan suatu medium. Uji disolusi digunakan untuk mengetahui persyaratan
disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi.
(15)
memberi efek terapi di dalam tubuh. Pengujian dilakukan untuk menjamin
keseragaman satu batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi
yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru.
Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman sediaan, kekerasan,
kerenyahan, waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat
menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus
dilakukan pada setiap produksi tablet(Ditjen POM, 1995).
2.3. Batuk
Batuk merupakan mekanisme protektif normal untuk membersihkan cabang
trakeobronkial dari sekret dan zat-zat asing. Dengan kata lain, batuk merupakan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit atau gangguan pada saluran
pernafasan. Batuk dapat disebabkan oleh rangsangan tertentu, radang, atau
gangguan pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh lendir (Sartono, 1993).
Menurut Munaf (1994), batuk terjadi secara reflektoris karena rangsangan
pada reseptor batuk yang dialirkan melalui serabut aferen (serabut sensorik) ke
pusat batuk dan kemudian diteruskan ke serabut eferen (serabut motorik). Batuk
terdapat baik pada orang sakit maupun orang sehat dan sering merupakan gejala
berbagai keadaan patologis yang ringan sampai berat. Batuk dikelompokkan ke
dalam dua jenis, yaitu:
a. batuk produktif atau batuk yang bermanfaat, yaitu batuk yang menghasilkan
(16)
b. batuk tidak produktif atau batuk kering dan disebut juga batuk tidak
bermanfaat karena batuk tidak menghasilkan apa-apa.
Obat batuk merupakan salah satu cara penanganan batuk disamping cara
lainnya seperti mengkonsumsi banyak cairan. Namun, obat batuk hanya berfungsi
meredakan gejala penyakit saja (Widodo, 2004). Menurut Anief (2007), obat yang
digunakan untuk mengobati batuk dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:
a. ekspektoransia, yaitu mempertinggi sekresi dari saluran pernafasan dan atau
mencairkan dahak/lendir sehingga mudah dikeluarkan.
b. antitusif, yaitu zat-zat ini menghentikan rangsangan batuk.
2.4. Uraian Umum Gliseril Guaiakolat
Gliseril guaiakolat memiliki nama kimia guaifenesin dengan rumus molekul
C10H14O4 dan memiliki berat molekul 198,22. Gliseril guaiakolat berbentuk
serbuk hablur berwarna putih sampai agak kelabu, berbau khas lemah, dan
rasanya pahit. Gliseril guaiakolat larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen
glikol namun agak sukar larut dalam gliserin. Syarat kadar gliseril guaiakolat
yaitu mengandung C10H14O4, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%
dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995).
Tablet gliseril atau disebut juga guaifenesin adalah derivat guaiakol yang
banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk (Tjay,
2007). Obat batuk ini digunakan untuk batuk berlendir berdahak sehingga mudah
(17)
Dosis gliseril guaiakolat adalah 1 – 2 tablet tiga kali sehari untuk dewasa,
dan ½ - 1 tablet tiga kali sehari untuk anak-anak. Gliseril guaiakolat memiliki efek
samping berupa iritasi lambung (mual, muntah) yang dapat dikurangi dengan
mengkonsumsi segelas air. Serbuk Guaifenesin cenderung menggumpal pada saat
penyimpanan, maka harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Gliseril
guaiakolat bekerja dengan merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang
kemudian meningkatkan aktivitas kelenjar-sekresi dari saluran lambung-usus.
Akibatnya, memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran napas
(Tjay, 2007).
2.5. Disolusi
Disolusi didefenisikan sebagai proses melarutnya suatu zat padat dalam zat
cair tertentu. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada
dalam darah. Dalam saluran pencernaan, zat berkhasiat dari sediaan padat akan
terlarut sehingga dapat melewati membran saluran cerna. Obat yang larut baik
dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif ( Syukri, 2002).
