infeksi oportunistik misalnya meningitis kriptokokus dan beberapa tumor misalnya Sarkoma Kaposi. Pada stadium lanjut jika pasien tidak mendapat terapi
Antiretroviral maka mereka biasanya meninggal dalam waktu kurang dari 2 tahun. Stadium lanjut ini kadang dikenal sebagai fullblown AIDS KEMENKES, 2013.
2.9. TB-HIV pada Anak
Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik utama pada penderita HIV.
Pada pasien yang terinfeksi pertama kali dengan Mycobacterium tuberculosis
kemudian dengan HIV, risiko perkembangan tuberkulosis adalah 5-10 per tahun. Bila infeksi-infeksi ini didapat dengan urutan sebaliknya, gabungannya
bahkan lebih dramatis; tuberkulosis timbul pada sebanyak separuh dari pasien yang terinfeksi HIV setelah infeksi primer Mycobacterium tuberculosis dan
biasanya timbul dalam beberapa bulan Daniel, 2014.
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada anak dapat terjadi sebelum atau
sesudah timbulnya gejala AIDS. Karena Mycobacterium tuberculosis lebih
virulen, infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis umumnya terjadi lebih awal
dibanding infeksi lain. Disamping itu, walaupun dapat terjadi penularan dari pasien dengan infeksi aktif, infeksi TB pada pasien HIV lebih banyak terjadi
sebagai akibat reaktivasi fokus laten yang sudah terdapat beberapa tahun sebelumnya. Sebagai akibatnya, infeksi TB umumnya lebih banyak dijumpai pada
anak yang lebih besar atau dewasa Suwendra dan Purniti, 2010.
2.9.1. Manifestasi Penyakit
Gambaran klinis, radiologis, dan histologis pada pasien HIV dan non HIV tidak sama. Pada anak dengan infeksi HIV, infeksi tuberkulosis pada umumnya
jarang disertai oleh gejala klinis yang sistemik seperti demam, keringat malam, dan penurunan berat badan Suwendra dan Purniti, 2010. Tuberkulosis paru anak
sering memberikan gambaran radiologi berupa atelektasis karena terdapat penekanan bronkus yang disebabkan oleh pembesaran Kelenjar Getah Bening
KGB hilus sehingga terjadi kolaps alveoli. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan wheezingmengi sehingga sering didiagnosis asma tetapi tidak
membaik dengan pemberian bronkodilator KEMENKES, 2013
Universitas Sumatera Utara
Tuberkulosis milier merupakan hasil penyebaran hematogen dengan jumlah kuman yang besar, yang tersangkut di ujung kapiler paru dan membentuk
tuberkel dengan ukuran sama yang menyerupai butir-butir padi milletsheed. Efusi pleura dapat berbentuk serosa paling sering atau empiema TB jarang
terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen kuman TB pada rongga pleura. Sebagian besar efusi pleura TB bersifat unilateral. Efusi perikardial TB
jarang ditemukan pada anak, terjadi akibat invasi kuman secara langsung atau melalui drainase limfatik KEMENKES, 2013.
2.9.2. Diagnosis Menurut JUKNIS TB-HIV pada anak KEMENKES tahun 2013, Diagnosis
TB anak sampai saat ini masih banyak menghadapi tantangan akibat sulitnya mendapatkan spesimen pemeriksaan bakteriologi serta rendahnya konfirmasi
bakteriologi yang didapat. Pemeriksaan BTA aspirat lambung pada TB anak menunjukkan hasil positif pada 10-15 pasien saja. Namun demikian
pemeriksaan bakteriologi BTA dan biakan Mycobacterium tuberculosis tetap harus dilakukan pada setiap pasien. Konfirmasi bakteriologi dapat dilakukan
dengan pengambilan spesimen dari beberapa tempat yang memungkinkan sesuai dengan manifestasi klinis penyakit TB-nya, antara lain sputum, aspirasi cairan
lambung, cairan pleura, induksi sputum, biopsi jarum halus pada kelenjar getah bening KGB yang membesar dan biopsi jaringan lainnya.
Infeksi HIV juga semakin memperberat masalah terkait TB karena dapat menyebabkan imunokompromais pada anak sehingga diagnosis dan tatalaksana
TB pada anak menjadi lebih sulit karena beberapa faktor berikut Basier dan Yani, 2010:
1. Beberapa penyakit yang erat kaitannya dengan HIV, termasuk TB, banyak mempunyai kemiripan gejala.
2. Interpretasi uji tuberkulin kurang dapat dipercaya. Anak dengan kondisi imunokompromais mungkin menunjukkan hasil negatif meskipun
sebenarnya telah terinfeksi TB.