2.5.1. Alat Uji Disolusi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), terdapat dua tipe alat uji
disolusi yaitu:
a. alat 1 (Tipe Keranjang)
Alat terdiri dari wadah tertutup dari kaca, suatu batang logam yang digerakkan
oleh mesin dan wadah disolusi (keranjang). Wadah disolusi berbentuk silinder
(18)
berkapasitas 1000 ml. Batang logam berada pada posisi sedemikian rupa
sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal
wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan. Sebuah tablet diletakkan
dalam keranjang yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang
digerakkan oleh mesin yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan
sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat
mempertahankan suhu dalam wadah pada 37º ± 0,5ºC. Pada bagian atas wadah
ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan digunakan suatu penutup yang
sesuai.
b. alat 2 (Tipe Dayung)
Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang
terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Dayung melewati
diameter batang sehingga dasar dayung dan batang rata. Dayung memenuhi
spesifikasi dengan jarak 25 ± 2 mm antara dayung dan bagian dasar wadah
yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat dibiarkan
tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Gulungan
kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya
sediaan.
2.5.2.Kriteria Sediaan Uji
Suatu sediaan tablet diuji disolusinya jika dinyatakan dalam monografinya.
Hal ini berarti prosedur dan persyaratan uji disolusi hanya berlaku untuk sediaan
tablet yang tertera dalam monografi tersebut. Sediaan tablet yang tidak tertera
(19)
prosedur dan persyaratan yang ditetapkan sendiri oleh produsen atau laboratorium
pengendalian mutu (Siregar, 2010).
2.5.3.Prosedur Pengujian
Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti
yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam wadah. Alat dirangkai
dan suhu media disolusi diatur pada 37ºC. Satu tablet dicelupkan dalam keranjang
atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar
dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval waktu
yang ditetapkan, diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan
media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau dayung dan tidak
kurang dari 1 cm dari dinding wadah untuk analisis kimia. Tablet harus memenuhi
syarat seperti yang terdapat dalam monografi (Ditjen POM, 1995).
2.5.4. Kriteria Penerimaan
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), Persyaratan dipenuhi bila
jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel
penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga tahap. Pada tahap 1 (S1) digunakan
6 tablet. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke
tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini digunakan 6 tablet tambahan.
Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ke tahap 3 (S3).
Pada tahap ini digunakan 12 tablet tambahan. Kriteria penerimaan hasil uji
disolusi dapat dilihat sesuai dengan Tabel 2.1.
Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah
(20)
kadar pada etiket. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
persyaratan umum untuk penetapan ialah 75% zat berkhasiat terdisolusi dalam
waktu 45 menit dengan menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50
rpm.
Tabel 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi Tahap
Jumlah sediaan yang
diuji
Kriteria penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%
S2 6
Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama
dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%
S3 12
Rata-rat dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama
dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%
2.5.5. Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif
Menurut Syukri (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari
bentuk sediaan padat, antara lain:
a. faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat
Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi kelarutan
zat aktif, bentuk kristal, serta ukuran partikel.
b. faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan
Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara
pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung
kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Penggunaan
bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin
(21)
tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan bahan baku,
bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam formulasi sediaan padat
peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi. Pengadukan yang terlalu lama
pada granulasi basah dapat menghasilkan granul-granul besar, keras dan padat
sehingga tablet yang dihasilkan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor
formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya kecepatan disentegrasi,
interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan.
c. faktor yang berkaitan dengan alat dan parameter uji
Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi kecepatan
pengadukan, suhu dan pH medium, serta metode uji. Pengadukan
mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga
memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Suhu medium
berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Zat yang kelarutannya tidak
tergantung pH, perubahan pH medium disolusi tidak akan mempengaruhi laju
disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in vitro penting karena kondisi
pH akan berbeda pada lokasi obat di saluran cerna. Metode penentuan laju
disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda,
tergantung pada metode uji yang digunakan.
2.6. Penentapan Kadar
Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis
penetapan kadar zat aktif dalam sampel. Penetapan kadar dipilih berdasarkan sifat
(22)
kadar dapat dilakukan dengan metode fisikokimia yaitu Spektrofotometri uv-
visibel, fluorometri dan konduktormetri (Devissaquest, 1993).
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitass sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel.
Metode ini biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks
di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya
sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan, tetapi spektrum ini sangat
berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).
Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk
digunakan pada kadar yang sangat rendah. Senyawa yang dianalisis harus
mempunyai gugus kromofor (Sardjoko, 1993).
2.7. Spektrofotometer 2.7.1.Definisi
Spektrofotometri uv-visible adalah pengukuran serapan cahaya didaerah
ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu senyawa.
Absorbansi spektofotometri uv-visible adalah istilah yang digunakan ketika
radiasi ultraviolet dan cahaya tampak diabsorbsi oleh molekul yang diukur.
Alatnya disebut uv-visible spektrofotometri. Spektrofotometri uv-visible adalah
salah satu instrumen yang digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.
Spektrofotometri umumnya digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa
begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel
(23)
2.7.2.Instrumen
Menurut Rohman (2007), spektrofotometri uv-visibel memiliki
komponen-komponen yang meliputi:
a. sumber sinar
Sumber sinar yang digunakan untuk daerah UV digunakan lampu hidrogen
atau lampu deuterium pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara
lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada
panjang gelombang antara (350-900 nm).
b. monokromator
Monokromator digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen-komponen panjang gelombangnya, yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit).
Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang
dilewatkan pada sampel sebagai scan instrument melewati spektrum.
c. optik
Optik memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen.
Suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk
mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Blanko dalam spektrofotometri
(24)
BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar
Uji disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat 100 mg dilakukan di PT. Mutiara
Mukti Farma (MUTIFA) Medan pada bagian pengawasan mutu.
3.2. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah dissolution tester (Phameg Lab Type D
ISS-II), spektrofotometri UV, timbangan analitis, kertas saring Whatman 42, pot
plastik, corong, labu tentukur 100 ml, dan 10 ml, dan gelas ukur.
3.3. Bahan
Bahan yang digunakan adalah sediaan tablet gliseril guaiakolat 100 mg,
gliseril guaiakolat Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), dan air
suling.
3.4. Prosedur
3.4.1. Pengambilan Sampel
Sebanyak 10 tablet gliseril guaiakolat diambil secara acak dari satu siklus
produksi.
3.4.2. Pembuatan Larutan Baku
Ditimbang seksama 33,3 mg gliseril guaiakolat BPFI. Sampel dilarutkan
(25)
disaring. Filtrat dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dan
diencerkan hingga garis tanda (konsentrasi gliseril guaiakolat 33.3 μg/ml).
3.4.3. Uji Disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat
Uji disolusi dilakukan menggunakan metode dayung menurut Farmakope
Indonesia edisi V (2014). Dipilih secara acak 6 tablet dari 10 tablet, sebanyak 900
ml air suling dimasukkan ke dalam wadah disolusi. Dipasang alat dengan
pengaduk bentuk dayung, dimasukkan 6 tablet gliseril guaiakolat ke dalam
masing-masing wadah secara bersamaan. Alat dijalankan pada suhu 37ºC dengan
kecepatan 50 rpm selama 45 menit. Setelah itu, dipipet larutan pada daerah
pertengahan antara permukan media disolusi dan bagian atas dari dayung
berputar, kemudian disaring. Dipipet filtrat 3 ml lalu dimasukkan ke dalam labu
10 ml dan dicukupkan dengan air suling. Diukur serapan masing-masing larutan
uji pada panjang gelombang 274 nm.
3.4.4. Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV
Alat spektrofotometer dihidupkan dan diatur panjang gelombang pada
274nm menggunakan larutan blanko (air suling). Larutan uji dan larutan baku
gliseril guaiakolat kemudian diukur serapannya. Kadar gliseril guaiakolat terlarut
dihitung menggunakan rumus:
�= �� �� � �� �� � �� �� � �� �� ���� Keterangan :
K = kadar zat terlarut Vm = volume media (ml) Vb = volume baku (ml)
(26)
Fb = faktor pengenceran larutan baku Bb = berat baku (mg)
Ke = kadar etiket (mg) Au = absorbansi uji Ab = absorbansi baku Kbk = kadar baku kerja (%)
(27)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil
Kadar gliseril guaiakolat terlarut disajikan pada Tabel 4.1. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar gliseril guaiakolat yang terlarut dalam media disolusi
adalah 82,33 – 97,42%.