Universitas Sumatera Utara
3. Anak yang kontak dengan orangtua pengidap HIV dengan BTA sputum positif mempunyai kemungkinan terinfeksi TB maupun HIV. Jika hal
ini terjadi,
dapat tejadi
kesulitan dalam
tatalaksana dan
mempertahankan keteraturan pengobatan. Gejala klinis TB pada anak terinfeksi HIV hampir sama dengan yang tidak
terinfeksi HIV tetapi pada anak yang terinfeksi HIV lebih sering mengalami TB diseminata. Tuberkulosis pada anak terinfeksi HIV sering sulit dibedakan dengan
kondisi lain akibat infeksi HIV seperti Lymphocytic Interstitial Pneumonitis LIP, pneumonia bakteri, bronkiektasis dan Sarkoma Kaposi. Gejala klinis umum TB
pada anak terinfeksi HIV antara lain batuk persisten lebih dari 3 minggu yang tidak membaik setelah pemberian antibiotik spektrum luas, malnutrisi berat atau
gagal tumbuh, demam lebih dari 2 minggu, keringat malam yang menyebabkan anak sampai harus ganti pakaian, gejala umum non-spesifik lainnya dapat berupa
fatigue kurang aktif, tidak bergairah. Indikator yang baik terdapatnya penyakit kronik dan TB anak adalah gagal tumbuh meskipun keadaan ini dapat pula
disebabkan kurang nutrisi, diare kronik dan infeksi HIV KEMENKES, 2013. Pada gambaran radiologis, dapat dijumpai limfadenopati hilus atau
mediastinum, infiltrat pada lobus tengah atau bawah, di luar paru dalam bentuk lesi milier atau tuberkulosis kelenjar. Dapat juga dijumpai efusi pleura,
atelektasis, kavitas dan bronkiektasis. Pada anak terinfeksi HIV, gambaran radiologi LIP menyerupai TB milier. Lesi yang dijumpai di luar paru lebih banyak
dan prognosisnya lebih jelek Suwendra dan Purniti, 2010. Icksan dan Luhur S 2008 melaporkan adanya kasus TB primer progresif
pada pasien HIV. Diamana, pada gambaran radiologis tampak ada pelebaran mediastinum yang kemudian setelah 19 hari bertambah luas. Kemudian setelah 30
hari terdapat infiltrat luas di kedua paru. Untuk diagnosis, tes tuberkulin masih dapat dilakukan dengan bahan old
tuberculin tes Mantoux atau PPD 5 TU purified protein derivative 5 tuberculin unit, karena 40-nya masih dapat menunjukkan reaksi yang positif. Tes
dianggap positif apabila setelah 48- 72 jam terjadi indurasi ≥ 5 mm. apabila hasil
tes meragukan atau negatif, maka diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
adanya Mycobacterium dengan pewarnaan atau kultur. Pada pemeriksaan histologis dapat ditemukan granuloma spesifik atau non spesifik, yaitu tanpa sel
raksasa Langhans, sel epiteloid, atau nekrosis perkijuan. Juga tidak jarang, tidak ditemukan kuman tahan asam di dalamnya. Tes lain yang dapat dilakukan adalah
tes hibridisasi DNA, tes Enzyme-Linked Immunosorbent Assay ELISA atau pemindaian scanning dengan pemberian label gallium radioaktif Suwendra dan
Purniti, 2010.
Gambar 2.7. Konsolidasi lobus kanan atas, bagian kiri tengah dan adenopati
pada penderita TB-HIV Sumber: dikutip dari Allen et al., 2010.
Gambar 2.6. Pelebaran mediastinum pada penderita TB-HIV.
Sumber: dikutip dari Icksan Luhur, 2008.
Gambar 2.9.
Gambaran Fibrosis
dan Bronkiektasis
pada lobus
kiri atas,
mediastinum tergeser
ke kiri,
menggambarkan perubahan TB post primer pada anak dengan HIV.
Sumber: dikutip dari Plessis et al., 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.10. Perbandingan Karakteristik Foto Toraks TB-HIV dan TB non-HIV