Tabel 4.1. Kadar gliseril guaiakolat terlarut dari sediaan tablet yang diproduksi oleh PT. MUTIFA.
No Tablet Kadar Zat Terlarut (%)
1 I 97.42
2 II 93.33
3 III 90.21
4 IV 86.88
5 V 84.30
6 VI 82.33
4.2. Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan uji disolusi tablet gliseril guaiakolat Kadar zat aktif
yang terlarut tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope
Indonesia edisi V, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari 80%.
Dari data di atas dinyatakan bahwa tablet gliseril guaiakolat 100 mg yang di
produksi PT. MUTIFA tersebut memenuhi syarat uji disolusi.
Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui kadar gliseril guaiakolat yang
terlarut sehingga menjamin efek terapi (Ditjen POM, 2014). Maka PT. MUTIFA
mempertahankan mutu sediaan tablet gliseril guaiakolat terutama dari aspek uji
(28)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
a. kadar gliseril guaiakolat terlarut dari tablet yang diproduksi oleh PT. Mutiara
Mukti Farma (MUTIFA) adalah 82,33 – 97,42%.
b. tablet gliseril guaiakolat yang diproduksi PT. MUTIFA memenuhi
persyaratan uji disolusi yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi V tahun
2014.
5.2. Saran
Diharapkan mutu tablet gliseril guaiakolat yang diproduksi PT. Mutiara
Mukti Farma (MUTIFA) tetap dipertahankan terutama pada uji disolusi sesuai
(29)
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 61.
Anief, M. (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 3.
Ansel, H.C. (1989), Pengantar Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal 244, 246, 247.
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Cetakan I. Padang: Andalas University Press. Hal 1.
Devissaquest, J. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Surabaya: Airlangga. University Press. Hal 51 – 56.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 4, 422, 423, 1084, 1085.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 1084, 1085.
Mulja, M. dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Edisi 1, Airlangga University Press, Surabaya. Hal 20 – 23.
Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi. EGC Press, Jakarta. Hal 235, 236.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 58.
Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 162.
Sartono. (1993) Apa Yang Kamu Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas dan Terbatas. Hal 36, 37.
Siregar, C. dan Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: EGC. Hal 84,86, 90, 96.
Syukri, Y. (2002). Biofarmasetika. Yogyakarta: UI Press. Hal 30 – 35.
Tjay, T. H. dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal 624, 625.
(30)
Weinberger, S. E. (2005). Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Amerika Serikat: McGraw Hill. Hal 4.
Widodo, S. dan Ahmadi, A. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hal 69, 70, 71.
(31)
Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Gliseril Guaiakolat
Nama sediaan : Tablet gliseril guaiakolat
Zat berkhasiat : Tablet gliseril guaiakolat 100 mg
Nomor bets : 1214292
Faktor pengenceran larutan baku (Fb) : 10 ml
Faktor pengenceran larutan (Fu) : 3.33 ml
Kandungan gliseril guaiakolat pada etiket (Ke) : 100 mg
Absorbansi larutan baku (Ab) : 0.39254
Absorbansi (Au) : 0.37362
Kadar baku (Kbk) : 99,71%
Perhitungan kadar zat terlarut tablet gliseril guaiakolat menggunakan rumus:
� =��
�� �
��
�� �
��
�� �
��
�� ����
Keterangan :
K = kadar gliseril guaiakolat Vm = volume media (ml) Vb = volume baku (ml)
Fu = faktor pengenceran larutan uji Fb = faktor pengenceran larutan baku Bb = berat baku (mg)
Ke = kadar etiket (mg) Au = absorbansi uji Ab = absorbansi baku Kbk = kadar baku kerja (%)
(32)
kadar gliseril guaiakolat
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.97901
0.39254 � 99.71% = 97.42%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.95806
0.39254 � 99.71% = 93.33%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.96659
0.39254 � 99.71% = 90.21%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.96301
0.39254 � 99.71% = 86.88%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.97038
0.39254 � 99.71% = 84.30%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.97665
(1)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil
Kadar gliseril guaiakolat terlarut disajikan pada Tabel 4.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar gliseril guaiakolat yang terlarut dalam media disolusi adalah 82,33 – 97,42%.
Tabel 4.1. Kadar gliseril guaiakolat terlarut dari sediaan tablet yang diproduksi oleh PT. MUTIFA.
No Tablet Kadar Zat Terlarut (%)
1 I 97.42
2 II 93.33
3 III 90.21
4 IV 86.88
5 V 84.30
6 VI 82.33
4.2. Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan uji disolusi tablet gliseril guaiakolat Kadar zat aktif yang terlarut tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi V, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari 80%. Dari data di atas dinyatakan bahwa tablet gliseril guaiakolat 100 mg yang di produksi PT. MUTIFA tersebut memenuhi syarat uji disolusi.
Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui kadar gliseril guaiakolat yang terlarut sehingga menjamin efek terapi (Ditjen POM, 2014). Maka PT. MUTIFA mempertahankan mutu sediaan tablet gliseril guaiakolat terutama dari aspek uji disolusi.
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
a. kadar gliseril guaiakolat terlarut dari tablet yang diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) adalah 82,33 – 97,42%.
b. tablet gliseril guaiakolat yang diproduksi PT. MUTIFA memenuhi persyaratan uji disolusi yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014.
5.2. Saran
Diharapkan mutu tablet gliseril guaiakolat yang diproduksi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) tetap dipertahankan terutama pada uji disolusi sesuai dengan monografi Farmakope Indonesia.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 61.
Anief, M. (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 3.
Ansel, H.C. (1989), Pengantar Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal 244, 246, 247.
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Cetakan I. Padang: Andalas University Press. Hal 1.
Devissaquest, J. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Surabaya: Airlangga. University Press. Hal 51 – 56.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 4, 422, 423, 1084, 1085.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 1084, 1085. Mulja, M. dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Edisi 1, Airlangga
University Press, Surabaya. Hal 20 – 23.
Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi. EGC Press, Jakarta. Hal 235, 236.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 58. Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hal 162.
Sartono. (1993) Apa Yang Kamu Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas dan Terbatas. Hal 36, 37.
Siregar, C. dan Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: EGC. Hal 84,86, 90, 96.
Syukri, Y. (2002). Biofarmasetika. Yogyakarta: UI Press. Hal 30 – 35.
Tjay, T. H. dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal 624, 625.
(4)
Weinberger, S. E. (2005). Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Amerika Serikat: McGraw Hill. Hal 4.
Widodo, S. dan Ahmadi, A. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hal 69, 70, 71.
(5)
Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Gliseril Guaiakolat Nama sediaan : Tablet gliseril guaiakolat
Zat berkhasiat : Tablet gliseril guaiakolat 100 mg Nomor bets : 1214292
Faktor pengenceran larutan baku (Fb) : 10 ml Faktor pengenceran larutan (Fu) : 3.33 ml Kandungan gliseril guaiakolat pada etiket (Ke) : 100 mg Absorbansi larutan baku (Ab) : 0.39254
Absorbansi (Au) : 0.37362
Kadar baku (Kbk) : 99,71%
Perhitungan kadar zat terlarut tablet gliseril guaiakolat menggunakan rumus: � =��
�� � �� �� �
�� �� �
��
�� ���� Keterangan :
K = kadar gliseril guaiakolat Vm = volume media (ml) Vb = volume baku (ml)
Fu = faktor pengenceran larutan uji Fb = faktor pengenceran larutan baku Bb = berat baku (mg)
Ke = kadar etiket (mg) Au = absorbansi uji Ab = absorbansi baku Kbk = kadar baku kerja (%)
(6)
kadar gliseril guaiakolat
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.97901
0.39254 � 99.71% = 97.42%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.95806
0.39254 � 99.71% = 93.33%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.96659
0.39254 � 99.71% = 90.21%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.96301
0.39254 � 99.71% = 86.88%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.97038
0.39254 � 99.71% = 84.30%
�= 900
100 � 3.33 10 � 33.3 100 � 0.97665